METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat Dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian berjudul “PENCULIKAN PERDANA MENTERI SJAHRIR DI SURAKARTA TAHUN 1946” memakai teknik pengumpulan data dengan wawancara dan studi pustaka. Studi pustaka merupakan studi mengenai literatur Penelitian berjudul “PENCULIKAN PERDANA MENTERI SJAHRIR DI SURAKARTA TAHUN 1946” memakai teknik pengumpulan data dengan wawancara dan studi pustaka. Studi pustaka merupakan studi mengenai literatur

a. Perpustakaan Pusat Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta;

b. Perpustakaan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) UNS;

c. Perpustakaan Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP UNS;

d. Perpustakaan Monumen Pers Nasional Surakarta;

e. Badan Perpustakaan Daerah Yogyakarta;

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dimulai pada bulan Februari tahun 2009 dan direncanakan akan selesai pada bulan Oktober tahun 2009.

B. Metode Penelitian

Koentjaraningrat (1986: 7) menerangkan bahwa kata metode berasal dari bahasa Yunani yaitu methodos yang berarti cara atau jalan. Metode (dalam kaitan dengan karya ilmiah) menyangkut tentang masalah cara kerja, yaitu cara kerja untuk memahami obyek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Menurut Dudung Abdurrahman (1999: 43), metode merupakan cara, jalan atau petunjuk pelaksanaan atau petunjuk teknis.

Helius Sjamsudin (2007: 13) menyatakan metode memiliki kaitan dengan suatu prosedur atau teknik yang sistematis dalam melakukan penyidikan suatu disiplin ilmu tertentu untuk mendapatkan obyek (bahan) yang diteliti.

Sementara Sartono Kartodirdjo (1992: ix) mengungkapkan

bahwa metode berhubungan dengan bagaimana cara untuk memperoleh pengetahuan.

Penelitian ini dilakukan untuk merekonstruksikan, mendiskripsikan dan memaparkan konflik yang terjadi pada awal masa Revolusi Indonesia. Oleh karena fokus dalam penelitian ini adalah peristiwa di masa lalu maka metode yang digunakan adalah metode historis atau sejarah. Penggunaan metode historis Penelitian ini dilakukan untuk merekonstruksikan, mendiskripsikan dan memaparkan konflik yang terjadi pada awal masa Revolusi Indonesia. Oleh karena fokus dalam penelitian ini adalah peristiwa di masa lalu maka metode yang digunakan adalah metode historis atau sejarah. Penggunaan metode historis

Gilbert J. Garraghan dalam Dudung Abdurrahman (1999: 43) menyatakan metode penelitian sejarah adalah seperangkat aturan dan prinsip sistematis untuk mengumpulkan sumber-sumber sejarah secara efektif, menilai secara kritis dan mengajukan sintesis dari hasil yang dicapai dalam bentuk tertulis.

Louis Gottschalk (1975: 32) menjelaskan metode sejarah sebagai proses menguji dan menganalisis kesaksian sejarah guna menemukan data yang otentik dan dapat dipercaya, serta usaha sintesis atas data semacam itu menjadi kisah sejarah yang dapat dipercaya.

Hadari Nawawi (1998: 78) mengemukakan bahwa metode penelitian sejarah adalah prosedur pemecahan masalah dengan menggunakan data masa lalu atau peninggalan-peninggalan baik untuk memahami kejadian atau suatu keadaan yang berlangsung pada masa lalu dan terlepas dari keadaan masa sekarang.

Sementara Helius Sjamsuddin dan Ismaun (1996: 60) menyatakan bahwa metode sejarah adalah rekronstruksi imajinatif dari gambaran masa lalu peristiwa- peristiwa sejarah secara kritis dan analitis berlandaskan bukti dan data warisan masa lalu yang disebut sumber sejarah.

