Tinjauan Pustaka

4) Pengawasan

”Pengawasan adalah suatu usaha sistematik untuk menetapkan standar pelaksanaan dengan tujuan-tujuan perencanaan, merancang sistem informasi, umpan balik, membandingkan kegiatan yang nyata dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya, menentukan dan mengukur penyimpangan, serta mengambil tindakan koreksi yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya perusahaan dipergunakan dengan cara efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan perusahaan” (Robert J. Mockler dalam Yohanes Yahya, 2006: 134).

J. Winardi (2002:54) mengatakan bahwa ”Diketemukannya fakta bahwa seorang individu dan perilakunya dipengaruhi oleh ekspentasi-ekspentasi dan tekanan-tekanan sosial, orang-orang dengan siapa ia bekerja sama.” Hubungan sosial karyawan berpengaruh terhadap perilaku mereka. Diharapkan dalam hubungan ini berakibat munculnya sikap-sikap positif yang dapat menunjang kelancaran perusahaan.

Menurut Sondang P. Siagian (2004: 258) ”Definisi yang lumrah diberikan kepada pengawasan ialah keseluruhan upaya pengamatan pelaksanaan kegiatan operasional guna menjamin bahwa berbagai kegiatan tersebut sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya”. Pengawasan dilakukan untuk mencegah terjadinya deviasi dalam operasionalisasi suatu rencana sehingga berbagai kegiatan operasional yang sedang berlangsung terlaksana dengan baik dalam arti bukan hanya sesuai dengan rencana, akan tetapi juga dengan tingkat efisiensi dan efektivitas yang setinggi mungkin.

Menurut Yohanes Yahya (2006:134) terdapat tiga tipe dasar pengawasan yaitu :

a) Pengawasan Pendahuluan (steering control) Pengawasan ini di rancang untuk mengantisipasi masalah-masalah atau penyimpangan-penyimpangan dari standar atau tujuan dan kemungkinan koreksi dibuat sebelum suatu tujuan kegiatan tersebut diselesaikan.

b) Pengawasan Concurrent Pengawasan ini dilakukan selama kegiatan berlangsung. Tipe pengawasan ini merupakan proses di mana aspek tertentu dari suatu prosedur harus disetujui dulu atau syarat tertentu yang harus dipenuhi terlebih dahulu sebelum suatu kegiatan itu dilaksanakan atau dilanjutkan atau menjadi semacam peralatan double-check yang lebih menjamin ketepatan pelaksanaan suatu kegiatan.

c) Pengawasan Umpan Balik Pengawasan ini juga dikenal sebagai alat untuk pengukur untuk mengetahui hasil-hasil dari suatu kegiatan yang telah diselesaikan. Sebab-sebab penyimpangan dari rencana yang ditentukan dan penemuan-penemuan diterapkan untuk kegiatan-kegiatan serupa di masa yang akan datang.Pengukuran ini dilakukan setelah kegiatan terjadi.

5) Teman Kerja

Banyaknya waktu dalam sehari yang dimiliki karyawan dihabiskan di perusahaan, oleh sebab itu mereka lebih sering mengadakan interaksi sosial dengan rekan-rekan kerja dalam kelompok kerjanya daripada dengan anggota- anggota keluarga mereka yang dekat. Adanya pengakuan akan keberadaan karyawan jika hubungan dengan rekan kerja sangatlah harmonis, adanya sikap peduli, penghargaan, dan kerja sama dari anggota kelompok yang lain. J. Winardi (2002:57) mengatakan ”Bahwa kepuasan-kepuasan individual timbul dari hubungan antar perorangan mereka, kemudian diterjemahkan menjadi kepuasan pribadi, kesenangan, atau kegembiraan”.

J. Winardi (2002:54) mengatakan bahwa ”Diketemukannya fakta bahwa seorang individu dan perilakunya dipengaruhi oleh ekspentasi-ekspentasi dan tekanan-tekanan sosial, orang-orang dengan siapa ia bekerja sama.” Bahwa hubungan sosial karyawan berpengaruh terhadap perilaku mereka. Diharapkan dalam hubungan ini berakibat munculnya sikap-sikap positif yang dapat menunjang kelancaran perusahaan.

Ashar S. Munandar (2006:395) mengatakan bahwa ”Hubungan yang baik antar anggota dari suatu kelompok kerja dianggap sebagai faktor utama dalam kesehatan individu dan organisasi.” Hubungan yang baik antar rekan kerja merupakan sebuah energi bagi kelangsungan hidup serta mampu menunjang kesehatan para karyawan.

