ANALISIS PERSEDIAAN BAHAN BAKU KEDELAI DI INDUSTRI PENGOLAHAN TEMPE SAMODRA KOTA SURAKARTA SKRIPSI Program Studi Agribisnis

PENGOLAHAN TEMPE SAMODRA KOTA SURAKARTA SKRIPSI

Program Studi Agribisnis

Oleh: Dwi Yuniarti H0808089 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2013

PENGOLAHAN TEMPE SAMODRA KOTA SURAKARTA

SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan

Guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian Di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

Program Studi Agribisnis

Oleh: Dwi Yuniarti H0808089 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2013

ANALISIS PERSEDIAAN BAHAN BAKU KEDELAI DI INDUSTRI PENGOLAHAN TEMPE SAMODRA KOTA SURAKARTA

Oleh: Dwi Yuniarti

H 0808089

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Pada Tanggal : 28 Januari 2013

Dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Tim Penguji

Ketua

Erlyna Wida Riptanti, SP., MP NIP: 19780708 200312 2 002

Anggota I

Setyowati, SP., MP NIP: 19710322 199601 2 001

Anggota II

R. Kunto Adi, SP, MP NIP: 19731017 200312 1 002

Surakarta, Februari 2013

Mengetahui,

Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, MS NIP:19560225 198601 1 001

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan

penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Persediaan Bahan Baku Kedelai Di Industri Pengolahan Tempe Samodra Kota Surakarta“ dengan baik dan lancar, serta sholawat dan salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta sahabat beserta keluarganya yang telah membawa kita semua dalam jalan yang terang ini. Selai itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, MS selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Dr. Ir. Mohd Harisudin, M. Si selaku Ketua Program Studi Agribisnis Fakultas Pertan ian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Nuning Setyowati, SP, M.Sc selaku Ketua Komisi Sarjana Program Studi

Agribisnis Fakultas Pertanian Un iversitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Erlyna Wida Riptanti, SP, MP selaku pembimbing utama dalam penulisan skripsi yang telah membimbing dan memberikan masukan serta arahan di dalam skripsi penulis.

5. Setyowati, SP, MP selaku pembimbing pendamping dalam penulisan skripsi yang jugs telah membimbing dan memberikan masukan serta arahan di dalam skripsi ini.

6. R. Kunto Adi, SP, MP selaku dosen penguji ketiga yang telah memberikan saran dan masukan guna menyempurnakan skripsi ini.

7. Kedua orang tua penulis, Bapak Sumardi dan Ibu Lamiyem atas cinta, doa, perhatian dan dukungan semangatnya yang selalu menyertai langkah penulis. Serta kakak dan adikku, Dewi Sulistyowati dan Ayu Ambarsari, yang juga memberikan semangat saat penulisan skripsi.

8. Bapak Mandim in dan seluruh karyawan Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Un iversitas Sebelas Maret Surakarta atas segala kerjasamanya dalam menyelesaikan administrasi penyusunan skripsi.

samodra yang telah memberikan ijin, informasi dan juga kesempatannya untuk dapat melakukan penelitian skripsi di sana.

10. Segenap bapak ibu dosen di Fakultas Pertan ian Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ilmu, wawasan dan bimbingan terutama kepada penulis.

11. Kawan-kawan di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta, terutama Agribisnis angkatan 2008 yang teleh menemani belajar dan berjuang selama ini. Kawan-kawan KAMAGRISTA, terutama Bid. Keprofesian, yang telah memberikan pengalaman yang luar biasa.

12. Temen-temen bolang dan sahabat kecil (Elin, Hari, P ipi, Ema, Isni, Dhewa, Sidiq, Machalie, Hendra, Tahu, Ibe, Tata) yang telah memberikan semangat dan pengalaman yang tak terlupakan selama ini, love you all, saatnya kita berjuang di jalan kita masing-masing kawan, sukses buat kita semua.

13. Seseorang yang selalu ada dalam suka dan duka yang tak pernah lupa dalam doa, terimaksih atas segalanya.

14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah membantu kelancaran penulisan skripsi ini. Skripsi ini penulis persembahkan kepada kedua orang tua penulis, semoga selalu dalam lindungan dan karunia-Nya. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Pada akhirnya penulis berharap, semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukan.

Surakarta, Januari 2013

Penulis

A. Hasil Analisis............................................................................................

1. Persediaan Bahan Baku Kedelai Menurut Kebijakan Industri Tempe Samodra .................................................................................

a. Kebutuhan Bahan Baku Kedelai .................................................

b. Frekuensi Pemesanan Bahan Baku Kedelai ...............................

c. Biaya-biaya Persediaan Bahan Baku Kedelai ............................

d. Total Biaya Persediaan Bahan Baku Kedelai.............................

e. Persediaan Pengaman (safety stock) ...........................................

f. Waktu Tunggu (Lead Time) ........................................................

g. Re Oder Point (ROP) ...................................................................

2. Persediaan Bahan Baku Kedelai Menurut Metode EOQ.................

a. Jumlah Optimal Pemesanan, Frekuensi Pemesanan dan Total Biaya Persediaan yang Optimal menurut Metode Economic Order Quantity (EOQ).................................................................

b. Waktu Tunggu (Lead Time) ........................................................

c. Persediaan Pengaman (Safety Stock) ..........................................

d. Re Oder Point (ROP) ...................................................................

3. Analisis Perbandingan Efisiensi Persediaan Bahan Baku Kedelai Menurut Kebijakan Industri Tempe Samodra dengan Metode

EOQ ....................................................................................................

B. Pembahasan ..............................................................................................

1. Persediaan Bahan Baku Kedelai Menurut Kebijakan Industri Tempe Samodra ................................................................................

2. Persediaan Bahan Baku Kedelai Menurut Metode EOQ ...............

3. Perbandingan Efisiensi Persediaan Bahan Baku Kedelai Menurut Kebijakan Industri Tempe Samodra dengan Metode EOQ ...................................................................................................

