Uji Normalitas Uji Mulitikolinearitas Uji Autokorelasi

45 X 4 = NPL Non Performing Loan yaitu Rasio antara Total non performing loan dengan total kredit yang diberikan X 5 = DER Debt to Equity Ratio yaitu rasio antara Total utang dengan Total Equity e = variabel residual Agar model tersebut memberikan hasil estimasi yang terbaik atau BLUE Best Linier Unbiased Estimator maka model harus memenuhi asumsi regresi linier klasik, yaitu tidak terjadi gejala multikolinearitas, autokorelasi dan heteroskedastisitas. Setelah model yang diajukan bersifat BLUE, maka untuk mencapai tujuan penelitian pertama perlu dilakukan test statistik meliputi Adjusted R-square, F-test dan t-test. Untuk mencapai tujuan penelitian kedua dilakukan perhitungan koefisien korelasi parsial.

3.4.1 Pengujian Asumsi Klasik

3.4.1.1 Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel terikat dan variabel bebas keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau mendekati normal. Untuk mendeteksi normalitas dapat dilakukan dengan uji statistik. Tes statistik yang digunakan adalah rasio skewness yang mendasarkan pada besarnya rasio untuk melihat kemiringan skewness. Rasio tersebut dihitung dengan persamaan sebagai berikut : Santoso, 1999. skewness of error Standard Skewness Skewness Rasio = ...................................... 8 Jika rasio tersebut berada di antara -2 sampai dengan +2, maka distribusi data adalah normal. 46

3.4.1.2 Uji Mulitikolinearitas

Pengujian asumsi ini adalah dengan cara melakukan uji korelasi antara variabel independen dengan matrik korelasi. Bila ada variabel yang mempunyai korelasi yang kuat, maka variabel-variabel yang berkorelasi tersebut menginsyaratkan adanya multikolinieritas. Sumodiningrat 1996, dalam Badera I.D 2003, mengatakan bahwa dengan adanya multikolinieritas akan mengakibatkan penaksir-penaksir kuadrat terkecil menjadi tidak efisien. Oleh karena itu masalah multikolinieritas harus dianggap sebagai suatu kelemahan yang mengurangi keyakinan dalam pengujian signifikansi konvensional terhadap penaksir- penaksir kuadrat terkecil. Penanggulangan gejala ini dilakukan dengan cara mengeluarkan salah satu variabel yang memiliki r 2 paling rendah dari model. Untuk mendeteksi adanya multikolinieritas dapat digunakan nilai Variance Inflation Factor VIF untuk masing-masing variabel independen. Dengan persamaan sebagai berikut : Santoso, 1999 Tolerance 1 VIF = .................................................................................... 9 Jika VIF lebih besar dari 5 maka variabel tersebut dikatakan mempunyai multikolinieritas dengan variabel lainnya.

3.4.1.3 Uji Autokorelasi

Uji kedua dilakukan uji autokorelasi untuk mendeteksi ada tidaknya relasi serial diantara disturbance term. Terjadinya autokorelasi atau tidak, dapat dilihat pada nilai statistik DW Durbin Watson statistik. Jika dalam model regresi terdapat autokorelasi maka penaksir 47 OLS masih tetap tidak bias dan masih tetap hanya saja menjadi tidak efisien. Gejala ini dapat diatasi dengan melakukan transformasi lag. Untuk melihat ada tidaknya autokorelasi dapat digunakan Durbin Watson D-W dengan ketentuan sebagai berikut Sulaiman, 2004 : a. 1,65 DW 2,35 ⇒ tidak ada autokorelasi b. 1,21 DW 1,65 atau 2,35 DW 2,79 ⇒ tidak dapat disimpulkan c. DW 1,21 atau DW 2,79 ⇒ terjadi autokorelasi Hal yang sama juga disampaikan oleh Pujiono 2002 dalam Badera I.D. 2003, bila nilai D-W tersebut 2, disimpulkan persamaan regresi tersebut tidak ada gejala autokorelasi.

3.4.1.4 Uji Heteroskedastisitas