Karakteristik Partisipan Pengalaman Ibu Primipara Suku Batak Simalungun Saat Persalinan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Penelitian fenomenologi ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan tentang pengalaman ibu primipara suku batak simalungun terhadap persalinan. Keenam partisipan berdomisili di Bahapal raya, kabupaten simalungun. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam.

1. Karakteristik Partisipan

Keenam partisipan yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah partisipan yang memenuhi kriteria dan bersedia untuk diwawancarai serta mau menandatangani perjanjian sebalum wawancara dimulai. Parapartisipan adalah ibu primipara yang baru bersalin 0-2 hari dan bersuku simalungun. Umur keenam partisipan berkisar antara 19-24 tahun. Keenam partisipan beragama Kristen Protestan. Keenam partisipan bersuku simalungun. Lima partisipan bekerja sebagai ibu rumah tangga dan satu partisipan lagi bekerja sebagai pegawai swasta. Satu orang partisipan pendidikan terakhirnya SD, dua orang SMP dan tiga orang lagi SMA. Keenam partisipan menceritakan bagaimana pengalaman selama persalinan menurut budaya simalungun. Universitas Sumatera Utara Table 4.1 karakteristik Partisipan Umur Range 19-24 tahun Mean 21,5 tahun JK Perempuan 6 orang Agama Kristen Protestan 6 orang Suku Simalungun 6 orang Pendidikan SD 1 orang SMP 2 orang SMA 3 orang Pekerjaan Ibu Rumah Tangga 5 orang Pegawai Swasta 1 orang

