Pembangunan pedesaaan dan kemitraan agri
PEMBANGUNAN PERDESAAN
DAN KEMITRAAN AGRIBISNIS
Suatu Model Pemberdayaan Masyarakat
untuk Kesejahteraan
Dr. Ir. Ida Bagus Made Agung Dwijatenaya, M.Si Dr. Ir. Ince Raden, M.P
Pembangunan Perdesaan dan
Kemitraan Agribisnis
KATA PENGANTAR
Membangun Perdesaan tidak pernah surut untuk dilaksanakan. Berbagai program pembangunan Perdesaan telah diluncurkan guna meningkatkan kesejahteran masyarakat.
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Kuasa atas anugrah-Nya. Buku iniditulis dengan niat penulis untuk ikut berpartisipasi terhadap masalah pembangunan perdesaan. Selainitu, materi yang disampaikan dalam buku ini merupakan sebagian dari materi mata kuliah Kemitraan Agribisnis yang diajarkan pada mahasiswa Agribisnis. Buku ini diharap kan dapat dijadikan salah satu referensi bagi yang belajar tentang kemitraan baik mahasiswa, dosen maupun praktisi.
Dalam penyelesaian penulisan buku ini, penulis mendapat dukungan dari berbagai pihak, maka untuk itu pada kesempatan ini penulis menghaturkan terimakasih kepada Bapak Dr. Sabran SE., M.Si, Mohamad Fadli, SP., SH., MP, Prof. Dr. I Ketut Sudibia, Dr. I.G.W. Murjana Yasa, SE., MSi, Prof Dr. Made Kembar Sri Budhi Drs., MP, saudara Candra Catur Nugroho, SP., M.Si., Nilam Anggar Sari, SE., M.Si., Aswan, SP, Suriansyah kepada rekan-rekan sehabat sekalian serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas masukannya dan diskusinya dalam penulisan buku ini
Penulis sangat menyadari sepenuhnya bahwa dalam buku ini masih terdapat hal yang perlu diperbaiki . Akhirnya penulis berdo’a semoga tulisan ini bermanfaat.
Tenggarong, Oktober 2016
Penulis
iii
Daftar Isi
Pembangunan Perdesaan dan
Kemitraan Agribisnis DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
iii
DAFTAR ISI
iv
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR TABEL
viii
Bagian 1 Pembangunan Perdesaan
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Definisi Pembangunaan 1
1.2 Ciri Masyarakat Desa dan Kota
1.3 Permasalahan Pembangunan Desa dan Kota 5 BAB IIPEMBANGUNAN EKONOMI
2.1 Teori Pembangunan Ekonomi
2.2 Keterkaitan Perdesaan dan Perkotaan
2.3 Pembangunan Perdesaan
2.3.1 Strategi Pembangunan Perdesaan 32
2.3.2 Akselarasi Pembangunan Perdesaan 35
2.3.3 Program Pembangunan Perdesaan
2.3.4 Migrasi Desa-Kota
BAB III PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI PERDESAAN
3.1 Kontribusi Sektor Pertanian Terhadap
Ekonomi Nasional
Daftar Isi iv
Pembangunan Perdesaan dan
Kemitraan Agribisnis
3.2 Pertanian dan Pembangunan Perdesaan
3.3 Profil Kemiskinan di Perdesaan
3.3.1 Pengertian Kemiskinan
3.3.2 Kemiskinan di Perdesaan
Bagian 2 KemitraanAgribisnis BAB IV PENGERTIAN, PRINSIP, DAN TUJUAN
KEMITRAAN
4.1. Pengertian Kemitraan
4.2 Prinsip-Prinsip Kemitraan 71
4.3 TujuanKemitraan
BAB VKONSEP FORMAL DAN AZAS KEMITRAAN
5.1 Konsep Formal Kemitraan
5.2 Azas Kemitraan
BAB VI BERBAGAI POLA KEMITRAAN AGRIBISNIS83
6.1 Pola Inti-Plasma
6.2 Pola Sub kontrak
6.3 Pola Dagang Umum
6.4 Pola Keagenan
6.5 PolaKerjasamaOperasionalAgribisnis
(KOA)
6.6 Modifikasi Kemitraan
Di Kutai Kartanegara
Daftar Isi v
Pembangunan Perdesaan dan
Kemitraan Agribisnis
Bagian 3 Pemberdayaan Petani
untuk Kesejahteraan
BAB VIIPENGEMBANGAN EKONOMI KERAKYATAN
7.1 Pemberdayaan Petani Untuk Mencapai kesejahteraan
7.1.1 Pemberdayaan
7.1.1.1 Konsep Pemberdayaan
7.1.1.2 Dasar-Dasar Pemberdayaan
7.1.1.3 Mengukur Pemberdayaan
7.1.1.4 Model-Model Pemberdayaan
7.1.2 Kesejahteraan
7.1.2.1 Pengertian Kesejahteraan
7.1.2.2 Kriteria Ekonomi Kesejahteraan 104
7.1.2.3 Pengukuran Kesejahteraan
7.2 Pengembangan Kelembagaan(Koperasi)
7.2.1 Pengembangan koperasi berorientasi bisnis
7.2.2 Peran koperasi dalam pengembangan ekonomi kerakyatan
7.3 Peran Kemitraan dalam Pengembangan Ekonomi
Kerakyatan 117
BAB VIII
PEMBANGUNAN PERTANIAN BERKELANJUTAN
DAFTAR PUSTAKA
Daftar Isi vi
Pembangunan Perdesaan dan
Kemitraan Agribisnis DAFTAR GAMBAR
2.1 Fungsi Produksi Neo-Klasik 18
2.2 FungsiProduksiHarrod-Domar
2.3 Model PertumbuhanRumusan Lewis
2.4 Conceptual Framework for Rural-Urban Interaction 30
2.5 Dimensi UtamaDalam Pembangunan
2.6 Pendekatan Penyusunan Master plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 37 2,7 Model Migrasi Harris-Todaro
3.1 Kontribusi Tenaga Kerjadan Modal dari Pertanian terhadap Pertumbuhan PDB
3.2 Kontribusi Pertanian Terhadap Devisa
7.1 TigaTahapan Pemberdayaan
7.2 Hubungan Antara Demokrasi Ekonomi, Peran
Intelektual, dan Model Demokrasi Ekonomi dalam Pemberdayaan Masyarakat
7.3 KriteriaKaldor-Hicks 107
8.1 Hubungan Antara Tiga Tujuan Pembangunan Pertanian Berkelanjutan
8.2 Pembangunan Pertanian Berkelanjutan Melalui Kemitraan Usaha Agribisnis 124
Daftar Gambar Daftar Isi vii
Pembangunan Perdesaan dan
Kemitraan Agribisnis DAFTAR TABEL
2.1 DistribusiJumlah Program Pembangunan PerdesaanBerdasarkan Wilayah
3.1 KontribusiSektorPertanianTerhadap PDB dan LajuPertumbuhanSektorPertanian: 1969-2008
3.2 Jumlah Penduduk Miskin dan Garis Kemiskinan di Indonesia , 2007-2010
3.3 Distribusi Kesempatan Kerja Menurut Daerah di Indonesia, 1990-2003 (%)
3.4 Kesempatan Kerja di Perdesaan Menurut Sektor di Indonesia, 1990-2003 (%)
Daftar Tabel Daftar Isi viii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Definisi Pembangunan
Pembangunan merupakan suatu proses untuk memperbaiki produktivitas dan pencapaian kesejahteraan masyarakat. Dua kata yang tidak pernah lepas di dalam memahami pembangunana yaitu pertumbuhan dan perubahan. Secara nasional pembangunan selalu dilihat dari kemampuan Negara untuk mencapai angka pertumbuhan tertentu. Apakah angka pertumbuhan yang telah ditetapkan telah mampu merubah kesejahteraan, hal inilah yang selalu menjadi perbincangan.