VI. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 98

A. Kesimpulan ...............................................................................................

B. Saran..........................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

Nomor Judul Tabel Halaman

Tabel 1

Produksi Tanaman Pangan Indonesia Tahun 2007-2011 (Ton)

Tabel 2 Konsumsi dan Pengeluaran Rata-rata Per Kapita Seminggu Menurut Jenis Makanan Kacang-kacangan dalam Sebulan Penduduk Indonesia Tahun 2007-2010

Tabel 3 Kuantitas Pembelian dan Persediaan Bahan Baku Kedelai Berdasarkan Kondisi Aktual Industri Tempe Samodra Tahun 2012 (Kg)

Tabel 4 Komposisi Kimia Biji Kedelai Kering per 100 gram

Tabel 5 Komponen Kimia Tempe Kedelai (per 100 gr)

Tabel 6 Banyaknya Kelompok Usaha dan Jumlah Unit Usaha Berdasarkan Jenis Industri Hasil Pertan ian dan Kehutanan di Kota Surakarta Tahun 2010

Tabel 7 Perbedaan Kedelai Lokal dan Kedelai Impor

Tabel 8 Tampilan, Ukuran, Harga, dan Pelanggan Tempe Samodra

Tabel 9 Total Penggunaan Bahan Baku Kedelai Kuning Impor pada Periode Produksi 2009-2011

Tabel 10 Frekuensi Pemesanan dan Total Pemesanan Bahan Baku Kedelai Kuning Impor Industri Tempe Samodra Periode

Produksi Tahun 2009-2011

Tabel 11 Biaya Pemesanan Kedelai Kuning Impor (Rp) per kg Tahun 2009-2011

Tabel 12 Biaya Penyimpanan Kedelai Kuning Impor (Rp) per kg Tahun 2009-2011

Tabel 13 Total Biaya Persediaan Kedelai Kuning Impor (Rp) Tahun

2009-2011

Tabel 14 Jumlah Penggunaan (R), Biaya Pemesanan per Pemesanan

(S) dan Biaya Penyimpanan per Kg (C), Bahan Baku Kedelai Kuning Impor Periode Produksi 2009-201

Total Biaya Persediaan Bahan Baku Kedelai Kuning Impor Periode Produksi 2009-2011 menurut Metode Economic Order Quantity ( EOQ)

Tabel 16 Perhitungan Waktu Tunggu (lead time) Di Industri Tempe Samodra Periode Produksi 2009-2011

Tabel 17 Safety Stock Optimal Bahan Baku Kedelai Kuning Impor Periode Produksi 2009-2011

Tabel 18 Reorder Point Optimal Bahan Baku Kedelai Kuning Impor Periode Produksi 2009-2011

Tabel 19 Perbandingan

Kuantitas Pembelian Bahan Baku Kedelai Impor Antara Industri Tempe Samodra dengan Metode Economic Order Quantity (EOQ) Periode 2009 – 2011

Tabel 20 Perbandingan Frekuensi Pemesanan Pembelian Bahan Baku Kedelai Impor Antara Industri Tempe Samodra dengan Metode Economic Order Quantity (EOQ) Periode 2009 – 2011

Tabel 21 Perbandingan Biaya Persediaan Bahan Baku Kedelai Impor Antara Industri Tempe Samodra dengan Metode Economic Order Quantity (EOQ) Periode 2009 – 2011

Tabel 22 Perbandingan Persediaan Pengaman (Safety Stock) Baku

Kedelai Impor Antara Industri Tempe Samodra dengan Metode Economic Order Quantity (EOQ) Periode 2009 – 2011

Tabel 23 Perbandingan Reorder point Pemesanan Baku Kedelai

Impor antara Industri Tempe Samodra dengan Metode Economic Order Quantity (EOQ) Periode 2009 – 2011

Nomor

Judul Gambar

Halaman

Gambar 1. Biaya Total sebagai Fungsi Jumlah Pesanan .......................... 33 Gambar 2.

Kurva Titik Pemesanan Ulang ................................................. 35 Gambar 3.

Kerangka Berpikir Pendekatan Masalah ................................. 38 Gambar 4.

Alur Pembuatan Tempe di Industri Tempe Samodra ............. 59 Gambar 5.

Tempe dari Industri Tempe Samodra ...................................... 65 Gambar 6.

Tempe dari industri yang lain .................................................. 65

DWI YUNIARTI. H0808089. ANALISIS PERSEDIAAN BAHAN BAKU KEDELAI DI INDUSTRI PENGOLAHAN TEMPE SAMODRA

KOTA SURAKARTA. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Di bawah bimbingan Erlyna Wida Riptanti, SP, MP dan Setyowati, SP, MP.

Tempe Samodra merupakan industri olahan makanan yang bergerak dalam pengolahan kedelai di Mojosongo Kota Surakarta. Industri tempe samodra berdiri sejak tahun 1985. Kuantitas pembelian dan persediaan bahan baku kedelai di industri tempe samodra cenderung tidak tetap, ada resiko kenaikan harga bahan baku impor. Hal inilah yang perlu diperhatikan dalam industri tempe terutama tempe samodra agar diperoleh efisiensi biaya dalam pembelian dan penyimpanan bahan baku kedelai impor.

Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kebijakan persediaan kedelai impor di industri tempe samodra dengan metode Economic Order Quantity (EOQ). Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah (1) untuk mengetahui sistem pengadaan bahan baku dan kebijakan pengendalian bahan baku kedelai di industri tempe samodra, (2) total biaya persediaan kedelai, (3) tingkat persediaan pengaman (safety stock), (4) waktu tunggu (leadtime), (5) titik pemesanan kembali (reorder point), dan (6) untuk mengetahui tingkat efisiensi persedaan bahan baku kedelai di Industri Tempe Samodra. metode peelitian yang digunakan adalah d iskriptif dengan teknik penelitian studi kasus. Pengambilan lokasi penelitian secara purposive. Metode analisis data yang digunakan antara lain (1) metode EOQ, (2) total biaya persediaan (3) Safety stock, (4) Leadtime, (5) Reorder point .

Hasil penelitan menunjukkan bahwa (1) sistem pengadaan bahan baku dan pengendalian bahan baku di industri tempe samodra belum ada suatu kebijakan dengan perhitungan metode tertentu, dengan total persediaan kedelai impor sebesar 246.545 kg; 267.705 kg dan 232.280 kg. (2) Total biaya persediaan bahan baku kedelai di industri tempe samodra tahun 2009-2011 dengan perhitungan EOQ secara berurutan sebesar Rp 1.390.131.964,51; Rp 2.157.352.363,25, dan Rp 1.928.468.460,45. (3) jumlah persediaan pengaman bahan baku kedelai impor menurut metode EOQ tahun 2009-2011 sebesar 5.790,08 kg. (4) waktu tunggu bahan baku setelah pemesanan yang menguntungkan yaitu 1-2 hari. (5) tingkat pemesanan kembali bahan baku kedelai impor tahun 2009-2011 secara berurutan sebesar 7.399,37 kg; 5.640,74 kg dan 4.334,5 kg. (6) Kebijakan industri tempe samodra dalam mengelola persediaan bahan baku kedelai pada periode produksi 2009-2011 sudah efisien.

