KONSEP FORMAL DAN AZAS KEMITRAAN
BAB V KONSEP FORMAL DAN AZAS KEMITRAAN
5.1 Konsep Formal Kemitraan
Kemitraan merupakan salah satu alat untuk menyelaraskan hubungan yang harmonis, adil dan berkelanjutan, saling menguntungkan, saling memperkuat, dan saling membutuhkan antara pelaku bisnis di perdesaan terutama petani atau kelompok tani dengan perusahaan swasta besar termasuk BUMN atau BUMD. Berbagai literatur dan beberapa bukti empiris menunjukkan bahwa pada dasarnya kemitraan saat ini belum berjalan optimal. Kerjasama kemitraan belum memberi manfaat yang optimal terutama bagi petani kecil/peserta kemitraan. Sebagaimana hasil penelitian Dwijatenaya (2013) yang mengambil kasus kemitraan pola Program Pemberdayaan Masyarakat di Kecamatan Kembang Janggut Kabupaten Kutai Kartanegara Kalimantan Timur menunjukkan pembinaan dan pengembangan yang berkelanjutan tidak diperoleh secara baik oleh petani peserta kemitraan. Pembinaan teknis dari perusahaan pembina dan penyuluhan dari pemerintah masih dirasakan kurang. Penjelasan secara deskriptif sebagaimana hasil wawancara mendalam penulis dengan informan kunci disajikan sebagai berikut.
Istilahnya peningkatan bimbingan teknis dari rea (perusahaan, pen.) dan pemerintah kabupaten perlu
ditingkatkan’lah, ada sih ada tapi jarang penyuluhan ditingkatkan’lah, ada sih ada tapi jarang penyuluhan
Sebagaimana diketahui bahwa nilai tambah yang diperoleh oleh petani peserta kemitraan adalah akses alih teknologi dan peningkatan keterampilan. Keterampilan diperoleh melalui pelatihan dan penyuluhan. Pelatihan adalah memberikan keterampilan, memperbaiki penguasaan berbagai keterampilan dan pelaksanaan teknik kerja tertentu. Selain itu, pelatihan disebut sebagai training teknis, yaitu merupakan upaya pembinaan keterampilan dasar (Ruky, 2006; Handoko, 2001; Dessler, 1992).Penyuluhan merupakan proses membantu petani di dalam meningkatkan pengetahuan (Ban dan Hawkins, 1999).
Kondisi pembinaan dan pengembangan yang tidak berkelanjutan mengindikasikan bahwa kesepakatan yang tertuang dalam perjanjian kerjasama (MoU) tidak ditaati oleh pelaku kemitraan. Untuk terwujudnya kemitraan sebagaimana diharapkan, maka perlu adanya upaya-upaya agar kemitraan berjalan efektif. Perbaikan dan pengembangan tersebut mengacu pada perundang- undangan atau peraturan yang mengatur tentang hubungan kemitraan bagi kelompok mitra dan perusahaan mitra. Aturan- aturan formal yang mengatur tentang hubungan kemitraan ini tertuang pada;
1. Undang Undang Nomor 9 Tahun 1995 Tentang Usaha Kecil. Pada Bab I Pasal 1 Undang undang ini dijelaskan bahwa yang 1. Undang Undang Nomor 9 Tahun 1995 Tentang Usaha Kecil. Pada Bab I Pasal 1 Undang undang ini dijelaskan bahwa yang
1) Usaha Menengah dan Usaha Besar melaksanakan hubungan
kemitraan dengan Usaha Kecil, baik yang memiliki maupun yang tidak memiliki keterkaitan usaha.
2) Pelaksanaan hubungan kemitraan sebagaimana dimaksud
dalam ayat(1) diupayakan ke arah terwujudnya keterkaitan usaha.
3) Kemitraan dilaksanakan dengan disertai pembinaan dan
pengembangan dalam salah satu atau lebih bidang produksi dan pengolahan, pemasaran, permodalan, sumber daya manusia, danteknologi.
4) Dalam melakukan hubungan kemitraan kedua belah pihak
mempunyaikedudukan hukum yang setara. Selanjutnya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 Tentang Usaha Kecil diganti dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Pada Bab I Pasal 1 dijelaskan Kemitraan adalah kerjasama dalam keterkaitan usaha, baik langsung maupun tidak langsung, atas dasar prinsip saling memerlukan, mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan yang melibatkan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menegah dengan Usaha Besar. BAB VIII Pasal 25 Undang undang ini menjelaskan bahwa:
Dunia Usaha, danmasyarakat
(1) Pemerintah,
Pemerintah
Daerah,
mendukung, dan menstimulasi
memfasilitasi,
yang saling membutuhkan,
kegiatan
kemitraan,
memperkuat, dan menguntungkan.
mempercayai,
(2) Kemitraan antar-Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dan Kemitraan antara Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dengan Usaha Besar mencakup proses alih keterampilan di bidang produksi dan pengolahan, pemasaran, permodalan, sumber daya manusia, dan teknologi.