Definisi pembangunan telah dirumuskan oleh para ahli, antara lain (Nawawi, 2009) :
Mustapadijaja (1990), pembangunan adalah suatu orientasi dan kegiatan usaha yang tanpa akhir. Proses pembangunan merupakan perubahan sosial budaya . Pembangunan supaya menjadi suatu proses yang dapat bergerak maju atas kekuatan sendiri (self sustaining proces) tergantung kepada manusia dan struktur sosialnya.
2. Menurut Siagian (2005), bahwa pembangunan adalah suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang berencana yang dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah menuju modernisasi dalam rangka pembinaan bangsa (National Building). Lebih lanjut Siagan 2. Menurut Siagian (2005), bahwa pembangunan adalah suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang berencana yang dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah menuju modernisasi dalam rangka pembinaan bangsa (National Building). Lebih lanjut Siagan
a. Pembangunan merupakan suatu proses.
b. Pembangunan merupakan upaya yang secara sadar ditetapkan sebagai sesuatu untuk dilaksanakan.
c. Pembangunan dilakukan secara terencana, baik dalam arti jangka panjang, jangka sedang dan jangka pendek.
d. Rencana pembangunan mengandung makna pertumbuhan dan perubahan
e. Pembangunan mengarah kepada modernitas.
f. Modernitas yang ingin dicapai melalui berbagai kegiatan pembangunan bersifat multidimensional.
g. Semua hal yang telah disinggung di atas ditujukan kepada usaha pembinaan bangsa sehingga negara bangsa yang bersangkutan semakin kokoh pondasinya dan semakin mantap keberadaannya sehingga menjadi negara bangsa yang sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
1.2 Ciri Masyarakat Desa dan Kota
Disadari bahwa lingkungan hidup manusia secara umum dikenal dua lingkungan hidup yang memiliki banyak perbedaan. Kedua lingkungan hidup tersebut adalah desa dan kota. Masing- masing lingkungan berpengaruh terhadap masyarakat yang hidup di dalamnya. Walaupun terdapat perbedaan antar masyarakat desa satu dengan yang lainnya, secara umum masyarakat desa mempunyai ciri khas yang sama yakni (Siagian, 1989):
1. Kehidupan di perdesaan erat hubungannya dengan alam, mata pencaharian tergantung dari alam serta terikat pada alam.
2. Umumnya semua anggota keluarga mengambil bagian dalam kegiatan bertani, walaupun keterlibatannya berbeda.
3. Orang desa sangat terikat pada desa dan lingkungannya, apa yang ada di desa sukar dilupakan sehingga perasaan rindu akan desanya merupakan ciri yang nampak.
4. Di perdesaan segala seseuatu seolah-olah membawa hidup yang rukun, perasaan sepenanggungan dan jiwa tolong menolong sangat kuat dihayati.
5. Corak feodalisme masih nampak walaupun derajadnya sudah mulai berkurang.
6. Hidup di perdesaan banyak bertautan dengan adat istiadat dan kaidah-kaidah yang diwarisi dari satu generasi ke generasi
berikutnya, sehingga sering masyarakat desa dicap ’statis’.
7. Di beberapa daerah jiwa masyarakat terbuka kepada perkara- perkara rohani.
8. Karena keterikatan pada lingkungan dan kebiasaan-kebiasaan yang ada, mereka mudah curiga terhadap sesuatu yang lain daripada yang biasa, terutama terhadap hal-hal yang lebih menuntut rasionalitas. Mereka lebih tertarik dan lebih suka mengikuti suara mistik, sehingga menimbulkan sikap yang kurang kritis akan lingkungan dan tuntutan zaman.
9. Banyak daerah perdesaan yang penduduknya sangat pada t padahal lapangan kerja dan sumber penghidupan relati f sedikit mengakibatkan kemelaratan sehingga sering mendorong jiwa apatis.
Sementara itu masyarakat perkotaan yang sering disebut dengan urban community memiliki ciri-ciri yang menonjol, yaitu sebagai berikut:
1. Kehidupan keagamaan berkurang bila dibandingkan dengan kehidupan keagamaan di desa.
2. Orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus bergantung pada orang-orang lain.
3. Pembagian kerja di antara warga-warga kota juga lebih tegas dan mempunyai batas-batas yang nyata.
4. Kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan juga lebih banyak diperoleh warga kota daripada warga desa.
5. Jalan pikiran rasional yang pada umumnya dianut masyarakat perkotaan, menyebabkan bahwa interaksi-interaksi yang terjadi lebih didasarkan pada faktor kepentingan daripada faktor pribadi.
6. Jalan kehidupan yang cepat di kota-kota, mengakibatkan pentingnya faktor waktu bagi warga kota, sehingga pembagian waktu yang teliti sangat penting, untuk dapat mengejar kebutuhan-kebutuhan seorang individu.
7. Persoalan-persoalan sosial tampak dengan nyata di kota-kota, sebab kota-kota biasanya terbuka dalam menerima pengaruh- pengaruh dari luar (Ahmadi, 1991).
Selanjutnya ada beberapa ciri yang dapat dipergunakan untuk menentukan apakah suatu masyarakat dapat disebut sebagai masyarakat perdesaan atau masyarakat perkotaan, antara lain ciri tersebut adalah sebagai berikut (Ahmadi, 1991):
1. Jumlah dan kepadatan penduduk
2. Lingkungan hidup
3. Mata pencaharian
4. Corak kehidupan sosial
5. Stratifikasi sosial
6. Mobilitas sosial
7. Pola interaksi sosial
8. Solidaritas sosial dan
9. Kedudukan dalam hierarki sistem administrasi nasional. Untuk mencapai kesejahteraan masyarakat baik masyarakat perdesaan maupun masyarakat perkotaan telah diupayakan melalui pembangunan. Pembangunan adalah merupakan proses yang berdemensi banyak (multi demensional) mencakup perubahan orientasi dan organisasi dari sistem sosial, ekonomi, politik dan budaya. Setelah lebih dari tiga dekade upaya-upaya pembangunan perdesaan dan perkotaan di Indonesia dilakukan, ternyata hasil tidak sebagaimana diharapkan. Permasalahan pembangunan yang masih belum terpecahkan dan masih menuntut perhatian adalah masih adanya ketimpangan pembangunan antar daerah, keterkaitan perdesaan-perkotaan yang kurang sinergis, urban yang cukup tinggi, wilayah-wilayah tertinggal dan masalah kemiskinan.