DWI YUNIARTI. H0808089. ANALYSIS OF SOYBEAN RAW MATERIAL SUPPLY IN THE PROCESSING INDUSTRY OF TEMPE

SAMODRA IN SURAKARTA CITY. Agriculture Faculty of Eleven March University Surakarta. Under the guidance of Erlyna Wida Riptanti, SP, MP and Setyowati, SP, MP.

Tempe Samodra is a food processing industries that moves in the processing of soybean in Mojosongo . Tempe Samodra industry established since 1985. Quantity purchasing and inventories of raw materials soybean in the tempe Samodra industry likely not fixed, there is a risk of imported raw material price increases. This is what needs to be considered in the tempe industry, especially Tempe Samodra, in order to obtain cost efficiencies in the purchase and storage of raw materials imported soybean.

This study aimed to compare the inventory policies of imported soybean tempe Samodra industry using Economic Order Quantity (EOQ) method. The objectives in this study were (1) to know the system of raw materials procurement and control policies in the industry of raw materials soybean tempe Samodra, (2) total cost of soybean inventories, (3) the level of safety stock, (4) leadtime , (5) reorder point, and (6) to determine the level of efficiency in the supply of soybean raw materials on Tempe Samodra industry. The research method used is descriptive with a case study research techniques. Taking a purposive research location. Data analysis methods used include (1) EOQ method, (2) Total Cost of Inventory (3) Safety stock, (4) Leadtime, (5) Reorder point.

Research results indicate that (1) there has been no policy with a specific calculation method on the system of raw materials procurement in Tempe Samodra industry, with a total supply of soybean imports by 246.545 kg, 267.705 kg and 232.280 kg. (2) Total inventory cost of raw materials in the industry soybean Tempe Samodra 2009-2011 with the calculation of EOQ sequentially of Rp 1.390.131.964,51; Rp 2.157.352.363,25 and Rp 1.928.468.460,45. (3) the amount of safety stock of raw materials imported soybean 2009-2011 according to the method of EOQ in the amount of 5.790,08 kg. (4) the leadtime after profitable ordering the raw materials is 1-2 days. (5) the level of reordering of raw materials soybean imports in 2009-2011 sequentially at 7.399,37 kg, 5.640,74 kg and 4.334,5 kg. (6) Policy of tempe samodra industry in managing raw material inventories of soybean production in the period 2009-2011 have been efficient.

A. Latar Belakang

Sektor perindustrian merupakan sektor yang cukup diandalkan dalam perekonomian Indonesia, terutama dari sektor industri pengolahan hasil pertanian (Kurniawan,2008). Hal tersebut menjadikan industri pengolahan hasil produk pertanian sangat berperan dalam pertumbuhan perekonomian, karena sektor pertanian masih menjadi penghasilan utama sebagian besar masyarakat Indonesia, sebagai masyarakat agraris. Sektor perindustrian tidak akan bisa berdiri sendiri tanpa ada dukungan dari sektor produksi pertanian. Pembangunan pertanian diarahkan untuk dapat mencukupi kebutuhan industri dari hasil pertanian dalam negeri.

Pembangunan pertanian di Indonesia dipahami bukan hanya terkait dengan posisi pertanian sebagai sektor ekonomi, namun terkait langsung dengan politik pembangunan pangan di Indonesia yang cenderung bias produksi, terkadang bias dalam hal penyediaan. Pembangunan ketahanan pangan bukan hanya terkait dengan fase produksi, namun lebih dari itu adalah dimensi akses dan keterjangkauan. Oleh karena itu deklarasi “food is fundamental human right” and “proverty is the prime cause of food insecurity ”. Pemahaman yang terakhir inilah yang sering dikesampingkan, sehingga banyak negara yang memimpikan swasembada tidak mampu mempertahan kan dan gangguan kerawanan pangan selalu saja muncul di tempat, saat dan keadaan yang berbeda-beda. Meskipun klaim surplus produksi selalu didengungkan pada saat yang bersamaan. Seperti inilah situasi dan salah satu penyebabnya adalah kaitan pokok pertanian bukan soal menghasilkan pangan tetapi membangun taraf kehidupan merupakan suatu dimensi yang terlupakan (Soetrisno, 2010).

Menurut Soetrisno (2010), ketersediaan pangan (hewani dan nabati) di Indonesia secara agregat lebih dari cukup. Hal ini tercerm in dari ketersediaan energi 3.035 kkal/kapita/hari, dan protein 80,33 gram/kap ita perhari. Ketersediaan pangan ini melampaui rekomendasi Widyakarya Nasional Menurut Soetrisno (2010), ketersediaan pangan (hewani dan nabati) di Indonesia secara agregat lebih dari cukup. Hal ini tercerm in dari ketersediaan energi 3.035 kkal/kapita/hari, dan protein 80,33 gram/kap ita perhari. Ketersediaan pangan ini melampaui rekomendasi Widyakarya Nasional

kinerja sejumlah pangan domestik. Ketersediaan produksi tanaman pangan di Indonesia dalam lima tahun terlihat pada Tabel 1 berikut ini. Tabel 1. Produksi Tanaman Pangan Indonesia Tahun 2007-2011 (Ton)

18.327.636 17.643.250 Ubi jalar

907.031 851.286 Kacang tanah

691.289 Kacang hijau

341.342 Sumber: BPS, 2012.

Produksi tanaman pangan di Indonesia selama 5 tahun terakhir rata- rata jumlahnya meningkat. Produksi padi mengalam i peningkatan selama tahun 2008-2009, namun pada tahun 2011 mengalam i penurunan sebesar 712.490 ton. Hal ini terjadi dikarenakan jumlah lahan sawah yang berkurang sehingga mengakibatkan jumlah produksi yang menurun. Produksi kedelai, kacang tanah dan jagung di Indonesia juga mengalami penurunan pada tahun 2011. Keadaan yang sama juga terjadi pada lahan kedelai yang mengalami menurunan jumlah luas lahan. Namun, produksi singkong dan kacang hijau selama 5 tahun terakhir cenderung mengalami peningkatan. Pen ingkatan jumlah produksi bahan pangan diduga perubahan permintaan yang tinggi d i masyarakat.

