STUDI KERAJINAN TENUN IKAT SARUNG GOYOR SUDARTO DI DESA KENTENG KELURAHAN POJOK KECAMATAN TAWANGSARI SUKOHARJO
STUDI KERAJINAN TENUN IKAT SARUNG GOYOR SUDARTO DI DESA KENTENG KELURAHAN POJOK KECAMATAN TAWANGSARI SUKOHARJO SKRIPSI
Disusun oleh: Maylinda Ambarwati K 32068041 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
Januari 2013
commit to user
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Maylinda Ambarwati NIM
: K3208041
Jurusan/ Program Studi : PBS/ Pendidikan Seni Rupa
Menyatakan bahwa skripsi saya berjudul “STUDI KERAJINAN TENUN IKAT
SARUNG GOYOR BAPAK SUDARTO DI DESA KENTENG
KELURAHAN POJOK KECAMATAN TAWANGSARI SUKOHARJO ” ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri. Selain itu, sumber informasi yang dikutip dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
Apabila pada kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil jiplakan, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan saya.
Surakarta, 02 Januari 2013 Yang membuat pernyataan
Maylinda Ambarwati
commit to user
STUDI KERAJINAN TENUN IKAT SARUNG GOYOR BAPAK SUDARTO DI DESA KENTENG KELURAHAN POJOK KECAMATAN TAWANGSARI SUKOHARJO
Oleh: Maylinda Ambarwati K3208041
Skripsi diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Seni Rupa, jurusan Pendidikan
Bahasa dan Seni FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2013
commit to user
PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Surakarta, 28 November 2012
Persetujuan Pembimbing
Pembimbing I, Pembibing II,
Drs. Margana M.Sn Dr. Slamet Supriyadi, M.Si 19600612 199103 1 001
19621110 198903 1 003
commit to user
PENGESAHAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi salah satu persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Hari : Rabu Tanggal : 09 Januari 2013
Tim Penguji Skripsi
Nama Terang
Tanda Tangan
Ketua : Dr. H. Edy Tri Sulistyo, M.Pd Sekretaris : Nanang Yulianto, S.Pd., M.Ds Anggota I : Drs. Margana, M.Sn Anggota II : Dr. Slamet Supriyadi, M.Pd
Disahkan oleh Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Dekan,
Prof. Dr. H.M. Furqon Hidayatullah, M.Pd NIP. 196007271987021001
commit to user
ABSTRAK MAYLINDA AMBARWATI. STUDI KERAJINAN TENUN IKAT SARUNG GOYOR BAPAK SUDARTO DI DESA KENTENG
KELURAHAN POJOK KECAMATAN TAWANGSARI KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2011/2012. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, Oktober 2012.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) Sejarah berdirinya usaha kerajinan tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) sarung goyor. (2) Proses pembuatan tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) sarung goyor. (3) Mengetahui bentuk motif atau ragam hias yang terdapat pada sarung goyor bapak Sudarto di Desa Kenteng, Kecamatan Tawangsari, Kabupaten Sukoharjo.
Penelitian ini dilaksanakan di Perusahaan Maju yaitu kerajinan tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) pada bulan Juli sampai November 2012. Bentuk penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Strategi penelitian yang digunakan adalah studi kasus tunggal terpancang. Sumber data yang digunakan dalam penelitian adalah informan yang dipilih yaitu Sudarto pemilik usaha kerajinan tenun ikat sarung goyor ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin), Joko pewaris tunggal usaha kerajinan, Tempat, Arsip atau dokumen. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi secara langsung, wawancara dan dokumentasi. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Untuk teknik validitas data menggunakan triangulasi data dan review informan. Teknik analisis data yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan atau verifikasi.
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: (1) Latar belakang berdirinya usaha kerajinan tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) sarung goyor milik bapak Sudarto yaitu merupakan kerajinan tenun ikat warisan nenek moyang yang perlu dilestarikan. (2) Proses pembuatan tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) sarung goyor meliputi tahap : memutihkan benang, pengekelosan, penyekiran, pembuatan desain benang pada plangkan, proses mengikat benang, pencelupan warna, membatil (membuka ikatan), proses bongkaran, pengekelosan kembali dan menenun benang. (3) Bentuk motif tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) sarung goyor bapak Sudarto yaitu: motif buketan (rangkaian yang terdiri dari berbagai macam bunga), motif kepiting (ceplok yuyu), motif tirto (air), dan motif ceplok tirto (perpaduan antara motif buketan, ceplokan (bunga) dan tirto (air).
Kata Kunci: Kerajinan, tenun ikat, kriya tekstil
commit to user
ABSTRACT
MAYLINDA AMBARWATI. STUDY OF GOYOR SHEATH BINDING WOVEN CRAFTS OF MR. SUDARTO KENTENG VILAGE POJOK TAWANGSARI DISTRICT OF SUKOHARJO REGENCY. Thesis, Surakarta: Teacher Training and Education Faculty. Sebelas Maret University of Surakarta, January 2013.
The purposes of this study are to determine about: (1) History of Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) goyor sheath business establishment. (2) Process of making Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) goyor sheath. (3) Knowing the form of decorative motifs contained in the goyor sheath in Mr. Sudarto, Kenteng Village, Tawangsari District, Sukoharjo Regency.
This research has conducted at the Perusahaan Maju that is binding weaving craft of Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) from July to November 2012. Desing of this research is qualitative with descriptive approach. Reasearch strategy is stuck single case study. Data sources used in the study are selected informants, Mr. Sudarto, Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) goyor sheath craft business owner, Joko, sole heir craft business. Site, archive or document. Techniques of data collection using direct observation, interview and documentation. The sampling technique used is purposive sampling. For data validation techniques using triangulation of data and review of informants. Data analysis techniques, namely data reduction, data presentation and conclusion or verification.
From this study it can be concluded that: (1) Background of binding woven craft business establishment ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) goyor sheats of Mr. Sudarto is a heritage weaving craft from the ancestor that needs to
be preserved. (2) Process of making binding woven goyor sheath ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) includes the steps: yarn bleaching, clossing and scouring process, making yarn designs on frame, tie the yarn, color dyeing, untied, demolition process, closing back and yarn weaving. (3) Motifs design of binding woven ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) goyor sheaths of Mr. Sudarto namely: buketan motif (series consisting of various kinds of flowers), crab motif (celok yuyu ), Tirto motif (water), and ceplok Tirto (combination of buketan, ceplokan (flowers) and Tirto (water) motifs.
