PENGELOLAAN LAHAN UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS TANAH PADA LAHAN TEGAL DI KECAMATAN JATIYOSO KABUPATEN KARANGANYAR

PENGELOLAAN LAHAN UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS TANAH PADA LAHAN TEGAL DI KECAMATAN JATIYOSO KABUPATEN KARANGANYAR

SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat sarjana SI pertanian di Fakultas pertanian Universitas Sebelas Maret

Disusun oleh : NOVI SAYEKTI

H 0205053

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

PENGELOLAAN LAHAN UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS TANAH PADA LAHAN TEGAL DI KECAMATAN JATIYOSO KABUPATEN KARANGANYAR

Yang dipersiapkan dan disusun oleh Novi Sayekti H0205053

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji

pada tanggal :

dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Tim Penguji

Ketua

Anggota I

Anggota II

Ir. Suwarto, MP NIP.194507121984031001

Ir. Sudjono Utomo, MP

Dr. Ir. R. Sudaryanto, MS

NIP.195408151981031006 NIP.19540404161986031002

Surakarta,

Mengetahui Universitas Sebelas Maret Fakultas Pertanian Dekan

Prof. Dr. Ir. H. Suntoro, MS NIP. 195512171982031003

KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan skripsi ini. Selama penyusunan skripsi ini tentunya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karenanya penyusun ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. H. Suntoro Wongso Atmojo, MS., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Ir. Sudjono Utomo, MP., selaku dosen pembimbing utama atas segala bimbingan, serta segala nasehat, masukan, saran, dan arahan selama penyusunan skripsi ini.

3. Dr. Ir. R Sudaryanto, MS selaku dosen pembimbing pendamping atas segala bimbingan, saran dan masukan yang diberikan selama penyusunan skripsi.

4. Ir. Suwarto, MP selaku, dosen penguji terima kasih atas saran dan masukan yang diberikan selama penyusunan skripsi,

5. Mujiyo, SP. MP selaku pembimbing akademik atas arahan, bimbingan, dan nasehatnya selama ini.

6. Kedua orang tua dan kakakku tercinta yang telah memberi kasih sayang, doa, dan dukungan yang tidak henti-hentinya kepada penyusun.

7. MIT’05, Tim Jatiyoso dan kos ‘Edelweiss cew” terima kasih atas kasih sayang, perhatian, kekompakan, dan kekeluargaannya dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan skripsi ini masih banyak

kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan agar dapat lebih baik. Semoga skripsi bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Surakarta, 2010

Penulis

DAFTAR TABEL

halaman Tabel 3.1

14 Tabel 4.1

Skoring Indikator Kualitas Tanah......................................

Karakteristik Masing-Masing SPT ................................................................ 17 Tabel 4.2

Hasil Penskoran Indikator Kualitas Tegal SPT 1-7 di Kecamatan Jatiyoso, Karanganyar................................................................ 19

Tabel 4.3 Indeks Kualitas Tanah dengan Indikator Bahan Organik ................................ 28 Tabel 4.4

Indeks Kualitas Tanah dengan Indikator P Tersedia Tanah................................................................................................ 31

Tabel 4.5 Indeks Kualitas Tanah dengan Indikator K Tersedia Tanah................................................................................................ 33

Tabel 4.6 Indeks Kualitas Tanah dengan Indikator N Total Tanah ................................ 36 Tabel 4.7

Indeks Kualitas Tanah dengan Indikator pH Tanah ................................ 38 Tabel 4.8

Indeks Kualitas Tanah dengan Indikator KPK Tanah ................................ 41 Tabel 4.9

Indeks Kualitas Tanah dengan Indikator Porositas Tanah............................... 43 Tabel 4.10 Indeks Kualitas Tanah dengan Indikator Tekstur ................................ 45 Tabel 4.11 Indeks Kualitas Tanah dengan Indikator Berat Volume................................ 50

PENGELOLAAN LAHAN UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS TANAH PADA LAHAN TEGAL DI KECAMATAN JATIYOSO KABUPATEN KARANGANYAR

Novi Sayekti Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian UNS

ABSTRAK

Tujuan penelitian adalah mencari cara pengelolaan lahan tegal yang tepat sehingga dapat meningkatkan kualitas tanah di Jatiyoso Karanganyar. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-September 2009. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif eksploratif pendekatan variabelnya dengan survai dan analisis laboratorium. Analisis data menggunakan stepwise regresi dan persamaan regresi. Berdasarkan hasil penelitan yang telah dilakukan dapat diketahui Indeks Kualitas Tanah (IKT) lahan tegal tertinggi terdapat pada SPT 1 sebesar 3,55 namun bila dibandingkan dengan SPT 7 (hutan) yang mempunyai IKT sebesar 3,89 sehingga Satuan Peta Tanah (SPT) 1 mempunyai IKT lebih rendah . Indikator yang paling berpengaruh terhadap IKT yaitu Kapasitas Pertukaran Kation (KPK). Berdasarkan analisis dapat ditentukan arahan pengelolaan kualitas tanah di lokasi penelitian yaitu dengan cara penambahan bahan organik, penggunaan mulsa, dan penggunaan rotasi tanaman yang menghasilkan residu tanaman yang tinggi.

Kata kunci : Pengelolaan Lahan, Kualitas Tanah, Tanah Tegal, Kecamatan Jatiyoso.

LAND MANAGEMENT TO INCREASE SOIL QUALITY ON DRY LAND IN JATIYOSO KARANGANYAR ABSTRACT

Novi Sayekti Department of Soil Science Faculty of Agriculture Sebelas Maret University

The purpose of the research is to find out the way to manage dry land appropriately and increase soil quality in Jatiyoso, Karanganyar. The research had been from Juli until September 2009. This research was the descriptive exploratif, its variable approach by field survey and involved by laboratory and statistics analysis (stepwise regresion). The result was known that the haighest Soil Quality Indeks (SQI) on the unirrigated land plced in Soil Mapping Unit (SMU) I with 3,55, however SMU VII (forest) had higher SQI with 3,89 than SMU I. The influential indicators on the SQI were cation excange capability (CEC). We could determine the soil quality management brief on the research placed based on the result that was done with adding organic matter, using soil cover, and crops rotation that resulted higher residue.

Key word : Land management, Soil quality, dry land, Jatiyoso subdistrict

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanah merupakan hasil evolusi dan mempunyai susunan teratur yang unik yang terdiri dari lapisan-lapisan atau horizon-horison yang berkembang secara genatik (Foth 1988). Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki fungsi penting antara lain tempat tumbuh dan berkembangnya perakaran penopang tegak tumbuhnya tanaman dan menyuplai kebutuhan air dan udara; secara kimiawi berfungsi sebagai gudang dan penyuplai hara, habitat biota (organisme) yang berpartisipasi aktif dalam penyediaan hara tersebut dan zat-zat aditif (pemacu tumbuh, proteksi) bagi tanaman. Tanah yang baik dengan pengelolaan yang tidak tepat dapat mengakibatkan kerusakan tanah.