2. Pengalaman Ibu Primipara Suku Batak Simalungun Saat Persalinan

Dari hasil penelitian yang diperoleh melalui wawancara kepada Ibu primipara bersuku simalungun memiliki ciri khas tersendiri mengenai pengalamannya saat persalinan yang meliputi, Upaya memperlancar proses persalinan yakni terdiri dari 1 meminum air perasan daun bunga raya, 2 memukul-mukul dinding, 3 tidak boleh ditemani orang tua perempuan mama. Upaya membuka jalan lahir dengan cara meminum air kunci. Upaya pelepasan plasenta terdiri atas 1 meniup botol, 2 memasukkan ujung rambut kedalam mulut.Upaya perawatan bayi baru lahir terdiri atas 1 menetesi jeruk hajor, 2 mengolesi cabe ke bibir bayi. Dibawah ini akan dipaparkan lebih jelasnya. Universitas Sumatera Utara a. Upaya memperlancar proses persalinan Berbagai kelompok masyarakat juga mempunyai cara-cara tertentu dalam mengatur aktivitas-aktivitas mereka saat menghadapi kelahiran. Dari hasil wawancara yang dilakukan terhadap partisipan, Suku Simalungun mempunyai upaya memperlancar persalinan dengan cara meminum air perasan daun bunga raya, memukul-mukul dinding dan tidak boleh ditemani orang tua perempuan mama saat proses persalinan. 1. Meminum air perasan daun bunga raya Meminum air perasan daun bunga raya diketahui berdasarkan hasil wawancara dari keenam partisipan yang mengatakan bahwa meminum air perasan daun bunga raya dapat mempercepat proses persalinan. Daun bunga raya diperas- peras dan airnyalah yang diminum oleh ibu yang hendak melahirkan. Hal ini sesuai dengan pernyataan partisipan. “Air daun bunga raya itu, yaah daun bunga raya diperas- peras dengan air lalu air perasannya itulah yang diminum. Supaya cepat melahirkan” Partisipan 2 2. Memukul-mukul dinding Menurut kepercayaan suku simalungun seorang wanita yang hamil dan hendak melahirkan paling disenangi oleh mahluk halus. Oleh karena itu pada saat menjelang persalinan seorang ibu suku simalungun disuruh memukul-mukul dinding yakni hal ini dilakukan untuk mengusir roh-roh halus yang ada disekitar rumah. Hal ini nampak dari pernyataan kedua partisipan. Universitas Sumatera Utara “Saat saya berjalan-jalan disekitar praktek, ibu mertua saya menyuruh saya untuk memukul-mukul sekeliling dinding praktek ini yang bertujuan untuk mengusir mahluk” Partisipan 1 “Karena bidan bilang keadaan saya baik-baik saja jadi mertua saya menyuruh saya berjalan-jalan mengelilingi praktek ini sambil memukul-mukul dinding karena itu bisa mengusir roh-roh halus yang ada” Partisipan 2 3. Tidak boleh ditemani orang tua perempuan mama Menurut tradisi suku batak simalungun seorang wanita yang hendak melahirkan tidak boleh ditemani orang tua perempuan mama karena hal ini diyakini dapat menghambat proses persalinan dan dapat membuat malu pihak tondong keluarga pihak perempuan “Saya meminta suami saya untuk menjemput ibu saya, tapi dilarang oleh ibu mertua saya tapi saya tetap memaksa, dan mertua saya mengatakan pada saya kalau seorang perempuan yang akan melahirkan itu tidak diperbolehkan ditemani atau dijaga oleh ibu kandungnya” Partisipan 4 “Saya rasa sangkin sakitnya yang saya inginkan hanya mama saya untuk datang menjaga dan menunggui saya disini saat-saat lahiran. Saya menyuruh suami saya untuk menjemput mama saya, tapi kata kaka ipar saya dan ibu-ibu yang ada disini melarang saya, kata mereka tidak baik kalau mama ikut datang kesini untuk menjagai saya” Partisipan 5 Universitas Sumatera Utara b. Upaya membuka jalan lahir Pengalaman ibu suku batak simalungun dari hasil wawancara diperoleh bahwa disaat proses persalinan sering terjadi jalan lahir terkunci, hal ini diyakini mereka karena adanya sesuatu hal yang dapt mengunci jalan lahir tersebut. Dan upaya membuka jalan lahir tersebut yaitu dengan cara meminum air kunci. Hal ini sesuai berdasarkan hasil wawancara dari kedua pernyataan partisipan “Sudah beberapa kali mengedan bayi saya belum lahir juga dan mertua saya memberi saya minum air kunci agar jalan lahirnya terbuka” Partisipan 2 “Siapa tau ada mahluk-mahluk halaus yang berniat untuk mengunci jalan lahir saya sehinnga anak saya susah lahirnya. Jadi untuk membuka jalan lahirnya itu harus meminun air kunci tadi” Partisipan 5 c. Upaya pelepasan plasenta Dalam masyarakat simalungun ari-ari plasenta dianggap sebagai kakak atau abang si bayi. Jadi jika plasentanya susah lahir suku simalungun mempunyai upaya dalam pelepasan plasenata dengan cara 1 Meniup botol dan 2 Memasukkan ujung rambut kedalam mulut wanita yang sedang menjalani proses kelahiran tersebut. 1. Meniup botol Disaat ari-ari belum keluar ibu yang hendak melahirkan didalam suku batak simalungun disuruh untuk meniup botol. Menurut kedua partisipan meniup botol merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk pelepasan plasenta. Botol yang digunakan tidak mempunyai kriteria khusus semua jenis botol bisa digunakan. Hal ini sesuai dengan pernyataan kedua partisipan Universitas Sumatera Utara “Setengah jam setelah bayi saya lahir, ari-arinya belum lahir juga jadi mertua saya mengambil botol dan menyuruh saya untuk meniupnya supaya ari-arinya cepat keluar” Partisipan 2 “Bidan memberitahukan pada keluarga saya kalau plasentanya belum lahir-lahir juga, jika setengah jam lagi belum lahir maka saya akan di bawa kerumah sakit. Tapi mertua saya malah menyuruh saya meniup botol dengan kuat supaya plasenta saya cepat lahir” Partisipan 4 2. Memasukan ujung rambut kedalam mulut Dari hasil penelitian kedua partisipan menyatakan untuk mengeluarkan plasenta dapat dilakukan upaya yaitu dengan cara memasukan ujung rambut keadalam mulut si ibu. Jadi perempuan yang sedang bersalin itu disuruh memasukkan ujung rambutnya kedalam mulut sampai seperti mau muntah dan cara ini dilakukan sampai beberapa kali sehingga akhirnya ari-arinya pun lahir. Hal ini sesuai dengan pernyataan partisipan “Jadi bidannya memberitahukan kepada suami dan kakak ipar saya kalau airi-arinya belum keluar dan bidan juga menyuntik saya sedangkan kakak ipar saya menyuruh saya memasukan ujung rambut saya kedalam mulut, dan saya melakukkannya.supaya ari-arinya keluar” Partisipan 5 “Mertua saya menyuruh saya memasukan ujung rambut saya kedalam mulut agar plasenta saya cepat keluar” Partisipan 6 d. Upaya perawatan bayi baru lahir Setiap suku dan daerah mempunyai cara tersendiri dalam menangani bayi baru lahir. Dari hasil penelitian pada pengalaman ibu suku simalungun saat Universitas Sumatera Utara persalinan menyatakan bahwa seorang bayi baru lahir disuku simalungun itu sering kali dilakukan perawatanan seperti 1 Menetesi jeruk hajor kedalam mulut bayi dan juga 2 Mengolesi cabei ke bibir bayi 1. Menetesi jeruk hajor Menetesi jeruk hajor kedalam mulut bayi baru lahir merupakan kebiasaan yang dilakukan disuku simalungun saat setelah persalinan pada bayi baru lahir yang bertujuan untuk mengeluarkan lendir-lendir ataupun kotoran yang ada didalam mulut bayi baru lahir. Air jeruk hajor yang ditetesi tidak perlu banyak, hanya secukupnya saja. Sampai semua kotoran-kotoran yang ada dalam mulut bayi tersebut bersih. Hal ini sesuai dengan penuturan keenam partisipan “Tidak lama kemudian anak saya lahir, Setelah itu mertua saya mengambil uttei hajor dan meneteskan airnya kemulut anak saya untuk mengeluarkan lendir-lendir atau kotoran yang ada” Partisipan 2 2. Mengolesi air cabe ke bibir bayi baru lahir Tiga orang dari enam partisipan mengatakan menolesi air cabe ke bibir bayi baru lahir sering kali dilakukan oleh suku simalung setelah persalinan segera setelah bayi lahir. Cabe yang digunakan yaitu cabe pilihan indung ni siak. Hal ini diyakini dapat membuat bibir bayi nantinya merah sampai dewasa “Ibu tetangga saya mengoleskan air cabe ke bibir bayi saya agar bibirnya merah sampai dewasa” Partisipan 3 “Mertua saya memangku bayi saya dan mengolesi cabe ke bibirnya” Partisipan 4 Universitas Sumatera Utara “Setelah itu kakak ipar saya mengolesi cab eke bibir anak saya, katanya agar bibirnya merah seperti pake lipstick” Partisipan 5

B. Pembahasan