Key words: Crafts, binding woven, textile crafts
commit to user
MOTTO
Jangan pernah merasa kalah apabila kita belum mencobanya. Kegagalan adalah salah satu proses menuju kesuksesan. Selalu belajar dari kesalahan dan jangan pernah merasa puas dengan apa yang telah kita dapatkan. Selalu jadilah manusia yang selalu ingin tahu akan ilmu apapun.
commit to user
PERSEMBAHAN
Karya ini dipersembahkan kepada :
Allah SWT, atas segala karuni-Nya Bapak dan Ibu tercinta yang telah memberikan doa yang tiada terputus, kerja keras tiada henti, dan pengorbanan yang tiada batas. Tiada kasih sayang yang seindah dan seabadi sayangmu. Adikku Dimas Kurniawan dan Denis Pandu Pamungkas tersayang Mas Rhajid terimakasih karena senantiasa mendorong langkahku dengan perhatian, semangat, dan kasih sayang yang tak pernah putus dan senantiasa selalu menemaniku selama empat tahun ini baik suka maupun duka. Sahabat baikku Khopsah, Devi, Nigi aku akan selalu merindukan kalian Teman-teman angkatan 2008 yang paling kocak Keluarga besar Bapak Sudarto (Kerajinan Tenun Ikat ATBM) Almamater tercinta
commit to user
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang, yang memberi ilmu, inspirasi, dan kemuliaan. Atas kehendak-Nya penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul “Studi Kerajinan Tenun Ikat Sarung Goyor Sudarto Di Desa Kenteng Kelurahan Pojok Kecamatan Tawangari Sukoharjo ”.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana pada Program Studi Pendidikan Seni Rupa, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, dan pengarahan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Dr. Muhammad Rohmadi, M.Hum., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni.
3. Dr. Slamet Supriyadi, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Seni Rupa, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
4. Drs. Margana, M.Sn., selaku pembimbing I, dan Dr. Slamet Supriyadi, M.Pd selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan pengarahan dalam menempuh dan menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Pendidikan Seni Rupa yang tulus dan tidak henti-hentinya memberikan ilmunya kepada penulis.
6. Bapak Sudarto selaku pemilik usaha kerajinan tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) sarung goyor yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian.
7. Mas Joko selaku pewaris tunggal kerajinan tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) sarung goyor yang setia mendampingi penulis selama penelitian.
commit to user
8. Para pengrajin kerajinan tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) sarung goyor yang bersedia untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan penelitian ini.
9. Teman-teman Pagardipan angkatan 2008 dan keluarga besar Pendidikan Seni Rupa.
10. Sahabat sahabatku Irma, Hanggita, Wahyu, Mas Rhajid, Mbak Een, Mas Heri, Mas Wijang dan teman-teman seperjuangan Encus, Amel, Dese, Mbak Tia, Eyah, Yani, Aslam, Sandi, Beni, Intan, dan Riko.
11. Semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak mungkin disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan penulis. Meskipun demikian, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya.
Surakarta, 02 Januari 2013
Penulis
commit to user
Mesin) Sarung Goyor Milik Bapak Sudarto ............................. 55
1. Bahan-bahan yang Digunakan untuk Membuat Tenun Ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) Sarung Goyor ....... 55
2. Alat-alat yang Digunakan untuk Membuat Tenun Ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) Sarung Goyor ....... 55
3. Proses-proses Dalam Pembuatan Tenun Ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) .................................................. 66
a. Proses Pembuatan Benang Lungsi ................................ 74
b. Proses Pembuatan Benang Pakan ................................. 74
c. Proses Finishing ............................................................ 98
D. Macam-macam Motif Tenun Ikat Sarung Goyor Produksi Bapak Sudarto ........................................................................... 104
1. Motif Buketan ..................................................................... 104
2. Motif Kepiting (Ceplok Yuyu) ............................................ 106
3. Motif Air (Tirto) ................................................................. 107
4. Motif Ceplok Tirto .............................................................. 107
5. Motif Ceplokan ................................................................... 108
BAB V SIMPULAN, SARAN DAN IMPLIKASI ..................................... 110
A. Simpulan .................................................................................. 110
B. Implikasi .................................................................................. 112
C. Saran ........................................................................................ 112
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 114 LAMPIRAN .................................................................................................... 116
commit to user
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1. Teknik Mengikat Benang
12
Gambar 2.2. Proses atau Teknik mengikat benang sebelum proses pemberian
warna baik pada benang lungsi ataupun benang pakan
13 Gambar 2.3. Alat Tenun Ikat Tradisional
16 Gambar 2.4. Kain Tenun Ikat Motif Pohon Hayat
18 Gambar 2.5. Kain Tenun Ikat Motif Kuda
19 Gambar 2.6. Kain Tenun Ikat Motif Naga
19 Gambar 2.7. Kain Tenun Ikat Motif Rusa
19 Gambar 2.8. Kain Tenun Ikat Motif Singa 20
Gambar 2.9. Kain Tenun Ikat Motif Udang
20 Gambar 2.10. Kain Tenun Ikat Motif Ular 20
Gambar 2.11. Kain Tenun Ikat Motif Bebek
21 Gambar 2.12. Kain Tenun Ikat Motif Flora
22 Gambar 2.13. Kain Tenun Ikat Motif Perahu
22 Gambar 2.14. Kain Tenun Ikat Motif Perahu
22 Gambar 2.15. Kain Tenun Ikat Hias Belah Ketupan
23 Gambar 2.16. Kain Tenun Ikat Motif Manusia
23 Gambar 2.17. Kain Tenun Ikat Motif Pohon Tengkorak
24 Gambar 2.18. Kain Tenun Ikat Motif Pilin atau Spiral
