Pelaksanaan pidana kebiri

3. Pelaksanaan pidana kebiri

a. Indonesia

Bunyi pasal 81 ayat: (1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 76D dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

(2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula bagi setiap Orang yangdengan sengaja melakukan tipu muslihat,

atau membujuk Anakmelakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.

serangkaian kebohongan,

(3) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh orang tua, wali,orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga, pengasuh anak pendidik, tenaga kependidikan,aparat yang menangani perlindungan anak, atau dilakukan oleh lebih dari satu orang secara bersama-sama, pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(4) Selain terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (3), penambahan 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana juga dikenakan kepada pelaku yang pernah dipidana karena melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D.

(5) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D menimbulkan korban lebih dari 1 (satu) orang, mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, dan/atau korban meninggal dunia, pelaku dipidana mati, seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 10 (sepuluh) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun.

(6) Selain dikenai pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku.

(7) Terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) dapat dikenai tindakan berupa kebiri kimia dan pemasangan alat pendeteksi elektronik.

(8) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) diputuskan bersama-sama dengan pidana pokok dengan memuat jangka waktu pelaksanaan tindakan.

(9) Pidana tambahan dan tindakan dikecualikan bagi pelaku Anak.

Bunyi pasal 82:

(4) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 76E menimbulkan korban lebih dari 1 (satu) orang, mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, dan/atau korban meninggal dunia, pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(5) Selain dikenai pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4), pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku .

(6) Terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (4) dapat dikenai tindakan berupa rehabilitasi dan pemasangan alat pendeteksi elektronik.

(7) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diputuskan bersama-sama dengan pidana pokok dengan memuat jangka waktu pelaksanaan tindakan.

(8) Pidana tambahan dikecualikan bagi pelaku Anak.

Bunyi pasal 82A:

(1) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam pasal 82 ayat (6) dilaksanakan selama dan/atau setelah terpidana menjalani pidana pokok.

(2) Pelaksanaan tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di bawah pengawasan secara berkala oleh kementerian yang menyelenggarakan

pemerintahan di bidang hukum,social, dan kesehatan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan tindakan diatur dengan Peraturan Pemerintah. Hukuman kebiri akan diberikan melalui suntikan kimia dan dibarengi

urusan

dengan proses rehabilitasi. Proses rehabilitasi tersebut untuk menjaga pelaku tidak mengalami efek negatif lain selain penurunan libido.Suntikan kimia ini pun sifatnya tidak permanen. Efek dari suntikan ini hanya muncul selama tiga bulan.Oleh karena itu, suntikan kimia akan diberikan secara berkala kepada pelaku melalui pengawasan ketat oleh ahli jiwa dan ahli kesehatan. Pengawasan bertujuan untuk memonitor pelaku, jangan sampai pelaku mengalami dampak negatif lain selain penuruan libido.

Hukuman kebiri bukan berarti memotong alat vital pelaku.Di dalam isi dari PERPPU tetap memperhatikan pertimbangan hak asasi manusia. Tidak permanen dan pelaku akan terus dipantau sampai insaf. Kebiri juga akan dibarengi dengan rehabilitasi jangan sampai suntikan kimia nanti tidak menimbulkan dampak lain selain menurunkan libidonya.

Hukuman suntikan nantinya akan diberikan oleh tenaga media profesional dari kementerian yang menangani. Teknis pelaksanaan hukuman kebiri akan diatur dalam peraturan pemerintah (PP). PP tersebut, mengatur secara teknis bagaimana proses penyuntikannya dan siapa yang akan memberikan suntikan.Selain itu, hukuman suntikan paling lama dilakukan selama dua tahun setelah terpidana menyelesaikan hukuman pokoknya.Misalnya, seseorang divonis

15 tahun penjara, maka suntikan akan dilakukan setelah pelaku menjalani vonis tersebut. Kemudian, pelaku juga akan dipasangi cip agar pergerakannya mudah dipantau. Hukuman kebiri diberikan secara discretionary atau diskresi hakim yang menangani perkara dan bentuknya pidana tambahan .

b. Australia Barat Kejahatan seksual terhadap anak-anak diatur dalam Pasal 320-322 Criminal Code of Western Australia:

Section 320 Criminal Code: Kejahatan seksual terhadap anak di bawah usia 13 tahun

- Barangsiapa melakukan penetrasi seksual terhadap anak di bawah 13 tahun dipidana 20 tahun penjara.