Kerusakan tanah atau degradasi tanah menurut Barrow ( 1991 ) cit Widjajanto (2003) adalah hilangnya atau berkurangnya kegunaan atau potensi kegunaan tanah untuk mendukung kehidupan. Kehilangan atau perubahan kenampakkan tersebut menyebabkan fungsinya tidak dapat diganti oleh yang lain. Penggunaan tanah yang tidak diikuti teknik pengelolaan yang tepat dapat menyebabkan kerusakan tanah. Pada lokasi penelitian ini yaitu Kecamatan Jatiyoso, kerusakan tanah sudah terlihat. Di daerah ini sebagian besar kerusakan tanah disebabkan oleh erosi yang diakibatkan dari teknik penggunaan tanah yang kurang tepat. Jatiyoso merupakan daerah yang mempunyai kemiringan antara miring sampai sangat curam dengan macam penggunaan tanah berupa tegal yang tidak diimbangi dengan penanaman tanaman konservasi sebagai penguat teras, sehingga memicu terjadinya run off atau aliran permukaan. Hal ini didukung oleh pernyataan Barrow ( 1991 ) cit. Widjajanto (2003) yang menyatakan bahwa faktor-faktor utama penyebab degradasi tanah adalah: 1) bahaya alami, 2) perubahan jumlah populasi manusia, 3) marginalisasi tanah, 4) kemiskinan, 5) status kepemilikan tanah,

6) ketidakstabilan politik dan masalah administrasi, 7) kondisi sosial ekonomi,

8) masalah kesehatan, 9) praktek pertanian yang tidak tepat, 10) aktifitas 8) masalah kesehatan, 9) praktek pertanian yang tidak tepat, 10) aktifitas

Mengingat pentingnya pengaruh kualitas tanah di kecamatan Jatiyoso, maka perlu adanya penelitian mengenai pengelolaan kualitas tanah. Pengelolaan yang dimaksudkan dalam hal ini adalah dengan pendekatan cara pengelolaan kualitas tanah sehingga dapat menginformasikan kepada masyarakat dan pemerintah setempat dalam pengelolaan kualitas tanah dengan benar sesuai dengan tingkat kemampuan tanah yang ada.

B. Perumusan Masalah

Penggunaan lahan di Jatiyoso secara intensif dan tidak sesuai dengan kemampuan lahan mengakibatkan menurunnya kualitas tanah, sehingga perlu adanya cara pengelolaan lahan yang dapat meningkatkan kualitas tanah.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian yang dilaksanakan ini bertujuan untuk mencari cara pengelolaan lahan tegal yang tepat sehingga dapat meningkatkan kualitas tanah di Kecamatan Jatiyoso, Karanganyar.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi, pedoman bagi petani di Kecamatan Jatiyoso maupun Pemerintah Kabupaten Karanganyar, mengenai cara pengelolaan kualitas pada tanah tegal sehingga dapat meningkatkan produksi dan pendapatan petani serta memberikan perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang pertanian.

II. LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Pengelolaan Lahan

Penentuan penilaian kualitas tanah ditentukan dengan cara mengumpulkan data-data indikator yang telah terpilih atau Minimum Data Set (MDS). Setalah data-data indikator terkumpul maka informasi tersebut kemudian dipadukan untuk menentukan indeks kualitas tanah. Indeks kualitas tanah ini dapat digunakan untuk memantau dan menaksir dampak sistem pertanian dan praktek-praktek pengelolaan terhadap kualitas tanah secara kuantitatif adalah dengan mengukur atau menganalisa indikator- indikator yang digunakan (Seybold et al,. 1996).

Pengelolaan tanah yang meliputi kegiatan penyusunan rencana penggunaan tanah, konservasi tanah, pengelolaan tanah dan pemupukan dimulai di lapangan dengan pembukaan atau pembersihan hutan semak atau padang alang-alang atau rumput-rumput lainnya. Tindakan tersebut berlangsung selama tanah tersebut masih dipergunakan untuk pertanian (Arsyad, 1989).

Pengelolaan kualitas tanah yang tidak tepat dapat mengakibatkan penurunan kualitas tanah, untuk mengetahui seberapa besar kerusakan kalitas tanah maka dapat dibandingkan dengan tanah hutan. Tanah hutan dijadikan base reference karena dianggap mempunyai nilai kestabilan tanah yang lebih baik daripada pengunaan tanah tegal maupun sawah. Hal in disebabkan karena pada hutan produksi merupakan suatu ekosistem dengan siklus yang hampir tertutup. Siklus yang hampir tertutup yaitu kondisi tanah yang mempunyai gangguan dari ekosistem lain yang rendah, sehingga kestabilan kondisi tanah tetap terjaga (Primadani, 2008).

Pengelolaan tanah atau Soils Management merupakan pembinaan dalam hal pengotanah tanah, pembinaan-pembinaan ini dimaksudkan agar para petani atau mereka yang menggunakan tanah dapat melakukan pengelolaan tanahnya dengan baik agar kesuburan tanah, produktivitas Pengelolaan tanah atau Soils Management merupakan pembinaan dalam hal pengotanah tanah, pembinaan-pembinaan ini dimaksudkan agar para petani atau mereka yang menggunakan tanah dapat melakukan pengelolaan tanahnya dengan baik agar kesuburan tanah, produktivitas

Pengelolaan tanah adalah tindakan atau seni menggunakan tanah untuk produksi tanaman yang seimbang dan menguntungkan. Produksi tersebut melibatkan segala tindakan mengolah dan menggarap tanah serta budidaya tanaman berupa pemeliharaan dan perbaikan keadaan fisik, bahan organik tanah, hara tersedia, kegiatan biologi tanah, dan konservasi tanah dan air (American Society Of Agricultural Engineers, 1967 dalam Notohadiprawiro, 2006).

2. Kualitas Tanah

Kualitas tanah adalah kemampuan suatu tanah untuk berfungsi dalam berbagai batas ekosistem untuk mendukung produktivitas biologi, mempertahankan kualitas lingkungan dan meningkatkan kesehatan tanaman, hewan dan manusia. Secara umum, terdapat tiga makna pokok dari definisi tersebut yaitu produksi berkelanjutan yaitu kemampuan tanah untuk meningkatkan produksi dan tahan terhadap erosi, mutu lingkungan yaitu tanah diharapkan mampu untuk mengurangi pencemaran air tanah, udara, penyakit dan kerusakan sekitarnya dan ketiga kesehatan makhluk hidup (Suriadi dan Nazam, 2005 ).

Mutu tanah dikembangkan sebagai alat penilaian atau alat evaluasi terhadap praktek pengelolaan tanah dan penilaian sumber daya alam, atau sebagai alat uji keberlanjutan praktek-praktek pertanian dan penggunaan tanah lainnya secara kuantitatif (Karlen and Mausbach, 2001). Kualitas tanah juga untuk mengevaluasi tingkat degradasi dan kontaminasi tanah dari pencemaran logam berat.