24 Gambar 2.19. Kain Tenun Ikat Motif Meander atau Swastika
24 Gambar 2.20. Kain Tenun Ikat Motif Kait
25 Gambar 2.21. Kain Tenun Ikat Motif Geometris
25 Gambar 2.22. Naptol
28 Gambar 2.23. Kostik
28 Gambar 2.24. Benang
29 Gambar 2.25. Mesin Hang
29 Gambar 2.26. Kelos (klos)
30 Gambar 2.27. Kletek
30
commit to user
Gambar 2.28. Malet
30 Gambar 2.29. Teropong (Tropong)
31 Gambar 2.30. Timbangan
32 Gambar 2.31. Sekir Bom
32 Gambar 2.32. Sekir Plangkan
33 Gambar 2.33. Mesin Tenun
34 Gambar Bagan 2 Kerangka Berfikir
35 Gambar Bagan 3 Model Analisis Interaktif
45 Gambar 4.1. Tugu Masuk Dukuh Kenteng
47 Gambar 4.2. Peta Desa Pojok
48 Gambar 4.3. Tempat Produksi Tenun Ikat Perusahaan Maju
54 Gambar 4.4. Benang dalam Hitungan Cones
55 Gambar 4.5. Benang dalam Hitungan Streng
56 Gambar 4.6. Bahan AS
57 Gambar 4.7. Bahan BS
57 Gambar 4.8. Kostik
58 Gambar 4.9. Bahan ASG
58 Gambar 4.10. Bahan AS
59 Gambar 4.11. Bahan Mr. B
59 Gambar 4.12. Bahan GP
60 Gambar 4.13. Bahan Br B
60 Gambar 4.14. Bahan Hidro
61 Gambar 4.15. Bahan Hijau Green
61 Gambar 4.16. Bahan SN
62 Gambar 4.17. BAhan Sliper
62 Gambar 4.18. Bahan Hacol
63 Gambar 4.19. Bahan Ramasit
63 Gambar 4.20. Bahan Tinta
64 Gambar 4.21. Bahan Tawas
65 Gambar 4.22. Minyak Goreng
65 Gambar 4.23. Minyak Tanah
66
commit to user
Gambar 4.24. Mesin Hang
66 Gambar 4.25. Mesin Kelos atau Erek
67 Gambar 4.26. Kletek
67 Gambar 4.27. Malet
68 Gambar 4.28. Teropong
68 Gambar 4.29. Timbangan
69 Gambar 4.30. Sekir Plangkan
70 Gambar 4.31. Sekir Bom
70
Gambar 4.32. Penggaris (blak) ......................................................................
71
Gambar 4.33. Plangkan .................................................................................
71
Gambar 4.34. Mesin Cuci .............................................................................
72
Gambar 4.35. Tali Rafia ................................................................................
72
Gambar 4.36. Gawangan ...............................................................................
73
Gambar 4.37. Gunting untuk Merapihkan Benang .......................................
73
Gambar 4.38. Mesin Tenun ............................................................................
74
Gambar 4.39. Proses Pemintalan Benang .....................................................
75
Gambar 4.40. Proses Pemutihkan Benang ....................................................
75
Gambar 4.41. Proses Penjemur Benang ........................................................
76
Gambar 4.42. Proses Penimbangan Benang .................................................
76
Gambar 4.43. Proses Pencelupan Warna Pada Benang Lungsi ....................
77
Gambar 4.44. Proses Penyekiran Mesin Bom ...............................................
79
Gambar 4.45. Pemintalan dengan Mesin Hang ............................................
80
Gambar 4.46. Proses Penyekiran dengan Skir Plangkan ..............................
81
Gambar 4.47. Proses Pengekresan ................................................................
82
Gambar 4.48. Desain Motif Ceplok Yuyu .....................................................
83
Gambar 4.49. Desain Motif Buketan .............................................................
83
Gambar 4.50. Desain Motif Ceplok Tirto .....................................................
84
Gambar 4.51. Proses Pendesainan ................................................................
84
Gambar 4.52. Proses Pencoletan ...................................................................
85
Gambar 4.53. Hasil Pencoletan Warna .........................................................
86
Gambar 4.54. Pembongkaran Benang Pakan dari Plangkan .........................
87
commit to user
Gambar 4.55. Hasil Pembongkaran Benang Pakan dari Plangkan ...............
87
Gambar 4.56. Penimbangan Zat Pewarna .....................................................
88
Gambar 4.57. Proses Pencampuran Warna ...................................................
89
Gambar 4.58. Proses Pencelupan Warna ......................................................
90
Gambar 4.59. Hasil Pencelupan Warna ........................................................
90
Gambar 4.60. Proses Proses Pemberian Zat Pengunci Warna ......................
91
Gambar 4.61. Proses Pencelupan Zat Pembangkit Warna ............................
92
Gambar 4.62. Proses Memilah-milah Benang Pakan ...................................
92
Gambar 4.63. Proses Pencelupan Naptol yang Berwarna Merah .................
93
Gambar 4.64. Proses Pembilasan Benang .....................................................
94
Gambar 4.65. Proses Pengeringan dengan Menggunakan Mesin Cuci ........
95
Gambar 4.66. Proses Pengeringan Benang dengan Sinar Matahari ..............
95
Gambar 4.67. Pengoncean atau Oncean ........................................................
96
Gambar 4.68. Proses Pembongkaran ............................................................
97
Gambar 4.69. Pemaltan .................................................................................
97
Gambar 4.70. Tahap Menenun Kain ............................................................
98
Gambar 4.71. Penjahitan Kain .....................................................................
98
Gambar 4.72. Label Sarung Goyor ...............................................................
99
Gambar 4.73. Pemasangan Label Sarung Goyor .........................................
99
Gambar 4.74. Label Pada Sarung Goyor .....................................................
100
Gambar 4.75. Proses Pembilasan atau Pencucian Sarung Goyor ................
101
Gambar 4.76. Proses Pemerasan Sarung Goyor ...........................................
101
Gambar 4.77. Pengeringan Dibawah Sinar Matahari ....................................
102
Gambar 4.78. Pelipatan Sarung Goyor .........................................................
102
Gambar 4.79. Pelipatan Sarung Goyor dengan Penggaris ............................