Kesenjangan sistem perdesaan-perkotaan menggambarkan tidak berfungsinya hierarki sistem kota, sehingga menimbulkan over- concentration pertumbuhan kota-kota tertentu, terutama kota-kota besar dan metropolitan di Pulau Jawa, di sisi lain pertumbuhan kota- kota lain dan perdesaan relatif lebih tertinggal. Menurut Daryanto (2003) kesenjangan pembangunan antar daerah dapat dilihat dari kesenjangan dalam; a) pendapatan per kapita, b) kualitas sumber daya manusia, c) ketersediaan sarana dan prasarana seperti Kesenjangan sistem perdesaan-perkotaan menggambarkan tidak berfungsinya hierarki sistem kota, sehingga menimbulkan over- concentration pertumbuhan kota-kota tertentu, terutama kota-kota besar dan metropolitan di Pulau Jawa, di sisi lain pertumbuhan kota- kota lain dan perdesaan relatif lebih tertinggal. Menurut Daryanto (2003) kesenjangan pembangunan antar daerah dapat dilihat dari kesenjangan dalam; a) pendapatan per kapita, b) kualitas sumber daya manusia, c) ketersediaan sarana dan prasarana seperti
Tidak mudah mencari berbagai penyebab terjadinya berbagai permasalahan tersebut. Tulisan ini mengkaji permasalahan di perdesaan dalam konteks pembangunan pertanian dan perdesaan umumnya, terutama tentang pemberdayaan masyarakat petani.
1.3 Permasalahan Pembangunan Desa dan Kota
Pembangunan perkotaan maupun perdesaan tidak terlepas dari berbagai permasalahan. Sebagaimana dikemukakan Rustiadi dan Pranoto (2007) permasalahan yang dijumpai di dalam pembangunan perdesaan dan perkotaan adalah sebagai berikut:
1. Masalah kemiskinan. Jumlah penduduk miskin baik yang berada di perdesaan maupun diperkotaan merupakan masalah pokok dalam pembangunan. Penyebab kemiskinan penduduk, baik di kota maupun di desa, adalah rendahnya pendidikan dan keterampilan serta tingkat kesehatan yang menyebabkan rendahnya kemampuan untuk berusaha guna memperoleh pekerjaan dan penghasilan. Penyebab lainnya adalah kurangnya sarana dan prasarana perhubungan yang menghubungkan status kawasan miskin dengan kawasan yang lebih maju.
2. Kapasitas Sumber Daya Manusia yang rendah. Tuntutan akan peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai pelaku utama dalam kegiatan ekonomi makin tinggi. Sumber daya manusia yang berkualitas rendah berakibat pada rendahnya produktivitas dan rendahnya kesempatan masyarakat daerah dalam pembangunan.
3. Keterbatasan Sumber Daya Alam. Keterbatasan sumber daya alam khususnya air dan tanah merupakan kendala dalam pembangunan. Di satu sisi, dengan semakin meningkatnya pembangunan, sumberdaya alam akan makin banyak dibutuhkan, dan di sisi lain diperlukan pemanfaatan yang lebih hati-hati dalam rangka pembangunan yang berkelanjutan.
4. Keterbatasan Lahan Usaha. Keterbatasan pengetahuan masyarakat perdesaan dan aparat pemerintah dalam mengarahkan kegiatan pembangunan di perdesaan, dan 4. Keterbatasan Lahan Usaha. Keterbatasan pengetahuan masyarakat perdesaan dan aparat pemerintah dalam mengarahkan kegiatan pembangunan di perdesaan, dan
5. Ketimpangan Pembangunan Kota dan Desa. Adanya ketimpangan antar wilayah, antar kota, dan antara desa dengan kota, serta antar golongan merupakan hambatan dalam pembangunan perekonomian.
6. Terbatasnya Prasarana dan Sarana. Terbatasnya sarana dan prasarana terkait dengan ketersediaan dana dan teknologi. Hal lainnya yakni adanya keterbatasan sumber daya manusia yang dapat mengelola pelaksanaan pembangunan yang meliputi keterbatasan jumlah, kemampuan serta pemahaman khususnya keterkaitan pembangunan desa dengan kota.
Selanjutnya Arsyad, dkk. (2011) mengemukakan bahwa setidaknya ada empat masalah pokok pembangunan perdesaan yang saling terkait satu sama lain. Masalah tersebut yakni sebagai berikut: masalah kemiskinan, masalah kependudukan dan ketenagakerjaan, masalah keterbatasan infrastruktur dan masalah kelembagaan. Adisasmita (2005) mengemukakan masalah yang dihadapi daerah perkotaan sangat luas dan kompleks. Selanjutnya masalah perkotaan dibedakan menjadi masalah makro dan masalah mikro. Masalah makro adalah berkaitan dengan fungsi kota bagi wilayah sekitarnya, sedangkan masalah mikro adalah meliputi masalah-masalah internal kota (misalnya masalah kekurangan lapangan pekerjaan, masalah perkampungan kumuh, masalah kepadatan penduduk dan kemacetan lalu lintas dan lainnya).
BAB II PEMBANGUNAN EKONOMI
Pembangunan merupakan proses perubahan secara sengaja untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat. Dalam pelaksanaannnya , pembangunan banyak dipengaruhi oleh kondisi fisik dan non fisik dari suatu masyarakat sehingga akselarasi (percepatan) pembangunan di setiap negara tidak sama. Pembangunan merupakan suatu proses yang berdimensi jamak (multi dimensional), mencakup perubahan orientasi dan organisasi dari sistem sosial, ekonomi, politik dan budaya. Sedangkan pembangunan
dari proses pembangunan yang mencakup usaha-usaha suatu masyarakat untuk mengembangkan
ekonomi merupakan
bagian
meningkatkan kesejahteraan. Hal itu berarti pembangunan ekonomi dapat diartikan pula sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan riil per kapita suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang. Selain peningkatan produksi dan pendapatan proses tersebut juga akan membawa perubahan mendasar dalam struktur ekonomi masyarakat.