Evanylo dan McGuinn (2000) dan Knoepp et al. (2000) menyatakan bahwa mutu tanah dibuat untuk mendeskripsikan kombinasi sifat-sifat fisik, kimia, dan biologi, yang memfungsikan tanah untuk melakukan berbagai Evanylo dan McGuinn (2000) dan Knoepp et al. (2000) menyatakan bahwa mutu tanah dibuat untuk mendeskripsikan kombinasi sifat-sifat fisik, kimia, dan biologi, yang memfungsikan tanah untuk melakukan berbagai

Kualitas tanah merupakan hasil interaksi antara sifat fisika, kimia dan biologi tanah dan dalam menggambarkan kebugaran suatu tanah dalam melaksanakan fungsinya dalam ekosistem (Karlen et al., 2001). Sebagai suatu ekosistem maka tanah mempunyai fungsi pelayanan :

1. Menerima, menahan dan melepaskan unsur hara serta kimia lain.

2. Menerima, menahan, dan melepaskan air kepada tanaman, dan air tanah.

3. Meningkatkan dan memelihara keberlanjutan pertumbuhan akar.

4. Memelihara habitat yang sesuai bagi biota tanah, dan

5. Menanggapi beragam upaya pengelolaan dan ketahanannya terhadap

kerusakan (Larson dan Pierce, 1996 ). Evaluasi terhadap mutu tanah identik dengan pemeriksaan kesehatan manusia oleh seorang dokter, yakni dengan mengetahui indikator tertentu atau mengukur sejumlah parameter kunci sebagai bahan diagnosisnya, untuk menyimpulkan bagaimana kesehatan manusia yang bersangkutan (Mitchell et al., 2000).

3. Lahan Tegal

Definisi yang diberikan oleh Soil Survey Staffs, (1998 ) cit. Haryati (2002), lahan kering adalah hamparan lahan yang tidak pernah tergenang atau digenangi air selama periode sebagian besar waktu dalam setahun. Lahan kering ini dapat dijumpai dari dataran rendah (0-700 m dpl) hingga dataran tinggi (> 700m dpl).

Lahan kering atau lahan tegal mempunyai potensi yang cukup luas untuk dikembangkan, dengan luas yang mencapai 52,5 juta ha sedangkan untuk daerah Jatiyoso luas lahan tegal 2419, 19 ha (Haryati, 2002) untuk seluruh Indonesia maka pengembangan sangat perlu dilakukan. Menurut Simposium Nasional tentang Tanah Kering di Malang (1991) penggunaan Lahan kering atau lahan tegal mempunyai potensi yang cukup luas untuk dikembangkan, dengan luas yang mencapai 52,5 juta ha sedangkan untuk daerah Jatiyoso luas lahan tegal 2419, 19 ha (Haryati, 2002) untuk seluruh Indonesia maka pengembangan sangat perlu dilakukan. Menurut Simposium Nasional tentang Tanah Kering di Malang (1991) penggunaan

Lahan kering umumnya terdapat di dataran tinggi (daerah pegunungan) yang ditandai dengan topografinya yang bergelombang dan merupakan daerah penerima dan peresap air hujan yang kemudian dialirkan ke dataran rendah, baik melalui permukaan tanah (sungai) maupun melalui jaringan air tanah. Wilayah penelitian memiliki ketinggian tempat 500 mdpl – 2500 mdpl, dengan topografi secara umum bergelombang sampai pegunungan. Hasil pengukuran kemiringan lereng di lapang menunjukkan bahwa wilayah penelitian ini memiliki kemiringan antara agak miring – sampai sangat curam (4 – 65%). Lahan kering atau tegal didefinisikan sebagai dataran tinggi yang lahan pertaniannya lebih banyak menggantungkan diri pada curah hujan. Lahan kering diterjemahkan dari kata “upland” yang menunjukkan kepada gambaran “daerah atas” (Hasnudi dan Saleh, 2006 cit. Haryati 2002).

Lahan kering atau tegal dapat didefinisikan sebagai hamparan lahan yang tidak tergenang atau digenangi air pada sebagian besar waktu dalam setahun atau sepanjang waktu. Secara umum, berdasarkan penggunaan lahannya untuk pertanian (BPS, 2001), tanah kering dikelompokkan menjadi pekarangaan, tegal/kebun/ladang/huma, padang rumput, tanah sementara tidak diusahakan, tanah untuk kayu-kayuan, perkebunan, dengan total luas 55.619.030 ha atau sekitar 29,4% dari total luas Indonesia (Hidayat dan mulyani, 2002). Sedangkan di daerah penelitian Kecamatan Jatiyoso mempunyai luas daerah 6697,2750 Ha, dengan rincian sebagai berikut :

1. Tanah Sawah

a. Irigasi teknis

= 317,8 Ha

b. Irigasi ½ teknis

= 1042,34 Ha

2. Tanah Kering

a. Pekarangan atau bangunan

= 1322,19 Ha = 1322,19 Ha

= 2419,74 Ha

c. Ladang Penggembalaan

= 41,91 Ha

3. Tanah Hutan

a. Hutan Sejenis

= 102,50 Ha

b. Lain-lain = 1248,5570 Ha (Monografi, 2008).

B. Kerangka Berfikir

- Pertanian Instensif - Sistem pertanian

monokultur

Penurunan kualitas tanah di Jatiyoso

Indikator kualitas tanah Sifat kimia tanah (pH, BO, N total tanah, KPK, P,K tersedia) Sifat fisika tanah (tekstur, BV, porositas tanah )

Pengelolaan tanah tidak tepat

Analisis data dari indikator- indikator kualitas tanah

Indikator yang paling mempengaruhi IKT

Nilai IKT

Cara pengelolaan lahan yang tepat meningkatkan kualitas tanah

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di wilayah Kecamatan Jatiyoso, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Analisis tanah dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-September 2009.

B. Alat dan Bahan Penelitian

1. Alat

a) Peta Rupa Bumi Kecamatan Jatiyoso skala 1:50.000

b) Peta Administrasi Kecamatan Jatiyoso skala 1:50.000

c) Peta Penggunaan Lahan Kecamatan Jatiyoso skala 1:50.000

d) Peta Geologi Kecamatan Jatiyoso skala 1:50.000

e) Peta Satuan Peta Tanah Kecamatan Jatiyoso skala 1:50.000

f) Peta Kontur Kecamatan Jatiyoso skala 1:50.000

g) Peta Transek Kecamatan Jatiyoso skala 1:50.000

h) Peta Kemiringan Lereng Kecamatan Jatiyoso skala 1:50.000

i) Perlengkapan untuk analisis lapang (pisau belati, altimeter, cangkul,

rollmeter, klinometer, kompas, bor tanah, kaca pembesar, flakon, pH meter, MSCC, GPS, alat tulis, kamera).

j) Perlengkapan untuk analisis laboratorium

k) Komputer, software untuk analisis data

2. Bahan

a. Sampel Tanah

Sampel tanah untuk analisis laoratorium meliputi sampel tanah komposit (kering angin dengan diameter mata saringan 0,5 mm dan 2 mm), sampel tanah bongkahan dan segar.

b. Bahan Khemikalia

Bahan kimia untuk analisis laboratorium meliputi alkohol dan H 2 O (analisis kemantapan agregrat), NaOH , HCl, K 2 Cr 2 O 7 , H 2 SO 4 , H 3 PO 4 ,

FeSO 4 , indikator DPA (C organik tanah), amonium molybdat dan SnCl 2 (kandungan P tersedia tanah).