103
Gambar 4.80. Pengepakan .............................................................................
104
Gambar 4.81. Motif Buketan ........................................................................
105
Gambar 4.82. Motif Kepiting (Ceplok Yuyu) ................................................
106
Gambar 4.81. Motif Air (Tirto) .....................................................................
107
Gambar 4.81. Motif Ceplok Tirto .................................................................
108
Gambar 4.81. Motif Ceplokan ......................................................................
108
commit to user
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 4.1 Data Kependudukan Kelurahan Pojok Tahun 2011............. 49 Tabel 4.2 Data Kependudukan Kelurahan Pojok Menurut
Mata Pencarian 2011 ..................................................................... ...... 50
commit to user
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Foto Wawancara Bersama Bapak Sudarto dan Bapak Tukiman.........
116
Foto Wawancara Bersama Bapak Sunarno dan Mas Suranto..............
117
Foto Wawancara Bersama Mas Joko dan Ibu Prapti...........................
118
Hasil Wawancara dengan Bapak Sudarto ...........................................
119
Hasil Wawancara dengan Mas Joko....................................................
123
Hasil Wawancara dengan Mas Suranto................................................
126
Hasil Wawancara dengan Ibu Prapti....................................................
127
Surat Bukti Penelitian dari Kelurahan Desa Pojok...............................
129
Surat Bukti Penelitian dari Bapak Sudarto...........................................
130
Surat Ijin Penelitian Kepada Bapak Sudarto.........................................
131
Surat Ijin Penelitian Kepada Kepala Desa Pojok..................................
132
Surat Permohonan Perijinan Penelitian Kepada Rektor.......................
133
Surat Permohonan Perijinan Menyusun Skripsi Kepada PD I FKIP
UNS......................................................................................................
134
Surat Keputusan Ijin Penyusunan Skripsi ...........................................
135
Peta Desa Pojok....................................................................................
136
commit to user
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sebagai warga Negara Indonesia kita harus bangga akan warisan budaya masa lampau karena banyak sekali nilai-nilai tinggi yang terkandung didalamnya. Salah satu warisan budaya itu sendiri adalah dengan adanya keberagaman kain tradisional khususnya yaitu kain tenun ikat Indonesia. Sebagaimana kita ketahui bahwa tenun ikat sebagai salah satu karya bangsa Indonesia yang tersebar luas di seluruh kepulauan Indonesia.
Melalui kain tenun ikat tradisional kita dapat melihat keberagaman budaya Nusantara. Kain tidak saja hanya dilihat dari ragam motifnya namun kita juga dapat melihat jenis benang yang dipakai, teknik pembuatannya yang tradisional tetapi kita juga dapat mengenal berbagai fungsi kegunaan dan arti kain tenun ikat dalam kehidupan masyarakat sehari-hari yang dimana semua itu mencerminkan adat istiadat dan kebudayaan masing-masing daerah. Hal ini seperti dinyatakan oleh Suwati Kartiwa (2007) sebagai berikut:
“Kreativitas bangsa Indonesia dalam membuat kain terjelma, melalui suatu perjalanan panjang. Selama kurun waktu kurang lebih 1500 tahun, melalui berbagai kegiatan tradisi budaya, suku-suku bangsa di Nusantara menciptakan berbagai teknik pembuatan kain dan ragam hiasnya. Keunggulan didalam cita rasa didalam membuat kain yang dimiliki oleh bangsa Indonesia dikawasan Nusantara ini, berkembang dalam berbagai wujud, sifat, bentuk, kegunaan, ragam hias, serta mutu kain tradisional” (h. 9)
Dari pernyataan diatas dapat kita ketahui bahwa seni kerajinan kain tenun merupakan salah satu hasil karya nenek moyang yang sudah ada sejak lampau, dimana kebudayaan tumbuh didalam masyarakat sesuai dengan daerah masing- masing.
Persebaran kain tenun tradisional sendiri hampir tersebar luas di seluruh kepulauan Indonesia dengan beranekaragam pembuatannya, motif serta fungsinya.
commit to user
Kegiatan menenun dikerjakan secara turun menurun dan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya dan berkembang dari kebiasaan masyarakat.
Masa lampau telah banyak memberikan gambaran yang jelas tentang apa dan dimana karya-karya kain tenun tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk visual yang proses penciptaannya tidak lepas dari pengaruh lingkungan seperti perbedaan geografis yang mempengaruhi hasil akhir sehelai kain tenun. Keragaman kain-kain tradisional dihasilkan oleh perbedaan geografis yang mempengaruhi corak hidup setiap suku bangsa di Nusantara (Suwati Kartiwa, 2007: 9).
Banyak sebagian warga Negara Indonesia yang mengetahui bahwa kerajinan kain tenun ikat tradisional ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) hanya terdapat di daerah seperti Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Bali. Kerajinan tenun ikat tradisional juga dapat kita jumpai dipulau Jawa khususnya daerah Jawa Tengah. Seperti kerajinan tenun troso di Jepara namun selain kain tenun troso tenun ikat tradisional juga dapat kita jumpai di Sukoharjo.
Salah satu daerah di Indonesia yang memiliki karya tenun ikat tradisional khas daerah adalah Sukoharjo, tepatnya di Kecamatan Tawangsari. Kecamatan Tawangsari Kabupaten Sukoharjo ini sangat terkenal sekali akan kerajinan tenun ikatnya, yang dimana kerajinan tenun ikat ini divisualisasikan tidak hanya berupa kain tetapi dibuat dalam bentuk sarung yang disebut dengan sarung goyor.
Kerajinan tenun ikat tradisional desa Kenteng kecamatan Tawangsari kabupaten Sukoharjo ini telah berkembang secara turun temurun. Hampir seluruh penduduk desa bekerja sebagai pengrajin kain tenun ikat tradisional sarung goyor. Hingga sekarang kerajinan tenun ikat tradisional atau ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) tetap dipertahankan dan dicari banyak pembeli baik dari dalam Negeri maupun luar Negeri. Para pembeli sendiri justru banyak yang berasal dari luar Negeri diantaranya yaitu daratan Timur Tengah, India dan Pakistan. Sedangkan pembeli dalam Negeri sendiri yaitu Surakarta dan sekitarnya. Meskipun sarung goyor merupakan sarung yang dibuat secara manual dan dengan menggunakan alat tenun
commit to user
bukan mesin (ATBM), sarung ini sangat nyaman digunakan, hangat dikala cuaca dingin dan dingin disaat cuaca sedang panas.