- Barangsiapa membayar, membujuk atau mendorong seorang anak untuk terlibat dalam tindakan seksual dipidana 20 tahun penjara.

- Barangsiapa bertindak asusila terhadap seorang anak dipidana penjara

10 tahun. - Barangsiapa membayar, membujuk atau mendorong seorang anak

untuk terlibat dalam tindakan asusila dipidana penjara 10 tahun. - Barangsiapa merekam anak secara tidak senonoh dipidana penjara 10

tahun Section 321 Criminal Code:Kejahatan seksual terhadap anak usia 13 –

16 tahun - Barangsiapa melakukan penetrasi seksual terhadap anak berusia 13 –

16 tahun dipidana:

d. 14 tahun penjara;

e. 20 tahun penjara jika korban berada di bawah asuhan, pengawasan dan kekuasaan pelaku;

f. 7 tahun penjara jika pelakunya belum berusia 18 tahun. - Barangsiapa membayar, membujuk atau mendorong seorang anak

untuk terlibat dalam tindakan seksual dipidana:

d. 14 tahun penjara;

e. 20 tahun penjara jika korban berada di bawah asuhan, pengawasan dan kekuasaan pelaku;

f. 7 tahun penjara jika pelakunya belum berusia 18 tahun. - Barangsiapa bertindak asusila terhadap seorang anak berusia 13 – 16

tahun dipidana: tahun dipidana:

e. 10 tahun penjara jika korban berada di bawah asuhan, pengawasan dan kekuasaan pelaku;

f. 4 tahun penjara jika pelakunya belum berusia 18 tahun. - Barangsiapa bertindak asusila terhadap seorang anak berusia 13 – 16

tahun dipidana:

d. 7 tahun penjara;

e. 10 tahun penjara jika korban berada di bawah asuhan, pengawasan dan kekuasaan pelaku;

f. 4 tahun penjara jika pelakunya belum berusia 18 tahun. - Barangsiapa membayar, membujuk atau mendorong seorang anak

berusia 13 – 16 tahun untuk terlibat dalam tindakan asusila dipidana:

d. 7 tahun penjara;

e. 10 tahun penjara jika korban berada di bawah asuhan, pengawasan dan kekuasaan pelaku;

f. 4 tahun penjara jika pelakunya belum berusia 18 tahun. - Barangsiapa merekam anak berusia 13 – 16 tahun secara tidak

senonoh dipidana penjara:

d. 7 tahun penjara;

e. 10 tahun penjara jika korban berada di bawah asuhan, pengawasan dan kekuasaan pelaku;

f. 4 tahun penjara jika pelakunya belum berusia 18 tahun. Section 322 Criminal Code: Kejahatan seksual terhadap anak berusia di atas 16 tahun – 18 tahun:

- Barangsiapa melakukan penetrasi seksual terhadap anak berusia di atas 16 tahun yang berada di bawah asuhan, pengawasan dan

kekuasaannya, dipidana penjara 10 tahun. - Barangsiapa membayar, membujuk atau mendorong seorang anak

berusia di atas 16 tahun yang berada di bawah asuhan, pengawasan dan kekuasaannya untuk terlibat dalam tindakan seksual dipidana penjara 10 tahun.

- Barangsiapa bertindak asusila terhadap seorang anak berusia di atas

16 tahun yang berada di bawah asuhan, pengawasan dan kekuasaannya dipidana penjara 5 tahun.

