Kekerasan Non Fisik
2. Kekerasan Non Fisik
Kekerasan non fisik (Psikis) dapat dikategorikan menjadi pelecehan seksual dan penyerangan seksual, hal ini pernah dialami oleh Ipam yang pada awalnya merupakan seorang laki-laki yang normal, tidak merasakan ada keanehan apapun di dalam dirinya. Waktu Ipam duduk di kelas 2 SMA dia mengikuti Study Tour ke Bali yang diadakan oleh sekolahnya, dari situlah awal dari perubahan dalam diri Ipam menjadi seorang gay, karena dipaksakan oleh gurunya untuk melakukan hubungan seksual. Menurut Robert F. Litke dalam tulisan Violence and Power (dalam Susan, 2009 :116) membuat skema definisi bahwa kekerasan yang dilakukan secara personal dapat berwujud dalam dimensi fisik dan psikologis yang muncul dalam bentuk paternalism, ancaman personal dan pembunuhan karakter. Menurut Anna (2002: 9-10) kekerasan non fisik (Psikis) dapat dikategorikan menjadi pelecehan seksual dan penyerangan seksual. Pelecehan seksual yang termasuk dalam kekerasan non fisik atau Kekerasan non fisik (Psikis) dapat dikategorikan menjadi pelecehan seksual dan penyerangan seksual, hal ini pernah dialami oleh Ipam yang pada awalnya merupakan seorang laki-laki yang normal, tidak merasakan ada keanehan apapun di dalam dirinya. Waktu Ipam duduk di kelas 2 SMA dia mengikuti Study Tour ke Bali yang diadakan oleh sekolahnya, dari situlah awal dari perubahan dalam diri Ipam menjadi seorang gay, karena dipaksakan oleh gurunya untuk melakukan hubungan seksual. Menurut Robert F. Litke dalam tulisan Violence and Power (dalam Susan, 2009 :116) membuat skema definisi bahwa kekerasan yang dilakukan secara personal dapat berwujud dalam dimensi fisik dan psikologis yang muncul dalam bentuk paternalism, ancaman personal dan pembunuhan karakter. Menurut Anna (2002: 9-10) kekerasan non fisik (Psikis) dapat dikategorikan menjadi pelecehan seksual dan penyerangan seksual. Pelecehan seksual yang termasuk dalam kekerasan non fisik atau
Maka tidak jarang di antara mereka kemudian memilih melarikan diri dari keluarga dan lingkungan untuk hidup mandiri jauh dari orang tua, serta bergabung dengan rekan-rekan pendahulunya di berbagai tempat. Hal ini dapat dibuktikan dengan temuan lapangan seperti yang disampaikan oleh mas LND berikut ini :
negatif mbak. Bahkan banyak juga yang menganggap bahwa kita- kita (gay) ini adalah sampah masyarakat. Padahal kalau menurut saya, mereka yang mengatakan seperi itu tu munafik. Karna buktinya banyak juga laki-laki yang katanya normal (punya istri/berkeluarga) itu doyan juga main (ngeseks) sama gay. Dan banyak masyarakat yang mengatakan bahwa gay itu adalah penyakit, padahal kita kan ya baik-baik saja. Gay itu kan pilhan hidup mbak, dan ini adalah pilihan hidup saya. Jadi, saya ya cuek- cuek aja dengan tanggapan atau omongan orang lain. Yang penting bagi saya adalah, selama saya kerja kayak gini ini nggak diketahui keluarga saya atau tetangga saya, jadi saya aman. Makanya saya milih tinggal di Sukoharjo, tapi cari uangnya di Solo, jadi kan kemungkinan ketemu sama tetangga atau keluarga
Hal ini dapat dilihat dari kasus-kasus kekerasan yang dialami oleh informan, yakni berupa pemukulan, tendangan, gunjingan, cemoohan, perampokan, serta kekerasan seksual. Hal ini dapat dibuktikan dengan pernyataan dari mas WHY berikut ini :
begitu sampai di kampung saya, tiba-tiba saya melewati
Ternyata mereka itu lagi ngomongke saya mbak, mereka bilang kalau saya itu gay, seneng karo wong lanang, trus njelek-njelekin saya ke warga gitulah pokoknya. Bahkan ada juga yang melarang anaknya untuk bergaul dengan saya. Selain itu saya juga pernah dipukul sama gerombolan FPI sampai bocor kepala saya. Waktu itu malem-malem, pas saya nongkrong sama temen saya di depan Sriwedari, tiba-tiba temen saya dipukuli sama mereka. Akhirnya saya bantuin temen saya, pas saya mau narik temen saya biar
Dari hasil pernyataan kaum gay di atas sering mengalami kekerasan di dalam masyarakat disekitarnya, sehingga ia merasa dikucilkan dari masyarakat. Galtung mengungkapkan kekerasan struktural, kultural dan langsung, dapat menghalangi pemenuhan kebutuhan dasar. Kebutuhan-kebutuhan dasar ini adalah kelestarian atau keberlangsungan hidup, kesejahteraan, kebebasan dan identitas. Jika empat kebutuhan dasar ini mengalami tekanan atau kekerasan dari kekuasaan personal dan struktural, maka konflik kekerasan akan muncul ke permukaan sosial (Susan, 2009: 111).