Salah satu tempat usaha yang mengenalkan kerajinan tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) sarung goyor kepada masyarakat luas adalah milik Bapak Sudarto yaitu yang terletak di Desa Kenteng. Dari sekian banyak pengrajin di Desa Kenteng, bapak Sudarto merupakan salah satu pemilik usaha kerajinan tenun ikat tradisional yang masih tetap bertahan hingga sekarang. Beliau merupakan seorang pengrajin yang memiliki kelebihan di bidang produksi dan desain tenun ikat sarung goyor . Usaha kerajinan tenun ini merupakan usaha industri rumahan.
Perkembangan kerajinan tenun ikat sarung goyor ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) bapak Sudarto di desa Kenteng Kecamatan Tawangsari ini sangat berpengaruh besar terhadap masyarakat desa itu sendiri dan daerah sekitar Sukoharjo. Karena hampir semua masyarakat desa berpenghasilan dari usaha kerajinan tenun ikat sarung goyor tersebut. Dengan keadaan seperti itu industri kecil kerajinan tenun ikat desa Kenteng Kecamatan Tawangsari membantu pemerintah dalam mengurangi pengangguran dan menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat desa khususnya. Hasil kerajinan tenun ikat tradisional yang dihasilkan diamati maka akan terlihat memiliki ciri khas yang dapat kita lihat dari jenis motif yang terdapat pada sarung goyor .
Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk meneliti dan terdorong untuk mengangkat permasalahan tersebut dalam sebuah penulisan ilmiah yang berbentuk skripsi dengan judul “Studi Tentang Kerajinan Tenun Ikat Sarung Goyor Bapak Sudarto Di Desa Kenteng, Kecamatan Tawangsari, Kabupatenn Sukoharjo”.
Dimana peneliti dapat mengetahui sejarah berdirinya kerajinan tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) sarung goyor di Desa Kenteng, Kecamatam Tawangsari, mengetahui bagaimana proses atau teknik pembuatan tenun ikat tradisional dan mengetahui berbagai macam motif yang terdapat di sarung goyor, dan memberitahukan kepada khalayak luas bahwa kerajinan tenun ikat tradisional tidak hanya dijumpai di daerah seperti Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Bali.
commit to user
Namun dapat juga kita jumpai di Desa Kenteng, Kecamatan Tawangsari, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah penelitian yang akan dikaji dapat dirumuskan ke dalam berbagai pertanyaan penelitian seperti berikut ini:
1. Bagaimana latar belakang awal berdirinya usaha kerajinan tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) sarung goyor bapak Sudarto di Desa Kenteng, Kecamatan Tawangsari, Kabupaten Sukoharjo?
2. Bagaimana proses pembuatan tenun ikat ATBM
3. (Alat Tenun Bukan Mesin) sarung goyor bapak Sudarto di Desa Kenteng, Kecamatan Tawangsari, Kabupaten Sukoharjo?
4. Apa saja bentuk motif atau ragam hias yang terdapat pada tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) sarung goyor bapak Sudarto di Desa Kenteng, Kecamatan Tawangsari, Kabupaten Sukoharjo?
C. Tujuan Penelitian
Dari perumusan masalah tersebut diatas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian adalah:
1. Untuk mengetahui awal berdirinya usaha kerajinan tenun ikat ATB (Alat Tenun Bukan Mesin) sarung goyor bapak Sudarto di Desa Kenteng, Kecamatan Tawangsari, Kabupaten Sukoharjo.
2. Untuk mengetahui proses pembuatan tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) sarung goyor bapak Sudarto di Desa Kenteng kecmatan Tawangsari Kabupaten Sukoharjo.
3. Untuk mengetahui bentuk motif atau ragam hias yang terdapat pada sarung goyor bapak Sudarto di Desa Kenteng, Kecamatan Tawangsari, Kabupaten Sukoharjo.
commit to user
D. Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritik :
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan keterangan atau informasi yang jelas mengenai proses pembuatan kerajinan tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) sarung goyor kepada masyarakat luas.
b. Dapat dijadikan informasi atau bahan studi perbandingan bagi penelitian yang mengkaji tentang kerajinan tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) sarung goyor.
2. Manfaat Praktis :
a. Menambah referensi akan studi tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin).
b. Menjadi bahan evaluasi terhadap karya kerajinan tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin).
commit to user
BAB II LANDASAN TEORI
A. Pengertian Seni Kriya
Pada tahun sekitar 1930-an, ketika masa malaise melanda dunia kata kerajinan memiliki makna yang berbeda yaitu, pada masa kolonial beranggapan apabila ada kerajinan pasti ada kemalasan. Begitulah makna kerajinan pada masa penjanjahan karena pada masa itu kata kerajinan diberikan agar “rajin kerja” karena pemerintahan kolonial belanda tidak dapat lagi membiayai pemerintahan jajahannya. Kini kata kerajinan itu sudah tidak digunakan lagi karena Indonesia telah terbebas dari masa penjajahan. Kini kata kerajinan sudah diganti dan menjadi kata “kriya”, yang berakar dari kata karya, kerja, yang dimana memiliki makna lebih luas.
Di seni rupa Barat, kriya lebih banyak dicirikan oleh ekspresi individu senimannya. Sedangkan seni rupa di Timur banyak dicirikan oleh kelompok seniman atau pekriya. Dari pernyataan tersebut dapat digambarkan pada keadaan dilapangan dari hasil suatu pengamatan bahwa, kriya sekarang lebih berkembang kearah industri.
Menurut Tallcot Parsons, Kriya sebagai artefak adalah produk budaya, karena kriya adalah terjemahan dalam bentuk fisikal dari ide-ide budaya dan aktifitas budaya (Widagdo, 1999: 1). Pada dasarnya kria dan seni merupakan dua hal yang berbeda karena kriya sendiri selalu diartikan dengan tujuan yang pragmatis, yaitu membuat benda yang mempunyai manfaat praktis. Sedangkan seni sendiri diciptakan karena keinginan mengekspresikan ide dengan tujuan yang non praktis.
