8 berpartisipasi dalam hal penyelesaian konflik hal tersebut masih sulit di
implementasikan, mengingat kedudukan pasien sebagai korban malpraktik kedokteran belum diakui sebagai suatu subsistem dalam
sistem peradilan pidana di Indonesia saat ini. Untuk itu, perlu adanya suatu pengaturan yang bertalian dengan kedudukan korban malpraktik
kedokteran ini dalam hukum acara pidana positif kita, sehingga ketimpangan dalam proses peradilan pidana, baik yang bertalian dengan
pidana mapun masalah hak-hak korban dapat diatasi.
Salah satu alasan perkara malpraktik kedokteran tidak diajukan oleh kepolisian ke Kejaksaan Negeri atau ke Pengadilan yaitu bahwa
telah diselesaikan secara damai antara dokter dan pasien sebagai korban atau keluarganya. Penyelesaian perkaranya baik yang ringanluka berat
maupun berakibat meninggal, pihak dokter sebagai tersangkaterdakwa telah memberikan restitusi kepada korban atau keluarganya.
Jadi, dari hasil penelitian karena permintaan dua belah pihak didamaikan oleh pelaksana hukum pidana dengan mewajibkan dokter
mengganti kerugian kepada pasiennya danatau keluarganya dan minta maaf perkaranya tidak lagi dilanjutkan ketingkat selanjutnya.
1. Mediasi penal dari perspektif perundang-undangan saat ini
Konklusi dasar dari hasil penelitian tentang mediasi penal dari perspektif perundang-undangan saat ini dalam perkara malpraktik
kedokteran menunjukkan kecenderungan polarisasi bahwa mediasi penal dalam perkara malpraktik kedokteran dalam Sistem Peradilan
Pidana Indonesia telah dikenal oleh Kepolisian, Kejaksaan dan Hakim Peradilan Umum Indonesia.
Dan bila dikaji dari perspektif asas, norma dan teori, mediasi penal disebutkan antara “ada” dan “tiada. Dikatakan “ada” oleh karena
ternyata praktik mediasi penal dalam perkara malpraktik kedokteran telah dilakukan oleh para penegak hukum, para pihak pelaku tindak
pidana yaitu dokter dan korban yaitu pasien beserta keluarganya serta penyelesaiannya
dilakukan diluar
pengadilan seperti
melalui mekanisme musyawarah kekeluargaan maupun lembaga pelayanan
kesehatan baik Rumah Sakit maupun Lembaga profesi kedokteran atau mekanisme lembaga lainnya.
Dikatakan “tiada” dikarenakan mediasi penal dalam perkara malpraktik kedokteran dalam ketentuan undang - undang tidak dikenal
dan belum diatur dalam Sistem Peradilan Pidana akan tetapi dalam tataran di bawah undang-undang dikenal secara terbatas melalui
diskresi penegak hukum, terbatas dan sifatnya parsial.
Pada tataran di bawah undang - undang penyelesaian perkara di luar pengadilan melalui mediasi penal diatur dalam Surat Kapolri No
Pol: B3022XII2009SDEOPS tanggal 14 Desember 2009 tentang Penanganan kasus melalui
Alternatif Dispute Resolution
ADR serta Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 7
Tahun 2008 Tentang Pedoman Dasar Strategi dan Implementasi Pemolisian Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Tugas Polri dan Surat
9 Edaran Petunjuk Rahasia dari Kejaksaan Agung No.B006R-3I1982
serta Putusan Makamah Konstitusi No.4PVV2007 tentang sengketa medis.
Pendapat penulis bahwa pada saat ini mediasi penal dalam perkara tindak pidana malpraktik kedokteran belum diatur baik dalam
KUHP, KUHAP, Undang - Undang Kesehatan, Undang - Undang Praktik Kedokteran danatau Undang - Undang tersendiri, oleh karena
itu kedepan
ius contituendum
hendaknya perlu dipikirkan secara lebih mendalam dalam ketentuan apa sebaiknya mediasi penal dalam tindak
pidana malpraktik kedokteran tersebut akan diatur, apakah diatur dalam KUHP, KUHAP dan Undang - undang tersendiri serta Peraturan di
bawah Undang-Undang atau Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia.
