Kategori Prilaku Belajar Siswa
Tabel 5 Tingkat Perhatian Siswa
Frekuensi
Persentase
Tingkat Perhatian
II III
II III
Sangat Kurang
Sangat Tinggi
Berdasarkan tabel 5, terlihat bahwa rata-rata frekuensi tertinggi terletak pada tingkat perhatian tinggi, yang artinya metode problem posing dapat meningkatkan perhatian belajar siswa.
Dari lembar pengamatan pada pertemuan kedua dan ketiga juga dapat dilihat bahwa prilaku belajar siswa pada tingkat perhatian meningkat. Semua terjadi karena siswa lebih fokus untuk mendengarkan point yang djelaskan peneliti yang hanya 15-20 menit tetapi menentukan hasil akhir. Penjelesan berupa perintah aturan/cara kerja problem posing.
(2) Tingkat Keaktifan Belajar Siswa
Untuk mendapatkan frekuensi mulai dari pertemuan kedua dan ketiga, peneliti mengelompokkan data berdasarkan lima kategori yaitu tidak aktif, kurang aktif, sedang,aktif, sangat aktif. Tingkat keaktifan belajar siswa pada lembar observasi problem posing disajikan pada tabel berikut
Tabel 6 Tingkat Keaktifan Siswa
Persentase Tingkat Keaktifan
Tidak Aktif
Kurang Aktif
Sangat Aktif
Berdasarkan tabel 6, terlihat bahwa rata-rata frekuensi tertinggi pada pertemuan II terletak di tingkat keaktifan adalah aktif, dan pertemuan III meningkat siswa sangat aktif yang artinya metode problem posing dapat meningkatkan keaktifan siswa.
Aktif disini berarti siswa lebih percaya diri dalam mengemukakan pendapat, memberikan tanggapan dari setiap pertanyaan yang dilontarkan baik dari siswa ataupun dari guru.
(3) Tingkat Kreativitas Belajar Siswa
Untuk mendapatkan frekuensi mulai dari pertemuan kedua dan ketiga, peneliti mengelompokkan data berdasarkan lima kategori yaitu tidak kreatif, kurang kreatif, sedang, kreatif, sangat kreatif. Tingkat kreativitas belajar siswa pada lembar observasi problem posing disajikan pada tabel berikut
Tabel 7 Tingkat Kreativitas Siswa
Persentase Tingkat Kreativitas
- - Kurang Kreatif
Tidak Kreatif
Sangat Kreatif
Berdasarkan tabel 7, terlihat bahwa rata-rata frekuensi tertinggi pada pertemuan II & III tingkat kreativitas adalah sangat kreatif, yang artinya metode problem posing dapat meningkatkan siswa menjadi lebih kreatif. Kreatif disini artinya siswa mampu membuat pertanyaan dari lembar posing yang telah disediakan, siswa dapat memecah masalah dari soal yang dibuat kelompok lain ataupun kelompoknya sendiri, mampu mempersentasikan kepada teman-teman lainnya.
b. Observasi Kelas Kontrol
Observasi dilakukan pada penelitian ini bertujuan untuk mengumpulkan data prilaku belajar siswa. Observasi dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung yang dibantu oleh tiga orang pengamat dengan melihat indikator dari prilaku belajar siswa berdasarkan metode Konvensional yaitu metode ceramah dan disertasi (latihan).
Adapun indikator dan deskriptor prilaku belajar siswa yang dilihat selama proses pembelajaran yaitu :
1) Perhatian Siswa (a) Siswa memperhatikan penjelasan guru saat menyampaikan
materi, (b) Siswa memperhatikan ketika guru menyimpulkan materi
pembelajaran, dan (c) Siswa membaca materi dari sumber lain
2) keaktifan Siswa
(a) Siswa mengajukan pertanyaan kepada guru, (b) Siswa menjawab pertanyaan dari guru, dan (c) Siswa mengemukakan pendapat
3) Kreativitas Siswa (a) Siswa membuat rangkuman dari materi tersebut, (b) Siswa mengerjakan latihan yang diberikan oleh guru, dan (c) Siswa menulis jawaban dari hasil latihan 3) Kreativitas Siswa (a) Siswa membuat rangkuman dari materi tersebut, (b) Siswa mengerjakan latihan yang diberikan oleh guru, dan (c) Siswa menulis jawaban dari hasil latihan
Setelah dilakukan
Terdapat Tiga Tingkat Kategori Dari Perilaku Belajar Siswa Yaitu : (1) Tingkat Perhatian Belajar Siswa
Untuk mendapatkan frekuensi mulai dari pertemuan kedua dan ketiga, peneliti mengelompokkan data berdasarkan lima kategori yaitu sangat kurang, kurang, sedang, tinggi, sangat tinggi. Tingkat perhatian belajar siswa pada lembar observasi konvensional disajikan pada tabel berikut.
Tabel 8 Tingkat Perhatian Siswa
Frekuensi
Persentase
Tingkat Perhatian
II III
II III
Sangat kurang
Sangat tinggi
Berdasarkan tabel 8, terlihat bahwa rata-rata frekuensi tertinggi terletak pada tingkat perhatian tinggi dengan persentase 61,29%, yang artinya metode konvesional juga mampu meningkatkan perhatian belajar siswa.