Perubahan struktur ekonomi pada umumnya ditandai dengan pergeseran kegiatan ekonomi yang semula lebih banyak pada kegiatan pertanian kemudian bergeser ke arah industri dan akhirnya ke sektor jasa. Perubahan struktur tersebut merupakan suatu proses yang terkait dan runtut dari satu tahap ke tahap lain sesuai dengan kemampuan dan kehendak masyarakat. Dalam upaya itu diperlukan adanya pemupukan sumber-sumber pembangunan dan proses
alokasi serta pendayagunaan secara optimal. Sumber-sumber pembangunan semestinya berasal dari surplus yang diciptakan oleh masyarakat melalui kegiatan ekonomi yang diwujudkan dalam pembentukan modal untuk merangsang produksi lebih tinggi secara berkesinambungan. Produksi tinggi akan menciptakan pendapatan tinggi pula, yang pada gilirannya akan merangsang peningkatan dan pergeseran pola konsumsi masyarakat. Terpenuhinya kebutuhan pangan, maka peningkatan konsumsi akan mengambil bentuk peningkatan konsumsi non-pangan baik barang olahan maupun jasa- jasa. Proses ini menandai terjadinya alokasi sumber daya dan dana yang relatif besar ke sektor industri manufaktur yang biasanya dibarengi dengan perubahan kuantitas dan kualitas serta komposisi faktor produksi dan pengembangan teknologi. Selain itu akan terjadi pula spesialisasi dalam pelaksanaan kegiatan ekonomi baik antar sektor dan unit usaha maupun dalam tiap unit usaha. Selanjutnya peningkatan dan pergeseran pola konsumsi masyarakat akan merangsang peningkatan tingkat produksi dan meningkatkan investasi.
Pada sisi lain, pergeseran pola konsumsi ini akan dapat menciptakan struktur permintaan pasar dalam negeri yang tangguh terutama kesempatan pasar bagi golongan ekonomi lemah. Permintaan efektif di dalam negeri ini pada gilirannya akan menjadi penentu arah dan dinamika pembangunan yang dikembangkan melalui pembangunan sektor pertanian, sehingga sektor ini menjadi penyedia pasar yang efektif untuk produk sektor-sektor industri. Dinamika pembangunan yang diharapkan terutama adalah dampaknya terhadap pertumbuhan output produksi secara konstan dalam jangka panjang dan terhadap perluasan kesempatan kerja serta pemerataan pendapatan. Hubungan antara ketiga tujuan itu dalam proses yang dinamis adalah jika sasaran perluasan lapangan kerja dan peningkatan produktivitas dapat dicapai maka perkembangan ekonomi akan memberi peluang bagi pemerataan di bidang pendapatan dan bidang bidang lainnya.Untuk itu, dapat dikatakan bahwa masyarakat telah mencapai kemakmuran dan sekaligus kesejahteraan yang semakin tinggi. Dalam rangkaian tersebut maka dapat dijelaskan bahwa kemakmuran berarti
kesejahteraan akan terjadi jika; pertama, semua indikator kesejahteraan dapat diwujudkan dan dapat dibeli dengan pendapatan. Kedua, Setiap anggota masyarakat mempunyai kemampuan yang sama dalam menghasilkan dan menikmati pendapatan yang didistribusikan sesuai dengan mekanisme pasar. Ketiga, setiap anggota masyarakat harus ikut dalam proses menciptakan produksi, memperoleh pendapatan dan menggunakan pendapatan untuk keperluan konsumsi. Sejalan dengan anggapan itu maka pembangunan sesungguhnya adalah proses yang berorientasi pada manusianya. Dengan memberikan perhatian pada unsur manusianya, maka indikator sosial yang dalam hal ini tidak semata diukur dengan tercapainya tingkat produksi rata-rata yang tinggi saja tetapi terciptanya keadaan yang benar-benar dinikmati oleh setiap anggota masyarakat. Pembangunan yang berorientasi pada manusianya (human development orientation) mengutamakan pada paling tidak tiga unsur penting yakni aspek kehidupannya (human life), pengetahuan, dan tingkat hidup yang memadai (Daryanto, 2003).
Pembangunan yang berorientasi pada unsur manusianya berarti pula mempersiapkan manusia untuk ikut aktif dalam proses pembangunan yang berkesinambungan (sustainable). Hal itu berarti pembangunan yang diciptakan dari masyarakat sendiri, oleh masyarakat dan untuk semua masyarakat. Dengan demikian setiap anggota masyarakat harus ikut serta dalam setiap tahap pembangunan sesuai dengan kemampuannya. Dalam kerangka di atas
diarahkan untuk
mentransformasikan struktur kegiatan sosial, ekonomi dan kelembagaan yang semula bercorak subsisten, tradisional dan agraris menuju pada struktur ekonomi bercorak perkotaan, moderen dan industri. Arah pembangunan ekonomi selalu digambarkan oleh perubahan struktur yang pada awalnya dominan pertanian menjadi ekonomi yang berbasis industri. Pemikiran ini yang pada dasarnya melandasi arah pembangunan ekonomi di Indonesia (Saragih, 2000). Dinamika yang terjadi dalam proses tersebut ditandai dengan perembesan struktur dan budaya moderen ke dalam struktur dan budaya perdesaan sehingga akan terjadi perluasan proses mentransformasikan struktur kegiatan sosial, ekonomi dan kelembagaan yang semula bercorak subsisten, tradisional dan agraris menuju pada struktur ekonomi bercorak perkotaan, moderen dan industri. Arah pembangunan ekonomi selalu digambarkan oleh perubahan struktur yang pada awalnya dominan pertanian menjadi ekonomi yang berbasis industri. Pemikiran ini yang pada dasarnya melandasi arah pembangunan ekonomi di Indonesia (Saragih, 2000). Dinamika yang terjadi dalam proses tersebut ditandai dengan perembesan struktur dan budaya moderen ke dalam struktur dan budaya perdesaan sehingga akan terjadi perluasan proses
Upaya pembangunan yang dilakukan selama ini, dengan berbagai bentuk dan variasinya, pada dasarnya dilakukan guna meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat (Adi, 2008). Sebagaimana amanat yang ditetapkan dalam UUD 1945, di mana tujuan Negara Indonesia adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia.Sektor pertanian merupakan salah satu aktivitas bidang ekonomi yang sangat penting, disamping sektor minyak dan gas bumi. Karena sektor ini mampu memenuhi kebutuhan pangan, peningkatan pendapatan petani dan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, sektor ini juga berperan dalam penyediaan lapangan usaha maupun fungsi terhadap ketahanan pangan. Paradigma pembangunan pertanian ke depan adalah pertanian berkelanjutan yang berada dalam lingkup pembangunan manusia, yaitu pembangunan pertanian yang bertumpu pada peningkatan kualitas dan kompetensi sumberdaya manusia. Menurut Gold dalam Mardikanto (2009) menyatakan bahwa pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) memadukan tiga tujuan yang meliputi: pengamanan lingkungan, pertanian yang menguntungkan dan kesejahteraan masyarakat tani. Secara nyata, pembangunan pertanian harus mengikutsertakan dan menggerakkan masyarakat tani secara aktif dalam setiap langkah pembangunan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan, serta pemanfaatan