Dalam hukum pidana positif, mediasi penal sebagai salah satu alternatif penyelesaian perkara tindak pidana diluar pengadilan belum
diatur. Ketentuan tentang mediasi penal sebagai bentuk penyelesaian perkara di luar pengadilan bukan hanya belum diatur,
tetapi bahkan dalam beberapa peraturan perundang-undangan dinyatakan bahwa penyelesaian perkara di luar pengadilan hanya
berlaku untuk penyelesaian perkara perdata.
14
Meskipun alternatif penyelesaian melalui mediasi penal di luar pengadilan belum diatur, namun dalam hal-hal tertentu, terdapat
ketentuan-ketentuan yang memungkinkan penyelesaian perkara malpraktik kedokteran diselesaikan di luar proses pengadilan. Secara
implisit perundangan yang dimaksud adalah:
1. Undang - Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman
Menurut Undang - undang tentang Kekuasaan Kehakiman, semua peradilan di seluruh wilayah negara Republik Indonesia adalah
peradilan negara dan ditetapkan dengan Undang-Undang, tetapi tidak menutup kemungkinan penyelesaian perkara dilakukan di luar
peradilan negara melalui perdamaian, selanjutnya di dalam Undang
–Undang dimaksud disebutkan pula bahwa, Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan, untuk
memenuhi harapan para pencari keadilan.
15
Undang –Undang Pokok Kekuasaan Kehakiman juga mengatur
tentang kewajiban Hakim dalam menggali, mengikuti, dan memahami nilai
–nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam
14
Alternatif penyelesaian perkara di luar pengadilan di Indonesia, hanya dimungkinkan dalam perkara perdata. Untuk perkara pidana pada prinsipnya tidak dapat diselesaikan di luar
pengadilan. Ketentuan yang menyatakan bahwa penyelesaian perkara di luar pengadilan tidak berlaku terhadap perkara tindak pidana dapat dilihat dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1
tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, di dalam Pasal 4 disebutkan bahwa perkara yang dapat diupayakan mediasi adalah semua sengketa perdata.
15
Lihat Pasal 2 ayat 3 dan 4 dan Pasal 10 ayat 2 Undang – undang Nomor 48
Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman
10 masyarakat, agar putusan hakim sesuai dengan hukum dan rasa
keadilan masyarakat.
16
Ketentuan - ketentuan tersersebut sebagaimana diuraikan di atas dapat pula menjadi acuan, bahwa pada prinsipnya proses peradilan
adalah proses untuk memberikan keadilan bagi masyarakat yang sesuai dengan „rasa keadilan masyarakat‟. Jadi apabila
penyelenggaraan peradilan di pengadilan tidak berlangsung efektif dan efisien sertakurang memenuhi rasa keadilan masyarakat,
maka tidak tertutup emungkinan penyelenggaraan peradilan dilakukan di luar pengadilan.
2. Undang –Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian
Pasal 18 ayat 1 menyebutkan bahwa, untuk kepentingan umum, pejabat
Kepolisian Negara
Republik Indonesia
dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut
penilaiannya sendiri. Penjelasan Pasal 18 ayat 1 menyebutkan bahwa, bertindak menurut penilaiannya sendiri adalah suatu
tindakan yang dapat dilakukan oleh pejabat Kepolisian Republik Indonesia yang dalam bertindak harus mempertimbangkan manfaat
sertaresiko dari tindakannya dan betul
– betul untuk kepentingan umum.
Di dalam penjelasan umum Undang-undang dimaksud dinyatakan bahwa, selaku pengayom, peranan Kepolisian Negara Republik
Indonesia perlu dikembangkan melalui pemantapan kewenangan bertindak menurut penilaian sendiri untuk kepentingan umum,
sehingga upaya perlindungan dan pelayanan terhadap masyarakat dapat dilaksanakan sebaik-baiknya.