6) Kondisi kerja

Kondisi kerja di dalam pabrik yang didirikan oleh perusahaan merupakan faktor yang cukup penting dalam pelaksanaan proses produksi yang dilakukan oleh perusahaan tersebut. Sebagaimana diketahui, yang mempengaruhi kepuasan kerja salah satunya adalah faktor kondisi kerja. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kondisi kerja, terutama adalah persyaratan teknis dari pelaksanaan proses produksi dalam perusahaan yang bersangkutan. Mesin dan peralatan produksi berikut persyaratan teknisnya serta metode pengawasan karyawan yang dilaksanakan di perusahaan yang bersangkutan akan mempengaruhi kondisi kerja. Menurut Ashar Sunyoto M. (2006) kondisi kerja meliputi beberapa aspek berikut :

a) Penerangan Penerangan di sini tidak hanya terbatas pada penerangan listrik tetapi termasuk juga penerangan yang berasal dari sinar matahari. Penerangan yang baik adalah penerangan yang cukup tetapi tidak menyilaukan. Penerangan harus pula disesuaikan dengan ukuran ruangan kerja, kondisi mata karyawan khususnya karyawan yang matanya plus dan atau minus.

Menurut Ashar S. Munandar (2006:135-136) ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam penerangan yaitu : (1) Kadar cahaya. Untuk pekerjaan tertentu diperlukan kadar cahaya

tertentu sebagai penerangan. Pekerjaan yang memerlukan ketelitian dan kejelian mata menuntut kadar cahaya yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak memerlukan penglihatan tajam.

(2) Distribusi cahaya. Pengaturan ideal jika cahaya dapat didistribusikan secara merata pada keseluruhan lapangan visual. (3) Sinar yang menyilaukan dirasakan sebagai silau karena intensitas cahaya yang melebihi intensitas cahaya yang telah biasa diterima

oleh mata. Kajian dalam laboratorium menunjukkan bahwa silau oleh mata. Kajian dalam laboratorium menunjukkan bahwa silau

Dengan penerangan yang baik diharapkan karyawan akan menjalankan tugasnya dengan teliti sehingga kesalahan karyawan dalam bekerja dapat diperkecil yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan produktivitas perusahaan.

b) Suhu udara Temperatur udara atau suhu udara pada ruang kerja karyawan perusahaan akan sangat mempengaruhi produktivitas kerja karyawan perusahaan yang bersangkutan. Suhu udara yang terlalu panas bagi karyawan akan dapat menjadi penyebab turunnya kepuasan kerja karyawan sehingga akan menimbulkan kesalahan-kesalahan untuk pelaksanaan proses produksi.

c) Suara bising Menurut Mc. Cormic dalam Ashar Sunyoto M. (2006:143) menyatakan bahwa ”Suara bising adalah suara yang tidak diinginkan dengan batasan bunyi yang tidak memiliki hubungan informasi dengan tugas atau aktivitas yang dilaksanakan.” Dalam bekerja karyawan akan memerlukan suasana yang dapat mendukung konsentrasi dalam bekerja. Suara bising yang bersumber baik dari mesin-mesin pabrik maupun dari kendaraan umum akan dapat mengganggu konsentrasi karyawan dalam bekerja. Dengan konsentrasi yang terganggu seorang karyawan tidak akan dapat bekerja lebih baik sehingga akan banyak melakukan kesalahan dalam pekerjaannya yang pada akhirnya merugikan perusahaan.

Akibat lain yang ditimbulkan dari tingkat kebisingan yang tinggi menurut Ashar Sunyoto M. (2006:143) adalah : (1) Timbulnya perubahan fisiologis. Penelitian menunjukkan pada

orang-orang yang mendengar suara bising pada tingkat 95-110 desibel terjadi penciutan dari pembuluh darah, perubahan detak jantung, dan dilatasi dari pupil mata. Penyempitan dari pembuluh darah tetap berlangsung beberapa waktu setelah tidak ada bising lagi dan mengubah persediaan darah untuk tubuh;

(2) Adanya dampak psikologis. Bising dapat mengganggu kesejahteraan emosional merka yang bekerja dalam lingkungan yang ekstrim bising lebih agresif, penuh curiga, dan cepat jengkal dibandingkan dengan mereka yang bekerja pada lingkungan yang lebih sepi.

d) Keamanan kerja dalam perusahaan Keamanan kerja bagi karyawan merupakan faktor yang sangat penting yang perlu diperhatikan perusahaan. Kondisi kerja yang aman akan membuat karyawan tenang dalam bekerja, sehingga akan berdampak pada meningkatnya produktivitas perusahaan. Keamanan kerja berhubungan erat dengan keselamatan kerja para karyawan. Menurut Wulfram I. Ervianto (2005: 195) menyatakan pendapatnya bahwa ”Keselamatan kerja adalah suatu keadaan dalam lingkungan atau tempat kerja yang dapat menjamin secara maksimal keselamatan orang-orang yang berada atau di tempat tersebut” .

