Pertanggungjawaban Penyewa Rumah Toko (Ruko) Apabila Terjadi Kerusakan Pada Saat Perjanjian Sewa Menyewa Berakhir

(1)

PERTANGGUNGJAWABAN PENYEWA RUMAH TOKO

(RUKO) APABILA TERJADI KERUSAKAN PADA SAAT

PERJANJIAN SEWA MENYEWA BERAKHIR

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Oleh :

MINSTYN TAMBUNAN 080200382

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis sampaikan atas kehadirat Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang merupakan salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini berjudul: Pertanggungjawaban Penyewa Rumah Toko (Ruko) Apabila Terjadi Kerusakan Pada Saat Perjanjian Sewa Menyewa Berakhir.

Pemilihan judul ini didasari atas rasa ketertarikan terhadap kegiatan sewa menyewa, di mana sebagai objek utamanya merupakan sewa menyewa rumah toko, yang dikarenakan begitu maraknya pertumbuhan ruko di Kota Medan.

Besar harapan semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi para pembaca, walaupun disadari bahwa penulisan skripsi ini jauh dari kesempurnaan.

Dalam penulisan skripsi ini mendapat bantuan, bimbingan serta masukan dari Bapak dan Ibu Dosen maupun teman-teman. Oleh karena itu sepatutnya disampaikan ucapan terima kasih atas bantuan yang diberikan terutama kepada :

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M. Hum., selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara


(3)

3. Bapak Syafrudin, S.H., M.H., D.F.M., selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

4. Bapak Muhammad Husni, S.H., M.H., selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

5. Bapak Dr. Hasim Purba, SH. M. Hum, selaku Ketua Departemen Hukum Perdata Universitas Sumatera Utara

6. Ibu Rabiatul Syahriah, S.H., M. Hum., selaku Sekretaris Departement Hukum Perdata

7. Bapak Syamsul Rizal, SH, M. Hum, selaku sebagai Dosen Pembimbing I 8. Ibu Dr. Yefrizawati, SH, M. Hum, selaku sebagai Dosen Pembimbing II 9. Bapak Makdin Munthe, S.H, M.Hum ,selaku Dosen Wali semasa kuliah 10. Bapak dan Ibu Dosen yang telah membimbing dalam masa perkuliahan 11. Seluruh staf dan pegawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang

telah memberikan ilmu dan bantuan kepada Penulis sejak perkuliahan sampai penyelesaian skripsi ini.

12. Para Pihak Perjanjian Sewa Menyewa Ruko atau narasumber yang telah bersedia member waktunya untuk mengisi kuisioner dari Penulis.

13. Untuk kedua orang tua tercinta Drs. T. M. Tambunan, SE, MBA dan Dra. E br Pandia atas doa, pengorbanan, dan kasih sayang yang tidak terhingga kepada Penulis

14. Buat abangku Melvin Hendrik Tambuan, SE. serta istrinya Christine Natalia Marpaung, SE dan kakak-kakakku Mindy Novita Tambunan, Sp serta suaminya Tommi Jakson Purba, SH dan kakakku Melisa Natalina Tambunan,


(4)

Spd yang telah mendukung Penulis agar tetap semangat dalam menyelesaikan skripsi

15. Buat para keponakanku Alexandra Erste Melia Tambunan dan Prinz Oktando Purba yang selalu membuat Penulis ceria

16. Buat para teman dan sahabat-sahabatku Gishella Sianipar, Devy Hutagaol, Putrinita Rajagukguk, Lusiana Pangaribuan, Melisa Pangaribuan, Yulia Ester Pakpahan, Devi Lubis, Eva Sitindaon, Theresia Tarigan, Oka W. Sagala, Asihot Manalu, Arif Fachriadi, Rezky Diapani Bangun dan Rully Daely serta Endah Napitupulu yang membantu dan menemani serta memberi motivasi dan masukan kepada Penulis dalam masa pengerjakan skripsi serta kepada Enda Napitupulu yang menyelamatkan skripsi saya dari virus.

17. Buat para Guru-Guru Sekolah Minggu Methodist Jemaat Kanaan (Servant of God) Kiki Astria Napitupulu (alm), CGI. Marthin Zebua (alm), Sabrina Simorangkir, Mom Kitty, Novietta Tobing, Carla Napitupulu, Ferdolin Sitorus, Decy Tobing, Dwi Septika Ginting dan Wesly Sianipar yang selalu membawa penulis ke dalam doa

Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada seluruh orang-orang yang penulis tidak dapat menyebut satu persatu namanya yang telah membantu dan memberi dorongan semangat kepada penulis agar penulis dengan segera menyelesaikan studi di Fakultas Hukum Jurusan Keperdataan BW dan segala kritik-kritik dan saran dari pembaca sangat penulis harapkan demi perbaikan skripsi ini.


(5)

Kiranya semoga Tuhan Yang Maha Kuasa, menerima dan meridhoi segala amal dan kebaikan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah memberikan fasilitas dan bimbingan kepada Penulis. Syalom.

Medan, 15 May 2013


(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………....…... i

DAFTAR ISI ...………....…... iv

ABSTRAK ...………... vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ..………... 1

B. Permasalahan …..………... 3

C. Tujuan Penulisan .………... 4

D. Manfaat Penulisan .………... 4

E. Metode Penelitian .………... 5

F. Keaslian Penulisan ………... 8

G. Sistematika Penulisan ………... 9

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI RUMAH TOKO (RUKO) A. Pengertian Rumah Toko ...………... 11

B. Sejarah Rumah Toko ……...………...… 14 C. Spesifikasi Rumah Toko …..………... 19

BAB III TINJAUAN MENGENAI PERJANJIAN DAN PERJANJIAN SEWA MENYEWA A. Pengertian Perjanjian ………..………... 27

B. Syarat Sah Perjanjian ……….………... 35


(7)

D.Dasar Hukum dan Kebiasaan-kebiasaan dalam Perjanjian Sewa

Menyewa ………... 46 E.Subjek dan Objek dalam Perjanjian Sewa Menyewa ... 51 F. Hak dan Kewajiban Dalam Perjanjian Sewa Menyewa ... 54 G.Berakhirnya Perjanjian Sewa Menyewa …………...… 55 BAB IV PERTANGGUNGJAWABAN PENYEWA RUKO APABILA TERJADI KERUSAKAN PASA SAAT PERJANJIAN SEWA MENYEWA BERAKHIR

a. Prosedur Perjanjian Sewa Menyewa Ruko Yang Telah Terjadi

Diantara Para Pihak ...………..…... 61 b. Hak Dan Kewajiban Dari Para Pihak Dalam Perjanjian Sewa

Menyewa Ruko ………... 63 c. Pertanggungjawaban Penyewa Ruko Apabila Terjadi Kerusakan

Pada Saat Perjanjian Sewa Menyewa Berakhir ……… 65

BAB V PENUTUP

A. KESIMPULAN ………... 71 B. SARAN……... 72 DAFTAR PUSTAKA …………... 74


(8)

ABSTRAK

Pertanggungjawaban penyewa rumah (ruko) apabila terjadi kerusakan pada saat perjanjian sewa menyewa berakhir

Syamsul Rizal, S.H, M.Hum1 Dr. Yefrizawati, .H, M.Hum2

Minstyn Tambunan3

Di era pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat, kebutuhan akan tempat tinggal juga semakin meningkat, tetapi luas lahan yang dibutuhkan semakin berkurang, untuk itu, cara mengatasinya yaitu dilakukannya pembangunan rumah ataupun ruko untuk disewakan. Namun, tidak semua masyarakat mampu untuk membangun rumah atau ruko tersebut. Oleh karena itu dilakukanlah perjanjian sewa menyewa rumah atau ruko.Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana prosedur perjanjian sewa menyewa rumah toko yang terjadi di antara para pihak, bagaimana hak dan kewajiban dari para pihak dalam perjanjian sewa menyewa ruko dan bagaimana pertanggungjawaban penyewa rumah toko apabila terjadi kerusakan pada saat perjanjian sewa menyewa berakhir. Penelitian ini dilakukan di Kota Medan.

Penelitian ini bersifat deskritif. Metode pendekatan yang digunakan adalah metode yuridis normatif dan yuridis empiris. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Metode pengumpulan data adalah data kepustakaan dan studi lapangan. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuisioner. Setelah dikumpulkan data tersebut dianalisa secara kualitatif.

Perjanjian sewa menyewa ruko yang dilakukan oleh para pihak diawali dengan kesepakatan yang kemudian dicantumkan dalam sebuah kontrak yang mereka susun sendiri. Kewajiban pemilik ruko adalah menyediakan ruko yang layak pakai, menyerahkan kunci-kunci ruko, memberi fasilitas-fasilitas pendukung (misalnya: air, PAM, listrik dan telepon), tidak menyewakan kembali pada pihak lain dalam masa sewa yang berjalan, menanyakan kepada penyewa apakah dilakukannya perpanjangan sewa menyewa di ruko tersebut dan menyerahkan dokumen pendukung dalam perjanjian. Sedangkan kewajiban penyewa adalah membayar uang sewa ruko, menjaga keadaan ruko dengan baik, membayar uang anggaran iuran penyewa (misalnya: air, listrik dan telepon). Kalau terjadi kerusakan ruko pada saat perjanjian sewa menyewa berakhir, maka yang bertanggung jawab disesuaikan dengan kesepakatan mereka apakah kedua belah pihak atau hanya pihak penyewa saja yang bertanggung jawab.

Kata kunci : Pertanggungjawaban, Perjanjian dan Sewa-Menyewa

1

Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

2

Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

3


(9)

ABSTRAK

Pertanggungjawaban penyewa rumah (ruko) apabila terjadi kerusakan pada saat perjanjian sewa menyewa berakhir

Syamsul Rizal, S.H, M.Hum1 Dr. Yefrizawati, .H, M.Hum2

Minstyn Tambunan3

Di era pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat, kebutuhan akan tempat tinggal juga semakin meningkat, tetapi luas lahan yang dibutuhkan semakin berkurang, untuk itu, cara mengatasinya yaitu dilakukannya pembangunan rumah ataupun ruko untuk disewakan. Namun, tidak semua masyarakat mampu untuk membangun rumah atau ruko tersebut. Oleh karena itu dilakukanlah perjanjian sewa menyewa rumah atau ruko.Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana prosedur perjanjian sewa menyewa rumah toko yang terjadi di antara para pihak, bagaimana hak dan kewajiban dari para pihak dalam perjanjian sewa menyewa ruko dan bagaimana pertanggungjawaban penyewa rumah toko apabila terjadi kerusakan pada saat perjanjian sewa menyewa berakhir. Penelitian ini dilakukan di Kota Medan.

Penelitian ini bersifat deskritif. Metode pendekatan yang digunakan adalah metode yuridis normatif dan yuridis empiris. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Metode pengumpulan data adalah data kepustakaan dan studi lapangan. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuisioner. Setelah dikumpulkan data tersebut dianalisa secara kualitatif.

Perjanjian sewa menyewa ruko yang dilakukan oleh para pihak diawali dengan kesepakatan yang kemudian dicantumkan dalam sebuah kontrak yang mereka susun sendiri. Kewajiban pemilik ruko adalah menyediakan ruko yang layak pakai, menyerahkan kunci-kunci ruko, memberi fasilitas-fasilitas pendukung (misalnya: air, PAM, listrik dan telepon), tidak menyewakan kembali pada pihak lain dalam masa sewa yang berjalan, menanyakan kepada penyewa apakah dilakukannya perpanjangan sewa menyewa di ruko tersebut dan menyerahkan dokumen pendukung dalam perjanjian. Sedangkan kewajiban penyewa adalah membayar uang sewa ruko, menjaga keadaan ruko dengan baik, membayar uang anggaran iuran penyewa (misalnya: air, listrik dan telepon). Kalau terjadi kerusakan ruko pada saat perjanjian sewa menyewa berakhir, maka yang bertanggung jawab disesuaikan dengan kesepakatan mereka apakah kedua belah pihak atau hanya pihak penyewa saja yang bertanggung jawab.