(3) Menteri dan Menteri Teknis mengatur pemberian insentif kepada Usaha Besar yang melakukan kemitraan dengan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah melalui inovasi dan pengembangan produk berorientasi ekspor, penyerapan tenaga kerja, penggunaan teknologi tepat guna dan ramah lingkungan, serta menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2008 diatur pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2013.
2. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2014 Tentang Perkebunan. Bab VII Bagian Keempat Pasal 57 dijelaskan bahwa :
(1) Untuk pemberdayaan Usaha Perkebunan, Perusahaan Perkebunan melakukan kemitraan Usaha Perkebunan yang saling
menguntungkan, saling menghargai, saling bertanggung jawab, serta saling memperkuat dan saling ketergantungan
pekebun, karyawan, dan masyarakat sekitar Perkebunan.
dengan
(2) Kemitraan Usaha Perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pola kerja sama:
a. penyediaan sarana produksi;
b. produksi;
c. pengolahan dan pemasaran;
d. kepemilikan saham; dan
e. jasa pendukung lainnya. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kemitraan Usaha
Perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 Tentang Kemitraan. Pada Bab I Pasal 1 Ayat 1 peraturan ini dijelaskan kemitraan adalah kerjasama usaha antara Usaha Kecil dengan Usaha Menengah dan atau dengan Usaha Besar disertai pembinaan dan pengembangan oleh Usaha Menengah dan atau
Usaha Besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan. Untuk mewujudkan iklim kemitraan yang kondusif selanjutnya diatur tentang hak dan kewajiban kelompok yang bermitra yang tertuang padaBab III Pasal 12 dan Pasal 14. Pasal 12 tentang hak : (1) Usaha Besar, Usaha Menengah dan Usaha Kecil yang
melaksanakan kemitraan mempunyaihak untuk :
a. Meningkatan efisiensi usaha dalam kemitraan.
b. Mendapat kemudahan untuk melakukakan kemitraan.
c. Membuat perjanjian kemitraan; dan
d. Membatalkan perjanjian bila salah satu pihak mengingkari. (2) Usaha Besar dan Usaha Menengah yang melaksanakan
kemitraan mempunyai hak untukmengetahui kinerja kemitraan Usaha Kecil mitra binaannya.
(3) Usaha Kecil yang bermitra mempunyai hak untuk
memperoleh pembinaan danpengembangan dari Usaha Besar dan atau usaha menengah mitranya dalam satu aspek ataulebih tentang pemasaran, sumber daya manusia, permodalan, dan manajemen.
Pasal 14 menjelaskan tentang kewajiban Usaha Besar dan Usaha Menengah yang melaksanakan kemitraan dengan Usaha Kecilberkewajiban untuk :
(1) Memberikan informasi peluang kemitraan; (2) Memberikan informasi kepada Pemerintah mengenai
perkembangan pelaksanaan kemitraan; (3) Menunjuk penanggungjawab kemitraan; (4) Mentaati dan melaksanakan ketentuan-ketentuan yang
telah diatur dalam perjanjiankemitraan; dan (5) Melakukan pembinaan kepada mitra binaannya dalam satu atau lebih aspek:
a. Pemasaran, dengan :
(1) Membantu akses pasar; (2) Memberikan bantuan informasi pasar; (3) Memberikan bantuan promosi;
(4) Mengembangkan jaringan usaha; (5) Membantu melakukan identifikasi pasar dan perilaku konsumen; (6) Membantu peningkatan mutu produk dan nilai tambah kemasan.
b. Pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia, dengan :
(1) Pendidikan dan pelatihan; (2) Magang; (3) Studi banding; (4) Konsultasi.
c. Permodalan, dengan : (1) Pemberian informasi sumber-sumber kredit; (2) Tata cara pengajuan penjaminan dari berbagai
sumber lembaga penjaminan; (3) Mediator terhadap sumber-sumber pembiayaan; (4) Informasi dan tata cara penyertaan modal; (5) Membantu akses permodalan.
d. Manajemen, dengan : (1) Bantuan penyusunan studi kelayakan; (2) Sistem dan prosedur organisasi dan Manajemen; (3) Menyediakan tenaga konsultan dan advisor.
e. Teknologi, dengan : (1) Membantu perbaikan, inovasi, dan alih teknologi; (2) Membantu pengadaan sarana dan prasarana
produksi sebagai unit percontohan; (3) Membantu perbaikan sistem produksi dan kontrol kualitas; (4) Membantu pengembangan desain dan rekayasa
produk; (5) Membantu meningkatan efisiensi pengadaan
bahan baku.