hasil pembangunan. Menurut Todaro dan Smith (2006) peranan pertanian dalam pembangunan ekonomi hanya dipandang pasif dan sebagai unsur penunjang semata. Lebih lanjut dikatakan Upaya pembangunan yang dilakukan selama ini, dengan berbagai bentuk dan variasinya, pada dasarnya dilakukan guna meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat (Adi, 2008). Sebagaimana amanat yang ditetapkan dalam UUD 1945, di mana tujuan Negara Indonesia adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia.Sektor pertanian merupakan salah satu aktivitas bidang ekonomi yang sangat penting, disamping sektor minyak dan gas bumi. Karena sektor ini mampu memenuhi kebutuhan pangan, peningkatan pendapatan petani dan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, sektor ini juga berperan dalam penyediaan lapangan usaha maupun fungsi terhadap ketahanan pangan. Paradigma pembangunan pertanian ke depan adalah pertanian berkelanjutan yang berada dalam lingkup pembangunan manusia, yaitu pembangunan pertanian yang bertumpu pada peningkatan kualitas dan kompetensi sumberdaya manusia. Menurut Gold dalam Mardikanto (2009) menyatakan bahwa pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) memadukan tiga tujuan yang meliputi: pengamanan lingkungan, pertanian yang menguntungkan dan kesejahteraan masyarakat tani. Secara nyata, pembangunan pertanian harus mengikutsertakan dan menggerakkan masyarakat tani secara aktif dalam setiap langkah pembangunan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan, serta pemanfaatan hasil pembangunan. Menurut Todaro dan Smith (2006) peranan pertanian dalam pembangunan ekonomi hanya dipandang pasif dan sebagai unsur penunjang semata. Lebih lanjut dikatakan
3) Diversifikasi kegiatan pembangunan daerah pedesaan yang bersifat padat karya, yaitu nonpertanian, yang secara langsung dan tidak langsung akan menunjang dan ditunjang oleh masyarakat pertanian.
Keberhasilan pembangunan pertanian tidak hanya ditentukan oleh ketersediaan sarana dan teknologi, tetapi yang penting adalah kualitas manusia tani sebagai pelaku pembangunan. Paradigma pembangunan pertanian mutlak diperlukan dengan fokus petani itu sendiri sebagai makhluk berbudaya yang perlu senantiasa mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan, serta komponen lain yang saling terkait. Proses pembangunan yang merupakan serangkaian tahapan pertumbuhan ekonomi telah diketahui berdasarkan berbagai mazhab, sebagaimana dikatakan teori pertumbuhan neoklasik (Solow-Swan). Menurut teori ini menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi tergantung pada pertambahan penyediaan faktor-faktor produksi (penduduk, tenaga kerja, dan akumulasi modal) dan tingkat kemajuan teknologi. Lebih lanjut dikatakan efisiensi tenaga kerja mencerminkan pengetahuan masyarakat tentang metode-metode produksi, ketika teknologi mengalami kemajuan, efisiensi tenaga kerja meningkat (Mankiw, 2007). Pengalaman menunjukkan bahwa perhatian terlalu besar terhadap aspek teknologi telah menyengsarakan petani. Petani berkualitas akan mampu memanfaatkan sumberdaya alam, menggunakan sarana dan teknologi secara tepat dan berkelanjutan.
2.1 Teori Pembangunan Ekonomi
Kepustakaan pembangunan ekonomi pasca perang dunia kedua didominasi oleh empat aliran pemikiran yang terkadang bersaing satu sama lain. Keempat pendekatan tersebut adalah
1) model pertumbuhan tahapan linear (linear-stage-of-growth model), 2) teori dan pola perubahan struktural (theories and patterns of structural change), 3) revolusi ketergantungan-internasional (the international-dependence revolution) serta 4) kontrarevolusi pasar bebas neoklasik (the neoclassical, fre-market counterrevolution) (Todaro dan Smith, 2006). Lebih lanjut dikatakan bahwa para teoritisi pada dekade 1950-an dan awal 1960-an cenderung memandang proses pembangunan sebagai serangkaian tahapan pertumbuhan ekonomi yang berurutan, yang akan pasti akan dialami oleh setiap negara yang menjalankan pembangunan. Pada dekade 1970-an, pendekatan tahapan linear tergusur oleh dua aliran pemikiran ekonomi (dan tentunya juga berbau ideologis). Aliran pemikiran yang pertama menitik beratkan pada toeri dan pola perubahan struktural. Aliran pemikiran yang kedua adalah revolusi ketergantungan internasional. Pada dekade 1980-an dan awal dekade 1990-an, yang paling menonjol adalah pendekatan kontrarevolusi pasar bebas neoklasik. Kontrarevolusi neoklasik (sering kali disebut neo-liberal) dalam pemikiran ekonomi ini menekankan pada peranan menguntungkan yang dimainkan oleh pasar-pasar bebas, perekonomian terbuka, dan swastanisasi perusahaan-perusahaan milik pemerintah atau negara yang kebanyakan memang tidak efisien dan boros. Menurut teori ini, kegagalan pembangunan bukan disebabkan oleh kekuatan-kekuatan eksternal maupun internal sebagaimana diyakini oleh para tokoh teoritis ketergantungan, melainkan oleh banyaknya campur tangan dan regulasi pemerintah dalam kehidupan perekonomian nasional.
Dalam pembahasan selanjutnya berdasarkan berbagai kajian pustaka maka teori-teori yang akan dibahas diklasifikasikan menjadi (Boediono, 1999 ; Todaro dan Smith, 2006 ; Arsyad, 2010):
1. Mashab Historis Mashab historis ini melihat pembangunan ekonomi
berdasarkan pengalaman sejarah tentang tahapan-tahapan perkembangan ekonomi suatu negara. Teori ini muncul pada abad ke 19. Mashab ini meliputi teori Friedrich List, Bruno Hilderbrand, Karl Bucher dan W.W. Rostow.
a. Friedich List Menurut List sistem liberalisme yang laisser faire dapat menjamin alokasi sumber daya secara optimal. Perkembangan ekonomi sebenarnya tergantung pada peranan pemerintah, organisasi swasta dan lingkungan kebudayaan. Menurut List, perkembangan ekonomi hanya akan terjadi jika dalam masyarakat ada kebebasan dalam organisasi politik dan kebebasan perorangan. Perkembangan ekonomi menurut List, melalui 5 fase yaitu fase primitif, beternak, pertanian, pertanian dan industri pengolahan (manufacturing), dan akhirnya pertanian, industri pengolahan dan perdagangan. Pendekatan List dalam menentukan tahap-tahap perkembangan ekonomi tersebut
produksinya.Untuk
perkembangan ekonomi sektor industri pengolahan sangat perlu dikembangkan, walaupun pada awalnya perlu diberikan proteksi.
b. Bruno Hilderbrand Sebagai kritiknya terhadap List, Hilderbrand mengatakan bahwa perkembangan ekonomi bukan didasarkan pada cara produksi ataupun cara konsumsi, tetapi pada cara distribusi yang digunakan. Oleh karenanya, Hilderbrand mengemukakan 3 (tiga) sistem distribusi yaitu:
1) Perekonomian Barter (natura)
2) Perekonomian Uang
3) Perekonomian Kredit Sayangnya,
menjelaskan proses perkembangan dari tahap tertentu ke tahap berikutnya.