Kata kunci : Pertanggungjawaban, Perjanjian dan Sewa-Menyewa

1

Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

2

Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

3


(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dewasa ini, kebutuhan untuk tempat tinggal dan usaha sangat mendesak, yang setiap tahunnya mengalami peningkatan sesuai dengan pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat. Adanya pertumbuhan penduduk yang tinggi mengakibatkan banyak penduduk yang kekurangan tempat tinggal rumah dan tempat usaha. Pertumbuhan penduduk yang sangat cepat tersebut mengakibatkan kebutuhan akan rumah tempat tinggal dan rumah tempat usaha (rumah toko/ruko) juga semakin meningkat.

Salah satu cara untuk mengatasi kebutuhan akan rumah tempat tinggal dan ruko adalah dengan cara menambah jumlah rumah tempat tinggal dan jumlah ruko yang digunakan sebagai tempat untuk usaha sekaligus sebagai tempat tinggal. Untuk menambah jumlah rumah ataupun ruko tersebut tidaklah bisa semua kalangan masyarakat yang membangun bangunan tersebut. Hal ini dikarenakan taraf ekonomi dari lapisan masyarakat yang berbeda-beda.

Bagi masyarakat yang taraf perekonomiannya mampu untuk membangun rumah atau ruko tersebut, mereka dapat menyewakan rumah-rumah mereka ataupun ruko tersebut kepada orang-orang yang membutuhkan, atau dalam hal ini masyarakat yang golongan menengah ke bawah yang tidak mampu untuk membeli rumah atau membangun rumah mereka sendiri, maka mereka lebih memilih untuk menyewa rumah atau ruko yang harganya lebih terjangkau mereka.


(11)

Dengan demikian timbullah kegiatan sewa-menyewa di antara pihak, yaitu pihak penyewa rumah atau ruko dan pihak yang menyewa rumah atau ruko tersebut.

Perjanjian sewa menyewa yang dilakukan oleh para pihak tersebut merupakan salah satu dari bentuk hubungan-hubungan hukum yang sekarang ini sering dilakukan oleh seseorang demi memenuhi kepentingannya atau kebutuhan-kebutuhannya.

Suatu perjanjian sewa menyewa yang dibuat atau dilakukan oleh beberapa pihak atau orang menunjukkan bahwa setiap orang yang melakukan perjanjian itu telah siap untuk melaksanakan kewajibannya seperti yang telah diperjanjikan. Seperti yang diketahui, dalam hal perjanjian sewa-menyewa setiap pihak memiliki hak dan tanggung jawabnya masing-masing, di mana hak dan tanggung jawab tersebut harus dipenuhi oleh para pihak yang melakukan perjanjian tersebut.

Perjanjian sewa-menyewa merupakan salah satu bentuk perjanjian khusus yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Telah diketahui bersama bahwa setiap manusia selalu mempunyai kepentingan-kepentingan yang serba kompleks, dimana manusia itu selalu berusaha untuk dapat meraih setiap kebutuhannya. Salah satu caranya ialah dengan mengadakan hubungan hukum dengan manusia lainya. Bentuk hubungan hukum yang beraneka ragam tersebut salah satu di antaranya adalah dengan mengadakan perjanjian sewa-menyewa.

Sewa menyewa, seperti perjanjian lain pada umunya, merupakan perjanjian konsensual, artinya perjanjian tersebut sudah sah dan mengikat pada


(12)

detik tercapainya kata sepakat antara kedua belah pihak.4 Jadi seperti yang diatur dalam Pasal 1548 KUH Perdata

“Dalam perjanjian sewa menyewa ini, pihak yang menyewakan mengikat diri untuk menyerahkan barang yang disewakannya untuk dapat dinikmati oleh pihak penyewa untuk jangka waktu tertentu, sedangkan pihak penyewa diwajibkan untuk membayar sejumlah harga sebagaimana kontraprestasi dari barang yang diterimanya”.

B. PERMASALAHAN

Dalam penulisan skripsi haruslah ditentukan terlebih dahulu mengenai masalah-masalah yang merupakan titik tolak dari pembahasan-pembahasan selanjutnya, di mana akan dibahasnya masalah-masalah yang menyangkut perjanjian sewa menyewa ruko. Bukan tidak mungkin masalah ini akan menjadi lebih luas, disebabkan oleh banyaknya segi-segi dari hukum perjanjian itu sendiri, yang mungkin bisa mengaburkan masalah yang sebenarnya. Oleh karena itu akan dibatasi pada masalah yang akan menjadi topik pembahasan nantinya.

Adapun permasalah yang dimaksudkan adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana prosedur perjanjian sewa menyewa rumah toko yang terjadi di antara para pihak?

2. Bagaimana hak dan kewajiban dari para pihak dalam perjanjian sewa menyewa ruko?

3. Bagaimana pertanggungjawaban penyewa rumah toko apabila terjadi kerusakan pada saat perjanjian sewa menyewa berakhir?

4

R. Subekti, Aneka Perjanjian, Cetakan ke X, Citra Aditya Bandung, 1995, hal 39. Selanjutnya disebut R. Subekti 1


(13)

C. Tujuan Penulisan

Adapun yang menjadi tujuan penulisan dalam penyusunan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui prosedur–prosedur dari perjanjian sewa menyewa ruko yang terjadi di antara para pihak.

2. Untuk menguraikan bentuk-bentuk hak dan kewajiban dari para pihak di dalam perjanjian sewa menyewa ruko.

3. Tulisan ini juga untuk menjelaskan bagaimana cara penyelesaian sengketa dalam pertanggungjawaban pihak penyewa ruko apabila terjadi perselisihan atau permasalahan dalam perjanjian sewa menyewa ruko.

D. Manfaat Penulisan a. Secara teoritis

1. Memberikan masukan sekaligus pengetahuan tentang hal-hal yang berhubungan dengan sewa menyewa ruko.

2. Memberikan masukan dan manfaat dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan dan di mana dalam penulisan skripsi ini diberikan analisa-analisa yang bersifat objektif.

b. Secara praktis

1. Memberikan masukan sekaligus pengetahuan kepada para pihak baik si penyewa maupun yang menyewakan dalam melakukan kegiatan sewa menyewa mengenai apa yang menjadi hak dan kewajiban masing-masing


(14)

pihak karena adanya perlindungan dan kepastian hukum yang menjamin mengenai hal tersebut.

2. Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan hukum apabila kelak terjadi hal yang dibahas dalam skripsi ini.

E. Metode Penelitian 1. Lokasi penelitian

Penelitian skripsi dilakukan pada beberapa ruko–ruko yang ada di Medan sekitar. Hal ini dilakukan karena Medan merupakan salah satu kota ruko atau salah satu kota yang memiliki bangunan berbentuk ruko terbanyak, sehingga hal ini dapat memudahkan dalam penelitian yang hendak dilakukan sesuai dengan judul skripsi yang diangkat. Sampel yang di peroleh dalam penelitian sebanyak 5 ruko.

2. Sifat Penelitian

Penelitian yang dilakukan secara deskriptif, yaitu yang bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu, atau atau untuk menentukan penyebaran suatu gejala atau untuk menetukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat.

3. Metode pendekatan

Penulisan ini dilakukan dengan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif dimaksudkan untuk melakukan pengkajian terhadap hukum perdata dan penerapan hukum perdata sebagai


(15)

sarana kebijakan hukum perdata dalam rangka perjanjian sewa menyewa ruko di Kota Medan.

Pendekatan yuridis empiris dimaksudkan untuk melakukan penelitian terhadap eksistensi hukum perdata di Indonesia dan pengaplikasiannya terhadap penegakan hukum di Indonesia.

4. Sumber data

Sumber data yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini ada data primer dan data sekunder. Data sekunder yaitu data yang diperoleh melalui hasil studi pustaka, tulisan ilmiah dan berbagai sumber tulisan tangan lainnya. Sedangkan data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari lapangan yang dapat berupa angket, kuisioner ataupun wawancara langsung. Data sekunder dibagi menjadi dua yaitu:

a. Bahan Hukum Primer

yaitu data-data yang berupa dokumen-dokumen peraturan yang bersifat mengikat, asli dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang. Bahan hukum primer penulisan skripsi ini di antaranya K.U.H.Perdata Buku III Bab VII Pasal 1574-1600 mengenai perjanjian sewa menyewa

b. Bahan Hukum Sekunder

yaitu semua dokumen yang merupakan informasi atau hasil kajian mengenai masalah perjanjian sewa menyewa, seperti makalah, karya ilmiah koran, karya tulisan dan beberapa sumber dari internet yang berkaitan dengan persoalan diatas.


(16)

yaitu semua dokumen yang berisikan konsep-konsep dan keterangan-keterangan otentik yang bersifat mendukung data primer dan data sekunder, seperti kamus ensiklopedia, kamus bahasa Indonesia, dan lain-lain.

5. Metode pengumpulan data

Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini menggunakan dua metode, yaitu:

a. Metode pengumpulan data dengan cara studi kepustakaan (Library research) yaitu dengan mempelajari dan menganalisa secara sistematis buku–buku, artikel, koran atau surat kabar, internet dan media masa. b. Dengan cara studi lapangan (Field research) yaitu dengan melakukan wawancara langsung ke para pihak yang bersangkutan atau dapat dengan cara melakukan angket atau dengan kuisioner.

6. Alat pengumpulan data

Dalam pengumpulan data yang dilakukan, penelitian dilakukan dengan cara membuat kuisioner pada para pihak, di mana para pihak dapat mengisi pertanyaan yang sudah tersedia dan dapat memberi jawaban mereka sendiri di kolom jawaban yang telah disediakan oleh peneliti. 7. Analisa data

Metode analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif, yaitu data yang diperoleh dari penelitian disajikan dan diolah secara kualitatif dengan langkah-langkah sebagai berikut:


(17)

a. Data yang diperoleh dari penelitian diklasifikasikan sesuai dengan permasalahan dalam penelitian

b. Hasil klasifikasi data selanjutnya disistematiskan

c. Data yang telah disistematiskan kemudian dianalisis untuk dijadikan dasar dalam pengambilan kesimpulan.

F. Keaslian Penulisan

Masalah sewa menyewa diatur dalam Buku III Bab VII Pasal 1574-1600 K.U.H.Perdata. Ketentuan tersebut berlaku untuk segala macam sewa menyewa, mengenai semua jenis barang baik bergerak maupun tidak bergerak, baik barang yang memakai jangka waktu tertentu maupun tidak memakan waktu tertentu oleh karena waktu tertentu bukan merupakan syarat mutlak untuk perjanjian sewa menyewa.

Berdasarkan hasil penelusuran kepustakaan, serta hasil penelitian baik itu dari media eletronik yang ditelusuri tidak ada kesamaan dalam penulisan judul skripsi ini. Karena masalah tentang sewa menyewa ruko belum ada satu pun mahasiswa yang mengangkat sistematika dalam tata cara kegiatan sewa menyewa tersebut. Maka dengan demikian secara akademis penulisan ini dapat di pertanggungjawabkan.


