BERBAGAI POLA KEMITRAAN AGRIBISNIS
BAB VI BERBAGAI POLA KEMITRAAN AGRIBISNIS
Cara pandang yang keliru terhadap kemitraan mengakibatkan kegagalan kemitraan. Masih terdapat pandangan bahwa kemitraan adalah suatu program belas kasihan, yakni memandang kelompok mitra binaan hanya sekedar dibantu. Untuk itu, sudut pandang ini harus dihilangkan dan paradigma kemitraan ini sedapat mungkin dapat dipahami dan dilaksankan secara baik dan benar oleh semua pemangku kepentingan. Pada uraian berikut dijelaskan berbagai pola kemitraan bisnis, yang masing-masing memiliki keunggulan begitu pula memiliki kelemahan. Dalam undang-undang, peraturan pemerintah termasuk peraturan daerah dijelaskan tentang pola-pola kemitraan yang telah berkembang di Indonesia.
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah menjelaskan pola- pola kemitraan meliputi;
a. Inti-plasma
b. Subkontrak
c. Waralaba
d. Perdagangan umum
e. Distribusi dan keagenan, dan
f. Bentuk-bentuk kemitraan lain, seperti: bagi hasil, kerjasama operasional,
(joint venture), danpenyumberluaran (outsourching).
usaha
patungan
2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan menjelaskan pola-pola kemitraan meliputi :
a) Inti-Plasma
b) Sub kontrak
c) Perdagangan umum
d) Waralaba
e) Bentuk kemitraan lainnya Masing-masing pola kemitraan tersebut memiliki keunggulan dan kelemahan. Keunggulan dan kelemahan masing-masing pola kemitraan mengutip penjelasan sebagaimana yang dikemukakan oleh Sumardjo, dkk (2004). Selanjutnya uraian lebih rinci tentang pola kemitraan, dijelaskan dengan mengambil contoh pada kemitraan pertanian yang mengacu pada UU Nomor 20 Tahun 2008, PP Nomor
12 Tahun 2013, dan Kepmentan Nomor
940/Kpts/OT.210/10/1997. Uraian masing-masing pola kemitraan dijelaskan sebagai berikut ini.
6.1 PolaInti-Plasma
Usaha Besar sebagai inti dan Usaha Mikro, Usaha Kecil, serta Usaha Menengah sebagai plasma atau Usaha Menengah sebagai inti sedangkan Usaha Mikro dan Usaha Kecil sebagai plasma sebagaimana dijelaskan pada PP Nomor 12 Tahun 2013 t entang Pelaksanaan UU Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Sebagaimana telah dipersyaratkan bahwa hubungan kerjasama kemitraan merupakan hubungan yang mengedepankan moral dan menjunjung tinggi etika bisnis. Hal yang paling mendasar dalam kemitraan adalah adanya pembinaan dan bantuan oleh usaha besar.Sebagai contoh kemitraan pada perkebunan, maka perusahaan mitra yang bertindak sebagai perusahaan inti atau perusahaan pembina melaksanakan pembukaan lahan atau menyediakan lahan, sarana produksi, bimbingan teknis, manajemen, menampung dan mengolah serta memasarkan hasil. Setiap kerjasama memiliki keunggulan dan kelemahan.
Keunggulan Pola Inti- Plasma adalah:
1) Tercipta saling ketergantungan dan saling memperoleh keuntungan
2) Tercipta peningkatan usaha
3) Dapat mendorong perkembangan ekonomi Kelemahan Pola Inti-Plasma
1) Pihak plasma sering kurang memahami hak dan kewajibannya sesuai kesepakatan
2) Komitmen perusahaan inti masih lemah dalam memenuhi fungsi dan kewajibannya sesuai dengan kesepakatan yang diharapkan plasma
3) Belum ada kontrak kemitraan yang menjamin hak dan kewajiban komoditas plasma sehingga sering pengusaha inti mempermainkan harga
4) Belum ada pihak ketiga yang secara efektif berfungsi sebagai arbitrator atas penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaan kontrak kerja.
6.2 Pola Subkontrak
Pola Sub Kontrak merupakan hubungan kemitraan antara kelompok mitra dengan perusahaan mitra usaha, yang di dalamnya kelompok mitra memproduksi komponen yang diperlukan perusahaan mitra sebagai bagian dari produksinya. Adapun keunggulan Pola Sub Kontrak adalah:
1) Bermanfaat bagi alih teknologi,
2) Ketersediaan modal,
3) Peningkatan ketrampilan,
4) Peningkatan produktivitas, dan
5) Terjaminnya pemasaran produk Sedangkan Kelemahan Pola Sub Kontrak adalah:
1) Hubungan semakin lama cenderung mengisolasi produsen kecil dan mengarah ke monopoli terutama dalam penyediaan bahan baku dan pemasaran,
2) Berkurangnya nilai-nilai kemitraan berubah menjadi penekanan terhadap harga input yang tinggi atau pembelian produk dengan harga rendah,
3) Kontrol kualitas produk ketat, tetapi tidak diimbangi dengan sistem pembayaran yang tepat, dan
4) Timbul gejala eksploitasi tenaga kerja untuk mengejar target produksi.