Dari lembar pengamatan pertemuan kedua dan ketiga juga dapat dilihat bahwa prilaku belajar siswa pada tingkat perhatian stabil dari pertemuan II ke pertemuan III. Semua terjadi karena siswa sudah terbiasa dengan metode konvensioanl yang dari awal sampai akhir guru lebih fokus ke papan tulis, meskipun ada juga interaksi Tanya jawab dengan siswa.
(2) Tingkat Keaktifan Belajar Siswa
Untuk mendapatkan frekuensi mulai dari pertemuan kedua dan ketiga, peneliti mengelompokkan data berdasarkan lima kategori yaitu tidak aktif, kurang aktif, sedang,aktif, sangat aktif. Tingkat keaktifan belajar siswa pada lembar observasi konvensional disajikan pada tabel berikut
Tabel 9 Tingkat Keaktifan Siswa
Persentase Tingkat Keaktifan
Tidak Aktif
Kurang Aktif
Sangat Aktif
Berdasarkan tabel 9, terlihat bahwa rata-rata frekuensi tertinggi pada pertemuan II dan pertemuan III tingkat keaktifan adalah aktif, dan pertemuan III meningkat siswa lebih aktif yang artinya metode konvensional juga dapat meningkatkan keaktifan siswa. Aktif disini Berdasarkan tabel 9, terlihat bahwa rata-rata frekuensi tertinggi pada pertemuan II dan pertemuan III tingkat keaktifan adalah aktif, dan pertemuan III meningkat siswa lebih aktif yang artinya metode konvensional juga dapat meningkatkan keaktifan siswa. Aktif disini
(3) Tingkat Kreativitas Belajar Siswa
Untuk mendapatkan frekuensi mulai dari pertemuan kedua dan ketiga, peneliti mengelompokkan data berdasarkan lima kategori yaitu tidak kreatif, kurang kreatif, sedang, kreatif, sangat kreatif. Tingkat kreativitas belajar siswa pada lembar observasi problem posing disajikan pada tabel berikut:
Tabel 10 Tingkat Kreativitas Siswa
Frekuensi
Persentase
Tingkat Kreativitas
II III
II III
Tidak Kreatif
Kurang Kreatif
Sangat Kreatif
Berdasarkan tabel 10, terlihat bahwa rata-rata frekuensi tertinggi pada pertemuan II & III terletak di tingkat kreativitas adalah tidak signifikan antara kreatif dan sangat kreatif, yang artinya metode konvensional dapat meningkatkan siswa menjadi lebih kreatif. Kreatif disini artinya siswa dapat memecah masalah dari soal yang dibuat guru dengan menyelesaikan soal-soal latihan tersebut dan mempresentasikan kedepan kelas dengan menuliskan hasil jawaban ke papn tulis.
3. Pretes
Sebelum pemberian perlakuan yaitu pembelajaran problem posing pada kelas eksperimen dan kelas kontrol, maka kedua kelas tersebut diberikan pretes dengan soal yang sama. Tujuan pemberian pretes ini adalah untuk melihat pengetahuan awal kedua kelas. Tes diberi sebelum diberikan perlakuan pada kedua kelas (eksperimen dan kontrol).
Dari hasil tes pretes tersebut diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel 11 Kategori Hasil Pretes Kelas Eksperimen
Sangat Baik
Sangat Kurang
Berdasarkan tabel 11, terlihat bahwa rata-rata frekuensi tertinggi yaitu 29 dengan persentase 93,55%, terletak pada kategori cukup artinya soal yang diberikan kepada siswa tidak semua dikerjakan siswa dengan tepat. Kemudian hasil pretest akan dihitung berdasarkan langkah-langkah uji t sebagai berikut: Berdasarkan tabel 11, terlihat bahwa rata-rata frekuensi tertinggi yaitu 29 dengan persentase 93,55%, terletak pada kategori cukup artinya soal yang diberikan kepada siswa tidak semua dikerjakan siswa dengan tepat. Kemudian hasil pretest akan dihitung berdasarkan langkah-langkah uji t sebagai berikut:
Tabel hasil pretes disajikan pada tabel berikut:
N 31 ∑fxi
46,7 Median 43 Simpangan Baku 6,42
Modus
Dari analisis data tes pada tabel 12, diperoleh rata – rata tes awal siswa sebelum diterapkan metode problem posing dalam mata pelajaran matematika pada materi sistem persamaan linier dua variabel adalah 46,2 dari rata – rata tes awal siswa, dengan modus 46,7 dan simpangan baku 6,42.
Km
= - 0,1
Karena nilai km diperoleh sebesar -0,1 yaitu terletak antara –1 dan + 1. Maka data pretes siswa berdistribusi normal.
Tabel 13 Kategori Hasil Pretes Kelas Kontrol
Sangat Baik
Sangat Kurang
Berdasarkan tabel 13, terlihat bahwa rata-rata frekuensi tertinggi yaitu 30 dengan persentase 96,77%, terletak pada kategori Berdasarkan tabel 13, terlihat bahwa rata-rata frekuensi tertinggi yaitu 30 dengan persentase 96,77%, terletak pada kategori
b. Uji Normalitas Hasil Pretes Pada Kelas Kontrol.