Kacang kedelai merupakan pangan yang penting setelah padi dan jagung. Kedelai segar dibutuhkan dalam industri pangan dan bungkil kedelai dibutuhkan untuk industri pakan (Sudaryanto dan Swastika, 2007). Menurut Departemen Pertanian (2005), industri kedelai merupakan usaha hilir yang penting dalam agribisnis kedelai. Salah satu industri kedelai di Indonesia yang bergerak dalam pengolahan hasil pertanian yang menggunakan komoditas kedelai sebagai bahan baku utama dalam proses produksinya adalah industri Kacang kedelai merupakan pangan yang penting setelah padi dan jagung. Kedelai segar dibutuhkan dalam industri pangan dan bungkil kedelai dibutuhkan untuk industri pakan (Sudaryanto dan Swastika, 2007). Menurut Departemen Pertanian (2005), industri kedelai merupakan usaha hilir yang penting dalam agribisnis kedelai. Salah satu industri kedelai di Indonesia yang bergerak dalam pengolahan hasil pertanian yang menggunakan komoditas kedelai sebagai bahan baku utama dalam proses produksinya adalah industri

produk olahan lainnya. Untuk mengidentifikasi preferensi dan respon industri kedelai terhadap varietas unggul telah dilakukan di sentra produksi olahan kedelai di Jawa Barat dan DIY. Hasil penelitian menunjukan varietas kedelai yang diinginkan oleh industri tahu dan tempe adalah yang berwarna kuning, berbiji sedang dan besar serta berkulit tip is. Sehingga memudahkan dalam proses produksi dan banyak disukai oleh konsumen.

Konsumsi kedelai oleh masyarakat Indonesia dipastikan akan terus meningkat setiap tahunnya mengingat beberapa pertimbangan seperti bertambahnya populasi penduduk, peningkatan pendapatan per kapita, kesadaran masyarakat akan gizi makanan. Dibandingkan protein hewani, maka protein asal kedelai adalah murah dan terjangkau oleh kebanyakan masyarakat. Hal in i mengacu pada Pola Pangan Harapan (PPH) 2000 konsumsi kacang-kacangan masyarakat dinaikkan menjadi 35,88 gram per hari per kapita dibandingkan 13,00 gram per hari per kapita di tahun 1987 seperti yang juga dianjurkan oleh FAO. Kedelai merupakan sumber protein rendah kolesterol sehingga bisa menjadi pilihan alternatif yang terandalkan di tengah merebaknya kekhawatiran akan kolesterol. Kedelai diketahui mempunyai pengaruh yang positip untuk pencegahan beberapa penyakit tertentu seperti jantung koroner dan kanker. Karena kedelai mengandung senyawa phenolik dan asam lemak tak jenuh yang keduanya berguna untuk menghalangi timbulnya senyawa nitrosamin yang menyebabkan kanker. Kedelai juga mengandung senyawa lecithin yang bermanfaat menghancurkan timbunan lemak dalam tubuh. Penduduk Indonesia mengkonsumsi kacang kedelai dalam bentuk olahan, seperti tempe dan tahu. Namun, belum banyak masyarakat yang mengkonsumsi kacang kedelai. Hal ini terlihat pada Tabel 2 tingkat konsumsi dan pengeluaran rata-rata masyarakat Indonesia perkapita dalam seminggu pada Tahun 2007-2010 menurut jenis makanan kacang- kacangan.

Jenis Makanan Kacang-kacangan dalam Sebulan Penduduk Indonesia Tahun 2007-2010

No.

Jenis Makanan

1. Kacang tanah tanpa kulit

2. Kacang tanah dengan kulit

3. Kacang kedelai

4. Kacang hijau

5. Kacang mede

6. Kacang lainnya

0,002 0,001 Sumber : SUSENAS Maret 2007-2010.

Konsumsi kacang kedelai jika dibandingkan dengan kacang tanah, konsumsi perkapita lebih sedikit dalam seminggu. Hal ini diduga pola konsumsi masyarakat Indonesia mengkonsumsi kacang kedelai dalam bentuk makanan olahan kacang kedelai, seperti tempe, tahu, dan lain-lain. Konsumsi tempe terlihat tinggi bila dibandingkan dengan produk olahan kedelai yang lain kecuali tahu. Tahu merupakan jenis makanan olahan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia setelah tempe. Namun, di sisi lain, produk olahan kedelai yang sering kita makan sebagian besar bahan bakunya berasal dari luar negeri. Kebutuhan kedelai di Indonesia 40 % dipenuhi oleh produksi dalam negeri, dan 60% dipenuhi oleh impor.

Peningkatan kebutuhan akan kedelai pada industri olahan makanan dan konsumsi masyarakat terhadap olahan kedelai, mendorong industri pengolahan kedelai terutama industri tempe untuk meningkatkan jumlah produksi. Pen ingkatan jumlah produksi in i memerlukan perhatian yang banyak dari industri tempe, mulai dari manajemen sistem pengadaan bahan baku, manajemen sistem produksi dan manajemen persediaan bahan baku tempe.

Manajemen persediaan adalah kegiatan yang berhubungan dengan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan penentuan kebutuhan bahan baku sedemikian rupa sehingga di satu pihak kebutuhan operasi dapat dipenuhi Manajemen persediaan adalah kegiatan yang berhubungan dengan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan penentuan kebutuhan bahan baku sedemikian rupa sehingga di satu pihak kebutuhan operasi dapat dipenuhi

pengadaan dan penyimpanan bahan baku diperlukan biaya besar, baik untuk perusahaan besar maupun perusahaan kecil. Biaya penyimpanan setiap tahun umumnya mencapai 20 % sampai 40 % dari harga barang (Indrajit, 2003). Oleh karena itu perlu d itempuh strategi atau manajemen tertentu yang bertujuan menjaga agar tingkat persediaan barang dapat ditekan seminimal mungkin, namun disisi lain harus diusahakan agar penjualan dan operasi perusahaan tidak terganggu.

