Hubungan antara Spiritualitas dan Proactive Coping pada Survivor Bencana Gempa Bumi di Bantul
D. Hubungan antara Spiritualitas dan Proactive Coping pada Survivor Bencana Gempa Bumi di Bantul
Bencana gempa bumi di Bantul sampai saat ini masih menyisakan trauma dan stres yang mendalam bagi sebagian masyarakat yang menjadi survivor bencana tersebut. Trauma dan stres yang berkepanjangan tersebut merupakan akibat dari reaksi individu dalam merespon suatu kejadian (bencana) yang melekat dalam pikirannya. Jika tidak segera ditangani, hal tersebut akan membawa dampak psikologis yang buruk bagi mereka. Masalah tersebut sangat Bencana gempa bumi di Bantul sampai saat ini masih menyisakan trauma dan stres yang mendalam bagi sebagian masyarakat yang menjadi survivor bencana tersebut. Trauma dan stres yang berkepanjangan tersebut merupakan akibat dari reaksi individu dalam merespon suatu kejadian (bencana) yang melekat dalam pikirannya. Jika tidak segera ditangani, hal tersebut akan membawa dampak psikologis yang buruk bagi mereka. Masalah tersebut sangat
Gejala-gejala stres yang muncul pasca-bencana, seperti rasa takut, cemas, duka cita yang mendalam, tidak berdaya, putus asa, kehilangan kontrol, frustrasi sampai depresi adalah reaksi wajar dari pengalaman yang tidak wajar. Tentu saja hal tersebut harus segera dicari pola penanganan dalam bentuk perilaku coping yang efektif agar masalahnya tidak berlarut-larut. Mereka memerlukan cara yang tepat untuk mengatasi masalah yang dialami. Dalam hal ini, para korban bencana gempa bumi dituntut untuk memiliki proactive coping yang baik untuk mengintegrasikan rencana, strategi-strategi preventif dengan cara proaktif untuk pengaturan diri dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Hal tersebut memungkinkan para survivor untuk dapat menerima kenyataan yang sedang mereka alami dan berusaha mengubah keadaan tersebut.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Graham, dkk. (2001) menunjukkan bahwa semakin penting spiritualitas bagi seseorang, maka semakin besar kemampuannya mengatasi masalah yang dihadapi. Penelitian ini menyarankan bahwa spiritualitas dapat memiliki peran yang sangat penting dalam mengatasi stres. Spiritualitas dapat melibatkan sesuatu di luar sumber-sumber yang nyata atau mencari terapi untuk mengatasi situasi-situasi yang penuh tekanan di dalam hidup seseorang. Kesehatan spiritual mencakup penemuan makna dan tujuan dalam hidup seseorang; mengandalkan Tuhan atau suatu kekuatan yang lebih tinggi ( The Higher Power ), merasakan kedamaian, atau merasakan hubungan dengan alam semesta. Spika, Shaver, dan Kirkpatrick (Graham, dkk. 2001) mencatat tiga peran spiritualitas dalam proses coping , yaitu menawarkan makna kehidupan, memberikan sense of control terbesar dalam mengatasi situasi, dan Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Graham, dkk. (2001) menunjukkan bahwa semakin penting spiritualitas bagi seseorang, maka semakin besar kemampuannya mengatasi masalah yang dihadapi. Penelitian ini menyarankan bahwa spiritualitas dapat memiliki peran yang sangat penting dalam mengatasi stres. Spiritualitas dapat melibatkan sesuatu di luar sumber-sumber yang nyata atau mencari terapi untuk mengatasi situasi-situasi yang penuh tekanan di dalam hidup seseorang. Kesehatan spiritual mencakup penemuan makna dan tujuan dalam hidup seseorang; mengandalkan Tuhan atau suatu kekuatan yang lebih tinggi ( The Higher Power ), merasakan kedamaian, atau merasakan hubungan dengan alam semesta. Spika, Shaver, dan Kirkpatrick (Graham, dkk. 2001) mencatat tiga peran spiritualitas dalam proses coping , yaitu menawarkan makna kehidupan, memberikan sense of control terbesar dalam mengatasi situasi, dan
Naqiyah (2005) mengungkapkan bahwa ada beberapa intervensi yang tepat untuk meringankan dampak negatif trauma dan ancaman yang dialami oleh survivor gempa, yakni salah satunya adalah dengan identitas religius/spiritual. Hal ini mencerminkan kepercayaan pribadi untuk memberikan makna luar biasa kepada relalitas kehidupan. Agama berperan mengkonstruksi makna atas pengalaman hidup. Dalam wacana keislaman, terdapat pengembangan kesadaran bahwa sesuatu akan kembali kepada Tuhan (innalillahi wa inna ilaihi rajiun). Konsep ini akan memberikan penerimaan yang tulus atas suatu musibah. Makna yang diresapi, seperti kepasrahan total kepada Tuhan, akan lebih memudahkan individu membantu dirinya sendiri untuk mencapai tujuan hidup yang diinginkannya setelah mengalami suatu musibah.