(18)

G. Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini didasarkan pada hasil penelitian data yang berhasil dikumpulkan kemudian diolah dan dianalisis serta hasilnya digunakan untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi. Untuk memudahkan pembahasan skripsi ini, maka akan dibuat sistematika secara teratur dalam bagian-bagian yang semuanya saling berhubungan satu dengan yang lainnya.

Sistematika atau gambaran isi tersebut dibagi dalam beberapa bab dan diantara bab-bab ini terdiri pula atas sub bab. Adapun gambaran ini atau sistematika tersebut adalah sebagai berikut:

Bab I merupakan pendahuluan. Bab ini berisikan mengenai latar belakang, permasalahan, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penelitian, keaslian penulisan, dan sistematika penulisan

Bab II merupakan tinjauan umum mengenai rumah toko (ruko). Bab ini berisikan mengenai rumah toko (ruko), sehingga dalam bab dua ini diuraikan : pengertian dari rumah toko (ruko), sejarah dari rumah toko (ruko) dan spesifikasi dari rumah toko (ruko).

Bab III merupakan tinjauan mengenai perjanjian dan perjanjian sewa menyewa. Bab ini berisikan tentang pengertian perjanjian sewa menyewa, syarat sahnya perjanjian, pengertian perjanjian sewa menyewa, dasar hukum dan kebiasaan dalam perjanjian sewa menyewa, subjek dan objek dalam perjanjian


(19)

sewa menyewa, hak dan kewajiban dalam perjanjian sewa menyewa dan berakhirnya perjanjian sewa menyewa.

Bab IV merupakan penerapan pertanggungjawaban penyewa ruko apabila terjadi kerusakan pada saat berakhirnya perjanian sewa menyewa berakhir. Bab ini yang dimaksud untuk menjawab pokok masalah yang diajukan, sehingga dalam bab ini diuraikan mengenai : Prosedur Perjanjian sewa menyewa rumah toko yang terjadi di antara para pihak, Hak dan Kewajiban para pihak dalam perjanjian sewa menyewa rumah toko dan, cara Penyelesaian sengeketa dalam pertanggungjawaban perjanjian sewa menyewa rumah toko

Bab V merupakan penutup. Bab penutup dari penulisan skripsi ini, yang dimana menguraikan mengenai : kesimpulan dan saran.


(20)

BAB II

TINJAUAN UMUM MENGENAI RUMAH TOKO (RUKO)

A. Pengertian Rumah Toko

Untuk lebih jelas mengenai pengertian ruko, terlebih dahulu diklasifikasikan antara rumah tempat tinggal maupun rumah usaha (ruko). Secara awam pemikiran manusia rumah merupakan tempat yang sangat penting bagi manusia, hal ini dikarenakan rumah dapat melindungi manusia dari hujan, panas maupun membuat berkumpulnya keluarga. Sekarang ini rumah sudah dibagi-bagi menurut daripada fungsinya, misalnya saja rumah tempat tinggal, rumah tempat usaha dan rumah tempat tinggal yang dijadikan juga sebagai tempat usaha.

Sebuah tempat tinggal biasanya berwujud bangunan rumah, tempat berteduh, atau struktur lainnya yang digunakan sebagai tempat manusia tinggal. Istilah ini dapat digunakan untuk rupa-rupa tempat tinggal, mulai dari tenda-tenda nomaden hingga apartemen-apartemen bertingkat. Dalam konteks tertentu tempat tinggal memiliki arti yang sama dengan rumah, kediaman, akomodasi, perumahan, dan arti-arti yang lain.5

Pengertian rumah usaha menurut dari Handa S. Abidin ialah:

“Rumah usaha atau lebih sering disebut tempat usaha adalah tempat yang digunakan untuk kegiatan-kegiatan perdagangan, industri, produksi, usaha jasa, penyimpanan-penyimpanan dokumen yang berkenaan dengan perusahaan, juga kegiatan-kegiatan penyimpanan atau pameran

5

http://id.wikipedia.org/wiki/Tempat_tinggal, diakses Senin, 18 Maret 2013 pukul 22.15 WIB


(21)

barang, termasuk rumah tempat tinggal yang sebagian digunakan untuk kegiatan-kegiatan tersebut”. 6

Sedangkan rumah tempat tinggal yang dijadikan ruko pengertiannya berbeda lagi dengan rumah tempat tinggal dan rumah tempat usaha. Ruko adalah salah satu jenis bangunan yang berasal dari kata rumah dan toko. Rumah yang berarti tempat berpenghuni dan tokoberarti ruang untuk kegiatan usaha, jadi ruko dapat dikatakan sebagai sebuah bangunan yang menggabungkan fungsi hunian dan kerja dalam satu tempat. Dengan titik tolak yang sederhana ini, menyebabkan ruko dapat berkembang dengan sangat pesat. Disamping praktis dan murah, fungsi ruko mampung menampung kegiatan dalam sekala ekonomi kecil.

Perkembangan tren rumah sebagai tempat usaha untuk mensiasati efektivitas dan mobilitas yang tinggi dari manusia modern semakin menunjukkan perkembangan yang luar biasa akhir-akhir ini. Hal ini dapat dilihat dari bisnis properti rumah toko (ruko) yang semakin marak di setiap kota di Indonesia tidak terkecuali di Medan. Selain itu permintaan klien untuk membangun rumah sekaligus sebagai tempat usaha dari berbagai kalangan seperti dokter, bidan, akupunturis, sampai guru pun membanjir. Pemesanan desain ruko ini juga datang dari enterpreuner yang juga berkeinginan menjalankan usahanya dari rumah.

Ruko memang merupakan solusi yang cukup baik untuk mengatasi kebutuhan akan rumah tinggal sekaligus juga tempat mengembangkan usaha dari rumah. Dari mulai usaha jasa, sampai dengan usaha perdagangan dapat

6

http://penelitihukum.org/tag/pengertian-tempat-usaha/, diakses Senin, 18 Maret 2013, pukul 22.15 WIB


(22)

mengembangkan usaha mereka melalui desain ruko sehingga tercipta mobilitas dan efektivitas yang tinggi dari para pemakainya.

Seperti yang sudah dibahas terlebih dahulu, bahwa rumah toko lebih sering disebut dengan nama ruko, yang memiliki pengertian yang berbeda-beda dari tiap-tiap pemikiran orang.

Menurut Andie A. Wicaksono

“Rumah toko atau lebih sering disebut sebagai ruko adalah sebutan bagi bangunan-bangunan di Indonesia yang umumnya dibuat bertingkat antara dua hingga lima lantai, di mana fungsinya lebih dari satu, yaitu fungsi hunian dan komersial. Lantai bawahnya digunakan sebagai tempat usaha atau kantor, sedangkan lantai atas dimanfaatkan sebagai tempat tinggal”7 Menurut J.D Benyamin

“Rumah toko adalah bangunan yang digunakan untuk tempat berusaha (berdagang) barang dan jasa, dan juga sebagai tempat tinggal pemilik toko tersebut”.8

Berdasarkan pengertian yang telah disebutkan di atas maka secara garis besar dapat disimpulkan bahawa rumah toko atau yang lebih sering disebut dengan ruko itu adalah rumah yang dimana memiliki dwifungsi. Fungsi yang terdapat dalam rumah toko tersebut antara lain sebagai rumah tempat tinggal dan rumah tempat usaha.

Pada dasarnya orang yang tinggal di ruko, pada lantai dasar sering digunakan sebagai tempat usaha atau sebagai tempat kantor, sedangkan pada lantai berikutnya sering digunakan sebagai tempat tinggal. Hal ini dikarenakan

7

Andie A. Wicaksono, Ragam Desain Ruko (Rumah Toko), Penebar Swadaya, Jakarta, 2007, hal 6

8

Kutipan dari J.D Benyamin (1996.63) yang diperoleh dari Makalah Skripsi dari Universitas Kristen Petra, Rumah & Toko, http://digilib.petra.ac.id/viewer, diakses tanggal 11 Oktober 2012 Pukul 22.41 WIB


(23)

agar orang yang menempati ruko tersebut dapat membagi waktu dan tempatnya bekerja, agar tidak tercampur aduk antara tempat usaha maupun tempat tinggal yang terjadi di dalam 1 (satu) rumah.

Tipologi dari ruko biasanya dikenal:

1. Relatif sempit dengan massa bangunan yang memanjang ke belakang

2. Kedua sisinya masih saling berdekatan yang menyebabkan kualitas dalam bangunan rendah.

B. Sejarah Rumah Toko

Usaha jual-beli ruko pada dasarnya termasuk usaha di bidang properti. Pendirian sebuah ruko hendaknya dimulai dari pemikiran tentang konsep ruko tersebut. Proses desain sejak awal perancangan hingga akhir proses konstruksi selalu didasarkan pada ketetapan antara kestrategisan pemilihan lokasi, bentuk desain fascade, masa bangunan yang tepat dan juga ketetapan dalam penentuan harga jual atau sewa dari properti ruko tersebut.

Fenomena ruko menjadi sebuah subjek penelitian dalam kerangka proses pencarian jati diri budaya arsitektur lokal maupun regional (di era globalisasi). Ruko memiliki ruang-ruang yang relatif tipikal, yang dapat secara mudah dimanfaatkan untuk bermacam fungsi. Umumnya bagian depan digunakan sebagai tempat untuk berusaha. Dalam budaya bermukim kota di Indonesia, pada awalnya

kita mengenal “toko” sebagai sebuah konsep tradisional yang berbeda dengan


(24)

Lombard, “toko” (yang berasal dari “tu ku” (土庫), kata yang dalam bahasa

Mandarin maupun Hokkian berarti serupa; di Bahasa Melayu digunakan istilah (kedai) dikenal di sebagai sembarang ruangan tempat barang dagangan ditumpuk tanpa aturan jelas, tempat di mana sang pemilik atau penjaga toko melewati harinya, sebelum etalase atau meja pajang diperkenalkan.9

Tak kalah penting, keberadaan kehidupan di dalam ruko-ruko telah memberikan banyak sumbangan penting pada budaya bermukim perkotaan lewat konsep-konsep dan teknologi rumah tangga. Lombard menyebutkan dengan gamblang sejumlah teknik-teknik umum dimanfaatkan di Jawa, seperti misalnya penggunaan istilah-istilah seperti „loteng‟ dan „ubin‟ yang diduga kuat berasal dari kebudayaan Cina.10 Tak bisa dipungkiri bahwa kebudayaan masyarakat Cina di perantauan juga dipengaruhi banyak oleh budaya lokal maupun Eropa seiring perkembangan zaman dan interaksi antar budaya. Berikut ini adalah beberapa konsep penting yang merupakan ciri khas tipologi ruko pada awal abad ke-20.