Keamanan kerja bertujuan menghindarkan karyawan dari kecelakaan kerja karena hal itu akan merugikan perusahaan. Kecelakaan yang terjadi jelas akan menimbulkan kerugian pada organisasi tempat kerja. Kerugian yang paling besar diderita organisasi adalah kerugian yang menimpa tenaga kerja baik cacat tubuh atau yang utama adalah meninggal dunia. Kerugian akibat kecelakaan sehingga tenaga kerja meninggal dunia tidak dapat diganti dalam waktu singkat, melainkan memerlukan waktu yang cukup lama untuk memperoleh tenaga pengganti dari tenaga kerja yang meninggal tersebut. Apalagi kalau tenaga kerja yang meninggal adalah tenaga kerja yang terampil dan telah berpengalaman. Kerugian materiil yang diderita organisasi yaitu kerusakan peralatan atau perlengkapan, terhentinya pekerjaan yang berwujud berkurangnya produksi atau perbaikan atau rehabilitasi peralatan/ perlengkapan. Komponen ini dapat ditambah dengan biaya perawatan/ pengobatan dan kompensasi.

Keamanan kerja yang baik tidak hanya keamanan fisik karyawan tetapi juga keamanan barang-barang pribadi karyawan. Dengan sistem Keamanan kerja yang baik tidak hanya keamanan fisik karyawan tetapi juga keamanan barang-barang pribadi karyawan. Dengan sistem

d. Gejala-gejala Ketidakpuasan Kerja

Apabila seorang pemimpin perusahaan berbicara masalah kepuasan kerja, maka pimpinan perusahaan tersebut tidak bisa lepas dari masalah ketidakpuasan kerja. Dengan mengetahui gejala-gejala ketidakpuasan kerja dari karyawan maka seorang pemimpin akan dapat mencari jalan agar ketidakpuasan kerja bisa diminimumkan sehingga kepuasan kerja akan dapat ditingkatkan.

Menurut Ashar Sunyoto M. (2006: 366-367) ketidakpuasan karyawan dapat diungkapkan ke dalam berbagai macam cara, misalnya :

1) Keluar (Exit). Ketidakpuasan kerja yang diungkapkan dengan meninggalkan pekerjaan. Termasuk mencari pekerjaan baru.

2) Menyuarakan (Voice). Ketidakpuasan kerja yang diungkapkan melalui usaha aktif dan konstruktif untuk memperbaiki kondisi, termasuk

memberikan saran perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasannya.

3) Mengabaikan (Neglect). Ketidakpuasan kerja yang diungkapkan melalui sikap membiarkan keadaan menjadi lebih buruk, termasuk misalnya sering

absen, atau datang terlambat, upaya berkurang, kesalahan yang dibuat semakin banyak.

4) Kesetiaan (Loyalty). Ketidakpuasan kerja yang diungkapkan dengan menunggu secara pasif sampai kondisinya menjadi lebih baik, termasuk membela perusahaan terhadap kritik dari luar dan percaya bahwa organisasi dan manajemen akan melakukan hal yang tepat untuk memperbaiki kondisi.

e. Usaha Mengembangkan Kepuasan Kerja Karyawan

Setiap perusahaan selalu berusaha untuk dapat mengembangkan kepuasan kerja karyawan semaksimal mungkin, dalam batas kemampuan perusahaan tersebut. Timbul pertanyaan di sini bagaimana cara mengembangkan kepuasan kerja karyawan semaksimal mungkin. Hal ini penting, sebab dengan dana dan kemampuan yang terbatas perusahaan harus memilih suatu cara yang paling tepat untuk mengembangkan kepuasan kerja karyawan semaksimal mungkin. Menurut Wexley &Yulk (1992) ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk mengembangkan kepuasan kerja karyawan yaitu :

1) Pendekatan non directive counselling kadang-kadang efektif untuk menangani pekerja secara individual yang merasa kesal terhadap sesuatu, penting kiranya untuk menemukan apakah pekerja tidak puas dengan beberapa aspek pekerjaan atau masalah pribadi yang tidak berhubungan langsung dengan pekerjaan;

2) Pendekatan tidak langsung (non directive approach) ini untuk menghindarkan pekerja tetap mempertahankan diri, serta memungkinkan baginya untuk menurunkan ketegangan dengan membicarakan masalahnya dan memperkaya penghargaan diri dengan memberikan kesempatan kepadanya mengembangkan penyembuhan dirinya, namun bila masalahnya menyangkut pekerja yang lain maka pemecahannya pekerja seharusnya diserahkan kepada konselor profesional;

3) Pendekatan mengadakan perubahan-perubahan dalam kondisi kerja, pengawasan, kompensasi, atau rancangan pekerjaan yang tentunya tergantung pada faktor pekerjaan mana yang menjadi penyebab ketidakpuasan kerja;

4) Pendekatan memindahkan pekerja ke pekerjaan yang lain untuk mendapatkan pasangan yang lebih baik antar karakteristik pekerja dengan karakteristik pekerjaannya;

5) Pendekatan untuk mengubah persepsi atau harapan dari pekerja yang tidak puas, pendekatan ini cocok bila para pekerja memiliki kesalahan konsepsi yang didasarkan pada informasi yang tidak memadai atau tidak benar.