C. Rancangan Penelitian dan Tehnik Pengambilan Sampel

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif eksploratif dengan pendekatan variabelnya dilakukan dengan survai di lapang dan didukung oleh data dari hasil analisis laboratorium. Variabel-variabel yang diamati antara lain, sifat fisika tanah, sifat kimia tanah, bahan induk dan fisiografi lahan yang meliputi bentang lahan, drainase, topografi, erosi, dan bentuk lahan.

Pengambilan sampel tanah sebagai dasar pembuatan satuan peta tanah (SPT) dilakukan dengan metode transek. Metode transek yaitu penarikan garis tegak lurus kontur pada bahan induk dan fisiografi lahan yang sama. Pengamatan tanah dilakukan dengan membuat profil (miniped) tegak lurus kemiringan tanah dengan ukuran 0.5 m x 0.5 m x 0.5 m dan dilanjutkan dengan pengeboran. Penentuan populasi tanah dilakukan secara acak (random sampling ) yaitu tanah Alfisols yang terdapat di Kecamatan Jatiyoso Kabupaten Karanganyar. Untuk pembuatan satuan peta tanah (SPT) dilakukan dengan Observation Cluster terhadap data hasil pengamatan atribut tanah pada setiap transek. Satu satuan peta tanah (SPT) diasumsikan mempunyai karakteristik tanah terpilih yang mirip dalam satu satuan fisiografi lahan (bentang lahan, drainase, topografi, erosi, bentuk lahan). Sampel untuk analisis laboratorium diambil secara komposit dari pedon pewakil tanah dari masing-masing satuan peta tanah (SPT) sebanyak tiga ulangan.

D. Tata Laksana Penelitian

1. Survei dan Pemetaan Tanah

a) Tahapan Persiapan

· Studi pustaka mengumpulkan informasi dari instansi terkait untuk

mendapatkan antara lain :

1. Peta-peta pembantu (peta topografi, geologi, tanah, landuse), data

iklim/hidrologi, data penggunaan lahan, data penduduk.

2. Pembuatan peta dasar untuk operasi lapangan yang dibuat berdasarkan overlay atau tumpang tindih dari berbagai peta yaitu, peta geologi, peta topografi dan peta rupa bumi.

3. Pengadaan bahan dan peralatan untuk operasi lapangan

4. Menyusun kelengkapan anggota tim, birokrasi dan base camp

5. Mendapatkan gambaran yang menyeluruh tentang peta rupa bumi,

data pendukung lain, dan infra struktur wilayah penelitian

6. Menentukan jalur transek

2. Tahapan Operasi Lapangan

a) Pra survei: penyelesaian perijinan; orientasi daerah untuk memperoleh gambaran umum tentang kondisi lapangan dan identifikasi masalah; pengamatan pendahuluan keadaan lapangan dan keadaan tanah berdasarkan operasi lapangan.

b) Survei tanah utama: dilakukan oleh tim dengan tugas melaksanakan seluruh kegiatan survei dan pemetaan tanah, tugas ini mencakup :

7. Pemantapan pembeda daerah survei dalam satuan fisiografi, pembedaan subsistem dalam bentuk bentuk wilayah atau landform, kelas lereng, relief, dan litologi. Pekerjaan ini dilakukan dengan panduan peta dasar.

8. Pemetaan dilaksanakan dengan sistem transek atau menyesuaikan

dengan keadaan lapangan yang mempunyai topografi berbukit sampai bergunung. Sistem transek dilaksanakan di daerah berbukit. Pada wilayah bersifat komplek diperlukan penambahan pengamatan, sedang wilayah yang bersifat homogen kerapatan pengamatan dapat dikurangi.

9. Pengamatan karakteristik tanah dilaksanakan dengan menggunakan

liangbor, minipit, dan profil. Profil tanah pewakil digali dengan kedalaman 0,5m. Pengamatan morfologi dan sifat tanah mencakup antara lain: kedalaman efektif, warna, tekstur, struktur, konsistensi, sebaran perakaran, pH (H2O), pH(Kcl), dan sifat tanah lainnya.

10. SPT dibuat berdasarkan peta landuse, peta geologi dan peta

kemiringan. Peta-peta tersebut dioverlaykan, maka daerah yang mempunyai geologi, landuse yang sama dapat dijadikan satu SPT, dengan memperhatikan sifat tanah dan fisiografi lahannya. Apabila tanah tersebut mempunyai karakteristik yang berbeda, maka belum bisa dijadikan satu SPT. Karakteristik tanah tersebut dianalisis menggunakan analisis statistika. Data mengenai karateristik tanah dimasukkan dalam analisis Stepwise untuk mengetahui atribut tanah yang paling berpengaruh atau menjelaskan, selanjutnya dianalisis Cluster untuk mengelompokkan atribut yang sama. Pengelompokan atribut tanah yang sama akan membentuk satu SPT.

11. Setiap satuan peta tanah (SPT) akan diwakili paling tidak oleh satu

profil pewakil. SPT tanah yang mempunyai luas lebih dari 250 Ha harus diwakili oleh lebih dari satu profil pewakil .

12. Semua contoh tanah terpilih dianalisis di laboratorium dengan menggunakan metode baku analisis tanah.

13. Data iklim dikumpulkan dari stasiun klimatologi dan stasiun

pengamatan curah hujan terdekat dari daerah survei.

14. Pengamatan vegetasi dan penggunaan lahan, serta keadaan hidrologi/darinase lahan dilaksanakan di lapangan untuk memperbaiki atau melengkapi peta dasar.

15. Peta dasar hasil analisis intepretasi potret udara dan hasil overlay

dari peta lainnya, harus dicek dan diperbaiki batas-batas satuan petanya dengan keadaan sebenarnya di lapangan.

3. Analisis Kimia dan Fisika Tanah

Analisis mengenai variabel yang digunakan dalam penelitian, dilakukan di Laboratorium sesuai dengan metode yang telah ditentukan atau sesuai baku analisis tanah.