Industri tempe samodra merupakan industri olahan makanan yang bergerak dalam pengolahan kedelai di Mojosongo Kota Surakarta. Industri tempe samodra berdiri sejak Tahun 1985. Industri tempe samodra yang sudah cukup lama berkiprah di persaingan produk tempe. Pada awalnya, Industri tempe samodra merupakan perusahaan keluarga dan didirikan oleh Keluarga Ari Gunanto yang merupakan salah satu dari kelompok industri tempe yang menerapkan sistem standar kualitas produk. Sehingga kebersihan air dan kedelai yang digunakan sangat diperhatikan untuk menjaga kualitas tempe yang dihasilkan. Industri tempe samodra bukan merupakan industri tempe yang berdiri pertama kali di Indonesia dan industri tempe samodra memang bukan perusahaan yang terbesar di industri ini, tetapi masyarakat sekitar Kecamatan Mojosongo mengakui bahwa industri tempe samodra mempunyai produk yang berkualitas sehingga pelanggan setia membeli produknya. Ciri khas dari industri ini adalah mengkhususkan usahanya dalam mengolah kedelai asli menjadi produk tempe yang mempunyai kemasan menarik. Sehingga kekhasan inilah yang menjadi karakter yang kuat melekat pada pelanggan industri tempe samodra. Apabila dibandingkan dengan industri yang lainnya yang mengolah kedelai menjadi produk tempe dan tahu, serta ada juga yang mencampurkan bahan selain kedelai kedalam produk tempe yang diproduksi.

mempunyai satu supplier yang setia dalam memenuhi penyediaan bahan bakunya. Bahan baku yang digunakan untuk membuat tempe, pihak industri

tempe samodra menggunakan kedelai kuning impor dari Amerika. Bahan baku kedelai kuning impor dari Amerika ini didapatkan dari supplier di Pasar Legi Surakarta. Sistem kepercayaan yang sudah terbangun selama kurang lebih 20 tahun antara industri tempe samodra dan supplier bahan baku ini menyebabkan pasokan bahan baku selalu terpenuhi. Adapun volume pembelian dan persediaan bahan baku kedelai di industri tempe samodra pada Tabel 3. Tabel 3. Volume Pembelian dan Persediaan Bahan Baku Kedelai berdasarkan

Kondisi Aktual Industri Tempe Samodra Tahun 2012

Bulan

Kuantitas Pembelian

(kg)

Stok Awal

Stok Akhir (kg)

Sumber : Data Perusahaan, 2012. (diolah) Keterangan : * = angka 17 hari pertama

Kuantitas pembelian dan persediaan bahan baku kedelai di industri tempe samodra cenderung tidak tetap. Ada kalanya persediaan terlalu banyak dan ada kalanya sedikit. Resiko kenaikan harga bahan baku impor diduga menjadi pertimbangan khusus dalam pembelian. Hal in ilah yang perlu diperhatikan dalam industri tempe terutama industri tempe samodra agar diperoleh efisiensi biaya dalam pembelian dan penyimpanan bahan baku kedelai impor. Sehingga perlu dilakukan kajian lebih dalam pengendalian persediaan bahan baku kedelai di industri tempe samodra Kecamatan Mojosongo Kota Surakarta.

Industri tempe merupakan salah satu subsistem agribisnis dalam bidang pengolahan hasil pertanian. Berdasarkan data Dinas Perindustrian dan

Perdagangan Kota Surakarta Tahun 2010, industri tempe samodra merupakan salah satu industri tempe diantara 102 unit usaha yang tercatat di Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Surakarta. Hal ini menyebabkan tingkat persaingan yang ketat dalam hal pemasaran, harga dan perolehan bahan baku.

Penyediaan bahan baku secara kontinyu merupakan harapan dan keinginan dari industri tempe samodra. Hal ini dilakukan untuk tetap bisa melakukan proses produksi yang berkelanjutan dan memenuhi permintaan dari konsumen. Banyaknya industri yang bergerak dibidang usaha tempe dan tahu selain industri tempe samodra, mengakibatkan adanya persaingan dalam pemenuhan bahan baku kedelai. Kebutuhan bahan baku pembuatan tempe dan tahu banyak dipasok dari negara lain dimana kedelai impor yang sulit untuk diprediksi jumlah dan harganya. Sehingga industri tempe samodra harus bisa berpikir cerdas untuk tetap bisa mendapatkan bahan baku dan menerima keuntungan serta bisa berbagi rejeki dengan pengusaha yang lain. Sehingga bisa berproduksi secara kontinyu dan tidak mengecewakan pelanggannya.

Industri tempe samodra belum mempunyai metode persediaan secara khusus. Pemenuhan kebutuhan bahan baku di industri tempe samodra disesuaikan dengan tingkat ketersediaan bahan baku di dalam gudang. Kebijakan perusahaan diperlukan untuk mengatur kebutuhan penyediaan bahan baku bagi produksinya. Persediaan selain bermanfaat untuk menjaga tingkat pelayanan juga memberikan konsekuensi terhadap biaya produksi. Tingkat pemesanan bahan baku yang tidak menentu setiap bulannya bisa menyebabkan tingkat biaya persediaan tinggi. Namun, apabila pemesanan yang terlalu sering dan keterlambatan pemesanan kembali akan menyebabkan terganggu dan terhambatnya proses produksi. Selama ini industri tempe samodra hanya mengatur pembelian dan pemesanan bahan baku secara sederhana. Industri tempe samodra harus mampu mengatur dan menghitung jumlah pemesanan bahan baku serta menentukan jadwal pemesanan yang tepat Industri tempe samodra belum mempunyai metode persediaan secara khusus. Pemenuhan kebutuhan bahan baku di industri tempe samodra disesuaikan dengan tingkat ketersediaan bahan baku di dalam gudang. Kebijakan perusahaan diperlukan untuk mengatur kebutuhan penyediaan bahan baku bagi produksinya. Persediaan selain bermanfaat untuk menjaga tingkat pelayanan juga memberikan konsekuensi terhadap biaya produksi. Tingkat pemesanan bahan baku yang tidak menentu setiap bulannya bisa menyebabkan tingkat biaya persediaan tinggi. Namun, apabila pemesanan yang terlalu sering dan keterlambatan pemesanan kembali akan menyebabkan terganggu dan terhambatnya proses produksi. Selama ini industri tempe samodra hanya mengatur pembelian dan pemesanan bahan baku secara sederhana. Industri tempe samodra harus mampu mengatur dan menghitung jumlah pemesanan bahan baku serta menentukan jadwal pemesanan yang tepat

jumlah bahan baku yang minimun yang ada dalam gudang penyimpanan dan menentukan jadwal pemesanan untuk menyediakan bahan baku juga penting dilakukan oleh industri tempe samodra, sehingga pemesanan kembali dapat dilakukan dengan tepat. Dengan strategi tersebut, industri tempe samodra tidak mengalam i kekurangan bahan baku kedelai dan tidak menimbun bahan baku terlalu lama serta biaya persediaan bahan baku yang efisien dapat dilakukan.