Tabel hasil pretes disajikan pada tabel berikut:
Simpangan Baku 4
Dari analisis data tes pada tabel 14, diperoleh rata – rata tes awal siswa sebelum diterapkan metode problem posing dalam mata pelajaran matematika pada materi sistem persamaan linier dua variabel adalah 46,2 dari rata – rata tes awal siswa, dengan modus
48 dan simpangan baku 4.
Km
Karena nilai km diperoleh sebesar –0,5 yaitu terletak antara –
1 dan + 1. Maka data pretes siswa berdistribusi normal.
Dari hasil perhitungan diketahui bahwa nilai hasil pretes siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol berdistribusi normal.
c. Uji Homogenitas
Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah data hasil belajar siswa dari kedua kelas tersebut mempunyai varians yang sama atau tidak. Uji homogenitas varians populasi dari data nilai pretes siswa kelas problem posing dan kelas kontrol F tabel
ditentukan dengan α = 5%, derajat bebas pembilang (n 1 – 1) = 30, dan derajat penyebut (n 2 – 1) = 30. Dimana; n 1 = Jumlah siswa kelas
eksperimen dan n 2 = Jumlah siswa kelas kontrol.
Hipotesis uji homogenitas: s 1 = varians kelas eksperimen s 2 = varians kelas kontrol
F tabel = α(n1 – 1, n2 – 1) =F 0,05(30,30) = 1,84.
F hitung = =
Berdasarkan kriteria pengujian uji pihak kanan didapat
F hitung = 1,6 dan F tabel = 1,84 sehingga dapat disimpulkan
F hitung < F tabel maka Ho diterima. Artinya kedua data sampel homogen.
d. Uji Hipotesis
Setelah data di uji normalitas dan uji homogenitas yang menyatakan bahwa data tersebut normal dan homogen, kemudian uji hipotesis yang menggunakan uji t untuk melihat rata-rata kedua kelompok data berdasarkan kelompok pembelajaran.
Dari analisis diperoleh nilai untuk menghitung statistik uji t, untuk mencari t hitung sebelumnya dicari varians gabungan dari kedua data tersebut. Diketahui : n 1 =n 2 = 31 dan s 1 = 6.42, s 2 = 4.
Keterangan:
n 1 = jumlah siswa di kelas eksperimen n 2 = jumlah siswa di kelas kontrol
s 1 = simpangan baku kelas eksperimen s 2 = simpangan baku kelas kontrol
maka,
S= √ = 5,34 Didapat simpangan baku (s) gabungan antara hasil pretes kelas eksperimen dengan kelas kontrol adalah 5,34. Selanjutnya peneliti melakukan pengujian hipotesis dengan rumus sebagai berikut:
t=
Setelah mendapatkan t hitung = 0 maka langkah selanjutnya peneliti mencari t tabel dengan menggunakan interpolasi linear, pada tingkat signifikansi = 0,05, dk (derajat kebebasan) = n 1 +n 2 -2 = 60, diperoleh t tabel = 1,87. Berdasarkan perhitungan didapat t hitung = 0 dan t tabel = 1,87.
Karena t hitung = 0 < 1,87 = t tabel maka H 0 diterima.
Jadi, tidak terdapat perbedaan mean secara signifikan antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol. Artinya rata-rata hasil belajar siswa kelas eksperimen sama dengan rata-rata hasil belajar siswa kelas kontrol.
4. Postes
Dari hasil tes setelah pembelajaran dideskripsikan dan di analisis berdasarkan faktor kelompok pembelajaran. Untuk mengetahui ada atau tidak adanya perbedaan yang signifikan. Selanjutnya digunakan uji T tetapi sebelum dilakukan uji persyaratan uji normalitas distribusi data dan uji homogenitas varians populasi hasil postes kedua kelompok pembelajaran.
Tabel 15 Kategori Hasil Postest Kelas Eksperimen
Sangat Baik
Sangat Kurang
Berdasarkan tabel 15, terlihat bahwa rata-rata frekuensi tertinggi yaitu 31 dengan persentase 100%, terletak pada kategori sangat baik Berdasarkan tabel 15, terlihat bahwa rata-rata frekuensi tertinggi yaitu 31 dengan persentase 100%, terletak pada kategori sangat baik
a. UJi Normalitas Hasil Postes Pada Kelas Eksperimen
Tabel hasil postes disajikan pada tabel berikut:
Simpangan Baku
Dari analisis data tes pada tabel 16, diperoleh rata – rata tes akhir siswa setelah diterapkan metode problem posing dalam mata pelajaran matematika pada materi sistem persamaan linier dua variabel adalah 83,2 dari rata – rata tes akhir siswa, dengan modus 77,4 dan simpangan baku 6,77.
Km
Karena nilai km diperoleh sebesar 0,85 yaitu terletak antara –1 dan + 1. Maka data postes siswa berdistribusi normal.
Tabel 17 Kategori Hasil Postest Kelas Kontrol
Sangat Baik
Sangat Kurang
Berdasarkan tabel 17, terlihat bahwa rata-rata frekuensi tertinggi yaitu 25 dengan persentase 80,65%, terletak pada kategori baik artinya soal yang diberikan kepada siswa semua dikerjakan siswa, namun ada yang belum tepat pemakaian konsep dan kaidah pemecahan masalah sehingga masih terdapat kesalahan-kesalahan dari butir soal dan dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan metode konvensional masuk kategori baik, tetapi sebagian belum mencapai kkm yang ditetapkan sekolah. Kemudian hasil pretest akan dihitung berdasarkan langkah- langkah uji t sebagai berikut:
b. UJi Normalitas Hasil Postes Pada Kelas Kontrol.