Ruko-ruko abad ke-19, dalam kehidupan perkotaan masa itu, membentuk aktivitas di jalan dan menciptakan pusat-pusat keramaian yang secara khas hanya dapat dijumpai di pecinan. Gaya hidup semacam inilah yang telah menghidupi pusat-pusat keramaian kota-kota di Indonesia selama ratusan tahun hingga keberadaannya kini terancam oleh pusat-pusat perbelanjaan dan perumahan-perumahan modern yang menggunakan kapital besar. Tanpa langsung disadari, hilangnya toko-toko ini mengakibatkan matinya lorong-lorong kota dan

9

Lombard Denys, Nusa Jawa, Silang Budaya Bagian 2, Jaringan Asia, Le Carefour Javanais, Essai d‟hostoire Globale II, Le Resaux Asiatiques, Jakarta : Gramedia, 1996, hal 275- 277

10


(25)

terciptanya jalan-jalan yang sepi karena pindahnya keramaian ke bangunan-bangunan mal yang monolit, ketimbang hingar bingarnya toko-toko dan kaki-lima yang beragam. Ini merupakan pertanda matinya sebuah warisan budaya kota dan juga identitas kita.11

Ruko-ruko awal abad 20 juga merupakan bukti-bukti pergeseran sosial budaya penghuninya, namun diperkenalkannya konsep-konsep bermukim baru, yang tidak serta merta meninggalkan tradisi dan konsep-konsep lama. Penghormatan pada leluhur yang merupakan tradisi masyarakat Cina tetap ditampilkan lewat altar dan ritual sembahyang meski dalam bentuk yang disederhanakan. Konversi ke agama Kristen juga tidak langsung menghapuskan tradisi ini. Singkat kata, seiring dengan berbagai perubahan sosial dan benturan kebudayaan, produk-produk budaya era ini dapat menampilkan begitu banyak kualitas seni dan keunikan yang tidak kita jumpai sebelum maupun dengan jauh sesudahnya (masa kini) sehingga produk era ini menjanjikan banyak hal yang dapat kita pelajari sebagai fakta sejarah maupun pelajaran yang berguna.

Perkembangan tipologi ruko tidak begitu saja terhenti dewasa ini seiring dengan pergantian zaman dan rejim politik karena di hampir seluruh kota di kawasan ini, baik ruko tua maupun ruko yang baru dibangun masih memenuhi daerah-daerah padat komersial (baik di dalam pecinan maupun di luar). Karena harga tanah yang tinggi berkat lokasi strategis dan iklim ekonomi perkotaan dunia ketiga, ruko masih merupakan solusi yang sesuai dengan menawarkan kapasitasnya sebagai bangunan multifungsi berkepadatan menengah dan dengan

11


(26)

fleksibilitas tinggi. Tetapi pada dasawarsa 1970 dan 1980, seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang pesat, ruko-ruko dengan konsep yang sama sekali baru bermunculan di berbagai sentra-sentra ekonomi kota dengan tidak lagi dihalangi oleh kebijakan zone etnis.12

Setelah melalui salah satu krisis terburuk dalam sejarah modern Indonesia,

politik asimilasi Orde Baru secara efektif melarang segala bentuk ekspresi „ke -Cina-an‟ di muka publik sehingga mengakibatkan banyak pecinan mengalami krisis identitas. Banyak klenteng „berubah‟ menjadi vihara, banyak yang mengalami penurunan kualitas fisik karena posisinya terjepit oleh kemunculan bangunan-bangunan baru dan penataan fisik yang tidak mendukung. Hilangnya elemen-elemen pembentuk identitas kawasan juga menyebabkan hilangnya identitas etnis pada ruko-ruko, yang sekaligus memperkuat fungsinya sebagai bangunan komersial. Fungsi hunian juga lambat laun tidak lagi dapat diakomodasi oleh pecinan karena kondisi lingkungan yang tidak mendukung dan persepsi yang berubah. Ruko-ruko ini akhirnya muncul sebagai usaha spekulasi properti. Banyak pengembang lebih memilih untuk mengembangkan sebuah lahan untuk satu deret ruko daripada mengembangkannya untuk sebuah rumah tinggal. Ruko-ruko ini,

meski masih memakai istilah „ruko‟, tidak lagi berfungsi dominan sebagai tempat tinggal tetapi lebih diperuntukan sebagai tempat usaha yang fleksibel, mudah dibangun, dan murah. Dengan sendirinya ruko-ruko ini juga mengabaikan

12


(27)

konsep tradisional yang dulu vital bagi sebuah hunian dan kehilangan kualitas individualitas.13

Hasilnya adalah ruko-ruko seragam monoton yang tersebar di berbagai pelosok kota menggeser fungsi-fungsi hunian ke pinggiran kota. Diabaikannya

konsep „chimcay‟ juga mengakibatkan ruko-ruko jenis baru ini tidak sesuai dengan iklim tropis yang panas dan lembab. Selain itu, keberadaan ruko-ruko ini pada skala lingkungan telah merubah karakter fisik kota secara drastis. Karena ruko-ruko lama sudah tidak lagi diminati orang, banyak ruko-ruko baru menggantikan ruko-ruko lama yang termakan usia. Akselerasi perubahan karakter ruko-ruko di pecinan juga dipacu oleh kebijakan perencanaan kota modern Indonesia yang mendorong dibangunnya tipologi-tipologi baru seperti pada kasus Bogor maupun Bandung. Namun kecenderungan yang bertolak belakang terjadi (misalnya) di Padang dan Palembang, pemindahan aktivitas ekonomi (pasar) dari kawasan kota lama ke sentra ekonomi baru menjadikan matinya kehidupan pecinan dan kawasan kota lama. Ruko-ruko lama rusak dan tidak lagi diperbaharui menjadikan kawasan pecinan ditinggal penghuni dan dibiarkan menjadi kawasan hitam yang rawan.

Ruko sebagai sebuah sosok arsitektur di Indonesia memiliki sejarah panjang dan berperan penting dalam memberi bentuk dan warna terhadap perkembangan kota-kota di Indonesia. Akan tetapi, belakangan ini tipologi ruko

13 Lim, Jon “The Origin of the Singapore Shophouse”, pp. 23

-31 Architecture Journal 1990, School of Architecture, National University of Singapore,. Singapore, 1990, http://handelstraat.wordpress.com/2008/11/24/arsitektur-ruko-warisan-sejarah-dan-tradisi-budaya-bermukim/, diakses 18 April 2013


(28)

dibangun dengan citra yang “asal” dan “semrawut”. Ruko juga dianggap sebagai

salah satu penyebab rusaknya arsitetur kota-kota di Indonesia.

C. Spesifikasi Rumah Toko

Seiring dengan perkembangan zaman, fungsi dan bentuk ruko ikut mengalami perubahan-perubahan, terutama dalam hal efisiensi lahan. Bentuk ruko bagian depan dimajukan, sehingga lahan terbuka pun menjadi berkurang. Hal ini membawa dampak terhadap kota, terutama dalam hal sirkulasi. Untuk itu, hal yang perlu diperhatikan dalam merancang sebuah ruko adalah kenyamanan dari ruko itu sendiri. Ruko dalam pembagian jenis desain terbagi menjadi beberapa, yaitu :14

1. Pavilliun sebagai sanggar seni

2. Rumah warisan sebagai tempat kost mahasiswa 3. Carport atau garasi sebagai tempat warung internet 4. Loteng rumah dengan plafon tinggi sebagai studio desain 5. Garasi dijadikan distro, dan sebagainya.

Lokasi merupakan faktor terpenting untuk pemilihan tempat ruko yang strategis, hal ini dikarenakan ruko yang memiliki salah satu fungsi sebagai tempat usaha. Dalam memilih sebuah lokasi, diperlukan adanya analisis tapak terlebih dahulu, yaitu semacam riset kecil untuk menentukan apakah sebuah lokasi layak untuk dijadikan sebagai tempat usaha atau tidak.

14

Anne Ahira, Menciptakan Desain Rumah Toko Yang Efektif, http://www.anneahira.com/desain-rumah-toko-14848.htm Diakses tanggal 12 Oktober 2012 Pukul 15.00 WIB


(29)

Analisis tapak berfungsi untuk menentukan “nilai” dari lokasi yang

diamati sehingga dapat diketahui perbandingan “nilai” beberapa lokasi yang ada,

kemudian dipilih yang terbaik. Penilaian ini kurang lebih sama dengan penilaian terhadap sebuah hotel yang menggunakan tanda bintang. Bintang satu untuk lokasi yang biasa dan bintang lima untuk lokasi yang luar biasa dengan harga yang luar biasa. Bintang-bintang yang menentukan kebaikan sebuah lokasi antara lain :15

a. Kedekatan dengan pusat atau magnet aktivitas kota,

b. Ketersediaan utilitas kota seperti air, listrik, telepon dan lain-lain c. Kemudahan pencapaian atau aksesibilitas

d. Aktivasi penunjang yang ada di sekitar lokasi seperti layanan perbankan, rumah sakit dan tempat rekreasi

e. Lingkungan disekitar lokasi termasuk di dalamnya keamanan, kebersihan dan estetika lingkungan dan lain-lain.

Pada umumnya tidak ada aturan yang membuat standart resmi yang diberlakukan terhadap ukuran sebuah ruko. Akan tetapi, ukuran standar yang dipakai sebagai pedoman adalah lebar depan sebuah mobil (kendaraan roda empat), yaitu 3,5 m. Biasanya masih ditambah dengan sirkulasi untuk pejalan kaki (estimasi dua orang berjalan bersebelahan), yaitu 1,5 m. Jadi, ukuran standar yang dapat diambil untuk lebar depan sebuah ruko adalah 5 m.

15

Andie Wicaksono, Mengelola Investasi Real Estate, Penebar Swadaya, Jakarta, 2005, hal 6


(30)

Ruko dalam kenyataannya dibagi menjadi beberapa desain atau bentuk ruko, antara lain :16

1) Ruko Dua Unit

Ruko ini menyesuaikan ketinggian dan sebisa mungkin mengoptimalkan ukuran (space) ruang-ruang yang ada. Ruko ini terletak di kawasan perbukitan di tengah-tengah kota. Pemilik menginginkan agar tercipta sebuah perbedaan yang jelas antara fungsi publik dan fungsi privat sehingga kavling tanah dipisahkan menjadi dua bagian. Area depan digunakan untuk usaha, sedangkan area belakang murni digunakan sebagai rumah tinggal.

Kondisi lahan terletak di perbukitan dengan kontur berlereng-lereng dan luas terbatas. Dengan kondisi tersebut bangunan dibuat menyesuaikan ketinggian dan sebisa mungkin mengoptimalkan ukuran (space) ruang-ruang yang ada. Oleh karena itu, bangunan dibuat berlantai satu pada bagian depan (tempat usaha) dan tiga lantai pada area belakang (hunian).

2) Ruko Kawasan Kampus

Ruko ini berdekatan dengan kawasan kampus perguruan tinggi. Oleh karena itu, jenis usahanya harus yang dapat memenuhi kebutuhan mahasiswa yang tinggal di sekitar lingkungan ruko, baik menyangkut kebutuhan penunjangan aktivitas perkuliahan maupun kebutuhan seharian mahasiswa.

Kompleks ruko tersebut dirikan pada lahan berkontur dengan topografi ruko lebih tinggi 50 cm dari atas jalan. Diupayakan seminimal mungkin dilakukan pemotongan atau penambahan kontur tanah (cut and fill). Selain itu, bentuk

16


(31)

lahan tidak beraturan (mengarah ke bentuk segitiga), untuk meminimaliskan terjadinya lahan yang tidak berguna (lost of space), pengolahan fungsi ruang dilakukan seoptimal mungkin.

3) Ruko Klasik

Pengolahan massa bangunan menggunakan system proposi untuk memberikan rasio estetika terhadap ornamen bangunannya. Ruko ini terletak di kawasan kota lama, yaitu sebuah area yang dahulunya digunakan sebagai pusat perdagangan. Di kawasan ini banyak ditemukan bangunan-bangunan kuno bergaya arsitektur klasik kolonial. Bangunan-bangunan tua juga telah dimasukkan sebagai bangunan konservasi sehingga dapat disebut sebagai cagar budaya.

4) Ruko Tropis di Perumahan

Ciri-ciri dari gaya arsitektur tropis dapat dilihat pada atap bangunan yang menggunakan kisi-kisi untuk sirkulasi udara sehingga ruang-ruang di bawahnya tidak terasa panas. Bangunan ruko ini terletak di depan kompleks perumahan.