Hilderbrand
tidak tidak
1) Produksi untuk kebutuhan sendiri (subsisten)
2) Perekonomian kota dimana pertukaran sudah meluas
3) Perekonomian nasional dimana peran pedagang menjadi
semakin penting.
d. W.W. Rostow Teori pembangunan ekonomi dari Rostow ini sangat popular dan paling banyak mendapat komentar dari para ahli.Menurut klasifikasi Todaro, teori Rostow dikelompokkan ke dalam model pertumbuhan tahapan linea r. Menurut Rostow, proses pembangunan ekonomi dibedakan ke dalam 5 tahap, yaitu masyarakat tradisional (the traditional society), prasyarat untuk tinggal landas (the precondition for take-off), tinggal landas (the take-off), menuju kedewasaan (the drive to maturity) dan masa konsumsi tinggi (the age of high mass-consumption).
2. Teori Klasik
a. Adam Smith (1723-1790) Adam Smith tidak hanya terkenal sebagai pelopor pembangunan ekonomi dan kebijaksanaan laissez-faire, tetapi juga merupakan ekonom pertama yang banyak menumpahkan perhatian kepada masalah pertumbuhan ekonomi. Inti dari proses pertumbuhan menurut Smith, dibedakan ke dalam dua aspek utama pertumbuhan ekonomi, yaitu pertumbuhan output total dan pertumbuhan penduduk.
1) Pertumbuhan output total Unsur pokok dari sistem produksi suatu Negara menurut Smith adalah:
1. Sumberdaya alam yang tersedia (atau faktor produksi tanah) Menurut Smith, sumberdaya alam yang tersedia merupakan wadah yang paling mendasar dari kegiatan produksi suatu masyarakat.
2. Sumberdaya manusia (atau jumlah penduduk) Sumberdaya manusia (jumlah penduduk) mempunyai peranan yang pasif dalam proses pertumbuhan output. Artinya, jumlah penduduk akan menyesuaikan diri dengan kebutuhan akan tenaga kerja dari suatu masyarakat.
3. Stok barang modal yang ada Stok modal, menurut Smith merupakan unsur produksi yang secara aktif menentukan tingkat output. Peranannya sangat sentral dalam proses pertumbuhan output.Jumlah dan tingkat pertumbuhan output tergantung laju pertumbuhan stok modal sampai batas maksimum dari sumber alam).
2) Pertumbuhan Penduduk Menurut Adam Smith, jumlah penduduk akan meningkat jika tingkat upah yang berlaku lebih tinggi dari tingkat upah subsisten yaitu tingkat upah yang pas-pasan untuk hidup. Jika tingkat upah di atas tingkat subsisten, maka orang- orang akan kawin pada umur muda, tingkat kematian menurun dan jumlah kelahiran meningkat. Sebaliknya jika tingkat upah yang berlaku lebih rendah dari tingkat upah subsiten, maka jumlah penduduk akan menurun.
Tingkat upah yang berlaku, menurut Adam Smith ditentukan oleh tarik-menarik antara kekuatan permintaan dan penawaran tenaga kerja. Tingkat upah yang tinggi dan meningkat jika permintaan akan tenaga kerja tumbuh lebih cepat daripada penawaran tenaga kerja. Permintaan akan tenaga kerja ditentukan oleh stok modal dan tingkat output masyarakat. Oleh karena itu , laju pertumbuhan permintaan akan tenaga kerja ditentukan oleh laju pertumbuhan stok modal (akumulasi modal) dan laju pertumbuhan output.
Kritik terhadap teori Adam Smith antara lain:
1. Pembagian kelas dalam masyarakat.Teori ini mengasumsikan adanya pembagian masyarakat secara tegas yaitu antara golongan kapitalis (termasuk tuan tanah) dan para buruh.
2. Alasan menabung. Menurut Smith orang yang dapat menabung adalah para kapitalis, tuan tanah, dan lintah darat. Namun ini adalah alasan tidak adil, sebab itu tidak terpikir olehnya bahwa sumber utama tabungan di dalam masyarakat yang maju adalah para penerima pendapatan, bukan kapitalis atau tuan tanah.
3. Asumsi persaingan sempurna. Kebijakan pasar bebas dan persaingan sempurna ini tidak pernah ditemukan di dalam perekonomian manapun.
4. Pengabaian peranan entrepreneur. Smith agak mengabaikan peranan entrepreneur dalam pembangunan.
5. Asumsi stasioner. Menurut Smith hasil akhir suatu perekonomian kapitalis adalah keadaan stasioner. Ini berarti bahwa perubahan hanya terjadi di sekitar titik keseimbangan tersebut. Padahal
kenyataannya proses pembangunan itu seringkali terjadi teratur dan tidak seragam. Jadi asumsi ini tidak realistis.
dalam
b. David Ricardo (1772-1823) Ciri-ciri perekonomian Ricardo sebagai berikut:
1. Jumlah tanah terbatas
2. Tenaga kerja (penduduk) meningkat atau menurun tergantung pada apakah tingkat upah di atas atau di bawah tingkat upah minimal.
3. Akumulasi modal terjadi bila tingkat keuntungan yang diperoleh pemilik modal berada di atas tingkat keuntungan minimal yang diperlukan untuk menarik mereka melakukan investasi.
4. Kemajuan teknologi terjadi sepanjang waktu
5. Sektor pertanian dominan.
6. Menurut Ricardo, peranan akumulasi modal dan kemajuan teknologi adalah cenderung meningkatkan produktivitas tenaga kerja, artinya bisa memperlambat bekerjanya the law of diminishing returns yang pada gilirannya akan 6. Menurut Ricardo, peranan akumulasi modal dan kemajuan teknologi adalah cenderung meningkatkan produktivitas tenaga kerja, artinya bisa memperlambat bekerjanya the law of diminishing returns yang pada gilirannya akan
Kritik terhadap teori Ricardo:
1) Pengabaian pengaruh kemajuan teknologi
2) Pengertian yang salah tentang keadaan stasioner
3) Pengabaian faktor-faktor kelembagaan
4) Teori Ricardo bukan teori pertumbuhan
5) Pengabaian suku bunga
3. Teori Neoklasik (Solow-Swan) Teori pertumbuhan ekonomi neoklasik berkembang sejak
tahun 1950-an. Teori in berkembang berdasarkan analisis-analisis mengenai pertumbuhan ekonomi menurut pandangan ekonomi klasik. Ekonom perintisnya adalah Robert Solow (Massachussets Institute of Technology) dan Trevor Swan (Australia National University). Menurut teori ini, pertumbuhan ekonomi tergantung pada pertambahan penyediaan faktor-faktor produksi (penduduk, tenaga kerja, dan akumulasi modal) dan tingkat kemajuan teknologi.