Tabel hasil postes disajikan pada tabel berikut:
∑fxi 2253 Mean 72,7 Modus 67,75 Median 83 Simpangan Baku
Dari analisis data tes pada tabel 18, diperoleh rata – rata tes akhir siswa setelah mempelajari mata pelajaran matematika pada materi sistem persamaan linier dua variabel adalah 72,7 dari rata – rata tes akhir siswa, dengan modus 67,75 dan simpangan baku 6.
Km
Karena nilai km diperoleh sebesar 0,82 yaitu terletak antara –
1 dan + 1. Maka data postes siswa berdistribusi normal.
c. Uji Homogenitas
Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah data hasil belajar siswa dari kedua kelas tersebut mempunyai varians yang sama atau tidak.
Uji homogenitas varians populasi dari data nilai postes siswa kelas problem posing dan kelas kontrol F tabel ditentukan dengan α = 5%, derajat bebas pembilang (n 1 – 1) = 30, dan derajat penyebut (n 2 –
Hipotesis uji homogenitas: s 1 = varians kelas eksperimen s 2 = varians kelas kontrol
F tabel = α(n1 – 1, n2 – 1) =F 0,05(30,30) = 1,84.
F = hitung
Berdasarkan kriteria pengujian uji pihak kanan didapat
F hitung = 1,13 dan F tabel = 1,84 sehingga dapat disimpulkan
F hitung < F tabel maka Ho diterima. Artinya kedua data sampel homogen.
d. Uji Hipotesis
Setelah data di uji normalitas dan uji homogenitas yang menyatakan bahwa data tersebut normal dan homogen, kemudian uji hipotesis yang menggunakan uji t untuk melihat rata-rata kedua kelompok data berdasarkan kelompok pembelajaran.
Dari analisis diperoleh nilai untuk menghitung statistik uji t, untuk mencari t hitung sebelumnya dicari varians gabungan dari kedua data tersebut. Diketahui: n 1 =n 2 = 31 dan s 1 = 6.77, s 2 =6 Ketarangan:
n 1 = jumlah siswa di kelas eksperimen n 2 = jumlah siswa di kelas kontrol
s 1 = simpangan baku kelas eksperimen s 2 = simpangan baku kelas kontrol
Maka,
S = √ = 6,39 Didapat simpangan baku (s) gabungan antara hasil postes kelas eksperimen dengan kelas kontrol adalah 6,39. Selanjutnya peneliti melakukan pengujian hipotesis dengan rumus sebagai berikut:
t=
Setelah mendapatkan t hitung =6,75 maka langkah selanjutnya peneliti mencari t tabel dengan menggunakan interpolasi linear, pada tingkat signifikansi = 0,05, dk (derajat kebebasan) = n 1 +n 2 -2 = 60, diperoleh t tabel = 1,87. Berdasarkan perhitungan didapat t hitung = 6,75 dan t tabel
= 1,87. Karena t hitung = 6,75 > 1,87= t tabel maka H 0 ditolak. Jadi terdapat perbedaan mean secara signifikan antara penerapan metode kelas problem posing dengan kelas kontrol.
Dari hasil postes diatas terlihat bahwa setelah diterapkan metode kedua kelompok pembelajaran terdapat perbedaan hasil belajar. Oleh karena itu maka dapat dikatakan bahwa penelitian ini berhasil.
Hasil tersebut dapat dilihat pada gambar kurva penolakan dan penerimaan hipotesis di bawah ini.
Daerah Daerah penerimaan H 0
penolakan H 0
t tabel = 1,87 t hitung = 6,75
Gambar 2.
Kurva Penolakan Dan Penerimaan Hipotesis
Kriteria pengujian hipotesis dalam penelitian ini adalah H 0 diterima jika t hitung < t tabel untuk harga t hitung lainnya H 0 diterima . oleh karena t hitung = 6,75 > 1,87 = t tabel maka H 0 ditolak. Dengan demikian,
hipotesis yang menyatakan bahwa “rata-rata hasil belajar menggunakan hipotesis yang menyatakan bahwa “rata-rata hasil belajar menggunakan
5. Pretest – Postest Kelas Eksperimen
a. Uji Normalitas Data
Dari analisis data sebelumnya, diperoleh kemiringan data (km) pretest yaitu
dan kemiringan data (km) posttest yaitu 0,82. Karena kedua km data terletak antara – 1 dan + 1. Maka data pretes dan postes siswa berdistribusi normal.
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah data hasil belajar siswa dari kedua kelas tersebut mempunyai varians yang sama atau tidak.
Uji homogenitas varians populasi dari data nilai pretest dan nilai postes siswa kelas problem posing F tabel ditentukan dengan α = 5%, derajat bebas pembilang (n 1 – 1) = 30, dan derajat penyebut (n 2 –
Hipotesis uji homogenitas: s 1 = varians kelas eksperimen s 2 = varians kelas kontrol
F tabel = α(n1 – 1, n2 – 1) =F 0,05(30,30) = 1,84.