5) Ruko Minimalis

Penerapan gaya modern minimalis di dalam ruko ini data dilihat pada material yang digunakan untuk bahan bangunannya, seperti kaca, dinding plester halus, aluminium, bentuk dasar ruko yang sedikit hiasan, serta pewarnaan yang minim.

Ruko ini terletak di kawasan Central Building District (CBD) area di jantung kota. Sebagai pusat dan magnet kegiatan, kawasan ini memegang peranan


(32)

penting terhadap berjalannya aktivitas perdagangan dan perekonomian di kota tersebut. Terdapat banyak gedung-gedung bertingkat megah di sepanjang jalan di kawasan ini.

6) Ruko Kontemporer

Kontemporer berasal dari temporer atau sesuatu yang sifatnya sementara. Kontemporer dapat juga disebut gabungan antara dua atau lebih gaya yang menghasilkan gaya baru.

Ruko di tepi jalan arteri primer merupakan akses utama menuju kota lainnya ini juga dapat digunakan sebagai area transit sementara. Letaknya yang cukup strategis dijadikan sebagai tempat usaha dengan mengadopsi gaya adopsi campuran antar kota satu dengan kota yang lain. Gaya arsitektur ini sering disebut dengan gaya arsitektur kontemporer.

7) Ruko High Tech

Bangunan ini dapat dilihat dari penggunaan teknologi modern di dalamnya seperti penggunaan koneksi internet, sistem pemindai (Scanning), pengeksposan tempat utilitas seperti Shaft Ac, listrik serta telepon, serta telepon maupun jaringan air. Ruko ini terletak di sebuah area sentra industri otomotif yang di dalamnya berisikan tempat pembuatan dan perakitan suku cadang kendaraan, showroom, dan layanan purna jual. Pada siang hari kawasan ini dipadati oleh aktivitas perdagangan dan industri, sedangkan malam harinya tidak begitu ramai pada aktivitas. Dalam pemilihan aktivitas usaha yang cocok yang dapat dilakukan hingga malam hari di tempat ini hanyalah usaha entertainment atau hiburan malam.


(33)

8) Ruko Vernakuler

Gaya vernakuler adalah gaya yang mengadopsi kekhasan unsur-unsur kebudayaan lokal di tempat tersebut. Ruko ini terletak di kawasan wisata yang ramai dikunjungi wisatawan asing maupun lokal. Atraksi yang ditawarkan di tempat tersebut antara lain wisata air seperti rekreasi pantai dan selancar di malam hari tempat ini ramai dengan hiburan malam seperti kafe, night club, restoran dalan lain-lain. Oleh karena letaknya di daerah pantai, kawasan ini berkembang secara organik dengan simpul-simpul kegiatan di tempat yang sering dikunjungi oleh wisatawan.

9) Ruko Futuristik

Futuristik adalah suatu gaya penataan sebuah objek bangunan sehingga tampak seolah-olah berasal dari masa depan. Ruko ini dinamakan dengan ruko futuristik karena bentuknya terkesan tidak biasa bahkan biasa disebut sebagai model dari bangunan masa depan. Ruko seperti ini cocok untuk diaplikasikan pada kawasan perkotaan yang sudah memiliki banyak bangunan modern.

10) Ruko Postmodern

Gaya postmodern berusaha untuk mengubah citra modern yang statis dengan penambahan lengkung yang dinamis, serta elemen-elemen tambahan fungsional untuk menyesuaikan kondisi lingkungan sekitar. Ruko postmodern terletak di kawasan perbatasan kota atau kawasan urban yang penduduknya merupakan asli dan pendatang. Di kawasan ini bangunan yang ada umumnya


(34)

merupakan bangunan tradisional dan beberapa diantaranya sudah mengalami penambahan.

Kawasan urban merupakan kawasan pengembangan dari pusat kota dan biasanya penduduknya merupakan orang-orang yang bekerja di kota. Jadi, kultur budaya serta adat istiadatnya termasuk dalam golongan manusia modern.

Sedangakan dalam hal mendesain ( rumah toko ) atau ruko terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu:.

a) Kenyamanan.

Menggabungkan 2 fungsi rumah tempat tinggal dan toko dalam satu wadah sehingga tidak mengganggu sinergis fungsi ruang masing - masing sehingga tercipta kenyamanan.

b) Ketepatan.

Mencipta desain rumah toko adalah hal yang mesti dipertimbangkan dari sebelum awal membangun sebuah rumah.Atur ruangan supaya efisien dan tidak ada yang kosong. Sedangkan dalam pembagian ruang pada ruko, jika memakai rumah tinggal yang dialih fungsikan juga untuk toko maka dapat memakai ruangan yang sering tidak dipakai misal : teras,halaman rumah,carport,pavilion atau lantai loteng rumah. Apabila direncanakan dari awal untuk dipakai rumah dan toko itu akan lebih efektif. Dalam pengaturan ruang pada ruko mengunakan desain dan konsep gambar serta pembagian ruang dan perencanaan gambar.


(35)

Dalam memahami hal ini tidak akan membangun rumah dengan sia - sia dan tidak menghambur-hamburkan material beserta uang anda karena terjadi kesalahan desain. Beberapa hal konsekwensi rumah took, yaitu :

(a) Pembagian waktu efektif antara urusan pribadi dan usaha.

(b) Pembagian ruang secara konsekwen tanpa mencampur adukan fungsi ruang.


(36)

BAB III

TINJAUAN MENGENAI PERJANJIAN DAN PERJANJIAN

SEWA MENYEWA

A. Pengertian Perjanjian

Buku III KUH Perdata mengatur tentang perikatan, di mana di dalamnya tercakup mengenai perjanjian. Untuk mendapatkan pengertian dari istilah yang dipakai yaitu perikatan dan perjanjian, maka harus ditelaah dengan seksama makna dari kata-kata di atas.

Istilah-istilah diatas berasal dari Bahasa Belanda, yaitu untuk istilah perikatan yaitu “Verbintenis”, sedangkan untuk istilah perjanjian atau persetujuan merupakan “Overeenskomst”. Kata perjanjian menunjukkan adanya makna, bahwa para pihak dalam perjanjian yang akan diadakan telah sepakat tentang apa yang mereka sepakati berupa janji-janji yang diperjanjikan. Sementara itu, kata persetujuan menunjukan makna bahwa para pihak dalam suatu perjanjian tersebut juga sama-sama setuju tentang segala sesuatu yang diperjanjikan.17 Penggunaan istilah ini menimbulkan perselisihan pendapat di antara para ahli hukum dan hal ini merupakan suatu permasalahan di dalam memberikan rumusan perjanjian dan perikatan tersebut.

Dalam Buku III KUH Perdata, Pasal 1313 menyatakan bahwa :

“Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya dengan satu orang atau lebih orang lain”.

17

Tim Pengajar Diklat Kemahiran Hukum Kontrak, Buku Ajar Diklat Kemahiran Hukum Kontrak, Universitas Andalas, Padang, 2005, hlm. 8


(37)

Menurut para sarjana hukum Perdata, defenisi perjanjian dalam Pasal 1313 ini tidak lengkap dan terlalu luas. Hal ini dibagi menjadi:18

1. Tidak jelas, karena perbuatan dapat disebut perjanjian 2. Tidak tampak asas konsesualisime, dan

3. Bersifat dualisme.

Tidak jelasnya definisi ini disebabkan dalam rumusan tersebut hanya disebutkan perbuatan saja. Maka yang bukan perbuatan hukum pun disebut dengan perjanjian. Untuk memperjelas pengertian itu maka harus dicari dalam doktrin. Jadi, menurut doktrin (teori lama) yang disebut perjanjian adalah "Perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.19

Kata “perbuatan” yang terdapat dalam pasal tersebut mencakup juga tanpa konsesus. Dalam pengertian “perbuatan” termasuk juga tindakan melaksanakan

tugas tanpa kuasa (Zaakwarneming) dan tindakan melawan hukum (Onrechtmatigedaad) yang tidak mengandung suatu konsensus. Dalam pasal ini juga tidak menyebutkan tujuan mengadakan perjanjian, sehingga para pihak tidak jelas mengikatkan diri untuk apa.

R. Setiawan mengusulkan untuk menambah kata-kata dalam perjanjian itu sebagai berikut :

“perbuatan itu harus diartikan sebagai perbuatan hukum yaitu perbuatan

yang bertujuan untuk menimbulkan akibat hukum. Menambah perkataan atau saling mengikatkan dirinya”.20

18

Salim H.S, Perkembangan Teori dalam Ilmu Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jalarta, 2010, hal 163

19

Ibid, hal 164

20


(38)

Perumusan pengertian perjanjian menurut R Setiawan menjadi, perjanjian adalah

“Suatu perbuatan hukum di mana satu orang atau lebih saling mengikatkan

dirinya terhadap satu orang atau lebih”.21

Berdasarkan kelemahan dari pengertian perjanjian yang diberikan Pasal 1313 KUHPerdata ini, maka para sarjana ahli hukum mencoba memberikan pengertian perjanjian tersebut dari sudut pandang mereka mesing-masing. Pengertian perjanjian menurut para sarjana tersebut antara lain :

1. R. Subekti

Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seseorang berjanji kepada seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.22

2. Wirjono Prodjodikoro

Perjanjian adalah suatu perhubungan hukum mengenai harta benda antara dua pihak, dalam mana suatu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan suatu hal atau untuk tidak melakukan sesuatu hal, sedang pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu.23

21

Ibid

22

R. Subekti, Hukum Perjanjian, PT Intermasa, Jakarta, 1987, hal 1 Selanjutnya disebut R. Subekti 2

23


(39)

3. Abdul Kadir Muhammad

Perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang pihak atau lebih mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan.24

4. M. Yahya Harahap

Perjanjian adalah suatu hubungan hukum kekayaan atau harta benda antara dua pihak atau lebih memberikan kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestasi itu.25

Perjanjian dapat melahirkan suatu perikatan, hal ini dapat diketahui dari Pasal 1233 KUH Perdata yang menyatakan bahwa tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena perjanjian, maupun karena undang-undang.

Jadi, dari semua uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perikatan lahir dari perjanjian yang memang dikehendaki oleh para pihak, sedangkan yang lahir karena undang-undang memang sudah ditetapkan oleh pembuat undang-undang.

Dari pengertian perjanjian yang telah diuraikan, maka sifat pokok dari hukum perjanjian itu sendiri adalah bersifat perorangan, di mana hukum itu mengatur hubungan hukum antara orang dengan orang atau satu pihak dengan pihak lain. Maka dengan demikian meskipun suatu mengenai suatu benda, akan tetapi karena hak yang dihasilkannya adalah tetap merupakan hak perseorangan (persoonlijke recht), maka ia bersifat perorangan. Dengan demikian hak bersifat perorangan tersebut juga bersifat relatif, artinya karena hal tersebut dapat

24

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hal 225

25


(40)

dipertahankan terhadap setiap orang tertentu, yakni orang yang turut serta dalam perjanjian tersebut. Berbeda halnya dengan hak yang bersifat kebendaan (zakelijke recht) yang bersifat absolut, yang berarti hak tersebut dapat dipertahankan terhadap setiap orang.