Menurut Soedarso (2006: 102-113) dapat disimpulkan bahwa, pengertian kriya menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan bahwa kriya adalah pekerjaan atau kerajinan tangan, sedangkan Menurut Ralp Mayer menyatakan bahwa crafts adalah “... the art of forming handmade articles which are usually decoratively designed and often useful or purposeful ”. Selanjutnya, Encylopedia of World Art yang mendefinisikan, “The Word ‘handicrafts’ refers to usefulor decorative objects
commit to user
made by hand or with tools by a workman who has direct control over the product during all stager of production”. Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa ‘kriya’ atau ‘crafts’ atau ‘handicrafts’ adalah:
(1.) Sesuatu yang dibuat dengan tangan, dengan kekriyaan yang tinggi, (2.) Dibuat dengan sangat dekoratif atau secara visual sangat indah, (3.) Dijadikan barang guna.
Sedangkan menurut pendapat Susan K. Langer kriya adalah “The arts objectify subjective reality”. Karya kriya dapat menjadi karya seni, namun tidak
untuk sebaliknya, karya seni tidak dapat menjadi karya kriya apabila ini terjadi maka ini merupakan devaluasi karya seni (Widagdo, 1999: 1).
Maka dapat dikatakan pemahaman tentang kriya secara konvensional adalah kriya merupakan produk hasil kreativitas yang ditunjang kemampuan tangan manusia tumbuh dari lingkungan budaya tertentu dan biasanya bertumpu pada sebuah tradisi, yang mempunyai sifat etnis. Sehingga dalam kriya selalu melibatkan unsur mulai dari tempat asal, keterampilan tangan yang tinggi. lingkungan, tradisi dan kreatifitas sehingga karya satu dengan karya yang lainnya memiliki perbedaan sehingga karya- karya tidak mungkin sama dan akan selalu berbeda dalam bentuk garis, tekstur, dan keunikannya.
Sebuah karya kriya memiliki daya tarik tersendiri, seperti pendapat Upjohn dan Wengert (1969) (dalam J. Pamudji Suptandar, 1999: 6 ):
“Seni kerajinan memiliki daya tarik yang kuat kaerena berhasil memancarkan kekaguman dari gambaran yang bersifat tradisional dengan sifat-sifat yang fungsional sampai pada simbolosasi bentuk-bentuk yang abstrak. Proses pembentukaannya ditentukan oleh daya imajinasinya yang kuat, diwujudkan melalui keterampilan tangan dengan penggunaan alat yang terkendali dan sifat bahan sebagai sesuatu yang tidak mungkin ditranformasikan dalam bentuk mekanis ” (h.6)
Maka setiap karya kriya memiliki sebuah nilai tersendiri yang dimana merupakan hasil dari kerajinan tangan, keterampilan atau kreativitasan seseorang dalam membuat suatu karya dan memiliki nilai fungsional dari sebuah pikirannya
commit to user
yang panjang. Seorang pengrajin atau pencipta sebuah karya kriya akan merasa terpuaskan pikiran dan perasaannya karena fungsi yang dicapai mampu melahirkan bentuk-bentuk karya yang sensasional dan impresif.
B. Pengertian Tenun
Tenun merupakan salah satu jenis seni kriya Nusantara yaitu kriya tekstil. Tenun merupakan salah satu kerajinan seni yang patut dilestarikan. Seperti yang dikatakan Joseph Fisher (dalam Suwati Kartiwa, 1986: 1) Indonesia adalah salah satu Negara yang menghasilkan seni tenun yang terbesar terutama dalam hal keanekaragaman hiasannya. Tenun sendiri dapat diartikan sebgai suatu hasil karya berupa kain yang dibuat dengan benang dan dimasukan kedalam alat menenun. Teknik menenun pada dasarnya hampir sama dengan teknik menganyam, perbedaannya hanya pada alat yang digunakan. Untuk anyaman kita cukup melakukannya dengan tangan (manual) dan hampir tanpa menggunakan alat bantu, sedangkan pada kerajinan menenun kita menggunakan alat yang disebut lungsi dan pakan.
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia tenun adalah kerajinan yang berupa bahan (kain) yang dibuat dari benang (kapas dan sutera) dengan cara memasuk- masukan pakan secara melintang pada lungsi.
Dalam Bahasa Prancis sendiri tenun adalah Textere, dalam bahasa Inggris Textile , sedangkan dalam bahasa latin tekstil berasal dari kata Texele yang berarti menenun atau kain tenun. Hal ini seperti dinyatakan Djumaeri (1974 ; 7) dijelaskan bahwa :
“Suatu proses penganyaman antara benang lungsi dan pakan yang letaknya tegak lurus satu sama lain yang kedua benang ini umumnya mengarah vertical kearah horizontal, benang yang arahnya horizontal disebut benang pakan ”.
Dari pengertian tersebut diatas dapatlah dikatakan bahwa tenun adalah teknik pembuatan kain yang dibuat dengan cara yang sederhana yaitu dimana dengan
commit to user
menggabungkan benang secara memanjang dan melintang. Dengan kata lain bersilangnya antara benang lungsi dan pakan secara bergantian. Proses tenun yang demikian merupakan struktur dari dua benang yang saling menyilang.
Tenun merupakan karya tekstil. Karya tekstil adalah barang-barang yang dihasilkan dari proses menenun. Seni kerajinan yang dibuat dengan bahan dasar kain. Barang-barang tekstil meliputi segala hal yang dibuat dengan cara ditenun dan dirajut seperti kain, pakaian, perlengkapan rumah tangga dan lain-lain.
1. Fungsi Kain Tenun Di Dalam Aspek Kehidupan
Kain tenun merupakan salah satu kain yang menjadi perlengkapan hidup manusia sehari-hari yang sudah dikenal sejak jaman prasejarah. Kain tenun ini digunakan sebagai pakaian penutup badan setelah pakaian yang terbuat dari rumput-rumputan dan kulit kayu.