Prosedur yang ditempuh yaitu: 1). Mencari jejak masa lalu;

2). Meneliti dengan kritis jejak masa lalu; 3). Membayangkan gambaran masa lalu dari informasi jejak masa lalu; 4). Menyampaikan hasil rekonstruksi imajinatif masa lalu sehingga

sesuai dengan jejak-jejaknya dan imajinasi ilmiah. Kesimpulannya, metode sejarah merupakan metode pemecahan masalah lewat pengumpulan sumber sejarah yang relevan dengan permasalahan yang akan diteliti. Pemakaian metode sejarah akan membantu memahami kejadian masa lalu untuk kemudian diuji dan dianalisis secara kritis. Setelah itu dibuat sintesis dari sumber sejarah dalam bentuk tertulis agar dapat dijadikan suatu cerita sejarah yang obyektif, dipercaya dan menarik.

C. Sumber Data

Sumber data sejarah merupakan sumber data yang dipakai dalam penelitian ini. Sumber data sejarah kerap disebut data sejarah. Kuntowijoyo (2001: 96) menyatakan perkataan data merupakan bentuk jamak dari kata tunggal datum (bahasa latin) yang berarti pemberitaan.

Dudung Abdurrachman (1999: 30) menyatakan data sejarah merupakan bahan sejarah yang memerlukan pengolahan, penyeleksian dan pengkategorian. Sumber sejarah menurut Helius Sjamsuddin (2007: 95), yaitu segala sesuatu yang langsung atau tidak langsung menceritakan kepada kita tentang sesuatu kenyataan atau kegiatan manusia pada masa lalu (past actuality). Helius Sjamsuddin melanjutkan, sumber sejarah merupakan bahan-bahan mentah (raw materials ) sejarah yang mencakup segala macam evidensi (bukti) yang telah ditinggalkan oleh manusia yang menunjukkan segala aktivitas mereka di masa lalu yang berupa kata-kata yang tertulis atau kata-kata yang diucapkan (lesan).

Menurut Sidi Gasalba (1981: 105), sumber sejarah menurut bentuk dan sifat warisannya terdiri dari

1. Sumber lesan yang merupakan sumber tradisional sejarah dalam arti luas;

2. Sumber tertulis dimana tulisan memiliki fungsi mutlak dalam sejarah;

3. Sumber visual, yaitu semua warisan masa lalu yang memiliki bentuk dan rupa.

Menurut Louis Gottschalk (1975: 35), sumber sejarah dibagi dua yaitu sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primer merupakan kesaksian dari seorang saksi dengan alat inderanya atau dengan alat mekanis seperti diktafon, yaitu orang atau alat yang hadir dalam peristiwa yang dideritakan (saksi pandangan mata). Oleh karena itu sumber primer harus berasal dari sumber yang sejaman dengan peristiwa yang dikisahkan. Sumber sekunder merupakan sumber yang bukan merupakan saksi pandangan mata.

Menurut Kuntowijoyo (2001: 96) sumber sejarah menurut bahannya dibagi dua yaitu sumber tertulis dan tidak tertulis atau dokumen dan artefak. Kuntowijoyo (2001: 97) menambahkan bahwa jenis sumber terdiri dari:

1. Dokumen tertulis, yaitu surat-surat, notulen rapat, kontrak kerja dan lain-lain;

2. Artefak, yaitu foto, bangunan atau alat;

3. Sumber lesan;

4. Sumber kuantitatif, yaitu pajak, akunting dan catatan lain. Sedangkan Nugroho Notosusanto (1971: 19) membedakan sumber sejarah menjadi dua macam yaitu:

1. Sumber primer yaitu sumber yang didapat secara langsung dari yang menyaksikan peristiwa itu sendiri;

2. Sumber sekunder yaitu sumber yang keterangannya didapat pengarang dari orang atau sumber lain.

Sumber data yang dipergunakan penelitian ini yaitu sumber tertulis dan sumber tidak tertulis, baik primer maupun sekunder. Sumber tertulis primer dalam penelitian ini antara lain koran Kedaulatan Rakjat yang terbit tahun 1946. Sumber tertulis sekunder dalam penulisan ini antara lain berupa buku literatur dan artikel yang relevan dengan penelitian ini, diantaranya Revolusi Pemoeda: Pendudukan Jepang di Jawa 1944-1946 karangan Ben Anderson dan Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia Jilid 3: Diplomasi Sambil Bertempur karangan Nasution. Sumber tidak tertulis dalam penelitian berupa foto dan informan yaitu Bapak Handoyo Leksono dan Bapak Soemaryono.