- Barangsiapa membayar, membujuk atau mendorong seorang anak berusia di atas 16 tahun yang berada di bawah asuhan, pengawasan dan kekuasaannya untuk terlibat dalam tindakan asusila, dipidana

penjara 5 tahun. Barangsiapa merekam anak di atas 16 tahun yang berada di bawah

asuhan, pengawasan dan kekuasaannya secara tidak senonoh dipidana penjara 5 tahun

Asutralia barat dalam Dangerous Sexual Offenders Act 2006 (WA) (“DSO Act”) memperbolehkan Jaksa untuk membuat permintaan pada Hakim Agung

Australia Barat untuk melanjutkan masa penahanan atau perintah pengawasan bagi pelaku. Hakim, berdasarkan laporan dari ahli psychiatrist boleh melakukan kedua perintah itu.Perintah itu bisa termasuk pemberian pengobatan anti-libidinal, pengobatan bisa dilakukan sebelum bebas atau setelah bebas.Perintah ini hanya bisa dijatuhkan dalam hal pidana yang dijatuhakan pada pelaku yang divonis 7 tahun ke atas untuk kejahatan seksual yang serius.Perintah juga bisa melakukan pembinaan pelaku di Lapas, Pengadilan lah yang dapat meminta pelaku Australia Barat untuk melanjutkan masa penahanan atau perintah pengawasan bagi pelaku. Hakim, berdasarkan laporan dari ahli psychiatrist boleh melakukan kedua perintah itu.Perintah itu bisa termasuk pemberian pengobatan anti-libidinal, pengobatan bisa dilakukan sebelum bebas atau setelah bebas.Perintah ini hanya bisa dijatuhkan dalam hal pidana yang dijatuhakan pada pelaku yang divonis 7 tahun ke atas untuk kejahatan seksual yang serius.Perintah juga bisa melakukan pembinaan pelaku di Lapas, Pengadilan lah yang dapat meminta pelaku

b. Analisis

Dari data perbandingan di atas penulis menganalisis Di Indonesia yang melatar belakangi munculnya hukuman pidana kebiri adalah karena kegentingan yang diakibatkan terjadinya kekerasan seksual terhadap anak yang semakin meningkat secara signifikan. Perppu nomor 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 2 tahun 2002 tentang perlindungan anak ditandatangani presiden menyusul sejumlah kasus tindakan kekerasan seksual terhadap anak-anak belakangan ini. Menurut Presiden, kejahatan seksual terhadap anak merupakan ancaman dan membahayakan jiwa anak, sekaligus telah mengganggu rasa kenyamanan ketentraman keamanan dan ketertiban masyarakat perlu adanya penanganan khusus. Sedangkan di Australia yang melatarbelakangi munculnya hukuman pidana kebiri adalah banyaknya kejahatan seksual serius dan perbuatan tersebut dianggap berbahaya bagi masyarakat. Dasar hukum hukuman pidana kebiri di Indonesia terdapat dalam UU No. 17

Tahun 2016 Tentang Pentapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Di Australia Barat diatur dalam Pasal 320-322 Criminal Code of Western Australia.

Jenis tindak pidana yang di ancam hukuman kebiri kimia di Indonesia apabila melanggar PERPPU NO.1 TAHUN 2016 pasal 76D yang berbunyi:

“Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan memaksa Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain” Hukuman kebiri kimia terdapat dalam Perppu No.1 Tahun 2016 pasal 81 ayat 7

yang berbunyi: “Terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) dapat dikenai tindakan berupa kebiri kimia dan pemasangan alat pendeteksi

elektronik” Bunyi Perppu No. 1 tahun 2016 pasal 81 ayat 3 : “Dalam hal tindak pidana

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh orang tua, wali,orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga, pengasuh anak pendidik, tenaga kependidikan,aparat yang menangani perlindungan anak, atau dilakukan oleh lebih dari satu orang secara bersama-sama, pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).” Dalam pasal tersebut dilakukan oleh orang-orang terdekat seperti orang tua, wali,orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga, pengasuh anak pendidik, tenaga kependidikan,aparat yang menangani perlindungan anak Bunyi Perppu No. 1 tahun 2016 pasal 81 ayat 4 : “Selain terhadap pelaku

sebagaimana dimaksud pada ayat (3), penambahan 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana juga dikenakan kepada pelaku yang pernah dipidana karena melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D.”