Sifat teori pertumbuhan Neo Klasik digambarkan seperti Gambar 1. Teori pertumbuhan Neo Klasik ini mempunyai banyak variasi, tetapi pada umumnya didasarkan kepada fungsi produksi yang telah dikembangkan oleh Charles Cobb dan Paul Douglas, yang sekarang dikenal dengan sebutan fungsi produksi Cobb-Douglas. Fungsi tersebut ditulis dengan cara berikut :
Q t =T t a K t L t b
Keterangan; Q t = tingkat produksi pada tahun t T t = tingkat teknologi pada tahun t K t = jumlah stok barang modal pada tahun t L t = jumlah tenaga kerja pada tahun t
a = pertambahan
diciptakan oleh pertambahan satu unitModal
output
yang
b = pertambahan
diciptakan oleh pertambahan satu unit Tenaga kerja
output
yang
Mo
L 3 L 1 Tenaga Kerja
Gambar 2.1 Fungsi Produksi Neo Klasik Sumber: Arsyad, 2010
4. Teori Keynesian (Harrod-Domar) Teori pertumbuhan Harrod-Domar ini dikembangkan oleh dua ekonom sesudah Keynes yaitu Evsey Domar dan R. F. Harod. Teori ini sebenarnya dikembangkan oleh kedua ekonom secara sendiri-sendiri, tetapi karena inti teori tersebut sama, maka dikenal sebagai teori Harrod-Domar. Teori Harrod-Domar merupakan perluasan dari analisis Keynes mengenai kegiatan ekonomi secara nasional dan masalah tenaga kerja. Analisis Keynes dianggap kurang lengkap karena tidak membicarakan masalah-masalah ekonomi jangka panjang. Sedangkan teori Harrod-Domar menganlisis syarat-syarat yang diperlukan agar perekonomian bisa tumbuh dan berkembang dalam jangka panjang.
Teori Harrod-Domar mempunyai beberapa asumsi, yatu:
1) Perekonomian dalam keadaan pengerjaan penuh (full employment) dan barang-barang modal yang terdiri dalam masyarakat digunakan secara penuh.
2) Terdiri dari 2 sektor yaitu sektor rumah tangga dan sektor perusahaan, berarti pemerintah dan perdagangan luar negeri tidak ada.
3) Besarnya tabungan masyarakat adalah proporsional dengan besarnya pendapatam nasional, berarti fungsi tabungan dimulai dari titik nol.
4) Kecenderungan untuk menabung (marginal propensity to save = MPS) besarnya tetap, demikian juga ratio antara modal-output (capital-output ratio = COR) dan ratio pertambahan modal-output (incremental capital-output ratio= ICOR). COR dan ICOR yang tetap ini bisa dilihat pada Gambar 2.
Dalam teoriHarrod-Domar, fungsi produksinya berbentuk L karena sejumlah modal hanya dapat menciptakan suatu tingkat output tertentu (modal dan tenaga kerja tidak substitutif). Untuk
menghasilkan output sebesar Q 1 diperlukan modal K 1 dan tenaga kerja L 1 , dan apabila kombinasi itu berubah maka tingkat output berubah.Untuk output sebesar Q 2 misalnya hanya dapat
diciptakan jika stok modal sebesar K 2 .
Inti dari teori Harrod-Domar dijelaskan sebagai berikut; menurut Harrod-Domar, setiap perekonomian dapat menyisihkan suatu proporsi tertentu dari pendapatan nasionalnya jika hanya untuk menggantikan barang-barang modal (gedung-gedung, perlatan, material) yang rusak. Namun demikian, untuk menumbuhkan perekonomian tersebut, diperlukan investasi- investasi baru sebagai tambahan stok modal. Jika kita menganggap bahwa ada hubungan ekonomis secara langsung antara besarnya stok modal (K) dan output total (Y), misalnya jika
3 rupiah modal diperlukan untuk menghasilkan (kenaikan) output total sebesar 1 rupiah, maka setiap tambahan bersih terhadap stok modal (investasi baru) akan mengakibatkan kenaikan output sesuai dengan rasio modal-output tersebut. Jika COR = k, rasio kecenderungan menabung (MPS) = s yang merupakan proporsi 3 rupiah modal diperlukan untuk menghasilkan (kenaikan) output total sebesar 1 rupiah, maka setiap tambahan bersih terhadap stok modal (investasi baru) akan mengakibatkan kenaikan output sesuai dengan rasio modal-output tersebut. Jika COR = k, rasio kecenderungan menabung (MPS) = s yang merupakan proporsi
1) Tabungan (S) merupakan suatu proporsi (s) dari ouput total (Y), diperoleh persamaan : S= s.Y ………………………………………………………….. (1)
2) Investasi (I) didefinisikan sebagai perubahan stok modal dan dilambangkan dengan ∆K, maka:
) = ∆K ……………………………………………………………… (2) Akan tetapi, karena jumlah stok modal (K) mempunyai
hubungan langsung dengan jumlah pendapatan nasional atau output (Y), seperti telah ditunjukkan oleh rasio modal-output (COR) atau k, maka:
K k Atau K k atau ∆K = k∆Y ………..… (3) Y
3) Terakhir, karena tabungan total (S) harus sama dengan
invesatsi (I), maka ; S = ) ……………………………………………………………. (4) Berdasarkan persamaan (1) diketahui S = s.Y, dan dari persamaan 2) dan ) diketahui ) = ∆K = k∆Y, selanjutnya diperoleh; S = s.Y = k∆Y = ∆K = …………………………………… (5)
Atau sY = k∆Y ……………………………………………... (6) Selanjutnya, apabila kedua sisi persamaan (6) dibagi mula- mula dengan Y kemudian dengan k, maka didapat ;
Y s ……………………………........................….. (7) Y
k ∆Y/Y pada persamaan (7) menunjukkan tingkat
pertumbuhan output (persentase perubahan output).