Di samping pengertian yang telah diuraikan tersebut di atas, Pasal 1313 KUHPerdata tetap merupakan pedoman bagi para sarjana hukum dalam memberikan batasan mengenai apa yang dimaksud dengan perjanjian itu sendiri. Di antara para sarjana hukum yang berpedoman kepada Pasal 1313 KUH Perdata dalam memberikan definisi tentang perjanjian tersebut adalah sebagai berikut :

Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja di dalam buku mereka Perikatan Pada Umumnya mengatakan :

“Perikatan sebagai terjemahan istilah “verbintenis”, yang merupakan

pengambilalihan dari kata “obligation” dalam Code Civil Perancis. Dengan demikian berarti perikatan adalah kewajiban pada salah satu pihak dalam hubungan hukum perikatan tersebut”.26

Dalam pengertiannya perikatan dapat terjadi jika sudah melalui perjanjian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dan menimbulkan suatu hak dan kewajiban.

Berdasarkan istilah, perikatan didefinisikan sebagai hubungan hukum dalam lingkungan harta kekayaan antara dua pihak atau lebih yang menimbulkan hak dan kewajiban atas suatu prestasi. Artinya, suatu hal menurut isi perjanjian wajib dipenuhi oleh para pihak yang satu dan merupakan bagian bagi pihak lain.

26

Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan Pada Umumnya, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hal. 16


(41)

Tiga hal yang harus diketahui dalam mendefenisikan suatu perjanjian.27 1. Adanya suatu barang yang akan diberi

2. Adanya suatu perbuatan, dan 3. Bukan merupakan suatu perbuatan

Dalam melakukan perjanjian sah harus disyaratkan pada : 1. Bebas dalam menentukan suatu perjanjian

2. Cakap dalam melakukan suatu perjanjian 3. Isi dari perjanjian itu sendiri, dan

4. Perjanjian dibuat harus sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

Mengenai batasan tersebut para sarjana hukum perdata umumnya berpendapat bahwa defenisi atau batasan atau juga dapat disebut rumusan perjanjian yang terdapat di dalam ketentuan Pasal 1313 KUHPerdata kurang lengkap bahkan dikatakan terlalu luas dan banyak mengandung kelemahan-kelemahan.

Dari sisi Pasal 1339 KUH Perdata menyatakan bahwa, perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang secara tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian itu diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang. Hal ini ternyata diikuti oleh ketentuan yang tertuang dalam Pasal 1347 KUH Perdata, yang menyatakan hal-hal yang menurut kebiasaan selamanya diperjanjikan, dianggap secara diam-diam dimasukkan dalam persetujuan, meskipun tidak dengan tegas dinyatakan di dalamnya.

27


(42)

Dari kedua ketentuan tersebut di atas, maka dapatlah dikatakan bahwa perjanjian itu ditentukan oleh : 28

1. Isi perjanjian 2. Kepatutan 3. Kebiasaan 4. Undang-undang

Isi perjanjian, adalah apa yang dinyatakan secara tegas oleh kedua belah pihak mengenai hak dan kewajiban mereka dalam perjanjian tersebut. Dalam hal ini apabila kata-kata dari perjanjian tersebut begitu jelas, sehingga tidak mungkin menimbulkan keragu-raguan, maka para pihak tidak diperkenankan untuk memberikan pengertian yang lain.

Unsur kepatutan adalah kepatutan yang terdapat dalam Pasal 1339 KUH Perdata, yang bersama-sama dengan kebiasaan dan undang-undang harus diperhatikan kedua belah pihak di dalam melaksanakan perjanjian itu. Semua perjanjian haruslah dilaksanakan dengan itikad baik. Juga janji yang bersifat kebiasaan dianggap tetap berlaku dalam persetujuan itu sekalipun tidak dinyatakan secara tegas.

Sifat lain daripada hukum perjanjian yang dianut adalah sifat terbuka. Pasal-pasal dari hukum perjanjian tersebut adalah merupakan pelengkap, maksudnya pasal-pasal tersebut dapat dikesampingkan oleh para pihak yang mengadakan perjanjian, kalau para pihak tersebut menghendaki lain, maka mereka dapat mengadakan ketentuan lain asal tidak bertentangan dengan ketertiban umum

28


(43)

dan kesusilaan serta undang-undang. Jadi apabila mengenai sesuatu hal para pihak tidak mengaturnya dalam butir perjanjian mereka, maka dalam hal ini dapat diartikan bahwa mereka tunduk pada pasal-pasal yang terdapat di dalam Buku III KUHPerdata tersebut.

Dari berbagai rumusan yang telah diuraikan di atas, maka pada prinsipnya hukum perjanjian mengandung beberapa asas yang amat mendasar. Dalam setiap perjanjian secara teoritis berlaku asas antara lain:29

1. Asas kebebasan berkontrak yaitu dapat mengadakan perikatan apa saja asalkan tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum yang diatur dalam Pasal 1337 KUH Perdata.

2. Asas konsesualisme yaitu dalam perikatan didasarkan pada kesepakatan para pihak yang diatur di dalam Pasal 1320 KUHPerdata.

3. Asas kekuatan mengikat (Pacta Suntservanda) yaitu kekuatan mengikat sebagai undang-undang.

4. Asas kepribadian yaitu untuk menentukan personalia dalam perjanjian sebagai sumber perikatan.

5. Asas kepercayaan atau Vertrouwensabeginsel artinya seseorang yang mengadakan perjanjian dan menimbulkan perikatan dengan orang lain, antara para pihak ada kepercayaan bahwa akan saling memenuhi prestasi.

29

Mariam Darus Badrulzaman, kompilasi Hukum Perikatan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hal 83-89


(44)

6. Asas iktikad baik atau Tegoeder Trouw yaitu dalam melaksanakan perikatan didasarkan pada iktikad baik.

Sehingga perwujudan dari prinsip tersebut juga merupakan sifat hukum perjanjian, yakni asas yang terkandung dalam Pasal 1338 KUH Perdata ayat 1 yang berbunyi: “semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya‟.

Pengertiannya adalah bahwa para pihak diberikan kebebasan dalam menetapkan sendiri hukum yang berlaku bagi mereka. Jadi dalam hal ini perjanjian yang dibuat para pihak tadi adalah merupakan juga undang-undang. Perbedaannya hanya terletak pada, perjanjian yang hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya.

B. Syarat Sah Perjanjian

Suatu perjanjian dikatakan sah, apabila perjanjian tersebut memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan oleh undang-undang sehingga ia diakui oleh hukum. KUH Perdata mengatur syarat-syarat yang diperlukan untuk sahnya perjanjian dalam Buku III Bab 2 bagian kedua (Pasal 1320-1337).

Pasal 1320 KUHPerdata menyebutkan syarat-syarat perjanjian tersebut adalah :

1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri 2. Cakap untuk membuat perjanjian 3. Mengenai suatu hal tertentu.


(45)

4. Suatu sebab yang halal

Syarat 1 dan 2 disebut sebagi syarat subjektif karena menyangkut para pihak yang membuat perjanjian. Syarat 3 dan 4 disebut syarat objektif, karena menyangkut isi perjanjian yaitu apa yang menjadi tujuan para pihak untuk membuat perjanjian tersebut. Perbedaan syarat-syarat sahnya perjanjian dalam dua kelompok ini oleh banyak ahli hukum digunakan untuk mengetahui apakah perjanjian itu batal demi hukum atau merupakan perjanjian yang dapat dimintakan pembatalannya.

Para ahli hukum Indonesia, umumnya berpendapat bahwa dalam hal syarat syarat objektif tidak dipenuhi, maka perjanjian batal demi hukum. Sedangkan dalam hal subjektif tidak dipenuhi maka perjanjian itu bukan batal demi hukum melainkan dapat dimintakan pembatalannya. Dengan kata lain perjanjian ini sah atau mengikat selama tidak dibatalkan (oleh hakim) atas permintaan pihak yang berhak meminta pembatalan itu.

Menurut R. Subekti, alasan pembatalan antara perjanjian yang bisa dimintakan pembatalannya dan perjanjian yang batal demi hukum ialah :

“Tentang perjanjian yang tidak mengandung sesuatu hal tertentu dapat dikatakan bahwa perjanjian yang demikian tidak dapat dilaksanakan karena tidak terang apa yang diperjanjikan oleh masing-masing pihak. Keadaan tersebut dapat seketika dilihat oleh hukum.”30

Penjelasan dari syarat-syarat perjanjian di atas adalah sebagai berikut:

30


(46)

Ad. 1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri

Sepakat dalam hal ini adalah adanya kata sepakat para pihak, seia sekata, setuju mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian yang diadakan. Pokok perjanjian itu berupa objek perjanjian dan syarat-syarat perjanjian. Apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu juga dikehendaki oleh pihak yang lain. Persetujuan kehendak dan sepakat itu bersifat sukarela, artinya betul-betul atas kemauan sukarela pihak-pihak, tidak ada paksaan sama sekali dari pihak manapun.

Menurut peendapat dari J. Satrio

“Kata sepakat sebagai persesuaian kehendak antara dua orang di mana dua kehendak saling bertemu dan kehendak tersebut harus dinyatakan. Pernyataan kehendak harus merupakan pernyataan bahwa ia menghendaki timbulnya hubungan hukum. Dengan demikian adanya kehendak saja belum melahirkan suatu perjanjian karena kehendak tersebut harus diutarakan, harus nyata bagi yang lain dan harus dimengerti oleh pihak lain”.31

Akibat hukum tidak ada kesepakatan baik karena kekhilafan, paksaan atau penipuan adalah bahwa perjanjian itu dapat dimintakan pembatalannya kepada hakim. Kekhilafan dapat terjadi apabila kehendak seorang pada waktu membuat perjanjian dipengaruhi oleh kesan palsu. Pokok kekhilafan tersebut, menjadi hakekat barang yang menjadi pokok perjanjian (ruko) dan mengenai diri pihak

31

J. Satrio, Hukum Jaminan, Hak-Hak Jaminan Kebendaan, PT. Citra Aditya Bakti Bandung, 1993, hal. 129


(47)

lawannya, dalam perjanjian yang dibuat terutama mengenai dirinya orang tersebut (Pasal 1322 KUH Perdata).

Paksaan telah terjadi apabila perbuatan itu sedemikian rupa sehingga dapat menaklukan seseorang yang berfikir sehat ( Pasal 1324 KUH Perdata).

Penipuan telah terjadi apabila salah satu pihak dengan sengaja melakukan tipu muslihat untuk membujuk pihak lawannya (Pasal 1328 KUH Perdata).

Akibat hukum tidak ada kesepakatan (karena kekhilafan, paksaan atau penipuan) bahwa perjanjian itu dapat dimintakan pembatalannya kepada hakim. Menurut ketentuan Pasal 1454 KUH Perdata, pembatalannya dapat diminta dalam tenggang waktu 5 (lima) tahun, dalam hal ada paksaan dihitung sejak dini pertama paksaan berhenti, dalam hal ini ada kekhilafan dan penipuan dihitung sejak hari diketahuinya penipuan dan kekhilafan itu.

Ad. 2. Kecakapan untuk membuat sesuatu perjanjian

Kecakapan dalam hal ini adalah bahwa orang yang membuat perjanjian harus cakap menurut hukum. Orang-orang yang disebutkan tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian menurut Pasal 1330 KUH Perdata antar lain :32

a. Orang yang belum dewasa

b. Mereka yang di bawah pengampuan

c. Orang perempuan yang telah kawin (dengan adanya UU No. 1 Tahun 1974, ketentuan ini tidak berlaku lagi).

32


(48)

Menurut Pasal 330 KUHPerdata belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 (dua puluh satu) tahun, dan tidak lebih dahulu telah kawin. Apabila perkawinan itu dibubarkan sebelum umur mereka genap 21 (dua puluh satu) tahun, maka mereka tidak lagi dalam kedudukan belum dewasa.