D. Teknik Pengumpulan Data

1. Studi Pustaka

Menurut Hadari Nawawi (1998: 82), penelitian kepustakaan mengungkapkan berbagai teori, pandangan hidup, pemikiran filsafat dan sebagainya yang dalam berbagai peninggalan tertulis terutama berupa buku–buku yang dihasilkan zaman tertentu dalam proses sejarah.

Mely G. Tan dalam Koentjaraningrat (1986: 18) mengungkapkan fungsi studi pustaka, yaitu: 1). Memperdalam kerangka teoritis sebagai landasan teori; 2). Memperdalam pengetahuan tentang masalah yang diteliti; 3). Mempertajam konsep yang digunakan untuk mempermudah dalam

perumusannya; 4). Menghindari terjadinya pengulangan suatu penelitian. Hal yang penting dalam studi pustaka yaitu membuat catatan. Data yang

diperoleh dari studi pustaka hendaknya dibuat dalam catatan karena sangat sulit menyimpan data hanya dalam ingatan belaka (Dudung Abdurrahman, 1999: 56).

Pengumpulan data lewat studi pustaka dilakukan dengan mengumpulkan buku dan bentuk data lainnya mengenai peristiwa masa lalu dari beberapa tempat penelitian. Buku atau data yang terkumpul kemudian diteliti dan disesuaikan dengan tema penelitian. Data-data dalam penelitian ini diperoleh lewat studi tentang sumber-sumber primer dan sumber yang berupa buku-buku, koran dan majalah yang tersimpan di perpustakaan.

Dalam penelitian ini langkah penulis dalam mengumpulkan data adalah: 1). Mengumpulkan buku, surat kabar dan artikel internet yang relevan

dengan masalah yang diteliti; 2). Membaca dan mencatat sumber data yang diperlukan, baik sumber primer maupun sekunder; 3). Menyalin dan mencatat literatur kepustakaan yang dianggap penting dan relevan dengan masalah yang diteliti.

2. Wawancara

Menurut Dudung Abdurrahman (1999: 57), teknik penting dalam pengumpulan sumber lesan yaitu wawancara. Sutopo (2006: 60) menyatakan wawancara merupakan suatu interaksi dan komunikasi. Interaksi antara orang yang bertanya atau peneliti dengan informan.

Paul yang dikutip Koetjaraningrat (1986: 129) menerangkan wawancara dalam suatu penelitian memiliki tujuan untuk mendapatkan keterangan tentang kehidupan manusia dimasyarakat dan pendirian-pendiriannya.

Menurut Koentjaraningrat (1986: 130), wawancara memiliki memiliki dua sifat, yaitu: 1). Wawancara untuk mendapatkan keterangan dan data dari individu tertentu untuk mendapatkan informasi. Sasaran wawancaranya disebut informan;

2). Wawancara untuk mendapatkan data pribadi, pendirian atau pandangan dari individu. Sasaran wawancaranya disebut responden. Menurut Sutopo (2006: 68), terdapat dua teknik wawancara. Pertama ialah wawancara terstruktur/terfokus. Peneliti dalam teknik ini menentukan masalah penelitian dahulu sebelum wawancara. Pertanyaan dirancang secara pasti dan responden diharapkan menjawab pertanyaan sesuai dengan kerangka kerja pewawancara dan definisi permasalahan. Wawancara kerap bersifat formal dan bisa dilakukan sekali. Cara ini dilakukan bila peneliti tahu yang dihadapi dan bisa mengembangkan kerangka pertanyaan untuk mencari jawaban yang mengarah pembuktian prediksinya.

Teknik wawancara kedua ialah wawancara tidak terstruktur/mendalam (In-depth Interviewing). Teknik ini dilakukan terbuka (open ended) dan mengarah pada kedalaman informasi. Tujuannya untuk menggali pandangan subyek yang diteliti mengenai banyak hal yang berguna untuk menjadi dasar penggalian informasinya yang lebih lengkap dan mendalam. Subyek yang diteliti lebih bersifat informan daripada responden. Pertanyaan dan jawaban diserahkan pada yang diwawancara. Dalam wawancara ini, sebaiknya jangan secara langsung mengajukan pertanyaan pokok melainkan membicarakan dulu berbagai hal umum untuk pengakraban dengan informan. Wawancara ini dapat dilakukan beberapa kali sesuai kebutuhan.