F hitung = =
Berdasarkan kriteria pengujian uji pihak kanan didapat
F hitung = 1,05 dan F tabel = 1,84 sehingga dapat disimpulkan F hitung <F tabel maka Ho diterima. Artinya kedua data sampel homogen.
c. Uji Hipotesis Pretest dan Postest Pada Kelas Eksperimen
Setelah data di uji normalitas dan uji homogenitas yang menyatakan bahwa data tersebut normal dan homogen, kemudian uji hipotesis yang menggunakan uji t untuk melihat rata-rata kedua kelompok data.
Dari analisis diperoleh nilai untuk menghitung statistik uji t, untuk mencari t hitung sebelumnya dicari varians gabungan dari kedua data tersebut. Diketahui: n 1 =n 2 = 31 dan s 1 = 6,77, s 2 = 6,42 Keterangan:
n 1 = jumlah siswa di kelas eksperimen postes n 2 = jumlah siswa di kelas eksperimen pretes
s 1 = simpangan baku kelas eksperimen postes s 2 = simpangan baku kelas eksperimen pretes
Didapat simpangan baku (s) gabungan antara hasil pretest dan postes kelas eksperimen adalah 6,6. Selanjutnya peneliti melakukan pengujian hipotesis dengan rumus sebagai berikut:
t=
Setelah mendapatkan t hitung = 22,78 maka langkah selanjutnya peneliti mencari t tabel dengan menggunakan interpolasi linear, pada tingkat signifikansi = 0,05, dk (derajat kebebasan) = n 1 +n 2 -2 =
60, diperoleh t tabel = 1,87. Berdasarkan perhitungan didapat t hitung = 22,78 dan t tabel
= 1,87. Karena t hitung = 22,78 > 1,87= t tabel maka H 0 ditolak. Jadi terdapat perbedaan mean secara signifikan antara hasil pretest dan hasil posttest kelas eksperimen.
Kriteria pengujian hipotesis dalam penelitian ini adalah H 0 diterima jika t hitung < t tabel untuk harga t hitung lainnya H 0 diterima . oleh karena t hitung = 22,78 > 1,87 = t tabel maka H 0 ditolak. Dengan demikian,
hipotesis yang menyatakan bahwa “Pembelajaran menggunakan metode problem posing dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi
sistem persamaan linier dua variabel” diterima kebenarannya.
6. Deskripsi Penerapan Metode Problem Posing di Kelas Eksperimen
Sebelum dilakukan kegiatan problem posing peneliti terlebih dahulu memperkenalkan diri kepada siswa dan menyampaikan maksud penelitian. Kemudian peneliti memberikan tes awal dengan tujuan untuk mengetahui pengetahuan awal siswa sebelum mempelajari materi sistem persamaan linier dua variabel. Tes diberikan berupa tes essay terdiri dari 4 soal berstruktur, yang mencakup tentang penyelesian sistem persamaan linier dua variabel dan penyelesaian model matematika dari masalah yang berkaitan dengan sistem persamaan linier dua variabel.
Selanjutnya kegiatan problem posing atau kegiatan pengajuan soal dilakukan pada pertemuan kedua peneliti membagi siswa menjadi 6 kelompok yang tiap kelompok terdiri dari 5 orang siswa, dan peneliti memita siswa untuk duduk dengan kelompok yang telah ditentukan. Kemudian peneliti menyampaikan materi pelajaran secara singkat, lalu peneliti membagikan lembar problem posing I dan lembar problem posing
II. Adapun fungsi lembar problem posing I untuk membuat soal/pengajuan soal dan lembar problem posing II untuk menjawab setiap soal yang diajukan. Kemudian siswa berdiskusi dalam kelompok masing- masing untuk membuat/menyusun beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan situasi/informasi yang diberikan berupa contoh soal dengan sub materi menentukan penyelesaian sistem persamaan linier dua variabel .
Dari hasil kegiatan problem posing terlihat bahwa siswa berusaha mengaitkan informasi pada lembar posing dengan materi yang telah dipelajari sebelumnya. Dengan demikian siswa lebih memahami materi yang telah diberikan sebelumnya. Dalam menyelesaikan soal yang diajukan kelompok lain, terdapat 1 kelompok yang membuat kesalahan pada soal pertama mengenai metode grafik. Padahal cara tersebut digunakan untuk menyelesaikan soal berikutnya yaitu subtitusi. Hal ini menunjukkan kelompok tersebut masih belum bisa membedakan masing- masing fungsi metode penyelesaian soal. (LKS terlampir)
Pertemuan ketiga jenis soal yang sama LKS yang diberikan berisi beberapa contoh soal dengan sub materi membuat model matematika dari masalah yang berkaitan dengan Sistem Persamaan Linier Dua Variabel, Pertemuan ketiga jenis soal yang sama LKS yang diberikan berisi beberapa contoh soal dengan sub materi membuat model matematika dari masalah yang berkaitan dengan Sistem Persamaan Linier Dua Variabel,
B. PEMBAHASAN
1. Hasil Observasi
a. Observasi Kelas Eksperimen
Dari hasil observasi yang telah dilaksanakan pada siswa kelas eksperimen di MTs Aisyiyah Palembang selama proses pembelajaran metode problem posing pada Materi Sistem Persamaan Linier Dua Variabel mendapatkan prilaku belajar yang baik. Dilihat dari analisis data mengenai prilaku belajar siswa pada lembar observasi yang dilakukan observer pada pertemuan kedua dan ketiga. Ada beberapa siswa yang mengalami perubahan prilaku belajar yang lebih baik pada setiap kali pertemuan (dapat dilihat pada lampiran).