Orang yang berada di bawah pengampuan menurut Pasal 433 KUH Perdata adalah setiap orang dewasa, yang selalu berada dalam keadaan dungu, sakit otak atau mata gelap ataupun terlalu boros, sehingga tidak mampu bertanggung jawab atas kepentingan sendiri, oleh karena itu dalam melakukan suatu perbuatan hukum mereka diwakili oleh pengampunya (wali).

Sedangkan yang dimaksud dengan orang perempuan dalam hal ini adalah seorang perempuan yang bersuami, tidak dapat bertindak dalam mengadakan tindakan hukum atau membuat perjanjian tanpa persetujuan suaminya. Tetapi setelah keluarnya Surat Edaran Mahkamah Agung No. 3 Tahun 1963, seorang istri atau perempuan bersuami dapat melakukan perbuatan hukum.

Ad.3. Suatu hal tertentu

Suatu hal tertentu merupakan pokok perjanjian, merupakan prestasi yang perlu dipenuhi dalam suatu perjanjian, merupakan objek perjanjian. Prestasi itu harus tertentu atau sekurang-kurangnya dapat ditentukan. Maksudnya apa yang diperjanjikan, hak-hak dan kewajiban kedua belah pihak harus disebutkan dalam perjanjian. Jika yang diperjanjikan suatu barang, maka setidaknya harus


(49)

ditentukan jenisnya. Jumlah barang tidak perlu disebutkan asal saja kemudian dapat dihitung atau ditentukan (Pasal 1333 KUH Perdata).

Syarat bahwa prestasi itu harus ditentukan atau dapat ditentukan, gunanya untuk menetapkan hak dan kewajiban kedua belah pihak. Apabila prestasi kabur, sehingga perjanjian itu tidak dapat dilaksanakan, maka anggaplah tidak ada objek perjanjian. Akibat tidak dipenuhinya syarat ini, perjanjian itu batal demi hukum.

Ad. 4. Suatu sebab (causa) yang halal

Kata “causa” berasal dari bahasa Latin, artinya “sebab”. Yang dimaksud dengan sebab atau kausa di sini bukanlah sebab yang mendorong orang tersebut melakukan perjanjian. Sebab atau kausa suatu perjanjian adalah tujuan bersama yang hendak dicapai oleh para pihak.33

Dalam Pasal 1320 BW tidak dijelaskan pengertian orzaak (causa yang halal) dan di dalam Pasal 1337 BW hanya ditegaskan causa yang terlarang. Suatu sebab adalah terlarang apabila bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum. Undang-undang menghendaki untuk sahnya perjanjian harus ada oorzaak atau causa. Secara letterlijk, oorzaak atau causa berarti sebab, tetapi menurut riwayatnya yang dimaksudkan dengan kata itu adalah tujuan, yaitu apa yang dikehendaki oleh kedua pihak dengan mengadakan perjanjian itu. Jika ayat 3 dan 4 dari Pasal 1320 KUH Perdata tidak dipenuhi maka perjanjian ini batal demi hukum. Jadi sebab (causa) yang halal menurut R.Subekti yang

33

Sri Soedewi Masjchon, Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan, Liberty, Yogyakarta, 1980, hal. 319


(50)

dimaksud dari perjanjian, adalah isi perjanjian itu sendiri.34 Maksudnya isi daripada perjanjian itu tidak dilarang atau tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan atau nilai-nilai yang ada dalam masyarakat.

Dari uraian tentang syarat sahnya perjanjian dapat diambil kesimpulan, bahwa keempat syarat tersebut merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi dalam setiap perjanjian. Sehingga apabila salah satu unsur tidak dipenuhi maka perjanjian tersebut tidak sah menurut hukum.

C. Pengertian Perjanjian Sewa Menyewa

Dalam pergaulan sehari-hari, di masyarakat sering dijumpai adanya perjanjian sewa menyewa khususnya yang berkaitan dengan bangunan, hal ini dimungkinkan oleh karena popularitas manusia dan luasnya areal yang tersedia tidak sebanding, di mana jumlah manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya semakin bertambah besar sedangkan alam sebagai wadah manusia di dalam memenuhi hajat hidupnya tetap tidak berumah. Oleh karena itulah satu sisi dari hukum, khususnya hukum perjanjian membuat klasifikasi tentu tentang perjanjian sewa menyewa ini. Pada sistem hukum perjanjian sewa menyewa ini adalah suatu perjanjian yang oleh undang-undang diberi nama tertentu.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata memberikan batasan tentang interprestasi resmi dari apa yang dinamakan perjanjian sewa menyewa, sebagaimana tertuang dalam Pasal 1548 KUH Perdata :

34


(51)

“Sewa menyewa adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak lainnya kenikmatan dari suatu barang, selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga, oleh pihak tersebut belakangan itu disanggupi

pembayaranya”.

Dari definisi tersebut, maka dapat ditelaah :

1. Perjanjian sewa menyewa merupakan suatu persetujuan timbal balik antara pihak yang menyewakan (pada umumnya pemilik barang) dengan pihak penyewa, di mana pihak yang menyewakan menyerahkan sesuatu kepada penyewa yang berkewajiban membayar sejumlah harga sewa.

2. Pihak yang menyewakan menyerahkan sesuatu barang kepada si penyewa untuk sepenuhnya dinikmati atau dipakai dan bukan untuk dimiliki.

3. Penikmatan berlangsung untuk suatu jangka waktu tertentu dengan pembayaran sejumlah harga sewa yang tertentu pula.

Sewa-menyewa dalam bahasa Belanda disebut dengan huurenverhuur dan dalam bahasa Inggris disebut dengan rent atau hire. Sewa-menyewa merupakan salah satu perjanjian timbal balik antara pemilik ruko maupun penyewa ruko. Menurut Kamus Besar Bahas Indonesia sewa berarti pemakaian sesuatu dengan membayar uang sewa dan menyewa berarti memakai dengan membayar uang sewa dan menyewa berarti memakai dengan membayar uang sewa.35 Sewa-menyewa adalah suatu perjanjian atau kesepakatan di mana penyewa harus

35


(52)

membayarkan atau memberikan imbalan atau manfaat dari benda atau barang yang dimiliki oleh pemilik barang yang dipinjamkan.36

Menurut Yahya Harahap

“Sewa menyewa adalah persetujuan antara pihak yang menyewakan dengan pihak penyewa. Pihak yang menyewakan menyerahkan barang-barang yang hendak disewa kepada pihak penyewa untuk dinikmati sepenuhnya”.37

Menurut Wiryono Projodikoro,

“Perjanjian sewa menyewa adalah sebagai salah satu bentuk perjanjian yang diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan merupakan perjanjian timbal balik yang selalu mengacu kepada asas konsensualitas atau berdasarkan kesepakatan para pihak dan merupakan salah satu jenis perjanjian yang sering terjadi dalam kehidupan di masyarakat.38

Beberapa pengertian perjanjian sewa-menyewa di atas dapat disimpulkan bahwa cirri-ciri dari perjanjian sewa-menyewa, yaitu:

1. Ada dua pihak yang saling mengikatkan diri

Pihak yang pertama adalah pihak yang menyewakan yaitu pihak yang mempunyai barang. Pihak yang kedua adalah pihak penyewa, yaitu pihak yang membutuhkan kenikmatan atas suatu barang. Para pihak dalam perjanjian

36

Ibid

37

M. Yahya, Loc. cit

38

R. Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perjanjian dan Perikatan, Pradya Paramita, Jakarta, 1987, Hal. 53


(53)

menyewa dapat bertindak untuk diri sendiri, kepentingan pihak lain, atau kepentingan badan hukum tertentu.

2. Ada unsur pokok yaitu barang, harga, dan jangka waktu sewa. Barang adalah harta kekayaan yang berupa benda material, baik bergerak maupun tidak bergerak. Harga adalah biaya sewa yang berupa sebagai imbalan atas pemakaian benda sewa. Dalam perjanjian sewa-menyewa pembayaran sewa tidak harus berupa uang tetapi dapat juga mengunakan barang ataupun jasa (pasal 1548 KUH Perdata). Hak untuk menikmati barang yang diserahkan kepada penyewahanya terbatas pada jangka waktu yang ditentukan kedalam perjanjian.39

3. Ada kenikmatan yang diserahkan

Kenikmatan dalam hal ini adalah penyewa dapat menggunakan barang yang disewa serta menikmati hasil dari barang tersebut. Bagi pihak yang menyewakan akan memperoleh kontra prestasi berupa uang, barang, atau jasa menurut apa yang diperjanjikan sebelumnya. Perjanjian sewa-menyewa merupakan perjanjian konsensuil, yang berarti perjanjian tersebut sah dan mengikat apabila sudah tercapai kata sepakat diantara para pihak tentang unsur pokok perjanjian sewa-menyewa yaitu barang dan harga. Di dalam KUH Perdata tidak dijelaskan secara tegas tentang bentuk perjanjian sewa-menyewa sehingga perjanjian sewa-menyewa dapat dibuat secara lisan maupun tertulis. Bentuk perjanjian sewa-menyewa dalam praktek khususnya sewa-menyewa bangunan dibuat dalam bentuk tertulis. Para pihak yang menentukan subtansi atau isi

39


(54)

perjanjian sewa-menyewa biasanya yang paling dominan adalah pihak yang menyewakan dikarenakan posisi penyewa berada dipihak yang lemah.

KUH Perdata tidak menjelaskan secara tegas tentang bentuk perjanjian sewa-menyewa sehingga perjanjian sewa-menyewa dapat dibuat secara lisan maupun tulisan. Bentuk perjanjian sewa-menyewa dalam praktek khususnya sewa-menyewa bangunan dibuat dalam bentuk tertulis. Para pihak yang menentukan substansi atau isi perjanjian sewa-menyewa biasanya yang paling dominan adalah pihak yang menyewakan dikarenakan posisi penyewa berada di pihak yang lemah.

Dalam sewa-menyewa harus ada barang yang disewakan, penyewa, pemberi sewa, imbalan dan kesepakatan antara pemilik barang dan yang menyewakan barang. Penyewa dalam mengembalikan barang atau asset yag disewakan harus mengembalikan barang secara utuh seperti pertama kali dipinjam tanpa berkurang maupun bertambah, kecuali ada kesepatakan lain yang disepakati saat sebelum barang berpindah tangan. Contoh sewa-menyewa dalam kehidupan sehari-hari misalnya seperti kontrak gedung kantor, sewa lahan tanah untuk pertanian, menyewa/carter kendaraan, sewa menyewa rumah atau rumah toko, sewa-menyewa VCD dan DVD original, dan lain-lain.

Pasal 1548 KUH Perdata menyebutkan bahwa dengan membayar maka akan diperoleh kenikmatan sesuatu barang untuk suatu waktu tertentu. Mengenai

apa yang diartikan dengan perkataan “memberikan kenikmatan kepada pihak lainnya untuk menggunakan suatu barang” adalah barang yang diserahkan itu


(55)

barang tersebut untuk dipakai, dinikmati kegunaannya dan pemungutan dari hasil barang tersebut, sedangkan hak milik atas barang tetap berada di tangan yang menyerahkan barang. Dengan perkataan lain bahwa secara yuridis hak milik atas barang tetap berada di tangan si pemilik dan hanya penguasaan secara fisik saja yang berada di tangan si penyewa.

Penyerahan hanya bersifat menyerahkan kekuasaan belaka, atau barang yang disewakan. Oleh karena itu, yang dapat menyerahkan barang yang disewakan tidak hanya pemilik barang saja, melainkan semua orang yang berdasarkan suatu hak yang ada padanya, berkuasa memindahkan pemakaian barang tersebut kepada orang lain.