Sebagai salah satu perlengkapan hidup manusia kain tenun juga mempunyai fungsi di setiap aspek kehidupan. Baik dari segi sosial, ekonomi, religi, estetika dan lain sebagainya. Maka dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Aspek Sosial
Dalam aspek sosial kain tenun banyak digunakan untuk upacara-upacara adat seperti kelahiran, perkawinan, ataupun kematian. Bahkan lambang dan warnanya pun telah disesuaikan. Seperti untuk upacara kematian warna kainnya hitam atau biru tua, sedangkan untuk upacara perkawinan atau upacara yang menunjukan suatu kemeriahan dipakai warna-warna yang cerah antara lain warna merah, cokelat merah, dan lain sebagainya.
b. Aspek Ekonomi
Kain tenun dalam aspek ekonomi dipakai sebagai alat pertukaran. Pertukaran dalam arti barang yang dipertukarkan dengan barang lainnya. Contohnya di daerah Tenganan kain gringsing tidak langsung dipertukarkan dengan benda lain atau dibeli dengan mata uang, melainkan yaitu setiap pemesan membawa benang yang akan menghasilkan dua helai kain gringsing
commit to user
dimana nantinya salah satu kain gringsing akan menjadi pemilik si penenun sebagai upahnya.
c. Aspek Religi
Pada aspek religi terlihat bahwa ragam hias yang diterapkan mengandung unsur perlambangan yang berhubungan dengan kepercayaan atau agama tertentu. Dalam upacara keagamaan kain tenun khusus digunakan oleh pemuka agama atau dukun.
d. Aspek Estetika
Aspek estetika terlihat pada keterampilan, ketekunan didalam menciptakan suatu karya. Untuk membuat sebuah kain tenun dibutuhkan kesabaran yang tinggi karena melihat proses pembuatannya yang lama dan rumit. Proses pengerjaannya sendiri memakan waktu hingga berminggu- minggu, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun, sehingga menghasilkan kain tenun yang indah dan mempesona. Baik dari segi garis, motif dan warnanya dan menghasilkan suatu nilai estetika.
C. Pengertian Tenun Ikat
Tenun ikat atau kain tenun merupakan kriya tenun berupa kain yang ditenun dari helaian benang pakan dan lungsi yang sebelumnya diikat dan dicelupkan ke dalam pewarna . Yang dimaksud dengan pewarnaan ikat sendiri yaitu mewarnai benang lungsi yang arahnya vertikal dan benang pakan yang arahnya horizontal dan dalam proses ini bagian dari benang-benang yang diikat tersebut tidak akan terkena oleh warna, sedangkan bagian benang yang tidak diikat akan terkena oleh celupan warna.
Istilah ikat didalam menenun ini menurut Loeber dan Haddon (1936) diperkenalkan di Eropa oleh A.R Hein pada tahun 1880 dan menjadi istilah dalam
commit to user
bahasa Belanda yang disebut ikatten dan dalam bahasa Inggris kata ikat berarti hasil selesai dari kain dengan tehnik ikat dan to ikat untuk arti proses dari tehniknya .
Menurut Warming dan Gaworski (1978: 114) tenunan dengan desain ikat pakan dari kain dasar tenunannya sutera diterapkan di Indonesia khususnya oleh mereka yang mendapat pengaruh Islam. Terutama daerah-daerah pantai yang ramai disinggahi pendatang dan sering mengadakan kontak atau hubungan ke luar (dalam Suwati Kartiwa, 1989: 5).
Banyak para ahli yang mengatakan bahwa tehnik menenun yang relatip baru, dimana telah berpengaruh besar terhadap Kepuluan di Indonesia adalah tehnik ikat pakan. Masuknya kain tenun dengan tehnik ikat pakan ini bersamaan dengan dikenalkannya benang sutera dalam perdagangan pada abad sekitar empat belas dan lima belas. Kemudian barang-barang import tersebut dibawa oleh para pedagang Islam India dan Arab ke pulau Sumatera dan Jawa.
Tehnik tenun ikat ini terdapat diberbagai daerah di Kepulauan Indonesia. Daerah-daerah di Indonesia yang terkenal dengan kain ikat diantaranya; Toraja, Sintang, Jepara, Bali, Lombok, Sumbawa, Sumba, Flores dan Timor. Salah satu kain yang menggunakan tehnik ikat yaitu kain gringsing dari Tenganan, Karangasem, Bali. Sedangkan pendapat Gittinger (1980: 114) dapat disimpulkan bahwa daerah yang menghasilkan tenunan dengan desain benang emas ataupun benang perak terdapat didaerah yang sama dengan daerah pembuat desain atau motif ikat pakan. Daerah itu adalah Sumatera, termasuk Kepulauan Riau, Jawa dan Bali yang berada di wilayah Indonesia bagian Barat. Dalam sejarah pertenunan di Indonesia telah dicatat bahwa tenunan Negara kita diproduksi dengan menggunakan benang sutera (dalam Suwati Kartiwa, 1989: 6).
Kemahiran masyarakat bangsa Indonesia dalam pembuatan kain tenun terlihat pada keterampilan membuat ragam hias atau motif secara tradisional, yaitu mengandalkan keterampilan tangan saat proses pembuatannya. Semua proses pengerjaannya dilakukan secara tradisional. Tehnik ini dapat dikatakan tehnik yang cukup rumit. Karena dalam tahap ini yang dilakukan adalah mengikat bagian-bagian
commit to user
benang yang dimana nantinya bagian benang yang dikat nantinya tidak akan terkena pewarna dalam proses pencelupan warna. Dan kemahiran ini telah diturunkan dan diwariskan sejak jaman nenek moyang kita.
Dari pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa tenun ikat merupakan suatu tehnik pengikatan bagian benang yang dimana tahap ini dilakukan sebelum sampai pada tahap pencelupan warna secara tradisional. Dan tehnik ini dilakukan dengan mengikat bagian benang dengan menggunakan tali atau rafia. Proses ini dilakukan sebelum sampai pada tahap penenunan benang dan yang pada akhirnya akan menjadi sebuah kain tenun .