Pada indikator perhatian ketiga deskriptor sama rata terlihatnya tidak ada yang lebih menonjol atau ada yang kurang terlihat. Dan pada indikator keaktifan descriptor siswa mengemukakan pendapat yang sering terlihat dan descriptor siswa mengajukan pertanyaan kepada guru yang Pada indikator perhatian ketiga deskriptor sama rata terlihatnya tidak ada yang lebih menonjol atau ada yang kurang terlihat. Dan pada indikator keaktifan descriptor siswa mengemukakan pendapat yang sering terlihat dan descriptor siswa mengajukan pertanyaan kepada guru yang
Setelah diperoleh hasil analisis pada hasil penelitian ternyata tingkat perhatian siswa mengalami perubahan meskipun tidak signifikan yaitu masih kategori tinggi dan sangat tinggi, dapat dilihat pada tabel 5 dari pertemuan kedua diperoleh persentase 61,29% tinggi dan 32,26% sangat
dengan persentase 51,61% tinggi dan 48,39% sangat tinggi. Semua itu terjadi karena pada pertemuan kedua belum ada respon positif dari sebagian siswa mengenai metode problem posing.
Pada pertemuan berikutnya kondisi siswa jauh lebih baik karena pada pertemuan sebelumnya telah diketahui guru dimana hanya 15 menit menjelaskan untuk langkah pengerjaan setiap tahap problem posing, maka dari itu perhatian mereka lebih fokus kepada apa yang disampaikan guru. Dan pada tingkat keaktifan juga mengalami perubahan yang cukup singnifikan dari aktif menjadi lebih aktif, dapat dilihat pada tabel 6 dari pertemuan kedua diperoleh persentase 12,90% sedang, 58,07% aktif dan 29,03% sangat aktif dan pertemuan ketiga dengan persentase 38,71% aktif dan 61,29% sangat aktif.
Perubahan perilaku siswa disebabkan siswa lebih percaya diri dan adanya keingintahuan, sehingga siswa lebih aktif baik dalam mengajukan pertanyaan kepada guru, atau memberikan tanggapan setiap pertanyaan yang dilontarkan guru serta mengemukakan pendapat dalam diskusi. Siswa terlihat aktif saat pelaksanaan problem posing pada tahap Perubahan perilaku siswa disebabkan siswa lebih percaya diri dan adanya keingintahuan, sehingga siswa lebih aktif baik dalam mengajukan pertanyaan kepada guru, atau memberikan tanggapan setiap pertanyaan yang dilontarkan guru serta mengemukakan pendapat dalam diskusi. Siswa terlihat aktif saat pelaksanaan problem posing pada tahap
Sedangkan tingkat kreativitas siswa mengalami perubahan menjadi sangat kreatif dapat dilihat pada tabel 7 pertemuan kedua memperoleh persentase 35,58% kreatif dan 64,52% sangat kreatif dan pertemuan ketiga dengan persentase 19,35% kreatif dan 80,65% sangat kreatif. Hal ini disebabkan siswa sebelumnya telah mengetahui informasi setiap tahap metode problem posing yang ada pada lembar problem posing meskipun sub materi berbeda.
Disini dapat dilihat siswa itu kreatif atau tidaknya dalam pembuatan soal karena setiap kelompok itu menggunakan sumber berbeda meskipun tujuan dari materi itu sama, pertemuan kedua itu sudah baik bisa mengubah kalimat/angka dari setiap soal yang dicontohkan dalam lembar posing, pada pertemuan berikutnya ada satu kelompok atau lebih yang dapat memecahkan soal meskipun tidak signifikan namun itu respon yang positif dapat dikatakan prilaku belajar siswa berpengaruh dengan pembelajaran menggunakan metode problem posing.
b. Observasi Kelas Kontrol
Dari hasil observasi yang telah dilaksanakan pada siswa kelas kontrol di MTs Aisyiyah Palembang selama proses pembelajaran metode konvensional pada materi Sistem Persamaan Linier Dua Variabel mendapatkan prilaku belajar yang cukup baik. Dilihat dari analisis data Dari hasil observasi yang telah dilaksanakan pada siswa kelas kontrol di MTs Aisyiyah Palembang selama proses pembelajaran metode konvensional pada materi Sistem Persamaan Linier Dua Variabel mendapatkan prilaku belajar yang cukup baik. Dilihat dari analisis data
Pada indikator perhatian ketiga deskriptor yang kurang terlihat siswa membaca materi dari sumber lain. Dan pada indikator keaktifan descriptor siswa mengemukakan pendapat yang sering terlihat. Sedangkan indikator kreativitas descriptor yang kurang terlihat yaitu siswa membuat rangkuman dari materi.