E. Variabel yang diamati

a Tanah, meliputi : No. Variabel Pengamatan

Satuan

Metode

1. Sifat Fisika Tanah

a) Tekstur

- Pasir

- Debu

Metode Gravimetri*

- Liat

b) Struktur

gr/cm Metode Core *

BeratVolume

- Porositas

2. Sifat Kimia Tanah

a) pH Tanah

pH meter*

b) Bahan Organik

Walkey and Black*

c) KPK

me/100gr Penjenuhan Amonuium Asetat pH 7*

d) N total tanah

Metode Kjeldahl*

e) P tersedia

%P 2 O 5 Metode Bray I*

%K 2 O 5 Metode Ekstrak Amonium Asetat* Keterangan : *) Menurut Balai Penelitan Tanah 2005.

f) K

b Lingkungan

1. Fisiografi tanah

1) Kelerengan

2) Bahan Induk

3) Kedalaman Tanah

4) Erosi

5) Bentang lahan (landscape)

6) Topografi

7) Bentuk lahan (landform)

2. Pola pemupukan

1) Cara pemberian pupuk

2) Teknik Konservasi

3. Iklim

1) Rata-rata curah hujan

2) Rata-rata kelembaban udara

3) Data temperatur udara

F. Analisis Data

Indeks Kualitas Tanah (IKT) dapat diperoleh dengan cara menjumlahkan skor dari masing-masing indikator kulitas tanah (MDS) Minimum Data Set kemudian dibagi dengan banyaknya indikator yang digunakan. Skor yang diperoleh berdasarkan pengharkatan pada umumnya, dengan memodifikasi menjadi 5 tingkat (rendah, agak rendah, sedang, agak tinggi, dan tinggi). Tabel 3.1 Skoring Indikator Kualitas Tanah

Balai Penelitian Tanah, 2005 Porositas (%)

SiC, CL, SCL

SiCL, SC, C

Wander et all., 2002 Berat Volume (gr/cm 3 )

15-20

20-30 atau 70-80

30-40atau 60-70

40 - 60

Wander et all., 2002 C Organik (%)

Balai Penelitian Tanah, 2005 N total (%)

Balai Penelitian Tanah, 2005

Balai Penelitian Tanah, 2005 %K 2 O

%P 2 O 5 < 0,000916

Balai Penelitian Tanah, 2005 KPK (me/100gr)

Balai Penelitian Tanah, 2005 pH

Balai Penelitian Tanah, 2005

Keterangan : S

: Sandy (pasir)

SiC

: Sandy (pasir)

Si

: Silt (Debu)

CL

: Silt (Debu)

LS

: Loamy Sand (pasir geluhan)

SCL

: Loamy Sand (pasir geluhan)

SL

: Sandy loam (geluh pasiran)

SiCL : Sandy loam (geluh pasiran)

: Loam (geluh)

SC

: Loam (geluh)

SiL

: Silty Loam (geluh debuan)

C : Silty Loam (geluh debuan)

Perhitungan kualitas tanah dapat dituliskan SQI = ç ç å SI ÷ i : 1 ÷ (Primadani,

2008), kemudian dihitung dengan metode pembobotan dengan cara menjumlahkan nilai R (ajd) masing-masing indikator dibagi dengan jumlah R (adj) dari semua indikator. Hasil pembobotan masing-masing indikator dikalikan dengan skor masing-masing indikator kualitas tanah, untuk hasil analisisnya dapat dilihat pada lampiran 1, selanjutnya indikator-indikator kualitas tanah dianalisis dengan uji regresi, sehingga diketahui nilai P value, untuk mengetahui indikator yang paling bisa menjelaskan di Uji Stepwise Regression.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kondisi Wilayah Penelitian

Kecamatan Jatiyoso merupakan salah satu wilayah yang terletak di Kabupaten Karanganyar. Ditinjau dari segi administratif, di sebelah utara, Kecamatan Jatiyoso berbatasan dengan Kecamatan Tawangmangu; di sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Girimarto (Wonogiri); di sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Jatipuro; dan di sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Magetan (Jawa Timur). Letak geografis Kecamatan Jatiyoso berada pada koordinat 111 ˚02’00’’-111˚12’00’’ BT dan 7˚41’00’’-

7 ˚45’00’’ LS, dengan luas wilayah 6697.2750 ha. Kecamatan Jatiyoso terdiri dari 9 desa yaitu Desa Jatisawit, Desa Jatiyoso, Desa Petung, Desa Wonokeling, Desa Tlobo, Desa Wonorejo, Desa Karangsari, Desa Wukirsawit, dan Desa Beruk.

Berdasarkan hasil penelitian oleh Tim Survai Tanah dan Evaluasi Tanah tahun 2007, Kecamatan Jatiyoso terbagi menjadi 7 satuan peta tanah (SPT) yang terdiri dari 3 ordo tanah, yaitu Inceptisols, Alfisols, dan Andisols (Tim Survai Tanah JIT UNS. 2007). Gambaran masing-masing SPT disajikan pada tabel sebagai berikut :

Tabel 4.1 Karakteristik Masing-Masing SPT

Luas SPT

Jenis tanah/

Penggunaan

Kemiringan

Sub Group

Tanah

Ha %

Tegal campuran (ketela pohon, jagung, pisang, jahe, rumput gajah, sengon, cengkeh, nangka, mahoni, jati)

Inceptisols

Pola tanam : tumpang sari antara jagung dengan ketela pohon.

1406,21 18,75 (Typic Dystrustepst)

15-25%

Pengolahan tanah : dicangkul Usaha pengawetan tanah : pembuatan teras, penanaman rumput penguat teras, rumput dibiarkan tumbuh. Tegal campuran (ketela pohon, pisang, talas, jati, kelapa, petai) Pola tanam : tumpang sari antara jagung dengan ketela pohon.

Alfisols

1401,02 18,68 (Typic Hapludalfs)

2 Pengolahan tanah : dicangkul

8-15%

Usaha pengawetan tanah : pembuatan teras, belum ada penanaman rumput penguat teras, rumput dibersihkan. Tegal campuran (ketela pohon, jagung, nangka, lamtoro) Pola tanam : monokultur (ketela pohon)

Alfisols

1659,92 22,14 (Typic Hapludalfs)

3 Pengolahan tanah : dicangkul

15-25%

Usaha pengawetan tanah : pembuatan teras, belum ada tanaman penguat teras, rumput dibersihkan. Tegal campuran (ketela pohon, jagung, pisang,sengon, nangka) Pola tanam : tumpang sari antara jagung dengan ketela pohon.

Alfisols

220,33 2,94 (Inceptic Hapludalfs)

4 Pengolahan tanah : dicangkul

15-25%

Usaha pengawetan tanah : pembuatan teras, belum ada tanaman penguat teras, rumput dibersihkan. Tegal campuran (ketela pohon, cengkeh, sengon) Pola tanam : tumpang sari antara jagung dengan ketela pohon.

Inceptisols

513,80 6,85 (Typic Destrudepts)

5 Pengolahan tanah : dicangkul

25-35%

Usaha pengawetan tanah : pembuatan teras, belum ada tanaman penguat teras, rumput dibersihkan. Tegal campuran (jagung, ketela pohon, nangka, kalapa) Pola tanam : tumpang sari antara jagung dengan ketela pohon.