Berdasarkan keadaan tersebut, perlu adanya kajian lebih mendalam mengenai adanya suatu sistem yang dapat digunakan dalam mengendalikan persediaan bahan baku kedelai untuk kebutuhan produksi tempe bisa secara terus menerus, serta mampu membantu perusahaan dalam mengefisiensikan biaya dan tenaga yang ada sehingga tidak ada sumber daya yang terbuang percuma. Permasalahan yang dapat diambil sesuai dengan uraian di atas, dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana sistem pengendalian bahan baku kedelai di industri tempe samodra?

2. Berapa total biaya persediaan kedelai di industri tempe samodra?

3. Berapa tingkat persed iaan pengaman (safety stock) di industri tempe samodra

4. Berapa waktu tunggu (leadtime) bahan baku kedelai di industri tempe samodra?

5. Berapa titik pemesanan kembali (reorder point) terhadap bahan baku kedelai di industri tempe samodra?

6. Apakah persediaan bahan baku kedelai di industri tempe samodra sudah efisien?

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian in i adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui sistem pengendalian bahan baku kedelai di industri tempe samodra.

2. Mengetahui total b iaya persediaan kedelai di industri tempe samodra.

3. Mengetahui tingkat persediaan pengaman (safety stock) di industri tempe samodra.

4. Mengetahui waktu tunggu (leadtime) bahan baku kedelai di industri tempe samodra.

5. Mengetahui titik pemesanan kembali (reorder point) terhadap bahan baku kedelai di industri tempe samodra.

6. Mengetahui persediaan bahan baku kedelai di industri tempe samodra sudah efisien atau belum.

D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini antara lain :

1. Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengalaman dan pengetahuan, di samping untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Bagi perusahaan, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran dan bahan pertimbangan dalam menyusun kebijakan yang lebih baik di masa yang akan datang, terutama dalam pengendalian bahan baku produksi.

3. Bagi pihak lain, semoga penelitian ini dapat menjadi salah satu sumber informasi, wawasan, pengetahuan, dan referensi untuk penelitian yang sejenis serta sebagai bahan gambaran untuk melakukan pengembangan penelitian yang berkelanjutan.

A. Penelitian Terdahulu

Tanaman kedelai umumnya ditanam di lahan sawah setelah padi (Abdulrachman, 2000). Pemupukan yang berimbang pada kedelai disesuaikan dengan kebutuhan tanaman dan daya dukung lahan supaya produktivitasnya tinggi. Manshuri (2010) pernah melakukan penelitian mengenai pemupukan N, P, dan K pada tanaman kedelai di 21 lokasi yaitu Blitar 9 lokasi, Ponorogo

2 lokasi, dan Madiun 10 lokasi dengan menggunakan petak omisi. Hasil penelitian menunjukan bahwa pedoman pemupukan N, P, dan K di lahan sawah pada tanaman kedelai disesuaikan dengan kebutuhan tanaman, daya dukung lahan, dan target hasil yang ingin dicapai.

Adie dkk (2004) melakukan penanaman kedelai setelah 7 hari panen padi tanpa olah tanah. Penambahan pupuk dasar dengan 50 kg urea, 75 kg SP36, dan 75 kg KCl/ha seluruhnya diberikan pada saat tanam secara sebar. Dari hasil penelitian ini, secara keseluruhan kelima jen is galur kedelai ini mempunyai hasil dan adaptasi yang baik seperti varietas Wilis. Hanya galur B5F3W80-327-42-174 yang menunjukan adaptasi khusus di lahan sawah. Adie dkk menyarankan bahwa galur B4F3WH-177-382-109, B3F3KW-25-2-

10, B4F5W80-177-081-4 yang dilepas kepasaran sebagai varietas unggul baru kedelai untuk lahan sawah. Purwaningrahayu (2004) melakukan penerapan teknologi budidaya basah pada tanaman kedelai d i lahan sawah. Hasilnya bobot kering total tanaman, jumlah polong isi, hasil biji, indeks panen, dan efisiensi penggunaan air lebih tinggi pada varietas berumur sedang dibanding varietas berumur genjah. Peningkatan hasil biji kedelai dengan penerapan teknologi budidaya basah berkisar antara 85-229% dan varietas Sinambung memberikan hasil tertinggi. Kedelai juga bisa ditanam di lahan kering masam di Lampung, Taufiq (2007) melakukan penelitian dengan penambahan takaran SP36 dari 100 kg menjadi 150 kg/ha bisa meningkatkan 12% dan meningkatkan pendapatan Rp 750.000/ha.

menyebabkan petani mencoba mengusahakannya di lahan garapan. Keputusan untuk menanam kedelai didasari oleh beberapa faktor, diantaranya adalah kebijakan perubahan harga, input teknologi, upah tenaga kerja, dan suku bunga. Kebijakan harga akan berdampak pada penurunan tenaga kerja, produksi dan produktivitas kedelai, pendapatan dan pengeluaran yang diharapkan dapat memdukung industri pegolahan kedelai, diversifikasi produk, ketahanan pangan dan swasembada kedelai dalam jangka panjang (Susetyanto, 2008).

Kedelai berbiji besar banyak digunakan untuk bahan pembuatan tempe. Adie dkk (2010) melakukan penelitian mengenai potensi hasil, stabilitas dan karakter agronomik galur harapan kedelai berbiji besar dan hasilnya galur K-

25 dan K-27 memiliki ukuran biji besar, umur masak sedang (81-85 hari) sehingga dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan kedelai berbiji besar, terutama untuk bahan baku industri tempe.