6.3 Pola Dagang Umum
Pola Dagang Umum merupakan hubungan kemitraan antara kelompok mitra dengan perusahaan mitra yang di dalamnya perusahaan mitra memasarkan hasil produksi kelompok mitra atau kelompok mitra memasok kebutuhan yang diperlukan perusahaan mitra. Kemitraan pola ini menekankan pada aspek pemasaran. Untuk itu, kelompok mitra tidak dibatasi oleh hambatan pemasaran. Keunggulan Pola Dagang Umum adalah kelompok mitra untung karena tidak perlu susah payah memasarkan hasil sampai ke tangan konsumen. Sedangkan kelemahan Pola Dagang Umum adalah:
1) Dalam praktek, harga dan volume produk sering ditentukan oleh pengusaha secara sepihak.
2) Sering sistem perdagangan berubah menjadi bentuk konsinyasi.
6.4 Pola Keagenan
Pola Keagenan merupakan hubungan kemitraan yang di dalamnya kelompok mitra diberi hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa perusahaan mitra. Pada pola ini perusahaan besar bertanggung jawab atas mutu dan volume produk, sedangkan kelompok mitra berkewajiban memasarkan produk atau jasa. Ada beberapa hal yang disepakati untuk keberlanjutan usaha. Selanjutnya semua pihak yang menjalin kesrjasama ini harus mentaatinya. Kesepakatan tersebut berupa kesepakatan tentang target yang harus dicapai dan besarnya fee atau komisi yang diterima pihak pemasar. Seperti pola inti-plasma, pola keagaenan juga memiliki keunggulan dan kelemahan. Adapun keunggulan Pola Keagenan adalah dapat dilaksanakan oleh pengusaha kecil yang kurang kuat modalnya karena menggunakan semacam sistem konsinyasi. Sedangkan kelemahan Pola Keagenan adalah:
1) Usaha kecil menetapkan harga produk secara sepihak sehingga harganya tinggi di konsumen.
2) Usaha kecil sering memasarkan produk dari beberapa mitra usaha saja sehingga kurang mampu membaca segmen pasar dan tidak memenuhi target.
6.5 Pola Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA)
Pola KAO merupakan hubungan kemitraan yang di dalamnya kelompok mitra menyediakan lahan, sarana, dan tenaga, sedangkan perusahaan mitra menyediakan biaya, atau modal dan/atau sarana untuk mengusahakan atau membudidayakan suatu komoditas pertanian. Selain itu, perusahaan pembina juga berperan sebagai penjamin pasar dengan meningkatkan nilai tambah produk melalui pengolahan dan pengemasan.Keunggulan Pola KOA pada dasarnya sama dengan Pola Inti-plasma, yaitu:
1) Tercipta saling ketergantungan dan saling memperoleh keuntungan
2) Tercipta peningkatan usaha
3) Dapat mendorong perkembangan ekonomi Sedangkan kelemahan Pola KOA adalah:
1) Untung perusahaan besar terlalu besar sehinggadirasa kurang adil
2) Perusahaan besar cenderung monopsoni sehingga memperkecil keuntungan pengusaha kecil.
3) Belum ada pihak ketiga yang berperan efektif menengahi
6.6 Modifikasi Kemitraan Di Kutai Kartanegara
Pola kemitraan perkebunan di Kabupaten Kutai Kartanegara Provinsi Kalimantan Timur mengalami modifikasi. Adapun tujuannya adalah semua pihak berupaya untuk memberdayakan masyarakat perdesaan untuk mencapai kesejahteraan. Model kemitraan yang dimaksud adalah:
A. PPMD (Program Pemberdayaan Masyarakat Desa) Pola Program Pemberdayaan Masyarakat Desa (PPMD) ini dilaksanakan di Kecamatan Kembang Janggut Kutai Kartanegara A. PPMD (Program Pemberdayaan Masyarakat Desa) Pola Program Pemberdayaan Masyarakat Desa (PPMD) ini dilaksanakan di Kecamatan Kembang Janggut Kutai Kartanegara
B. Kemitraan satu atap (Petani/koperasi - Perusahaan Sawit) Kemitraan Pola satu atap hampir sama dengan pola PPMD. Perusahaan Pembina membangun kebun petani dan setelah berproduksi dilakukan dengan metode bagi hasil setelah diperhitungkan biaya oleh perusahaan. Semua manajemen produksi ditentukan oleh perusahaan, petani tinggal duduk manis menunggu hasil setelah berproduksi (rupiah) yang dikirim melalui rekening bank masing-masing petani. Apabila petani berkeinginan bekerja dikebun tetap diperhitungkan oleh perusahaan dan dibayar sebagaimana halnya karyawan lainnya. Perhitungan bagi hasil setelah mempertimbangkan biaya tergantung dari kesepakatan perusahaan Pembina dan petani melalui koperasi. Secara ringkas hal-hal yang dapat dipahami pada pola kemitraan satu atap ini adalah:
1) Anggota mitra bergabung dalam kelompok tani dan menjadi anggota koperasi,
2) Bank sebagai Avalis
3) Manajemen perencanaan sampai dengan pemasaran ditentukan Inti (perusahaan)
4) Anggota mitra dapat menjadi karyawan di persusahaan inti dan dibayar sesuai haknya.