Sutopo (2006: 70) menambahkan wawancara memiliki beberapa tahapan yang tidak harus selalu linear namun harus selalu mendapatkan perhatian. Hal itu dikarenakan wawancara terkadang dilakukan lebih dari sekali sesuai kebutuhan Sutopo (2006: 70) menambahkan wawancara memiliki beberapa tahapan yang tidak harus selalu linear namun harus selalu mendapatkan perhatian. Hal itu dikarenakan wawancara terkadang dilakukan lebih dari sekali sesuai kebutuhan

Wawancara dalam penelitian ini dilakukan guna mendapatkan keterangan informan yang dilakukan dengan mendalam, bersifat terstruktur dan tidak terstruktur. Wawancara terstruktur dilakukan sistematis dan berencana dalam bentuk pertanyaan tercatat kepada informan. Wawancara tidak terstruktur dilakukan secara bebas kepada informan untuk mendapatkan memberikan keterangan umum dan tidak terduga, yang tidak diketahui bila memakai wawancara terstruktur.

E. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah teknik analisis historis. Menurut Kuntowijoyo (2001: 103), interpretasi atau penafsiran sejarah kerap disebut analisis sejarah. Analisis berarti menguraikan, dan secara terminologis berbeda dengan sintesis yang berarti menyatukan. Analisis dan sintesis, dipandang sebagai metode-metode utama dalam interpretasi.

Menurut Berkhofer yang dikutip Alfian dalam Dudung Abdurrahman (1999: 64), analisis sejarah bertujuan melakukan sintesis atas sejumlah fakta yang diperoleh dari sumber-sumber sejarah. Fakta-fakta tersebut dengan teori-teori disusun kedalam suatu interpretasi yang menyeluruh. Suatu analisa historis dari sebuah kejadian masa lalu mencari kepastian mengenai arti kausalitas bagi kerja selanjutnya atau bagi perkembangannya (Sartono Kartodirdjo, 1982: 60).

Sartono Kartodirdjo (1992: 2) mengatakan bahwa hal yang diperlukan dalam analisis sejarah adalah menyediakan suatu kerangka pemikiran atau referensi yang mencakup berbagai konsep dan teori yang akan dipakai dalam membuat analisis itu. Data yang telah diperoleh diinterpretasikan, dianalisis isinya dan analisis data harus berpijak pada kerangka teori yang dipakai sehingga menghasilkan fakta-fakta yang relevan dengan penelitian.

Peneliti ini dilakukan dengan membandingkan data satu dengan yang lain sesuai data yang diinginkan setelah mengumpulkan data. Hasilnya yaitu berupa fakta-fakta sejarah yang relevan. Fakta-fakta itu diseleksi, diklarifikasi dan ditafsirkan. Baru kemudian fakta-fakta itu dirangkaikan menjadi bahan penulisan penelitian yang utuh dalam sebuah karya ilmiah.

F. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian adalah langkah-langkah penelitian awal yaitu persiapan pembuatan proposal sampai pada penulisan hasil penelitian. Penelitian ini menggunakan metode historis sehingga terdapat empat langkah yang harus dipenuhi dalam penelitian. Empat langkah penelitian tersebut yaitu heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi.

Bagan prosedur penelitian tersebut yaitu:

Fakta Sejarah

Keterangan:

a. Heuristik

Heuristik berasal dari bahasa Yunani yaitu heurisken yang berarti menemukan. Heuristik sendiri adalah kegiatan menghimpun jejak-jejak masa lalu (Nugroho Notosusanto, 1971: 18).