Setyowati (2009) pernah melakukan penelitian mengenai analisis usaha pembuatan tempe skala rumah tangga di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta. Penelitian ini menunjukan bahwa usaha pembuatan tempe kedelai menguntungkan bagi pelaku usahanya. Keuntungan yang diperoleh mencapai tingkat profitabilitas sebesar 31,03 %. Nilai efisiensi industri kedelai skala rumah tangga di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta sebesar 1,31 dimana nilai ini menunjukan bahwa penerimaan yang akan diterima oleh palaku usaha sebesar 1,31 kali pengeluaran awal. Industri tempe skala rumah tangga memang cukup menjanjikan, namun tingkat resikonya tinggi. Setyowati menghitung batas bawah keuntungan dari industri tempe di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta sebesar – Rp 4.850.848,10 sehingga jika industri tempe kedelai mengalam i kerugian, besar tanggungan yang diderita oleh pelaku industri tempe sebesar Rp 4.850.848,10 setiap bulannya.

Harga bahan baku kedelai bisa mempengaruhi jumlah produksi di industri tempe. Harga bahan baku kedelai dipengaruhi oleh panjangnya saluran pemasaran yang digunakan untuk menjual kedelai dari tangan patani sampai

harga dari petani tinggi. Saluran pemasaran inilah yang membuat margin pemasaran menjadi tinggi. Keterpaduan pasar kedelai antara lokal (Pasar Pracimantoro Wonogiri) dan pasar acuan (Pasar Legi Surakarta) menjadi sangat penting dipahami, sehingga diketahui bagaimana keterpaduan antara pasar lokal dan pasar acuan. Dengan metode IMC (Index of Market Conection ) dengan pendekatan model autoregressive lag, menghasilkan nilai yang menunjukan keterpaduan antara pasar lokal dan pasar acuan dalam jangka pendek dan jangka panjang. Nilai perhitungan menunjukan nilai IMC sebesar 3,8. Nilai ini menggambarkan bahwa keterpaduaan antara pasar local dan acuan rendah. Harga riil komoditas kedelai di Pasar Legi Surakarta pada periode sebelumnya bukan merupakan penentu dari harga riil di Pasar Pracimantoro Wonogiri. Hal ini menunjukan bahwa perubahan harga yang terjadi merupakan dampak dari perubahan penawaran dan permintaan yang ditramisikan secara efektif ke Pasar Pracimantoro Wonogiri. Keterpaduan

jangka panjang juga rendah yang ditunjukan nilai koefisien b 2 nya sebesar 0,008386 yang angkanya jauh dari angka 1. Data in i menunjukan bahwa penyebab keterpaduan pasar yang rendah disebabkan oleh struktur pasar yang tidak sempurna ditandai oleh tidak lancarnya arus informasi dan lokasi produsen yang jauh dengan pasar menjadikan petani enggan menjual hasil panennya langsung ke pasar sasaran.

Supadi (2009) melakukan suatu kajian mengenai dampak impor kedelai yang berkelanjutan terhadap ketahanan pangan di Indonesia. Dalam tulisannya, beliau memaparkan bahwa produksi kedelai dalam negeri belum mencukupi kebutuhan masyarakat yang merupakan alasan dilakukannya impor komoditas ini. Ketergantungan impor kedelai merupakan ancaman serius bagi ketahanan pangan dalam negeri, seperti yang dirasakan pada saat melonjaknya harga kedelai yang mencapai dua kali lipat pada tahun 2008 sebagai akibat berkurangnya pasokan kedelai di pasar internasional. Pada periode Pelita I (1969-1973) produksi kedelai meningkat cukup tinggi dengan laju 7,01 % pertahun. Peningkatan tersebut didonimasi oleh meningkatnya

1,12 % pertahun. Namun, karena pemerintah terfokus pada upaya peningkatan produksi padi maka perhatian pemerintah untuk produksi kedelai berkurang. Dalam periode 1984-1993 terjadi peningkatan produksi kedelai yang sangat tinggi juga. Hal ini terjadi sebagai respon peningkatan luas areal dan produktivitas. Pusat pertumbuhan kedelai tidak hanya di Jawa tetapi juga di Lampung dan Sulawesi Selatan. Peningkatan produksi yang konsisten tersebut sebagai akibat adanya kebijaksanaan pemerintah dalam mengendalikan impor kedelai sehingga harga kedelai dalam negeri tetap memberikan insentif bagi petani kedelai. Namun, pada tahun 1990-1998 produksi menurun dengan nilai -5,4 % pertahun dan menurun semakin tajam sebesar 6,62 % pertahun pada tahun 1998-2006. Penurunan produksi ini disebabkan oleh tajamnya penurunan luas areal panen, meskipun produktivitasnya meningkat rata-rata 0,84 % pertahun. Hal ini mencerminkan bahwa satu pihak kemajuan teknologi meningkatkan produktivitas namun di pihak lainnya tidak ada insentif maka menurunkan minat petani menaman kedelai. Hal inilah yang menyebabkan perkembangan impor semakin pesat, harga pangan menurun, produksi tidak membaik, dan insentif usaha tani khususnya pangan semakin merosot. Globalisisasi perdagangan pangan dan lemahnya pelaksanaan kebijakan stabilitas pangan dalam negeri berdampak terhadap perkembangan harga kedelai dalam negeri. Globalisasi yang tidak menguntungkan terhadap perkembangan produksi dan harga kedelai di pasar dunia pada akhirnya berdampak negatif terhadap daya saing komoditas kedelai di Indonesia.

Metode analisis yang digunakan untuk menghitung persediaan bahan baku adalah model EOQ. Seperti yang digunakan dalam penelitian Tunjung Tahun 2010 yang dilakukan pada perhitungan analisis persediaan bahan baku kedelai hitam pada perusahaan kecap PT Lombok Gandaria Food I ndustry Karanganyar. Dari perhitungan analisis, hasil yang didapatkan peengendalian bahan baku kedelai di PT Lombok Gandaria Food Industry Karanganyar belum efisien. Karena dari hasil perhitungan kabijakan persediaan bahan baku di PT Lombok Gandaria Food Industry Karanganyar lebih besar dari Metode analisis yang digunakan untuk menghitung persediaan bahan baku adalah model EOQ. Seperti yang digunakan dalam penelitian Tunjung Tahun 2010 yang dilakukan pada perhitungan analisis persediaan bahan baku kedelai hitam pada perusahaan kecap PT Lombok Gandaria Food I ndustry Karanganyar. Dari perhitungan analisis, hasil yang didapatkan peengendalian bahan baku kedelai di PT Lombok Gandaria Food Industry Karanganyar belum efisien. Karena dari hasil perhitungan kabijakan persediaan bahan baku di PT Lombok Gandaria Food Industry Karanganyar lebih besar dari