Setelah diperoleh hasil analisis pada hasil penelitian ternyata tingkat perhatian siswa mengalami penurunan yang tidak signifikan, dapat dilihat pada tabel 8 dari pertemuan kedua diperoleh persentase 64,52% tinggi dan pertemuan ketiga dengan persentase 61,29% tinggi. Hal ini terjadi karena pada pertemuan ketiga dimana perhatian siswa kurang fokus kepada apa yang disampaikan guru.
Dan pada tingkat keaktifan siswa ternyata mengalami perubahan cukup baik, dapat dilihat pada tabel 9 dari pertemuan kedua diperoleh persentase 54,84% tinggi dan pertemuan ketiga dengan persentase 67,74% tinggi. Hal ini disebabkan siswa lebih percaya diri, sehingga siswa lebih aktif dalam mengajukan pertanyaan kepada guru.
Contoh pertanyaan yang diajukan siswa:
Siswa : Bu, apa yang pertama kali kita lakukan untuk menyelesaikan soal dalam bentuk grafik? Guru: iya pertanyaan yang baik sekali. Anak-anak ada yang bisa bantu ibu untuk menjawab pertanyaan dari temannya?
Contoh siswa mengemukakan pendapatnya:
Siswa : Menentukan titik koordinat dimulai dari titik (0,0), benar tidak bu? Guru : Iya, benar. Kemudian cari titik potong lainya.
Sedangkan tingkat kreativitas siswa mengalami perubahan yang tidak signifikan dapat dilihat pada tabel 10 pertemuan kedua memperoleh persentase 54,84% kreatif dan 45,16% sangat kreatif dan pertemuan ketiga dengan persentase 48,39% tinggi dan 51,61% sangat tinggi. Hal ini disebabkan guru menjelaskan materi dan siswa memperhatikan, lalu guru menuliskan beberapa soal untuk diselesaikan kemudian dievaluasi bersama-sama, sehingga pembelajaran terkesan monoton.
Peneliti menjelaskan materi sebagaimana guru memaparkan setiap pertemuan yaitu menjelaskan materi lalu memberikan latihan soal dari awal hingga akhir pertemuan
2. Hasil Belajar Siswa
Dari hasil tes belajar yang telah dilaksanakan pada siswa kelas VIII di MTs Aisyiyah dalam menyelesaikan soal tes matematika yang berbentuk esay pada materi sistem persamaan linier dua variabel mendapatkan hasil belajar yang baik. Dilihat dari analisis data mengenai hasil belajar siswa dalam mengerjakan soal tes yang diberikan pada pertemuan awal dan akhir.
a. Hasil Belajar Siswa Kelas Eksperimen
Pada kelas eksperimen ada beberapa siswa yang mengalami peningkatan hasil belajar pada setiap kali tes dan ada pula yang Pada kelas eksperimen ada beberapa siswa yang mengalami peningkatan hasil belajar pada setiap kali tes dan ada pula yang
Pertemuan kedua terdapat kendala pada tahapan metode problem posing terdapat satu kelompok yang kurang memahami perintah soal yang telah dibuat kelompok lain, sehingga mereka kurang tepat pemakaian rumus atau cara penyelesaiannya tidak sempurna seperti yang diharapakan.
Perintah soal yang dimaksud kelompok 4 diatas yaitu :
Tentukan penyelesaian sistem persamaan x+y dan x-y dengan metode eliminasi?
Jawaban yang tidak memenuhi indikator dari soal ( kelompok 2):
Jawaban yang tepat :
Menggunakan metode eliminasi seperti
dbawah ini:
x+y=8
x+y=8
x -y=2 +
x –y=2 –
Jadi, x = 5 dan y =3
Gambar 3.
Jawaban Siswa Yang Tidak Memenuhi Indikator Dari Soal No.1
Pada LPP II Pertemuan 1.
Berdasarkan gambar 3, diatas terlihat bahwa kendala pada pertemuan kedua disebabkan siswa kurang perhatian dari materi yang telah di jelaskan guru kepada mereka dan kurang aktif pengajuan soal Berdasarkan gambar 3, diatas terlihat bahwa kendala pada pertemuan kedua disebabkan siswa kurang perhatian dari materi yang telah di jelaskan guru kepada mereka dan kurang aktif pengajuan soal
Selanjutnya pertemuan ketiga ternyata pada pertemuan ini masih terdapat satu kelompok membuat kesalahan lagi dalam menyelesaikan soal, menentukan model matematika dan penyelesaian soal matematika. Hal ini disebabkan siswa kurang perhatian dari materi yang telah di jelaskan guru kepada mereka (mengobrol saat guru menjelaskan), sehingga mereka kurang memahami apa yang diinginkan soal yang dibuat teman kelompoknya.
Perintah soal yang dibuat kelompok 3.
1. 3 mistar + 4 pena Rp18.000, sedangkan harga 2 pena + 4 mistar
Rp15.000. tenteukan harga 1pena dan 1 mistar?
Jawaban yang tidak memenuhi indikator dari soal (kelompok 6) Jawaban yang tepat:
Missal: x=mistar dan y = pena
→3x+4y=18000 →4x+2y=15000
3x+4y=18000 x 1 3x+4y =18000 4x+2y=15000 x 2 4x+4y = 30.000 -
-x = -12.000
X = 12000 3x+4y=18000 →3(12000)+4y=18000
4y =36000-18000- → y = 4500 Jadi, 1pena 4500 dan 1mistar 1200
Gambar 4.