Di bawah ini merupakan proses mengikat benang pada bagian yang diikat benang lungsinya atau pakannya dalam bentuk ragam hias tertentu:
Gambar 2.1 Teknik Mengikat Benang (Sumber: Suwati Kartiwa, 1989; 10)
Sedangkan gambar dibawah ini merupakan proses atau teknik mengikat benang sebelum proses pemberian warna baik pada benang lungsi ataupun benang pakan.
commit to user
Gambar 2.2 Proses atau teknik mengikat benang sebelum proses pemberian warna baik pada benang lungsi ataupun benang pakan. (Sumber: Suwati Kartiwa, 1989; 10)
1. Macam-macam Tenun Ikat
Ada tiga jenis tenun ikat di Indonesia yaitu dapat dibagi menjadi beberapa bagian, diantaranya:
a. Tenun Ikat Lungsi
Tenun ikat lungsi merupakan dimana bentuk ragam hias ikat pada kain tenunnya terdapat pada bagian benang lungsinya. Tenun ikat lungsi ini termasuk tenunan yang paling umum maka disebut teknik ikat lungsi. Sesusai dengan namanya, teknik ini menciptakan ragam hias dengan menggunakan teknik ikat dan pencelupan hanya pada benang lungsi atau benang vertikal.
Menurut pendapat R. Van Heine Geldern dapat disimpulkan bahwa, teknik membuat corak ragam hias yang dibuat dengan cara diikat yang disebut ikat lungsi telah dikenal sejak jaman kebudayaan Dongson prasejarah. Sedangkan motif yang dibuat pada jaman itu terdapat penggambaran yang berasal dari jaman Neolitikum yang diterapkan pada kain pakaian tersebut sebagai corak. Corak tersebut diantaranya seperti; nenek moyang, pohon hayat, perahu arwah dan sebagainya (dalam Suwati Kartiwa, 1989: 7-8).
commit to user
Sedangkan Suwati Kartiwa (2007: 15) menyatakan bahwa, sejarah panjang tenun ikat lungsi sudah ada sejak jaman perunggu sekitar abad 8 sampai abad 2 sebelum Masehi. Tenun ikat lungsi sudah dikenal di daerah pedalaman Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Nusa Tenggara Timur. Derah- daerah tersebut tercatat sebagai daerah yang paling awal mengembangkan tenun ikat lungsi.
b. Tenun Ikat Pakan
Tenun ikat pakan adalah tenun ikat yang ragam hias ikatnya dibuat pada benang pakan atau benang horizontal. Menurut para ahli tenun ikat pakan relatif baru apabila dibandingkan dengan tenun ikat lungsi. Beberapa ciri tenun ikat pakan ini dikenal sesudah periode jaman prasejarah, diantaranya dalam hal penggunaan benang. Pada awalnya tenun ikat menggunakan bahan benang yang pertama kali dikenal yaitu benang yang terbuat dari kapas. Sebab kapas sudah lama ada di Indonesia, selain kapas juga menggunakan sutera alam.
Menurut Langewis (dalam Suwati Kartiwa, 1989: 10) kain tenun ikat lungsi terdapat didaerah-daerah yang kurang atau sedikit mendapat pengaruh Hindu, Budha dan Islam. Sedangkan daerah tenun ikat pakan terdapat didaerah- daerah yang mendapat pengaruh Hindu, Budha dan Islam. Daerah persebaran tenun ikat pakan antara lain Palembang, Pasemah, Bangka, Kepulauan Riau, Sumatera, Pulau Jawa dan Bali.
Ciri yang didapati pada tenun ikat pakan ialah dilihat dari warna- warnanya yang terang, mencolok dan meriah. Sedangkan didalam teknik terdapat kombinasi dengan benang emas atau perak yang merupakan benang impor. Karena tenun ikat pakan ini mendapat pengaruh dari pedagang-pedangan dari India dan Cina yang singgah didaerah Aceh, Sumatera, Sulawesi, Jawa, Nusa Tenggara Barat dan Bali. Pada kain tenun ikat pakan Donggala dan Bali ada cara pemberian warna yang disebut dengan coletan atau coretan yaitu dengan menggunakan alat yang berfungsi sebagai kuas dalam melukis.
commit to user
c. Tenun Dobel Ikat
Tenun dobel ikat atau tenun ikat berganda untuk pola ragam hiasnya dibuat pada kedua jenis benangnya yaitu benang lungsi dan benang pakan. Keduanya membentuk sebuah pola ragam hias yang simetris. Kain tenun dobel ikat yang berasal dari India disebut kain patola , kain impor ini dibawa oleh pedagang-pedagang Gujarat. Yang menjadi ciri khas dari sebuah kain tenun dobel ikat ini sendiri yaitu kombinasi dari beberapa bentuk garis geometris belah ketupat, segitiga dan bunga bersudut delapan.
Menurut G.P Rouffaer dalam bukunya “Over Ikat’s. Tjinde’s Patola’s en Chinde’s” menyatakan bahwa pengaruh patola dari Gujarat mudah diterima karena di Indonesia sendiri telah mempunyai bentuk yang hampir sama dengan garis-garis geometris dan warna yang ditiru dari bentuk serta warna kulit ular patola yang telah ada di Indonesia. Corak ini sama dengan corak kain patola (Suwati Kartiwa, 1989: 10). Bentuk motif patola ini terdapat juga pada kain tenun dari Jawa dan motif ini terdapat pada kain batik yang disebut jelamprang.
Menurut pendapat Suwati Kartiwa (2007: 21) Satu-satunya daerah di Indonesia yang mengenal pembuatan tenun dobel ikat adalah Tenganan, Karangasem dan Bali.
d. Tenun Ikat Khusus
Tenun ikat khusus yaitu merupakan tenun yang sudah punah keberaadaanya. Seperti kain Kasang. Kain khusus ini biasanya dipakai sebagai hiasan dinding yang panjangnya mencapai 20 meter. Di Jawa Tengah kain kasang ini dibentangkan sebagai hiasan dinding dalam upacara-upacara di Keraton. Selain itu juga ada kain Bentenan, disebut kain Bentenan karena kain ini terdapat dipulau Bentenan, yaitu Minahasa.