Sementara itu, Emmons (2000) menjelaskan bahwa spiritualitas dapat memprioritas-ulangkan tujuan-tujuan ( reprioritization of goals ). Terlebih lagi, pribadi yang spiritual lebih mudah menyesuaikan diri pada saat menangani kejadian-kejadian traumatis; mereka juga lebih bisa menemukan makna dalam krisis traumatis dan memperoleh panduan untuk memutuskan hal-hal tepat apa saja yang harus dilakukan.
Kenyataan tersebut menegaskan bahwa manusia adalah satu kesatuan utuh yang meliputi sisi psikologis, sosial, dan spiritual. Menurut Bastaman (1995), untuk dapat memahami manusia seutuhnya, baik dalam keadaan sehat maupun Kenyataan tersebut menegaskan bahwa manusia adalah satu kesatuan utuh yang meliputi sisi psikologis, sosial, dan spiritual. Menurut Bastaman (1995), untuk dapat memahami manusia seutuhnya, baik dalam keadaan sehat maupun
Survivor gempa yang memiliki spiritualitas yang tinggi akan terlihat dari bagaimana mereka melakukan penilaian secara spiritual dalam memaknai musibah yang dialami dan memiliki tujuan spiritual dalam aktivitas coping yang dilakukan. Dalam konteks ini, korban gempa akan memiliki keinginan untuk mendekat kepada Tuhannya dan meminta pertolongan dan kekuatan kepada- Nya. Mereka menilai situasi yang menyakitkan atau tidak menyenangkan secara baik dan positif, menenangkan emosi dan menghindari kecemasan yang ada dengan melakukan ibadah-ibadah untuk memperoleh kebahagiaan dan kekuatan dalam hidupnya. Berbagai bentuk coping yang dilakukan akan memberikan penerimaan yang tulus atas musibah, mengurangi kesedihan dan masalah- masalah psikologis lainnya, serta membantu dalam menemukan makna yang positif dari pengalaman dan kehidupannya.
Adapun beberapa aspek yang termasuk dalam pola spiritualitas adalah prayer fulfillment (pengamalan ibadah), universality (universalitas), dan connectedness (keterkaitan). Prayer fulfillment dapat dilihat dari kemampuan individu memaknai ibadah yang ia lakukan sebagai sumber kekuatan bagi dirinya dalam menghadapi musibah yang dialami. Tingkat prayer fulfillment yang tinggi tampak pada sikap individu yang berusaha mengambil hikmah atas musibah Adapun beberapa aspek yang termasuk dalam pola spiritualitas adalah prayer fulfillment (pengamalan ibadah), universality (universalitas), dan connectedness (keterkaitan). Prayer fulfillment dapat dilihat dari kemampuan individu memaknai ibadah yang ia lakukan sebagai sumber kekuatan bagi dirinya dalam menghadapi musibah yang dialami. Tingkat prayer fulfillment yang tinggi tampak pada sikap individu yang berusaha mengambil hikmah atas musibah
Universality dapat dilihat dari interaksi positif antara individu dan alam sekitarnya, terutama sebelum dan sesudah terjadinya musibah. Termasuk meyakini kekuasaan Tuhan terhadap alam semesta. Tingkat universality yang tinggi tampak pada perilaku individu dalam menjaga keseimbangan alam untuk meminimalkan kemungkinan terjadi musibah. Selain itu, individu meyakini bahwa bencana alam yang terjadi merupakan ketentuan dari Sang Pencipta. Individu juga mampu membaca fenomena alam untuk mengantisipasi datangnya musibah pada masa yang akan datang, sehingga tidak menimbulkan penderitaan dan kerugian yang sangat besar.
Sedangkan connectedness tampak pada pola interaksi interpersonal antara individu dengan orang lain, termasuk keluarga. Tingkat connectedness yang tinggi ditunjukkan melalui sikap meringankan penderitaan orang lain dan tidak mementingkan kepentingan diri sendiri (individualistik). Dalam suatu musibah, transaksi interpersonal biasanya diwujudkan dalam bentuk dukungan sosial berupa nasehat atau masukan, pemberian informasi, maupun dukungan emosional untuk memelihara keadaan psikologis individu yang mengalami tekanan. Apabila individu memperoleh dukungan sosial yang tinggi, maka ia akan mengalami hal yang positif dalam hidupnya, mempunyai harga diri yang lebih tinggi, dan mempunyai pandangan yang lebih optimistis terhadap kehidupannya.
Bagi para survivor gempa, berbagai bentuk proactive coping ini akan memberikan penerimaan yang tulus atas musibah yang dialami, mengurangi kesedihan dan tekanan psikologis, membantu dalam menemukan makna positif dari pengalaman dan kehidupannya pasca-bencana, serta meningkatkan keimanan kepada kekuasaan Tuhan, di mana pada saat bersamaan dapat meningkatkan spiritualitas dalam diri mereka . Makna yang diresapi dari usaha- usaha proactive coping ini akan lebih memudahkan individu menerima apa yang terjadi pada dirinya, sehingga akan mendorong individu untuk mencapai suatu tujuan hidup yang lebih bermakna.