Menurut G. J Rener dalam Dudung Abdurrahman (1997: 55), heuristik adalah suatu teknik, suatu seni dan bukan suatu ilmu. Heuristik tidak mempunyai peraturan-peraturan umum dan sedikit mengetahui tentang bagian-bagian yang pendek. Sidi Gazalba (1981: 114) menyatakan heuristik adalah kegiatan mencari bahan atau menyelidiki sumber sejarah untuk mendapatkan hasil penelitian.

Jadi, heuristik adalah kegiatan pengumpulan jejak-jejak sejarah atau kegiatan mencari sumber sejarah.

Pada tahap ini, peneliti berusaha menemukan sumber tertulis dan informan yang relevan dengan penelitian. Mengenai Sumber tertulis, perpustakaan yang dituju untuk mencari sumber sejarah diantaranya Perpustakaan Pusat UNS, Perpustakaan FKIP UNS, Perpustakaan Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP UNS, Perpustakaan Program Pasca Sarjana UNS, Perpustakaan Monumen Pers Nasional dan Badan Perpustakaan Daerah Yogyakarta.

b. Kritik

Tahap penelitian sejarah sesudah heuristik adalah melakukan verifikasi atau kritik untuk memperoleh keabsahan sumber. Menurut Nugroho Notosusanto (1971: 20), setiap sumber memiliki aspek ekstern dan intern.

Helius Sjamsudin (2007: 132) menyatakan kritik sumber umumnya dilakukan terhadap sumber pertama. Keabsahan sumber ini dicari lewat pengujian mengenai kebenaran atau ketetapan sumber.

Kritik terhadap sumber data dilakukan dengan cara kritik ekstern dan kritik intern. Menurut Helius Sjamsudin (2007: 133), kritik ekstern merupakan suatu penelitian atas asal-usul sumber, suatu pemeriksaan atas catatan atau peninggalan itu sendiri untuk mendapatkan semua informasi yang mungkin, dan untuk mengetahui apakah sumber telah mengalami perubahan atau tidak. Kritik intern lebih menekankan aspek isi dari sumber (kesaksian), dalam hal ini menyangkut apakah kesaksian tersebut bisa diandalkan atau tidak (Helius Sjamsudin, 2007: 143).

Sidi Gazalba (1981: 115) membedakan kritik menjadi dua yaitu kritik dalam dan kritik luar. Kritik dalam berusaha memastikan peristiwa yang dinyatakan oleh bahan. Kritik luar untuk memastikan keaslian dan hubungan antar bahan.

c. Interpretasi

Interpretasi menurut Nugroho Notosusanto (1971: 17) yaitu menetapkan makna dan saling berhubungan dari fakta yang diperoleh secara itu. Interpretasi Interpretasi menurut Nugroho Notosusanto (1971: 17) yaitu menetapkan makna dan saling berhubungan dari fakta yang diperoleh secara itu. Interpretasi

Seorang peneliti dalam proses interpretasi sejarah harus mencapai pengertian faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya suatu peristiwa (Dudung Abdurrahman, 1999: 54). Dengan demikian akan diketahui hubungan sebab akibat suatu peristiwa masa lalu yang menjadi obyek penelitian. Sumber sejarah kemudian ditafsirkan, diberi makna dan ditemukan arti yang sebenarnya sehingga dapat dipahami makna tersebut sesuai dengan pemikiran yang logis berdasarkan obyek penelitian yang dikaji.

Jadi kegiatan kritik sumber dan interpretasi menghasilkan fakta atau sintesis sejarah.

d. Historiografi

Prosedur terakhir penelitian dalam metode sejarah adalah historiografi. Historiografi menurut Dudung Aburrahman merupakan cara penulisan, pemaparn atau pelaporan hasil penelitian sejarah yang dilakukan. Nugroho Notosusanto (1971: 17), historiografi adalah menyampaikan sintesa yang didapat dalam bentuk kisah.

Imajinasi sangat diperlukan dalam historiografi untuk merangkai fakta- fakta yang ada sehingga menjadi suatu kisah sejarah yang menarik dan dapat dipercaya kebenarannya. Dalam penelitian ini, penulis berusaha menghasilkan suatu cerita sejarah yang dapat dipercaya, dapat dipertanggungjawabkan sekaligus menarik untuk dibaca.