Alfisols

1049,43 13,99 (Inceptic Hapludalfs

6 Pengolahan tanah : dicangkul

35-45%

Usaha pengawetan tanah : pembuatan teras, belum ada tanaman penguat teras, rumput dibersihkan.

Andisols

1247,56 16,64 (Ultic Melanudands)

7 Hutan

45-65%

Sumber : Hasil Pengamatan di Lapang

Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa ordo tanah yang dominan di Kecamatan Jatiyoso adalah Alfisols. Hal ini dapat diketahui berdasarkan hasil pengamatan profil pada masing-masing SPT (Lampiran 2). Menurut Munir (1996) Alfisols umumnya banyak diusahakan untuk pertanian walaupun masih banyak dijumpai kendala-kendala. Kendala-kendala tersebut adalah pada beberapa tempat dijumpai kondisi tanah yang berlereng dan berbatu, horison B argilik dapat mencegah distribusi akar yang baik pada tanah dengan horison argilik B tekstur berat, pengelolaan yang intensif dapat menimbulkan penurunan bahan organik pada lapisan atas tanah, kemungkinan terjadi erosi untuk daerah yang berlereng, kemungkinan fiksasi kalium dan amonium mungkin terjadi karena adanya mineral illit, dan kandungan P dan K rendah.

B. Indeks Kualitas Tanah pada Lahan Tegal di Kecamatan Jatiyoso, Kabupeten Karanganyar.

Daerah Jatiyoso, sebagian besar tanahnya dimanfaatkan sebagai lahan tegal. Daerah penelitian ini terbagi menjadi 7 Satuan Petan Tanah (SPT). Masing-masing SPT mempunyai nilai kualitas tanah yang berbeda satu sama lain. Pada tahun 1994 Soil Science Society of America (SSSA) cit. Winarso (2005) mendefinisikan kualitas tanah sebagai kemampuan tanah untuk menampilkan fungsi-fungsinya dalam, penggunaan tanah dan ekosistem, untuk menopang produktifitas biologi, mempertahankan kualitas lingkungan, dan meningkatkan kesehatan tanaman, binatang, dan manusia. IKT antara tanah yang satu dengan yang lainya akan berbeda.

Indeks Kualitas Tanah (IKT) dapat diperoleh dengan cara menjumlahkan skor dari masing-masing indikator kulitas tanah (MDS) Minimum Data Set kemudian dibagi dengan banyaknya indikator yang digunakan. Skor yang diperoleh berdasarkan pengharkatan pada umumnya, dengan memodifikasi menjadi 5 tingkat (rendah, agak rendah, sedang, agak tinggi, dan tinggi). Untuk mengetahui skor masing-masing indikator dapat dilihat pada tabel 4.2 sebagai berikut :

Tabel 4.2 Hasil Penskoran dan Pembobotan Indikator Kualitas SPT 1-7 di Kecamatan Jatiyoso, Karanganyar.

C Organik

KPK

N Total

BV Tektur Porosits

pH

SPT

tersedia tersedia

Sumber : Analisis Hasil Pengamatan Keterangan : *) Nilai Pembobotan Masing-Masing Indikator

Indikator-indikator kualitas tanah yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan organik, N total, P tersedia, K tersedia, KPK, kadar debu, kadar pasir, kadar lempung, berat volume (BV), porositas dan pH tanah. Indeks Kualitas Tanah masing-masing SPT dapat disajikan dalam gambar 4.1 sebagai berikut :

Gambar 4.1 Histogram Indeks Kualitas Tanah Lahan Tegal Setiap SPT

Berdasarkan histogram 4.1 dapat diketahui Indeks Kualitas Tanah setiap SPT sebagai berikut :

1. SPT 1

Indeks Kualitas Tanah (IKT) tanah tegal tertinggi terdapat pada SPT 1. Hal ini dikarenakan pada SPT 1 nilai sebagian indikator kualitas lebih besar dibandingkan SPT yang lain (lampiran 1). Selain itu pada SPT

1 memiliki tingkat kemiringan 15-25% yang termasuk dalam kelas miring (Rayes, 2007). Hal ini juga didukung oleh faktor lingkungan yang lain seperti pola tanam yang dilakukan disana yaitu tumpang sari antara tanaman jagung sebagai tanaman pokok dan ketela pohon sebagai tanaman sela. Pada SPT ini juga yang dihasilkan seresah dari tanaman tahunan yang memberikan sumbangan hara melalui dekomposisi seresah tersebut, sehingga pada SPT ini terjadi peningkatan bahan organik. Tingginya bahan organik pada SPT ini mempengaruhi ketersediaan N total tanah karena bahan organik merupakan salah satu sumber hara makro dan unsur hara mikro. Hal ini sesuai dengan pendapat Hadisudarmo (2009) yaitu unsur hara tersebut terikat dalam ikatan kovalen atau dalam kompleks pertukaran organik tanah. Kurang lebih 95% nitrogen (N) tanah, 40% fosfor (P) tanah, dan 90% belerang (S) tanah terdapat dalam bentuk asosiasi dengan kadar bahan organik. Dekomposisi bahan organik akan memasok sebagian besar unsur hara makro yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman.

Pada SPT 1 juga terdapat teknik konservasi yaitu pembuatan terasering, fungsi teras untuk mengurangi laju run off. Jenis teras yang ada di SPT ini adalah jenis teras bangku keluar. Teras bangku keluar menurut Amir (2009) adalah teras yang dibuat dengan bidang olah miring ke arah lereng asli. Pada teras juga banyak ditanaman rumput gajah, sebagai tanaman penguat teras meskipun tanaman ini juga dimanfaatkan sebagai makanan ternak. Pernyataan ini didukung oleh Amir (2009) yang menyatakan bahwa efektivitas teras bangku sebagai pengendali erosi akan meningkat bila ditanami dengan tanaman penguat teras di bibir dan tampingan teras. Rumput dan legum pohon merupakan tanaman yang baik Pada SPT 1 juga terdapat teknik konservasi yaitu pembuatan terasering, fungsi teras untuk mengurangi laju run off. Jenis teras yang ada di SPT ini adalah jenis teras bangku keluar. Teras bangku keluar menurut Amir (2009) adalah teras yang dibuat dengan bidang olah miring ke arah lereng asli. Pada teras juga banyak ditanaman rumput gajah, sebagai tanaman penguat teras meskipun tanaman ini juga dimanfaatkan sebagai makanan ternak. Pernyataan ini didukung oleh Amir (2009) yang menyatakan bahwa efektivitas teras bangku sebagai pengendali erosi akan meningkat bila ditanami dengan tanaman penguat teras di bibir dan tampingan teras. Rumput dan legum pohon merupakan tanaman yang baik

2. SPT 2

Indeks Kualitas Tanah tanah tegal pada SPT 2 adalah 3,26 yang dapat dikatakan IKT termasuk kurang baik. Hal ini dikarenakan pada SPT

2 memiliki tingkat kemiringan 8-15% yang termasuk dalam kelas agak miring (Rayes, 2007). Hal ini juga didukung oleh faktor lingkungan yang lain seperti pola tanam yang dilakukan disana yaitu tumpang sari antara tanaman ketela pohon sebagai tanaman pokok dan jagung sebagai tanaman sela, atau hanya ditanam pada tanaman pinggir. Pada SPT ini juga terdapat tanaman tahunan seperti nangka, sengon, jati dan kelapa. Selain itu pada SPT 2 juga terdapat teknik konservasi yaitu pembuatan terasering, fungsi teras untuk mengurangi laju run off. Jenis teras yang ada di SPT ini adalah jenis teras bangku keluar. Namun belum adanya tanaman penguat teras, sehingga aliran permukaan besar yang disebabkan besarnya curah hujan (lampiran 3). Besarnya aliran permukaan akan menyebabkan rendahnya unsur hara yang ada pada lapisan olah tanah.