3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Menurut Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 Tentang
Kesehatan pasal 29 menyebutkan bahwa “dalam hal tenaga
kesehatan diduga melakukan kelalaian dalam menjalankan profesinya, kelalaian tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu
melalui mediasi” hal ini menunjukan bahwa pada tiap kasus sengketa medik atau dalam setiap perkara tindak pidana praktik
kedokteran perkara tersebut dapat diselesaikan dengan cara mediasi terlebih dahulu sebelum atau tanpa melalui proses pengadilan.
4. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran
Menurut Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 Tentang praktik Kedokteran Pasal 1 ayat 14 menyebutkan bahwa
“Majelis Kehormatan Kedokteran
Indonesia adalah lembaga yang
berwewenang untuk menentukan ada tidaknya kesalahan yang dilakukan dokter dalam penerapan disiplin ilmu kedokteran dan
menetapkan sanksi” hal ini menunjukan bahwa pada setiap kasus
16
Lihat: Pasal 5 ayat 1 Undang – undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan
Kehakiman
11 sengketa medik atau tindak pidana praktik kedokteran yang paling
berwewenang menentukan salah tidaknya tindakan dokter dan memberi sanksi sanksi adalah Majelis Kehormatan Disiplin
Kedokteran Indonesia. Jadi perkara tersebut dapat diselesaikan tanpa melalui proses pengadilan.
5. Surat Edaran Petunjuk Rahasia dari Kejaksaan Agung No.B006R- 3I1982, Jaksa Agung Tanggal 19 Oktober 1982 tentang Perkara
Profesi Kedokteran Didalam Surat Edaran Petunjuk Rahasia Kejaksaan Agung tersebut
menyebutkan “Bahwa dalam hal kasus malpraktik kedokteran agar tidak meneruskan perkaranya sebelum konsultasi dengan pejabat
Dinas Kesehatan setempat atau Departemen Kesehatan Republik Indonesia
”.Hal tersebut menunjukan bahwa dengan surat edaran dari Kejaksaan Agung memberikan peluang bagi tenaga kesehatan
untuk dapat melakukan perdamaian dengan dimediasi oleh pejabat Dinas Kesehatan.
6. Putusan Makamah Konstitusi No.4PVV-V2007 Didalam surat putusan Makamah Konstitusi menyebutkan bahwa
“sengketa medik diselesaikan terlebih dahulu melalui peradilan profesi”. Amar putusan Makamah Konstitusi tentang sengketa
medis untuk terlebih dahulu melalui peradilan profesi bahwa perkara praktik kedokteran akan lebih tepat penanganannya melalui
peradilan profesi guna dapat menyatakan benar salahnya tindakan dokter dalam pelaksanaan profesinya sebelun dilimpahkan keproses
hukum selanjutnya disinipun ada peluang untuk dokter jika ternyata bersalah dalam tindakannya untuk melakukan mediasi kepada
korban pasien .
Uraian di atas memperlihatkan bahwa, meskipun mediasi penal dalam perkara malpraktik kedokteran pada prinsipnya belum ada
dalam Peraturan Perundang - Undangan, namun beberapa Peraturan Perundangan-Undangan yang dikemukakan di atas memperlihatkan
bahwa, penyelesaian perkara malpraktik kedokteran di luar proses pengadilan telah diberi tempat. Namun pada hakikatnya ketentuan-
ketentuan di atas hanya memberi kemungkinan adanya penyelesaian perkara di luar pengadilan, belum merupakan mediasi
penal yang diakui sebagai lembaga alternatif penyelesaian perkara malpraktik kedokteran di luar pengadilan. Begitu pula didalam
Hukum Kesehatan, Undang-Undang Praktik Kedokteran, istilah mediasi penal dalam perkara tindak pidana praktik kedokteran
tidak ditemukan.
12
2. Penerapan Mediasi Penal dalam penyelesaian perkara malpraktik kedokteran saat ini .