D. Dasar Hukum dan Kebiasaan-Kebiasaan dalam Perjanjian Sewa-Menyewa

1. Dasar Hukum Perjanjian Sewa Menyewa

Peraturan tentang sewa menyewa termuat dalam Bab Ketujuh dari buku III KUH Perdata yang berlaku untuk segala macam sewa menyewa, mengenai semua jenis barang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang memakai waktu tertentu maupun yang tidak memakai waktu tertentu, oleh karena waktu tertentu bukan merupakan syarat mutlak dalam perjanjian sewa menyewa.40

Di samping itu, bagi perjanjian sewa menyewa ini berlaku juga ketentuan tentang perjanjian pada umumnya, sebagaimana yang tercantumkan dalam Bab Kedua dari Buku III KUH Perdata.

40


(56)

Bab VII dari Buku III KUH Perdata terdiri dari empat (4) bagian, yaitu: Bagian I : Ketentuan Umum

Bagian I Buku III KUH Perdata ini terdapat pasal yang didalamnya merupakan pengertian dari perjanjian, yang terdiri dari para pihak yg mengikatkan diri karena pihak yang satu memberikan kenikmatan dan ketenteraman kepada pihak lainnya atas suatu barang dengan pembayaran suatu nilai harga sewa yang disanggupi oleh pihak yang menyewa.

Bagian II : Tentang aturan-aturan yang sama-sama berlaku terhadap penyewaan rumah dan penyewaan tanah.

Bagian II Buku III KUH Perdata, mengatur tentang aturan-aturan yang sama-sama berlaku terhadap penyewaan rumah dan penyewaan tanah. Maksudnya pada bagian ini ditetapkannya apa yang diwajibkan oleh dari masing-masig pihak penyewa dan yang menyewakan.

Bagian III : Tentang aturan-aturan yang khusus berlaku bagi sewa rumah dan perabot rumah

Bagian III Buku III KUH Perdata, mengatur tentang aturan yang khusus berlaku bagi sewa rumah dan perabot rumah. Pada bagian ini terdapat tujuh Pasal yang di mana dimulai dari Pasal 1581 sampai Pasal 1587.

Bagian IV :Tentang aturan-aturan yang khusus berlaku bagi sewa menyewa tanah.

Bagian IV Buku III KUH Perdata, mengatur tentang Tentang aturan-aturan yang khusus berlaku bagi sewa menyewa tanah. Pada bagian ada sebelas (11) pasal yang dimulai dari Pasal 1588 samapai pada Pasal 1600.


(57)

Dalam melaksanakan perjanjian sewa menyewa rumah toko, dan sebagainya diatur di dalam ketentuan-ketentuan BAB VII Buku Ketiga dari KUH Perdata.

2. Kebiasaan-Kebiasaan Dalam Perjanjian Sewa Menyewa

Biasanya orang yang mengadakan suatu perjanjian tidak mengatur secara terperinci semua persoalan yang bersangkutan dengan perjanjian itu. Pada umumnya mereka hanya menyetujui hal-hal pokok saja, dengan tidak memikirkan soal-soal lainnya. Dalam hal perjanjian sewa menyewa, perjanjian sudah dianggap cukup jika sudah memuat klausul-klausul apabila setuju tentang barang dan harga sewanya.

Tentang dimana barang harus diserahkan, siapa yang harus memikul biaya pengantaran barang, tentang bagaimana barang itu musnah dalam perjalanan, soal-soal itu lazimnya tidak terpikirkan dan tidak diperjanjikan. Bagi pembuat perjanjian yang memahami hukum tentu akan berfikir bahwa apabila dikemudian hari terdapat masalah maka yang bersangkutan akan tunduk saja pada hukum dan undang-undang. Namun apabila pembuat perjanjian itu tidak atau kurang memahami hukum maka akan berlandaskan pada kebiasaan setempat yang mungkin saja kebiasaan itu sesungguhnya lahir atau sejalan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.41

41

Than Thong Kie, Study Notariat dan Serba-Serbi Praktek Notaris Buku I, Ichtiar Van Baru, Jakarta, 2000, hal 325


(1)

___________, 1995, Aneka Perjanjian Cetakan Ke X, Citra Aditya, Bandung Tim Pengajar Diklat Kemahiran Hukum Kontrak, 2005, Buku Ajar Diklat

Kemahiran Hukum Kontrak Universitas Andalas, Padang

B. Kamus, website dan makalah:

Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1990, Jakarta, Balai Pustaka Kamus Phonix Pocket Dictionary New Edition, 2008, Jakarta Kamus Hukum Belanda- Indonesia,2005, Jakarta, Sinar Grafika

Kutipan dari buku: J.D Benyamin (1996.63), diambil dari makalah skripsi dari Universitas Kristen Petra, Rumah dan Toko, diakses tanggal 11 Oktober 2012 Pukul 22.41 WIB

Budhivaya-nlc-blogspot.com/2010/11/hukum-perjanjian-sewa-menyewa-rumah-bab-15.html.com, Budhivaya, Pasar Hukum Perjanjian Sewa Menyewa Rumah, diakses tanggal 11 Oktober 2012 Pukul 22.41 WIB

http://id.wikipedia.org/wiki/tempat_tinggal , diakses tanggal 18 Maret 2013, Pukul 22.15 WIB

http://penelitianhukum.org/tag/pengertian_tempat_usaha/ , diakses tanggal 18 Maret 2013, Pukul 22.15 WIB

Http://www.anneahira.com/desain-rumah-toko-1848.htm, Anne Ahira, Menciptakan Desain Ruko Yang Efektif. diakses tanggal 12 Oktober 2012, Pukul 15.00 WIB


(2)

Questioner

Pertanggungjawaban Penyewa Rumah Toko (Ruko) Apabila Terjadi Kerusakan Pada Saat Perjanjian Sewa – Menyewa Berakhir

Nama : ………..

Alamat Tempat Tinggal :………

Usia :………

Jenis Kelamin : L/P

Status : Pemilik : ……… Penyewa : ………….. Alamat Ruko

:………

1. Apakah Anda mengetahui pengaturan tentang perjanjian apa yang dibuat ? A.Ya

B.Tidak

Jika jawaban anda adalah Ya, sebutkan peraturan-peraturan tersebut:

1. ………

2. ……….

3. ………

4. ………

5. ………

2. Peraturan apa yang dipakai sebagai pedoman dalam pembuatan kontrak ? A. Berdasarkan pemikiran sendiri/ peraturan sendiri

B. Berdasarkan Undang- Undang C. Berdasarkan Hukum perjanjian D. Berdasarkan KUHPer

E. ……….

F. ……….

G. ………..


(3)

3. Dari perjanjian kontrak yang Anda laksanakan, siapakah yang membuat kontrak tersebut?*pilih 1 jawaban

SPemilik rumah toko A. Penyewa rumah toko

B. Kedua belah pihak (Pemilik dan Penyewa)

C. Pihak lain (Sebutkan) ……….

4. Dari kontrak yang Anda laksanakan, siapakah yang menentukan isi kontrak? *pilih 1 jawaban

A. Pemilik rumah toko B. Penyewa rumah toko

C. Kedua belah pihak (Pemilik dan Penyewa)

D. Pihak lain (Sebutkan) ……….

5. Dalam kontrak yang Anda lakukan, apa saja yang diatur didalamnya? A.Harga sewa

B.Jangka waktu C.Hak dan kewajiban

D.Penyelesaian jika terjadi perselisihan

E. ………

F. ………

G. ………

6. Dalam kontrak yang Anda lakukan, hak seperti apa yang dimilik dari pihak pemilik terhadap ruko yang disewakan ?

A.Menerima pembayaran sewa

B. ……….

C. ……….

D. ………

E. ………

F. ……….


(4)

7. Dalam kontrak yang Anda lakukan, kewajiban seperti apa yang dimilik dari pihak pemilik terhadap ruko yang disewakan ?

A. Menyediakan ruko yang layak pakai B. Menyerahkan kunci-kunci ruko

C. ………

D. ………

E. ……….

F. ……….

G. ………

8. Dalam kontrak yang Anda lakukan, hak seperti apa yang dimilik dari pihak penyewa terhadap ruko yang disewakan ?

A. Menerima ruko layak pakai B. Menerima kunci-kunci ruko

C. ……….

D. ………

E. ………..

F. ……….

G. ………..

9. Dalam kontrak yang Anda lakukan, kewajiban seperti apa yang dimilik dari pihak penyewa terhadap ruko yang disewakan

A. Membayar uang sewa ruko

B. Menjaga keadaan ruko dengan baik

C. ………

D. ……….

E. ………

F. ………

G. ………

10. Kapankah kontrak sewa menyewa dinyatakan berakhir? A. Habis jangka waktu

B. Penyewa menyewakan kembali kepihak lain

C. ……….

D. ………

E. ……….

F. ………


(5)

11. Apakah ketika kontrak sudah berakhir ada diberikan tenggang waktu/ tempo kepada Penyewa untuk mengosongkan rumah toko tersebut?*coret yang tidak perlu & beri alasan

A. Ya B. Tidak

Jika Ya, berapa lama waktu tenggang yang diberikan: 1) 1 Minggu – 2 Minggu

2) 3 Minggu – 4 Minggu 3) 2 Bulan

4) Dll (sebutlkan) ……….

Jika Tidak, mengapa tidak diberikan tenggang waktu: 1) Sudah ada calon penyewa lain

2) Pihak penyewa tidak mau melanjuti masa sewa

3) ……….

4) ……….

5) ………..

12. Apakah di dalam kontrak sudah diatur tentang tanggungjawab kerusakan objek sewa (rumah toko) ? *coret yang tidak perlu & beri alasan

A. Ya B. Tidak

13. Jika faktor kerusakan berasal dari alam (misalnya: banjir, gempa, angin, dll), siapa yang bertanggungjawab terhadap kerusakan ketika masih dalam waktu masa sewa? *pilih 1 jawaban

A. Pemilik rumah toko B. Penyewa rumah toko

C. Kedua belah pihak (Pemilik dan Penyewa)

14. Jika faktor kerusakan berasal dari kelalaian Penyewa atau karena dibuat manusia (misalnya: kebakaran, kemalingan, dll), siapa yang bertanggungjawab terhadap kerusakan ketika masih dalam waktu masa sewa? *pilih 1 jawaban

A. Pemilik rumah toko B. Penyewa rumah toko


(6)

15. Jika faktor kerusakan berasal dari kelalaian Penyewa atau karena dibuat manusia (misalnya: kebakaran, kemalingan, dll), siapa yang bertanggungjawab terhadap kerusakan ketika sudah tidak dalam waktu masa sewa atau pada akhir masa sewa? *pilih 1 jawaban

A.Pemilik rumah toko B.Penyewa rumah toko

C.Kedua belah pihak (Pemilik dan Penyewa) Alasan:

……… ……… ……… ……… ……… ………

16. jika terjadi perselisihan antara pemilik dan penyewa, bagaimana langkah penyelesaian yang ditempuh ?

A.Musyawarah

B.Melalui pejabat setempat (kepala lingkungan / lurah) C.Melaporkan kepada polisi

D. ………..

E. ………..

F. ………

17. Langkah apa yang dilakukan Penyewa apabila Pemilik tidak mau bertanggungjawab pada kerusakan yang terjadi pada objek sewa (rumah toko)?*Diisi Penyewa*

A.Musyawarah B.Member teguran

C.Mengajukan gugatan kepengadilan

D. ……….

E. ………..