Pengelolaan tanah pada SPT 2 hampir sama dengan SPT 1 hanya saja dari segi cara pemupukan yang dilakukan berbeda. Pada SPT 2 pemupukan dilakukan hanya untuk tanaman jagung saja, sedangkan tanaman ketela pohon tidak dipupuk, pemupukan dilakukan dengan cara disebar. Selain itu belum adanya pengelolaan bahan organik di daerah penelitian, tidak adanya pengembalian hasil panen, sebagian besar hasil panen diangkut, seperti sisa tanaman jagung dan daun ketela pohon akan dimanfaatkan sebagai makanan ternak. Tindakan demikian akan mengakibatkan terkurasnya unsur hara tanah.

3. SPT 3

Indeks Kualitas Tanah tanah tegal pada SPT 3 adalah 3,31, yang dapat dikatakan IKT termasuk kurang baik. Hal ini dikarenakan pada SPT

3 memiliki tingkat kemiringan 15-25% (Rayes, 2007) yang termasuk dalam kelas miring. Hal ini juga didukung oleh faktor lingkungan yang lain seperti pola tanam yang dilakukan disana yaitu monokultur (ketela pohon). Dengan pola tanam seperti itu, menyebabkan tanah miskin unsur hara, karena penyerapan unsur hara yang sama oleh tanaman. Serta terjadi persaingan antara tanaman dalam memenuhi kebutuhan hara untuk pertumbuhannya.

Pada SPT ini dilakukan pananaman tanaman semusim dan beberapa tanaman tahunan, padahal SPT 3 ini termasuk dalam kelas miring, sehingga mempengaruhi laju run off atau aliran permukaan. Pengelolaan tanah pada SPT 3 hampir sama dengan SPT yang lainya, dari segi faktor lingkungan seperti pemupukan, dan kemiringan berbeda. Pemupukan pada lahan ini tidak dilakukan, karena sebagian besar petani ketela pohon tidak memupuk tanaman tersebut. Kondisi penelitian dengan kemiringan tersebut diatas dengan penanaman tanaman semusim dan sedikitnya tanaman tahunan akan mempengaruhi laju run off atau aliran permukaan. Peryataan ini didukung oleh Kartosapoetra et all,. (1991) kemiringan tanah sangat membantu memperbesar aliran air, aliran permukaan mempunyai kemampuan untuk memindahkan atau mengangkut ataupun menghanyutkan partikel tanah. Walaupun sudah adanya pembuatan teras, namun belum adanya penanaman tanaman penguat teras akan menyebabkan erosi pada lokasi tersebut.

4. SPT 4

Indeks Kualitas Tanah tanah tegal pada SPT 4 adalah 3,34, yang dapat dikatakan IKT termasuk cukup baik. Hal ini dikarenakan pada SPT 4 memiliki tingkat kemiringan 15-25% yang termasuk dalam kelas miring (Rayes, 2007). Hal ini juga didukung oleh faktor lingkungan yang lain Indeks Kualitas Tanah tanah tegal pada SPT 4 adalah 3,34, yang dapat dikatakan IKT termasuk cukup baik. Hal ini dikarenakan pada SPT 4 memiliki tingkat kemiringan 15-25% yang termasuk dalam kelas miring (Rayes, 2007). Hal ini juga didukung oleh faktor lingkungan yang lain

Pengelolaan tanah pada SPT 4 hampir sama dengan SPT yang lain. Teknik konservasi di lokasi penelitan ini sebagian besar sama yaitu menggunakan teras bangku terbuka. Teknik konservasi pada SPT ini juga belum ditanami tanaman penguat teras, sehingga banyak teras yang rusak akibat besarnya curah hujan 2175.66 mm/tahun (lampiran 3). Pada SPT ini cara pemupukan yang dilakukan berbeda, pemupukan dilakukan dengan dibenam teratur larikan, akibatnya hara terkonsentrasi dan tidak hanyut oleh aliran air jika terjadi hujan sehingga hara lebih cepat tersedia bagi tanaman. Hal ini sesuai dengan pendapat Novizan (2005) yang mengatakan bahwa pupuk yang ditempatkan pada larikan kemudian ditutup, pupuk tidak mudah hilang atau menguap. Pemberian pupuk secara larikan yang dibuat dua sisi dapat menyebarkan perkembangan akar, sehingga penyerapan unsur hara lebih cepat.

5. SPT 5

Indeks Kualitas Tanah (IKT) tanah tegal pada SPT 5 adalah 3,35 yang dapat dikatakan mempunyai IKT termasuk kurang baik. Hal ini dikarenakan pada SPT 5 memiliki tingkat kemiringan 25-35% yang termasuk dalam kelas agak curam (Rayes, 2007). Hal ini juga didukung oleh faktor lingkungan yang lain seperti pola tanam yang dilakukan disana yaitu tumpang sari antara tanaman jagung sebagai tanaman pokok dan ketela pohon sebagai tanaman sela. Pada SPT ini juga terdapat tanaman tahunan seperti nangka, jati dan cengkeh. SPT 5 sudah ada teknik konservasi yang sama dengan SPT yang lainnya yaitu pembuatan teras bangku keluar. Pengelolaan tanah pada SPT 5 hampir sama dengan SPT Indeks Kualitas Tanah (IKT) tanah tegal pada SPT 5 adalah 3,35 yang dapat dikatakan mempunyai IKT termasuk kurang baik. Hal ini dikarenakan pada SPT 5 memiliki tingkat kemiringan 25-35% yang termasuk dalam kelas agak curam (Rayes, 2007). Hal ini juga didukung oleh faktor lingkungan yang lain seperti pola tanam yang dilakukan disana yaitu tumpang sari antara tanaman jagung sebagai tanaman pokok dan ketela pohon sebagai tanaman sela. Pada SPT ini juga terdapat tanaman tahunan seperti nangka, jati dan cengkeh. SPT 5 sudah ada teknik konservasi yang sama dengan SPT yang lainnya yaitu pembuatan teras bangku keluar. Pengelolaan tanah pada SPT 5 hampir sama dengan SPT

Tanaman tahunan yang terdapat pada tanah ini, kurang menyumbangkan seresah, sehingga kandungan bahan organik tanah rendah. Bahan organik memiliki peran penting dalam menentukan kemampuan tanah untuk mendukung tanaman, sehingga jika kadar bahan organik tanah menurun, kemampuan tanah dalam mendukung produktivitas tanaman juga menurun.