Eyverson Ruauw (2011) melakukan penelitian pengendalian bahan baku di Grenda Bakery Lianli. Grenda Bakery Lianli merupakan salah satu jenis UMKM yang bergerak di bidang agribisnis, yang kegiatan utamanya adalah memproduksi roti dan bermacam jenis kue basah. Bahan baku utama yang digunakan dalam proses produksi adalah tepung. Tujuan penelitian pengendalian bahan baku ini adalah untuk mengetahui (1) kuantitas optimal dalam setiap kali pembelian bahan baku (EOQ), (2) titik yang menunjukan waktunya untuk mengadakan pemesanan kembali (ROP), (3) persediaan maksimum (Maximum Inventory), dan (4) total biaya persediaan bahan baku (Total Inventory Cost) untuk menghindari resiko kehabisan dan juga kelebihan bahan baku sehingga dapat meminimalisasi biaya bahan baku perusahaan. Hasil penelitian menunjukan Tahun 2009 Menunjukkam bahwa Grenda Bakery Lianli melakukan pembelian bahan baku tepung pada saat persediaan sebesar 246,78 kg. Dengan demikian saat pemesanan bahan baku diterima dengan lead time dua hari, persediaan yang tersisa masih 153,28 kg, sedangkan untuk menghindari terjadinya kelebihan bahan baku, jumlah pembelian yang harus dilakukan sebesar 1.133,85 kg, agar tidak melebihi Maximum Inventory sebesar 1.287,13 kg. Total biaya menurut Grenda Bakery Lianli sebesar Rp 1.335.726,304 sedangkan menurut EOQ sebesar Rp 653.057,80. Jadi terdapat penghematan total biaya persediaan yaitu sebesar Rp 682.668,50. Tahun 2010 menunjukkam bahwa Grenda Bakery Lianli melakukan pembelian bahan baku tepung pada saat persediaan sebesar 209,44 kg. Dengan demikian saat pemesanan bahan baku diterima dengan lead time dua hari, persediaan yang tersisa masih 111,04 kg, sedangkan untuk menghindari terjadinya kelebihan bahan baku, jumlah pembelian yang harus dilakukan sebesar 1.295,03 kg, agar tidak melebihi Maximum Inventory sebesar 1.295,03 kg. Tahun 2010 Total biaya menurut Grenda Bakery Lianli sebesar Rp1.489.153,04 sedangkan menurut EOQ sebesar Rp738.276,2. Jadi

Pengengedalian bahan baku penting bagi setiap usaha bisnis. Tujuan pengendalian bahan baku dengan menggunakan metode EOQ adalah untuk mengetahui kuantitas optimal dalam setiap kali pembelian bahan baku, titik yang menunjukan waktunya untuk mengadakan pemesanan kembali (ROP), persediaan maksimum (Maximum Inventory), dan total biaya persediaan bahan baku (Total Inventory Cost) untuk menghindari resiko kehabisan dan juga kelebihan bahan baku sehingga dapat meminimalisasi biaya bahan baku perusahaan.

B. Tinjauan Pustaka

1. Kedelai

a. Pengertian dan habitatnya

Kedelai termasuk fam ily leguminosae (kacang-kacangan). Klasifikasi lengkapnya menurut Cahyadi (2006) sebagai berikut : Nama ilmiah

: Glycine max (L) Merill

Sub family

Menurut Muchtadi (2010), tanaman kedelai merupakan tanaman asli dari Asia Timur dan telah d ibudidayakan di China sejak 5000 tahun yang lalu. Pada awalnya kedelai ditanam untuk memberikan hara nitrogen pada tanah, sebagai rotasi tanaman. Tanaman kedelai ditanam di Indonesia khususnya di Jawa dan Bali sejak tahun 1750 sebagai tanamn yang penting disamping tanaman padi, jagung, ubi kayu dan ubi jalar.

Tanaman kedelai dapat tumbuh dengan baik pada tanah subur dengan pengairan yang baik, yang dikehendaki yaitu adanya curah hujan sekitar 400 mm sekitar 3-4 bulan musim pertanamannya, tahan pada kekeringan yang moderat kecuali pada masa pembungaan dan

1.000 m di atas permukaan laut (Cahyadi, 2006).

b. Jenis

Menurut Muchtadi (2010), jenis kedelai ada banyak, misalnya kedelai hitam dan coklat, tetapi yang banyak diproduksi adalah kedelai kuning. Cahyadi (2006) menyebutkan jenis kedelai dibedakan menajdi 4 macam, yaitu kedelai kuning, kedelai hijau, kedelai hitam, dan kedelai coklat. Kedelai kuning adalah kedelai yang bijinya berwarna kuning atau putih atau hijau yang apabila dipotong melintang memperlihatkan warna kuning pada irisan kepingnya. Kedelai hijau adalah kedelai yang kulit bijinya berwarna hijau yang apabila dipotong melintang memperlihatkan warna hijau pada irisan kepingnya. Kedelai hitam adalah kedelai yang bijinya berwarna hitam. Kedelai hitam in ilah yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan kecap. Kedelai cokelat adalah kedelai yang kulit bijinya berwarna coklat.

c. Kandungan Gizi dan manfaat

Menurut Cahyadi (2006), biji tanaman kedelai yang berbentuk polong seperti kacang-kacangan ini ternyata mengandung berbagai zaat seperti lemak tak jenuh linoleat, oleat, arakhidat, serta zat lain yang dipercaya telah dipercaya mampu memberikan manfaat bagi dunia kesehatan. Kacang-kacangan dan biji-bijian merupakan bahan pangan sumber protein dan lemak nabati yang sangat penting peranannya dalam kehidupan, namun asam amino yang terkandung dalam protein tidak selengkap protein hewani, penambahan bahan lain seperti wijen, jagung atau menir adalah sangat baik untuk menjaga keseimbangan asam amino tersebut. Kedelai juga mempunyai khasiat dalam menyembuhkan penyakit, seperti batuk, diabetes, ginjal, anemia, rematik, diare, hepatitis, dan hipertensi. Komposisi kim ia biji kedelai kering per 100 gr terlihat pada Tabel 4.

Komponen

Jumlah

Kalori (kkal) Protein (gram)

Lemak (gram) Karbohidrat (gram) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) Vitamin A (SI) Vitamin B (mg) Air (gram)