Sesuai dengan Perppu No. 1 tahun 2016 ayat 3 dan 4 hukuman kebiri kimia yang ditujukan kepada pelaku orang-orang terdekat korban dan pelaku yang pernah dipidana karena melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal

76D. Terdapat kesamaan dalam bunyi pasal 81 ayat 5 dengan bunyi pasal 82 ayat

4 yaitu tentang akibat dari kejahatan seksual tersebut tetapi hukuman yang diberikan berbeda. Hukumannya lebih berat dalam bunyi pasal 81 ayat 5 yaitu dengan di kebiri kimia sedangkan bunyi dalam pasal 82 ayat 4 hukumannya lebih ringan yaitu pengumuman identitas pelaku. Jenis tindak pidana yang diancam kebiri kimia di Australia Barat adalah kategori kejahatan seksual yang serius dan akibat perbuatan kejahatan seksual tersebut berbahaya bagi masyarakat.

Pelaksanaan tindakan kebiri di Indonesia Hukuman kebiri akan diberikan melalui suntikan kimia dan dibarengi dengan proses rehabilitasi. Proses rehabilitasi tersebut untuk menjaga pelaku tidak mengalami efek negatif lain selain penurunan libido.Suntikan kimia ini pun sifatnya tidak permanen. Efek dari suntikan ini hanya muncul selama tiga bulan.Oleh karena itu, suntikan kimia akan diberikan secara berkala kepada pelaku melalui pengawasan ketat oleh ahli jiwa dan ahli kesehatan. Pengawasan bertujuan untuk memonitor pelaku, jangan sampai pelaku mengalami dampak negatif lain selain penuruan libido. Kemudian, pelaku juga akan dipasangi cip agar pergerakannya mudah dipantau. Hukuman kebiri diberikan secara discretionary atau diskresi hakim yang menangani perkara dan bentuknya pidana tambahan. Sedangkan di Australia Barat pelaksanaannya Asutralia barat dalam Dangerous Sexual Offenders Act 2006 (WA) (“DSO Act”) memperbolehkan Jaksa untuk membuat permintaan pada Hakim Agung Australia Barat untuk melanjutkan masa penahanan atau perintah pengawasan bagi pelaku. Hakim, berdasarkan laporan dari ahli psychiatrist boleh melakukan kedua perintah itu.Perintah itu bisa termasuk pemberian pengobatan anti-libidinal, pengobatan Pelaksanaan tindakan kebiri di Indonesia Hukuman kebiri akan diberikan melalui suntikan kimia dan dibarengi dengan proses rehabilitasi. Proses rehabilitasi tersebut untuk menjaga pelaku tidak mengalami efek negatif lain selain penurunan libido.Suntikan kimia ini pun sifatnya tidak permanen. Efek dari suntikan ini hanya muncul selama tiga bulan.Oleh karena itu, suntikan kimia akan diberikan secara berkala kepada pelaku melalui pengawasan ketat oleh ahli jiwa dan ahli kesehatan. Pengawasan bertujuan untuk memonitor pelaku, jangan sampai pelaku mengalami dampak negatif lain selain penuruan libido. Kemudian, pelaku juga akan dipasangi cip agar pergerakannya mudah dipantau. Hukuman kebiri diberikan secara discretionary atau diskresi hakim yang menangani perkara dan bentuknya pidana tambahan. Sedangkan di Australia Barat pelaksanaannya Asutralia barat dalam Dangerous Sexual Offenders Act 2006 (WA) (“DSO Act”) memperbolehkan Jaksa untuk membuat permintaan pada Hakim Agung Australia Barat untuk melanjutkan masa penahanan atau perintah pengawasan bagi pelaku. Hakim, berdasarkan laporan dari ahli psychiatrist boleh melakukan kedua perintah itu.Perintah itu bisa termasuk pemberian pengobatan anti-libidinal, pengobatan