6. SPT 6

Indeks Kualitas Tanah tanah tegal terendah terdapat pada SPT 6. Hal ini dikarenakan pada SPT 6 memiliki kemiringan 35-45% termasuk dalam kelas agak curam (Rayes, 2007), hal ini mengakibatkan nilai sebagian indikator kualitas tanah pada SPT 6 lebih rendah dibandingkan SPT yang lain (lampiran 1). Berdasarkan kemiringan tersebut dan curah hujan 2175, 66 mm/tahun (lampiran 3), hal ini didukung dengan adanya bahaya erosi (lampiran 4) maka pola tanam ini kurang sesuai untuk usaha konservasi, mengakibatkan kemampuan tanah dalam menahan aliran permukaan menjadi lebih rendah. Sedikitnya tanaman tahunan yang ada pada SPT ini mengakibatkan sumbangan seresah pada tanah rendah, sehingga bahan organiknya juga rendah. Rendahnya bahan organik menurunkan ketersedian hara tanaman baik makro maupun mikro.

Selain disebabkan oleh rendahnya vegetasi dan curah hujan aliran permukaan juga disebabkan oleh adanya teknik konservasi pembuatan teras yang tidak disertai penanaman tanaman penguat teras seperti tanaman rumput gajah dan tanaman legum. Tanaman penguat teras tersebut berfungsi menahan laju aliran permukaan yang disebabkan oleh hujan, belum adanya tanaman tersebut mengakibatkan teras akan rusak, tanaman terhanyut air (rusak) dan tanah lapisan olah terkikis. Sedikitnya tanaman Selain disebabkan oleh rendahnya vegetasi dan curah hujan aliran permukaan juga disebabkan oleh adanya teknik konservasi pembuatan teras yang tidak disertai penanaman tanaman penguat teras seperti tanaman rumput gajah dan tanaman legum. Tanaman penguat teras tersebut berfungsi menahan laju aliran permukaan yang disebabkan oleh hujan, belum adanya tanaman tersebut mengakibatkan teras akan rusak, tanaman terhanyut air (rusak) dan tanah lapisan olah terkikis. Sedikitnya tanaman

Menurut Arsyad (2006) pengaruh vegetasi terhadap aliran permukaan dan erosi dapat berupa (1) intersepsi air hujan, (2) mengurangi kecepatan aliran permukaan dan kekuatan perusak hujan dan alira permukaan, (3) pengaruh akar, bahan organik sisa-sisa tumbuhan yang jatuh dipermukaan tanah, dan kegiatan-kegiatan biologi yang berhubungan dengan pertumbuhan vegetatif dan pengaruhnya terhadap stabilitas struktur porositas tanah dan transpirasi yang mengakibatkan berkurangnya kandungan air tanah. Dengan demikian sedikitnya tanaman tahunan mengakibatkan bahaya erosi pada lokasi tersebut. Pernyataan ini didukung oleh Arsyad (2006), yang menyatakan bahwa vegetasi mempengaruhi aliran permukaan, kandungan bahan organik, jumlah mikrobia, dan juga kestabilan tanah. Semakin banyak vegetasi maka seresah yang dihasilkan juga banyak, berpengaruh pada kandungan bahan organik tanah. Tingginya bahan organik tanah meningkatkan kesuburan tanah, dan produksi tanaman. Ditinjau dari segi cara pemupukan yang dilakukan, pada SPT 6 pemupukan dilakukan dengan cara disebar, mengakibatkan pupuk banyak yang hanyut oleh aliran air jika terjadi hujan sehingga hara banyak yang hilang dan tidak memenuhi kebutuhan tanaman.

7. SPT 7

SPT 7 memiliki indeks kualitas tanah yang sangat tinggi dibandingkan dengan SPT yang lain, hal ini dikarenakan SPT 7 merupakan tanah hutan. SPT 7 (hutan) mempunyai IKT paling tinggi karena di dalam hutan belum adanya tindakan pengelolaan tanah. Hutan dianggap mempunyai nilai kestabilan tanah yang lebih baik dibandingkan dengan penggunaan tanah tegal. Hal ini dikarenakan hutan merupakan suatu ekosistem dengan siklus yang hampir tertutup. Siklus hampir tertutup yaitu kondisi tanah yang gangguan dari ekosistem lain rendah, sehingga kestabilan kondisi tanah tetap terjaga (Primadani, 2008).

Hutan adalah sebuah kawasan yang ditumbuhi dengan lebat oleh pepohonan b dan tumbuhan (Anonim, 2008 ). Jenis hutan di lokasi

penelitian ini merupakan hutan heterogen yaitu hutan yang ditumbuhi oleh lebih dari satu jenis tanaman, sehingga seresah yang dihasilkan banyak. Banyaknya seresah yang dihasilkan mempengaruhi kandungan bahan organik pada tanah tersebut. Pada SPT ini walupun kemiringannya curam, namun bahaya erosi masih bisa ditekan. Hal ini dikarenakan tanaman di hutan memilki perakaran yang kuat dan dalam, sehingga dapat menekan laju aliran permukaan dan meningkatkan infiltrasi dan perkolasi. Hutan merupakan kawasan yang vegetasinya beraneka ragam. Vegetasi merupakan lapisan pelindung atau penyangga antara atmosfer dan tanah. Suatu vegetasi penutup tanah yang baik seperti rumput yang lebat atau rimba yang lebat akan menghilangkan pengaruh hujan dan topografi terhadap erosi. Vegetasi yang beraneka ragam tersebut menyebabkan tanah hutan dalam keadaan stabil.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa SPT 1-SPT 6 penggunaan lahannya berupa tegalan. Berdasarkan analisis dapat diketahui bahwa SPT 1 Indeks Kualitas Tanah yang terbaik diantara SPT lahan tegal yang lain. Namun bila dibandingkan dengan SPT 7 Indeks Kualitas Tanah SPT 1 masih lebih rendah. SPT 7 memiliki Indeks Kualitas Tanah tertinggi dikarenakan di dalam hutan belum ada tindakan pengelolaan tanah. Hutan dianggap memiliki kestabilan yang lebih baik dibandingkan dengan penggunaan tanah tegal. Indeks kualitas tanah SPT 1 dan SPT yang lainya dapat ditingkatkan seperti pada SPT 7 dengan cara penambahan dan pengelolaan bahan organik, penggunaan mulsa, pengembalian sisa panen dan penggunaan teknik konservasi tanah (pembuatan teras, penaman secara kontur).

C. Hubungan Kualitas Tanah dengan Indikator-Indikator Kualitas Tanah.

1. C Organik Tanah