940/Kpts/OT.210/10/1997 tentang Pedoman Kemitraan Usaha
Pertanian. Pada Bab I Pasal 1 dijelaskan bahwa kemitraan adalah kerjasama usaha antara Perusahaan Mitra dengan kelompok mitra di bidang usaha pertanian.Selanjutnya Pasal 2 menjelaskan Kemitraan Usaha untuk meningkatkan pendapatan, keseimbangan usaha,meningkatkan kualitas sumberdaya kelompok
usaha, dalam
rangkamenumbuhkan dan meningkatkan kemampuan usaha kelompok mitra yang mandiri.
5. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Timur Nomor 03 Tahun 2008 Tentang Kemitraan Pembangunan Perkebunan di Provinsi Kalimantan Timur. Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan Kemitraan Pembangunan Perkebunan adalah serangkaian kegiatan yang meliputi pembangunan kebun binaan serta jaringan jalan kebun/jalan usaha tani dan fasilitas lainnya yang berkaitan dengan pengembangan usaha tani perkebunan binaan. Lebih lanjut dijelaskan Pada Bab II Pasal 2 Peraturan Daerah ini dibuat dengan maksud;
(1) Untuk mengamankan pelaksanaan program kemitraan pembangunan perkebunan, sehingga dapat berjalan dengan tertib, lancar dan mencapai asas manfaat dan berkelanjutan, keterpaduan, kebersamaan, keterbukaan, serta berkeadilan (2) Untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan kesadaran semua stakeholder program kemitraan pembangunan perkebunan dalam melaksanakan hak dan kewajibannya, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau perjanjian kerja sama yang telah disepakati oleh para pihak;
(3) Untuk mencegah terjadinya pelanggaran dalam pelaksanaan
program
kemitraan
pembangunan pembangunan
mengakibatkan tidak terwujudnya satu kesatuan usahatani perkebunan yang ekonomis dan berkelanjutan.
yang
dapat
5.2 Azas Kemitraan
Azas kemitraan merupakan etika moral yang harus diikuti oleh pelaku kemitraan, baik perusahaan mitra maupun petani/usaha kecil peserta mitra. Konsep kemitraan yang diatur dalam undang-undang dan peraturan pemerintah maupun peraturan daerah pada dasarnya mengandung makna bahwa kemitraan yang dikehendaki terdapat tanggung jawab moral. Pengusaha menengah/besar selaku perusahaan pembina kemitraan melakukan pembinaan kepada pengusaha kecil/petani mitranya agar mampu mengembangkan usahanya, yang nantinya mampu menjadi mitra yang handal untuk meraih keuntungan yang pada akhirnya kesejahteraannya meningkat.
Nomor 940/Kpts/OT.210/10/1997 tentang Pedoman Kemitraan Usaha Pertanian Bab I Pasal 3 menjelaskan tentang azas kemitraan pertanian yang meliputi;
(1) Persamaan Kedudukan (2) Keselarasan dan (3) Peningkatan keterampilan kelompok mitra.
(1) Azas persamaan kedudukan Kelompok mitra (pengusaha kecil/petani) maupun perusahaan
besar pembina mempunyai kedudukan yang setara. Tidak ada yang merasakan lebih kuat atau lebih lemah sehingga terwujud hubungan bisnis yang berkelanjutan. Adanya azas persamaan kedudukan akan memberikan rasa adil kepada semua kelompok mitra baik perusahaan pembina maupun kelompok usaha kecil/petani.Selain itu, dalam pelaksanaannya haruslah dihindari adanya hubungan seperti atasan dan bawahan.
(2) Azas keselarasan
Perusahaan Pembina maupun kelompok mitranya (pengusaha kecil/petani/kelompok tani/koperasi) mempunyai hak dan kewajiban masing-masing yang diatur dalam undang-undang. Dianutnya azas keselarasan ini agar perusahaan pembina dapat melaksanakan kewajibannya dengan baik. Demikian pula, mitra binaannya juga dapat melaksanakan kewajibannya dengan baik. Kewajiban yang dilaksanakan dengan baik, maka akan diiringi dengan hak-hak yang diperoleh.Hubungan kerjasama kemitraan didahului oleh adanya perjanjian kerjasama, untuk itu komitmen kesepakatan haruslah dipegang teguh dan dijadikan pedoman di dalam pelaksanaannya.
(3) Azas meningkatkan keterampilan kelompok mitra Azas yang dianut merupakan cerminan etika bisnis, untuk itu
kemitraan yang dibangun sedapat mungkin mentaati kesepakatan yang telah tertuang dalam perjanjian kerjasama. Kemitraan yang dibangun pada dasarnya bertujuan untuk memberdayakan kelompok mitra (pengusaha kecil/petani) agar mampu tumbuh berkembang secara mandiri. Untuk itu, azas pembinaan agar berhasil maka diperlukan sikap saling terbuka, komunikasi yang harmonis, koordinasi yang baik, dan adanya evaluasi secara rutin.