Dari data perbandingan di atas terdapat persamaan yaitu hukuaman berupa kebiri kimia tidak bersifat wajib, dapat dikenakan berdasarkan diskresi hakim. Dari data perbandingan di atas terdapat perbedaan antara pengaturan hukum pidana kebiri di Indonesia dan Australia Barat yaitu:

1. apabila di Indonesia pengebirian dilaksanakan selama dan atau setelah terpidana menjalani pidana pokok,sedangkan di Australia barat dikenakan sebagai syarat pembebasan pelaku kejahatan seksual yang berbahaya (dangerous sexual offender) dari penjara, khususnya pelaku kejahatan seksual terhadap anak-anak (di bawah usia 13 tahun).

2. Di Indonesia tidak dikelompok- kelompokan hukumannya semua sama apabila pelaku melanggar Undang- Undang No.35 tahun 2014 tentang perlindungan anak pasal 76D, sedangkan di Australia barat dikelompokan hukumannya sesuai dengan umur korban.

3. Di Indonesia tidak ada lembaga khusus seperti dewan pertimbangan untuk mempertimbangkan pelaksanaan hukuman pidana kebiri kimia, sedangkan di Australia barat ada dewan pertimbangan ,Pertimbangan diberikan oleh

Sex Offender Treatment Unit (SOTU) yang ada di tiga penjara di Western Australia, yaitu di Casuarina, Bunbury dan Albany.

Dokumen yang terkait

3.2. Setting Penelitian 3.2.1. Tempat Penelitian - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Motivasi dan Hasil Belajar Matematika Menggunakan Model Cooperative Script Berbantuan Permainan Pelangi Tac Tic Toe Siswa Kelas II

0 0 27

4.1.1. Deskripsi Pra Siklus - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Motivasi dan Hasil Belajar Matematika Menggunakan Model Cooperative Script Berbantuan Permainan Pelangi Tac Tic Toe Siswa Kelas II SDN 1 Kemloko Kabupa

0 0 44

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Motivasi dan Hasil Belajar Matematika Menggunakan Model Cooperative Script Berbantuan Permainan Pelangi Tac Tic Toe Siswa Kelas II SDN 1 Kemloko Kabupaten Temanggung Semester 2 Tahu

0 0 18

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Motivasi dan Hasil Belajar Matematika Menggunakan Model Cooperative Script Berbantuan Permainan Pelangi Tac Tic Toe Siswa Kelas II SDN 1 Kemloko Kabupaten Temanggung Semester 2 Tahu

0 0 99

BAB 1 PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaturan Alih Fungsi Lahan Pertanian Menjadi Non Pertanian di Kota Salatiga

0 0 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Tujuan Hukum a. Pengertian Hukum - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaturan Alih Fungsi Lahan Pertanian Menjadi Non Pertanian di Kota Salatiga

0 0 10

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS a. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Wilayah Penelitian a. Letak Geografis - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaturan Alih Fungsi Lahan Pertanian Menjadi Non Pertanian di Kota Salatiga

0 0 60

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Sanksi Pidana Denda bagi Korporasi sebagai Pelaku Tindak Pidana Korupsi dalam Perspektif Teori Keadilan Bermartabat: Studi Kasus Putusan Nomor 04/P

0 0 20

BAB II PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN A. Tinjuan Pustaka - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Sanksi Pidana Denda bagi Korporasi sebagai Pelaku Tindak Pidana Korupsi dalam Perspektif Teori Keadilan Bermartabat: Studi Kasus Putu

0 0 60

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbandingan Pengaturan tentang Pidana Kebiri Kimia di Indonesia dan Australia Barat

0 0 11