Mo K 1
L 1 L 2 Tenaga Kerja
Gambar 2.2 Fungsi Produksi Harrod-Domar Sumber: Arsyad, 2010
Keterbatasan teori Harrod-Domar dikemukakan sebagai berikut:
1) MPS dan ICOR tidak konstan
2) Proporsi penggunaan tenaga kerja dan modal tidak tetap
3) Harga tidak akan tetap konstan
4) Suku bunga berubah
5. Teori Schumpeter Salah satu pendapat Schumpeter yang penting, yang merupakan
landasan
teori
pembangunannya adalah
keyakinannya bahwa sistem kapitalisme merupakan sistem yang paling baik untuk menciptakan pembangunan yang pesat. Namun demikian, Schumpeter meramalkan secara pesimis bahwa dalam jangka panjang sistem kapitalisme akan mengalami kemandegan (stagnasi), pendapat ini sama dengan pendapat kaum Klasik. Menurut Schumpeter, faktor utama yang menyebabkan perkembangan ekonomi adalah proses inovasi dan pelakunya adalah para inovator atau wiraswasta (entrepreneur). Kemajuan keyakinannya bahwa sistem kapitalisme merupakan sistem yang paling baik untuk menciptakan pembangunan yang pesat. Namun demikian, Schumpeter meramalkan secara pesimis bahwa dalam jangka panjang sistem kapitalisme akan mengalami kemandegan (stagnasi), pendapat ini sama dengan pendapat kaum Klasik. Menurut Schumpeter, faktor utama yang menyebabkan perkembangan ekonomi adalah proses inovasi dan pelakunya adalah para inovator atau wiraswasta (entrepreneur). Kemajuan
Schumpeter membedakan pengertian pertumbuhan
ekonomi dengan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan output masyarakat yang disebabkan oleh semakin banyaknya jumlah faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi masyarakat tanpa adanya perubahan teknologi produksi itu sendiri. Misalnya kenaikan output yang disebabkan oleh pertumbuhan stok modal tanpa perubahan teknologi produksi yang lama. Sedangkan pembangunan ekonomi adalah kenaikan output oleh inovasi yang dilakukan oleh para wiraswasta.Inovasi disini berarti perbaikan teknologi dalam arti luas, misalnya penemuan produk baru pembukaan pasar baru dan sebagainya.
6. Teori Ketergantungan (Dependencia) Teori ketergantungan pertama kali dikembangkan di Amerika Latin pada tahun 1960-an.Menurut pengikut teori ini, ketrbelakangan (under development) Negara-negara Amerika Latin terjadi pada saat masyarakt prakapitalis tersebut tergabung (incorporated) ke dalam sistem ekonomi dunia kapitalis.Dengan demikian, masyarakat tersebut kehilangan otonominya dan menjadi daerah pinggiran dari daerah-daerah metropolitan yang kapitalis.Daerah-daerah pinggiran dijadikan daera-daerah jajahan dari Negara-negara metropolitan. Mereka hanya berfungsi sebagai produsen-produsen bahan mentah bagi kebutuhan industri Negara-negara metropolitan itu, sebaliknya merupakan konsumen barang-barang jadi yang dihasilkan industri-industri di Negara-negara metropolitan tersebut. Dengan demikian timbul struktur ketergantungan yang merupakan rintangan yang hampir tak dapat diatasi serta merintangi pula pembangunan yang mandiri.
Dalam Mashab ketergantungan ada dua aliran yaitu pertama, aliran Marxis serta Neo-Marxis, yang diwakili oleh Andre Gunder Frank, Theotonio Dos Santos, Rudolfo Stavenhagen,
Vasconi, Ruy Mauro Marini dan F.H. Cardoso. Aliran ini menggunakan karangka analisis dari teori Marx dan Neo-Marxis tentang imperialism.Aliran ini tidak membedakan secara tajam antara struktur intern dan struktur ekstern, karena kedua struktur tersebut pada dasarnya dipandang sebagai faktor yang berasal dari sistem kapitalis dunia itu sendiri. Aliran kedua adalah aliran non-Marxis, dipelopori oleh Celso Furtado, Helio Jaguaribe, Anibal Pinto, dan Osvaldo Sunkel. Aliran Non-Marxis melihat masalah ketergantungan dari perspektif nasional dan regional, yaitu kawasan Amerika Latin.Aliran ini dengan tegas membedakan antara keadaan dalam negeri dan luar negeri.Menurut aliran ini struktur dan kondisi iteren pada umumnya dilihat sebagai faktor yang berasal dari dari sistem itu sendiri.
7. Teori Pembangunan Lewis W.Arthur Lewis mengemukakan teoritis pembangunan yang memusatkan perhatian pada tranformasi struktural (structural transformation) suatu perekonomian subsisten. Lebih lanjut teori ini dikembangkan oleh John Fei dan Gustav Ranis. Model dua- sektor Lewis ini diakui sebagai teori umum yang membahas proses pembangunan di Negara-negara Dunia Ketiga yang mengalami kelebihan penwaran tenaga kerja selama dekade 1960-an dan awal 1970-an.
Menurut model pembangunan Lewis, perekonomian yang terbelakang terdiri dari dua sektor, yakni 1) sektor tradisional, yaitu sektor perdesaan subsisten yang kelebihan penduduk dan ditandai dengan produktivitas marjinal tenaga kerja yang sama dengan nol, dengan kondisi surplus tenaga kerja, 2) sektor industri perkotaan yang tingkat produktivitasnya tinggi dan menjadi tempat penampungan tenaga kerja yang ditransfer sedikit demi sedikit dari sektor subsisten.
Perhatian utama dari teori ini adalah terjadinya proses pengalihan tenaga kerja, serta pertumbuhan output dan peningkatan penyerapan tenaga kerja di sektor modern. Asumsi Lewis tingkat upah di daerah perkotaan sekurang-kurangnya harus 30 persen lebih tinggi daripada rata-rata pendapatan di Perhatian utama dari teori ini adalah terjadinya proses pengalihan tenaga kerja, serta pertumbuhan output dan peningkatan penyerapan tenaga kerja di sektor modern. Asumsi Lewis tingkat upah di daerah perkotaan sekurang-kurangnya harus 30 persen lebih tinggi daripada rata-rata pendapatan di
pertumbuhan sektor modern dalam perekonomian dua sektor rumusan Lewis sebagaimana Gambar 2.3.
Total produk
(manufactur) Total Produksi
TP (bahan pangan)
M = f(L M ,K M ,t M )
K M3 >K M2 >K M1
TP M (K M3 )
TP A = f(L A ,K A ,t )
TP M3
TP A TP A (K A )
Produk rata-rata
Upah riil
K >K
(marjinal)
M3 M2 >K M1
D 2 (K M ) D 3 (K M3 AP ) LA
W A D W A 2 (K M ) MP
LA
L A Surplus tenaga
Kuantitas tenaga kerja (Q LM )(ribuan)
kerja
Kuantitas tenaga kerja (QLA)(jutaan)
b) Sektor tradisional (pertanian) Gambar 2.3. Model Pertumbuhan Rumusan Lewis