Jawaban Siswa Yang tidak Memenuhi Indikator dari Soal No.1 Pada
LPP II Pertemuan 2.
Berdasarkan gambar 4, terlihat bahwa siswa mengerjakan soal tidak memenuhi indikator dari soal, maka pembuatan model matematika tidak terselesaikan (kurang tepat) dan penyelesaiannya tidak sesuai dengan indikator soal. Sehingga indikator hasil belajar konsep tidak ditercapai pada kelompok 6.
Kemudian pada tes akhir yang mencakup seluruh indikator dari pertemuan pertama sampai ketiga yaitu konsep dan kaidah pemecahan masalah yaitu : menentukan titik potong, melukiskan grafik, mensubtitusikan dan mengeliminasi soal sehingga memperoleh himpunan penyelesaianya, membuat model matematika dan menyelesaikan pemecahkan masalah dari model matematika yang di buat.
Dari tes akhir nilai rata-rata yang diperoleh siswa sebesar 83,2. Berdasarkan tabel 2 kriteria hasil belajar yang diperoleh siswa menggunakan metode problem posing dikategorikan sangat baik artinya telah melebihi angka standar Kkm 75 yang telah ditetapkan sekolah. Dari
4 butir soal tes akhir siswa, soal yang kedua terdapat kekeliruan karna kesalahan dari peneliti dalam menentukan perintah soal sehingga tidak semua siswa memahami perintah soal. Indikator yang belum tercapai yaitu kemampuan konsep (mensubtitusikan soal sehingga tidak memperoleh himpunan persamaan).
b. Hasil Belajar Siswa Kelas Kontrol
Pada kelas kontrol dari analisis data mengenai hasil belajar siswa dalam mengerjakan soal tes yang diberikan pada pertemuan awal dan akhir.
Ada beberapa siswa yang mengalami peningkatan hasil belajar pada setiap kali tes dan ada pula yang mengalami penurunan dimana pertemuan pertama siswa memperoleh nilai rata-rata 46,2 dikategorikan cukup, hasil belajar siswa belum maksimal dikarenakan siswa belum dijelaskan materi sistem persamaan linier dua variabel.
Pada tes akhir yang mencangkup seluruh indikator dari pertemuan pertama sampai ketiga adalah konsep dan kaidah pemecahan masalah yaitu; menentukan titik potong, melukiskan grafik, mensubtitusikan dan mengeliminasi soal sehingga memperoleh himpunan penyelesaianya, membuat model matematika dan menyelesaikan pemecahkan masalah dari model matematika yang di buat. Dari tes akhir nilai
sebesar 72,7. Berdasarkan tabel 2 kriteria hasil belajar yang diperoleh siswa menggunakan metode ceramah dan penugasan dikategorikan baik artinya telah mendekati KKM meskipun belum mencapai angka rata-rata 75.
Setelah diperoleh hasil posttest kedua kelas ternyata rata-rata dari setiap kelas tidak terlalu jauh yaitu pada kelas eksperimen 83,2 dan kelas kontrol 72,7. Hal ini disebabkan kemampuan awal setiap siswa sama, namun pada kelas eksperimen siswa dituntut lebih aktif dan Setelah diperoleh hasil posttest kedua kelas ternyata rata-rata dari setiap kelas tidak terlalu jauh yaitu pada kelas eksperimen 83,2 dan kelas kontrol 72,7. Hal ini disebabkan kemampuan awal setiap siswa sama, namun pada kelas eksperimen siswa dituntut lebih aktif dan
Berdasarkan perhitungan hasil posttest didapat t hitung = 6,75 > 1,87 = t tabel maka H 0 ditolak. Artinya rata-rata hasil belajar menggunakan metode problem posing lebih baik dari rata-rata hasil belajar siswa yang menggunakan metode ceramah dan penugasan. Dan berdasarkan
perhitungan hasil pretest –posttest diperoleh t hitung = 22,78 > 1,87 = t tabel
maka H 0 ditolak. Maka, pembelajaran menggunakan metode problem posing dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi sistem persamaan linier dua variabel.
Jadi, pembelajaran dengan metode ceramah dan penugasan pada mata pelajaran matematika tergolong baik namun belum mencapai KKM
75, dan pembelajaran dengan metode problem posing pada materi Sistem Persamaan Linier Dua Variabel tergolong sangat baik 99% siswa telah mencapai Kkm yang ditetapkan sekolah berdasarkan tabel 2 kriteria hasil belajar dan telah mencapai Kkm yang ditetapkan sekolah. Dan pembelajaran menggunakan metode problem posing juga dapat meningkatkan hasil belajar. Sehingga pembelajaran dengan metode problem posing dapat digunakan sebagai salah satu alternatif dalam pelaksanaan pembelajaran matematika pada materi Sistem Persamaan Linier Dua Variabel. Namun, adapun kekurangan dalam penelitian ini yaitu perintah soal yang ditentukan ada yang kurang jelas dan kendala yang dialami siswa dalam materi Sistem Persamaan Linier Dua
Variabel masih ada yang belum paham dalam pembuatan model matematika dan penyelesaiannya dengan tepat atau sesuai dengan indikator hasil belajar yaitu konsep dan kaidah pemecahan masalah.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN