Kajian Yuridis Pidana Denda Terhadap Pelaku Menjual Minuman Beralkohol Tanpa Izin (Sudi Putusan PN Balige No.01/Pid.C/TPR/2010/PN.Blg)

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Hasim Purba, Suatu Pedoman Memahami Ilmu Hukum, Cahaya Ilmu, Medan, 2006.

Bambang Waluyo, Pidana dan Pemidanaan, Sinar Grafika, Jakarta, 2000.

E.Utrech, Rangkaian Sari Kuliah Hukum Pidama II, Universitas, Bandung, 1965.

Roeslan Salah, Stelsel Pidana Indonesia, Aksara Baru, Jakarta, 1987.

Niniek Suparmi, Eksistensi Pidana Denda dalam Sistem Pidana dan Pemidanaan, Sinar Grafika, Jakarta, 2007.

Marlina, Penitensir, USU Press, Medan, 2010.

M.Hamdan, Politik Hukum Pidana, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1997. P.A.F.Lamintang, Hukum Penitensier Indonesia, Armiko, Bandung, 1984. Abdulsyani, Sosiologi Kriminal, Remadja Karya, Bandung, 1987.

J.M.Van Bammelen, Hukum Pidana I Selanjutnya Disebut Buku II, Bina Cipta Bandung, 1997.

Aleksander Fatic, Punishment and Restorative Crime-Handling, USA:Avebury Ashagate Publlshing Limited, 1995.

Romil Atmasasmita, Kapita Selekta Hukum Pidana dan Kriminologi, Mandar Maju, Bandung, 1995.


(2)

Franklin E Zimring, Deterrence, The Legal Threat in Crime Control, The University of Chicago Press, Chicago, 1976.

Negel Walker, Reductivism and Deterrence dalam A Header On Punishment R.A Duff and David Garland (Ed) , Oxford University Press, New York, 1995.

Jam Remmelik, HukumPpidan, Komentar atas Pasal-pasal Terpenting KUHP dan Padananya dalam KUHP Indonesia, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta , 2003.

____________, Hukum Pidana, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003.

Varia Peradilan, Restorative Justice (suatu perkenalan), Ikatan Hakim Indonesia IKHAI, Jakarta, 2006.

Gordon Bazemore and Mark Umbreit, Conperencing, Circle, Board Mediations : Restorative Justice and Citizen Involvenment in the Responce to Youth Crime,University of Minnesota, Florida, 1999.

Mark. S. Umbreit, et al. The Impact of Restorative Justice Conferencing, A Review of 63 Empirical Studies in 5 Countries, 2002.

Andi Hamzah, Asas Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 1994.

____________, Sistem pidana dan pemidanaan indonesia, Pradnya Paramita, Jakarta, 1993.

Yesmil Anwar dan Adang, Pembaharuan Hukum Pidana, Grasido, Jakarta, 2008.

Syafruddin, Pidana Denda Alternatif Penting dalam Kebijakan Pemidanaan Dimasa Mendatang , dalam Majalah Mahadi.Thn.III/No.02/April 1994.


(3)

Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif : Suatu Tinjauan Singkat, Rajawali Press, Jakarta, 2001.

Mohammad Ekaputra dan Abul Khair, Sistem Pidana dalam KUHP dan Pengaturannya Menurut Konsep KUHP Baru, USU Press, Medan, 2010. ________________dan Theo Lamintang, Delik-delik Khusus Kejahatan

Melanggar Norma Kesusilaan dan Kesopanan, Sinar Grafika Offset, Jakarta, 2009.

Collin Howard, An Analisis of Sentencing Outhority dalam P.R Clazebrook (ed). Reshaping The Criminal Law. steven &sons, Ltd, London , 1987. Mohammad Ekaputra, Dasar-dasar Hukum Pidana, USU Press, Medan, 2010. Barda Nawawi Arief, Sari Kuliah Hukum Pidana II, Badan Penyediaan Bahan

Kuliah Fakultas Hukum Universitas di Penegoro, Semarang, 1984.

_________________Kapita Selekta Hukum Pidana, Citra Aditia Bakti, Bandung, 2003.

Simons, Leerboek Van Het Nederlandse Strafrecht II, P. Noordhoff N.V Groningen, Batavia, 1941.

Van Bemmelen dan Van Hanttum, Hand-en Leerboek Het Nederlandse Strafrecht II, D. Brouwer en Zoon, Arnehem, Martinus Nijhoff, Gravenhage, 1954.

Adami Chazawi, Tindak Pidana Mengenai Kesopanan, PT Grafindo Persada, Jakarta, 2005.

R.Soesilo, KUHP Serta Kontar-komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Politea, Bogor, 1995.


(4)

Dudun Duswara Machmudin, Pengantar Ilmu Hukum Sebuah Sketsa, Refika Aditama, Bamdung, 2000.

M Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHP, Sinar Grafika, Jakarta, 2005.

Undang-undang:

Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Peraturan Pembentukan Perundang-undangan.

Perda Tobasa Nomor 35 Tahun 1999 tentang Retribusi Izin Tempat Menjual Minuman Beralkohol.

Internet:

http://samosirkab.go.id/ diakses tanggal 27 Februari 2011 Pukul 14.00 wib http://www.facebook.com/ diakses 27 Februari Jam 11.00 wib.

http://repository.usu.ac.id/ diakses 27 Februari 2011 Jam 14.00 wib. http://www.g-excess.com/ diakses 18 Februari 2011 Jam 13.00 wib.

http://yosefw.wordpress.com/ diakses 10 November 2010 Jam 15.00 wib wib.

http://www.google.co.id/ diakses 20 Februari 2011 Jam 15.00 wib http://bimar93.blogspot.com/ diakses 28 Februari pukul 10.00 wib


(5)

BAB III

KAJIAN YURIDIS PIDANA DENDA PADA PELAKU MENJUAL MINUMAN BERALKOHOL TANPA IZIN DITINJAU DARI PUTUSAN

PN. BALIGE NO. 01/PID. C/TPR/2010/PN. BLG A. Posisi kasus

1. Kronologis kasus

Kasus tindak pidana menjual minuman beralkohol tanpa izin yang terjadi diwilayah hukum Pengadilan Negeri Balige dengan nomor perkara 01/PID.C/TPR/2010/PN.Blg, dengan identitas terdakwa adalah sebagai berikut: Nama lengkap : Jhonny Siahaan.

Tempat lahir : Balige. Umur : 52 tahun Jenis kelamin : Laki - laki Kebangsaan : Indonesia

Tempat tinggal : Jl. Sm. Raja No. 148 Kel. Balige 1 Kic. Balige Kab. Toba Samosir

Agama : Kristen Protestan Pekerjaan : Wiraswasta Pendidikan : -

Pada hari senin Tanggal 20 Oktober Jhonny Siahaan menjual minuman beralkohol tanpa izin ditoko dagangannya. Toko dagangan Jhonny Siahaan bernama toko Renova yang beralamat di JI. Sm. Raja No.148 Kec. Balige I Kel.


(6)

Balige Kab. Toba Samosir. Toko Renova tersebut merupakan milik pribadi Jhonny Siahaan.

Penjualan minuman beralkohol yang dilakukan Jhonny Siahaan diketahui tidak memiliki izin tempat menjual minuman beralkohol ketika anggota polisi melaksanakan Razia Operasi Kewilayahan Pekat Toba II-2008. Razia operasi kewilayahan Pekat Toba II-2008 dilaksanakan pihak penyidik pukul 11.15 wib. Anggota polisi yang melaksanakan razia operasi kewilayahan Pekat Toba II-2008 di toko Jhonny Siahaan adalah antara lain Libertus Siahaan, Hengki Sihotang dan bersama anggota polisi lainnya.

Anggota polisi ketika memeriksa toko Renova milik Jhonny Siahaan, pihak penyidik menemukan minuman beralkohol. Minuman beralkohol yang ditemukan adalah : 5 (lima) kotak anggur merah merek Putri Sulung atau sebanyak 59 (lima puluh sembilan) botol, dan 4 (empat) kotak angur merek Kijang Lima atau sebanyak 48 (empat puluh delapan) botol. Minuman beralkohol yang ditemukan penyidik akan dijadikan sebagai barang bukti.

Berdasarkan barang bukti yang ditemukan berupa minuman beralkohol maka anggota polisi menanyakan izin tempat untuk menjual minuman beralkohol pada Jhonny Sihaan, namun Jhonny Siahaan tidak dapat menunjukkan izin tempat untuk menjual minuman beralkohol seperti izin yang diminta pihak penyidik. Berdasarkan tidak adanya izin tempat untuk menjual minuman beralkohol yang dapat ditunjukkan oleh Jhonny Siahana, maka Libertus Siahaan, Hengki Sihotang bersama anggota polisi lainnya menyita 5 (lima) kotak anggur merah merek Putri Sulung atau sebanyak 59 (lima puluh sembilan) botol, dan 4 (empat) kotak angur


(7)

merek Kijang Lima atau sebanyak 48 (empat puluh delapan) botol. Minuman beralkohol yang ditemukan dijadikan sebagai barang bukti atas tindak pidana yang dilakukan oleh Jhonny Siahaan yaitu menjual minuman beralkohol tanpa izin retribusi.

2. Dakwaan

Dakwaan dalam Kasus menjual minuman beralkohol yang dilakukan oleh Jhonny Siahaan adalah melanggar Pasal 4 ayat (1) jo Pasal 25 ayat (1) Perda Toba Samosir Nomor 35 Tahun 1999. Dakwaan yang ditetapkan dalam tindak pidana ringan tidak dibuat oleh jaksa penuntut umum, karena dakwaan dalam tindak pidana ringan dianggap tercatat dalam buku registrasi. Pasal 207 ayat (2) huruf (b) KUHAP yang dalam penjelasannya menyatakan bahwa dalam mengadili menurut pemeriksaan acara cepat tidak diperlukan surat dakwaan yang dibuat oleh penuntut umum seperti untuk pemeriksaan acara biasa, melainkan tindak pidana yang didakwakan cukup ditulis dalam buku register.68

a) Keterangan saksi - saksi: 3. Fakta-fakta hukum

1. Saksi Hengki Kurniawan;

Saksi Hengki Kurniawan menerangkan bahwa benar Jhonny Siahaan melakukan tindak pidana menjual minuman beralkohol. Penjualan itu diketahui pada hari senin Tanggal 20 Oktober 2008 sekitar Pukul 11.15 Wib ditoko Renova.

68

M Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHP, Sinar Grafika, Jakarta, 2005, halaman 427.


(8)

Toko Renova adalah toko milik Jhonny Siahaan yang beralamat di Jl. SM. Raja No. 148 kel. Balige I kec. Balige Kab. Toba Samosir.

Pada saat itu saksi bersama teman-teman saksi melakukan razia operasi kewilayahan pekat Toba II-2008 diwilayah hukum polsek Balige. Pada saat melakukan operasi razia saksi dan teman-teman saksi mendapat informasi dari masyarakat bahwa Jhonny Siahaan pemilik toko Renova yang beralamat di JI. SM. Raja No.148 Kel. Balige I Kec. Balige Kab. Toba Samosir sudah lama menjual minuman beralkohol kepada masyarakat.

Saksi dan anggota polisi lainnya setelah mendengar informasi bahwa toko Renova milik Jhonny Siahaan sudah lama menjual minuman kepada masyarakat, maka Libertus Siahaan dan anggota polisi lainnya berangkat menuju toko Jhonny Siahaan. Saksi dan anggota polisi lainnya setelah tiba ditoko Renova, mereka langsung masuk kedalam toko Jhonny Siahaan untuk melakukan pemeriksaan. Saksi dan anggota polisi lainnya melihat beberapa kotak minuman beralkohol dari beberapa jenis/merek minuman beralkohol. Berdasarkan minuman beralkohol yang ditemukan saksi dan teman-teman saksi, maka mereka menanyakan kepada Jhonny Siahaan, apakah mempunyai izin untuk menjual minuman beralkohol dari pemerintah Kabupaten Toba Samosir, namun Jhonny Siahaan tidak dapat menunjukkan izinnya.

Berdasarkan Jhonny Siahaan tidak memiliki izin tempat untuk menjual minuman beralkohol yang dapat ditunjukkan pada pihak penyidik, maka saksi dan teman-teman saksi melakukan penyitaan terhadap minuman beralkohol yang ditemukan di toko Jhonny Siahaan. Minuman beralkohol yang ditemukan dibawa


(9)

ke Polsek Balige untuk penyidikan lebih lanjut. Jhonny Siahaan tidak mengakui apa sebabnya dia menjual minuman beralkohol tanpa izin dari pemerintah Kabupaten Toba Samosir.

Perbuatan Jhonny Siahaan yang menjual minuman beralkohol tanpa izin dari pemerintah kabupaten Toba Samosir, mengakibatkan pemerintahan kabupaten Toba Samosir sangat dirugikan. Kerugian kabupaten Samosir disebabkan karena Jhonny Siahaan tidak membayar retribusi kepada pemerintah Kabupaten Toba Samosir. Minuman beralkohol yang disita saksi bersama teman- teman saksi adalah berupa;

a) 5 (lima) kotak anggur merah merek Putri Sulung atau sebanyak 59 (lima puluh sembilan) botol

b) 4 (empat) kotak Kijang Lima atau sebanyak 48 (empat puluh delapan) botol.

2. Saksi Libertus Siahaan

Saksi Libertus Siahaan adalah saksi anggota polisi yang melakukan pemeriksaan terhadap toko Renova milik Jhonny Siahaan. Keterangan saksi Libetrus Siahaan adalah sama dengan keterangan saksi Hengki Kurniawan karena mereka ikut serta dengan anggota polisi lainnya dalam melakukan razia operasi kewilayahan Pekat Toba II-2008.

Saksi Libertus Siahaan menerangkan bahwa benar Jhonny Siahaan melakukan tindak pidana menjual minuman beralkohol. Penjualan itu diketahui pada hari senin Tanggal 20 Oktober 2008 sekitar Pukul 11.15 Wib ditoko Renova.


(10)

Toko Renova adalah toko milik Jhonny Siahaan yang beralamat di Jl. SM. Raja No. 148 kel. Balige I kec. Balige Kab. Toba Samosir.

Pada saat itu saksi bersama teman-teman saksi melakukan razia operasi kewilayahan Pekat Toba II-2008 diwilayah hukum polsek Balige. Pada saat melakukan operasi razia tersebut saksi dan temannya mendapat informasi dari masyarakat bahwa Jhonny Siahaan pemilik toko Renova yang beralamat di JI. SM. Raja No.148 Kel. Balige I Kec. Balige Kab. Toba Samosir sudah lama menjual minuman beralkohol kepada masyarakat.

Saksi dan anggota polisi lainnya setelah mendengar informasi bahwa toko renova milik Jhonny Siahaan sudah lama menjual minuman kepada masyarakat maka Libertus Siahaan dan anggota polisi lainnya berangkat menuju toko Jhonny Siahaan. Sanki dan anggota polisi lainnya setelah tiba ditoko Renova, mereka langsung masuk kedalam toko Jhonny Siahaan untuk melakukan pemeriksaan. Saksi dan anggota polisi lainnya melihat beberapa kotak minuman beralkohol dari beberapa jenis/merek minuman beralkohol. Berdasarkan barang bukti yang ditemukan, maka saksi dan teman-teman saksi menanyakan kepada Jhonny Siahaan, apakah mempunyai izin untuk menjual minuman beralkohol tersebut dari pemerintah Kabupaten Toba Samosir, namun Jhonny Siahaan tidak dapat menunjukkan izinnya kepada penyidik.

Berdasarkan Jhonny Siahaan tidak dapat menunjukkan izin tempat menjual minuman beralkohol pada penyidik, maka saksi dan teman-teman saksi melakukan penyitaan terhadap minuman beralkohol yang ditemukan di toko Jhonny Siahaan. Minuman beralkohol itu dibawa ke Polsek Balige untuk


(11)

penyidikan lebih lanjut Jhonny Siahaan tidak mengakui apa sebabnya dia menjual minuman beralkohol tanpa izin dari pemerintah Kabupaten Toba Samosir.

Perbuatan Jhonny Siahaan yang menjual minuman beralkohol tanpa izin dari pemerintah kabupaten Toba Samosir, mengakibatkan pemerintah kabupaten Toba Samosir sangat dirugikan. Kerugian kabupaten samosir disebabkan karena Jhonny Siahaan tidak membayar retribusi kepada pemerintah Kabupaten Toba Samosir. Minuman beralkohol yang disita saksi bersama teman- teman saksi adalah berupa;

a) 5 (lima) kotak anggur merah merek Putri Sulung atau sebanayak 59 (lima puluh sembilan) botol

b) 4 (empat) kotak anggur merah merek Kijang Lima atau sebanyak 48 (empat puluh delapan) botol.

b) Keterangan terdakwa

Jhonny Siahaan menerangkan bahwa dia menjual minuman beralkohol pada hari senin Tanggal 20 Oktober 2008 sekitar pukul 11.15 wib di jalan SM. Raja No.148 Kel. Balige I Kec. Balige Kab. Toba Samosir tanpa izin dari pemerintah Kabupaten Toba Samosir sejak awal Tahun 2008. Toko tersebut bernama toko Renova yang merupakan milik pribadi Jhonny Siahaan.

Jhonny Siahaan menjual minuman beralkohol sebagai sampingan atau tambahan dari dagangan yang dijual. Jhonny siahaan tidak mengetahui bahwa dalam hal menjual minuman beralkohol harus ada izin dari Pemerinah Kabupaten Toba Samosir. Jhonny Siahaan juga menerangkan ada menjual minuman beralkohol ditoko Renova miliknya berupa anggur merah merak Putri Sulung


(12)

sebanyak 5 (lima) kotak dan 4 (empat) kotak merek Kijang Lima. Minuman beralkohol tersebut merupakan dagangan terdakwa yang disita polisi pada hari senin Tanggal 20 Oktober sekitar pukul 11.15 wib dijalan SM. Raja No.148 Kel. Balige I Kec. Balige Kab. Toba Samosir.

c) Barang bukti

Barang bukti dalam perkara ini adalah berupa :

1) 5 (lima) kotak anggur merah merek Putri Sulung atau sebanyak 59 (lima puluh sembilan) botol

2) 4 (empat) kotak anggur merah merek Kijang Lima atau sebanyak 48 (empat puluh delapan) botol.

4. Putusan hakim

Putusan hakim dalam perkara ini adalah menyatakan Jhonny Siahaan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana; ”Menjual Minuman Beralkohol Tanpa Izin” dan menghukum terdakwa untuk membayar denda sebesar Rp. 50.000 (lima puluh ribu rupiah) subsider 3 (tiga) hari kurungan. Terdakwa dibebani untuk membayar biaya perkara sebesar Rp.1.000,- (seribu rupiah). Putusan hakim dalam perkara ini disertai dengan barang bukti berupa: a) 5 (lima) kotak anggur merah merek Putri Sulung atau sebanyak 59 (lima puluh

sembilan) botol

b) 4 (empat) kotak anggur merah merek Kijang Lima atau sebanyak 48 (empat puluh delapan) botol.


(13)

Putusan hakim menghukum terdakwa dengan pidana denda sebesar Rp.50.000 (lima puluh ribu rupiah) subsider 3 (tiga) hari kurungan, dan membebani kepada terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp.1.000,-(seribu rupiah). Putusan yang dijatuhkan hakim berdasarkan pertimbangan hukum atas keterangan saksi-saksi, keterangan terdakwa dan barang bukti, sehingga diperoleh fakta-fakta hukum yaitu bahwa:

Sejak awal Tahun 2008 Jhonny Siahaan sudah menjual minuman beralkohol tanpa adanya izin perdagangan dari pemerintah daerah Toba Samosir. Penjualan itu dilakukan di toko Renova yang merupakan milik pribadi dari Jhonny Siahaan. Toko Renova milik Jhonny Siahaan beralamat di jalan SM. Raja No.148 Kel. Balige I Kec. Balige Kab. Toba Samosir. Perbuatan Jhonny Siahaan diketahui pihak penyidik pada Tanggal 20 Oktober 2008 pukul 11.15 wib. Barang bukti yang ditemukan berupa minuman beralkohol, yang terdiri dari:

1) 5 (lima) kotak anggur merah merek Putri Sulung atau sebanyak 59 (lima puluh sembilan) botol

2) 4 (empat) kotak anggur merah merek Kijang Lima atau sebanyak 48 (empat puluh delapan) botol.

Berdasarkan fakta-fakta yang diperoleh maka Jhonny Siahaan dinyatakan melakukan Tindak pidana menjual minuman beralkohol tanpa izin. Tindak pidana yang dilakukan Jhonny Siahaan adalah perbuatan yang melanggar ketentuan dari Pasal 4 ayat (1) jo Pasal 25 ayat (1) Perda Kabupaten Toba Samosir Nomor 35 Tahun 1999 tentang retribusi izin tempat penjualan minuman beralkohol. Berdasarkan ketentuan yang terkandung dalam Pasal 4 ayat (1) jo


(14)

Pasal 25 ayat (1) Perda Kabupaten Toba Samosir Nomor 35 Tahun 1999 maka dapat dikemukakan beberapa hal yaitu:

1. Berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (1) dari Perda Kabupaten Toba Samosir Nomor 35 Tahun 1999 tentang retribusi tempat menjual minuman beralkohol yang menyatakan bahwa:

Dilarang melakukam kegiatan usaha tempat/lokasi penjualan minuman beralkohol diwilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Toba Samosir tanpa izin tertulis dari Kepala Daerah.

Berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (1) Perda Kabupaten Toba Samosir Nomor 35 Tahun 1999 maka Jonny Siahaan dinyatakan telah melakukan tindak pidana menjual minuman beralkohol tanpa izin, karena Jonny Siahaan melakukan kegiatan usaha tempat penjualan minuman beralkohol diwilayah kabupaten Daerah Tingkat II Toba Samosir. Kegiatan usaha menjual minuman beralkohol yang dilakukan Jhonny Siahaan tidak memiliki izin tertulis dari Kepala Daerah kabupaten Toba Samosir .

2. Berdasarkan ketentuan Pasal 25 ayat (1) dari Perda Kabupaten Toba Samosir Nomor 35 Tahun 1999 tentang retribusi tempat menjual minuman beralkohol yang menyatakan bahwa:

Wajib retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan keuangan daerah, diancam pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah retribusi yang tertuang.

Berdasarkan ketentuan Pasal 25 ayat (1) Perda Kabupaten Toba Samosir Nomor 35 Tahun 1999 maka Jhonny Siahaan diancam dengan pidana denda sebesar Rp. 50.000 pengganti 4 (empat) hari pidana kurungan. Pidana denda dijatuhkan terhadap Jhonny Siahaan karena Jhonny Siahaan tidak membayar reribusi izin tempat menjual minuman beralkohol kepada pemerintah daerah


(15)

kabupaten Toba Samosir. Jhonny Siahaan tidak membayar retribusi tempat menjual minuman beralkohol kepada pemerintah daerah Toba Samosir karena Jhonny Siahaan tidak mempunyai izin tempat menjual minuman beralkohol diwilayah kabupaten tobasa dari Kepala Daerah. Akibat dari perbuatan Jhonny Siahaan yang tidak membayar retribusi tempat menjual minuman beralkohol adalah merugikan keuangan daerah Tobasa.

Berdasarkan putusan Hakim yang dijatuhkan pada terdakwa (Jhonny Siahaan) maka dapat dikemukakan beberapa hal yaitu:

1) Berdasarkan ketentuan Pasal (4) ayat (1) dan Pasal (25) ayat (1) maka benar Jhonny Siahaan telah melakukan tindak pidana menjual minuman beralkohol tanpa izin dari Kepala Daerah diwilayah Kabupaten Toba Samosir.

2) Ditinjau dari sanksi denda yang dijatuhkan hakim, maka saksi yang dijatuhkan tidak sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 25 ayat (1) Perda Tobasa, yang mana sanksi yang dijatuhkan pada pelaku tindak pidana terlalu ringan. Hakim seharusnya menjatuhkan sanksi denda sebesar Rp. 400.000 (empat ratus ribu rupiah) bukan Rp. 50.000 (lima puluh ribu rupiah).

Sanksi denda yang seharusnya Rp. 400.000 adalah berdasarkan barang bukti minuman beralkohol yang ditemukan yaitu minuman beralkohol jenis Anggur (wine). Minuman beralkohol jenis anggur (wine) yang mengandung kadar alkohol antara 5% sampai dengan 20%. Minuman beralkohol yang mengandung kadar 5%-20% adalah minuman beralkohol yang dikategorikan dalam minuman beralkohol golongan B.


(16)

Ketentuan besarnya retribusi izin yang terdapat dalam perda Tobasa Nomor 35 Tahun 1999 untuk minuman beralkohol yang bergolongan B adalah sebesar Rp. 100.000/tahun/jenis. Ketentuan pidana yang terdapat dalam Pasal 25 ayat (1) Perda Tobasa Nomor 35 Tahun 1999 yang menetapkan sanksi pidana paling lama 6 bulan kurungan atau denda paling banyak 4 kali jumlah retribusi yang tertuang pada pelaku tindak pidana menjual minuman beralkohol. Berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam Perda Tobasa yang telah dikemukakan maka seharusnya hakim menjatuhkan denda adalah sebesar Rp.400.000 (4x Rp.100.000 = Rp. 400.000) kepada terdakwa.

3) Berdasarkan rendahnya sanksi denda yang dijatuhkan pada terdakwa yakni sebesar Rp. 50.000 (lima puluh ribu rupiah) akan mempersulit untuk mencapai tujuan dari pemidanaan, karena sanksi denda yang dijatuhkan tidak sesuai dengan perkembangan nilai mata uang yang terdapat dalam masyarakat sekarang ini. Ketidakseimbangan sanksi yang diberikan dengan tindak pidana yang dilakukan pada pelaku tindak pidana menjual minuman beralkohol, maka akan sulit memberikan efek jera khususnya pada pelaku tindak pidana dan bagi masyarakat pada umumnya.

Berdasarkan rendahnya sanksi denda yang dijatuhkan pada pelaku tindak pidana menjual minuman beralkohol tanpa izin yang dilakukan oleh Jhonny Siahaan, dapat dilihat bahwa pemidanaan yang dijatuhkann hanya memuat teori retributif yaitu setiap orang yang melakukan tindak pidana maka pelaku pidana harus dihukum.


(17)

4) Ditinjau dari akibat yang dapat ditimbulkan dari minuman beralkohol, dimana minuman beralkohol dapat menimbulkan akibat yang begitu besar yaitu dapat menghilangkan nyawa manusia. Berdasarkan akibat yang dapat ditimbulkan dari minuman beralkohol maka sanksi denda yang diberikan pada pelaku penjual minuman beralkohol tanpa izin terlalu rendah/ringan, dengan kata lain besarnya sanski yang diterapkan pada pelaku menjual minuman beralkohol tidak seimbang dengan besarnya akibat/dampak yang ditimbulkan dari minuman beralkohol


(18)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian dan permasalahan yang telah dikemukakan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Pengaturan tindak pidana Menjual Minuman Beralkohol diatur dalam Pasal 300, Pasal 537, Pasal 538 KUHP dan Pasal 25 ayat (1) Perda Tobasa Nomor 35 Tahun 1999 tentang Retribusi Izin Tempat Menjual Minuman Beralkohol. 2. Kajian yuridis pidana denda terhadap pelaku tindak pidana menjual minuman

beralkohol tanpa izin ditinjau dari putusan PN.BALIGE No. 01/PID.C/TPR/2010/PN.BLG tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sanksi denda yang diterapkan pada pelaku tindak pidana menjual minuman beralkohol dalam putusan PN.BALIGE No. 01/PID.C/TPR/2010/PN.BLG yang hanya Rp. 50.000 (lima puluh ribu rupiah) adalah terlalu ringan jika dibandingkan dengan dalam ketentuan Perda Tobasa Nomor 35 Tahun 1999. Berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam Perda Tobasa Nomor 35 Tahun 1999 seharusnya Hakim menjatuhkan sanksi denda pada pelaku tindak pidana (Jhonny Siahaan) yang menjual minuman beralkohol tanpa izin adalah sebesar Rp.400.000 (4xRp.100.000).


(19)

B.Saran

1. Agar tujuan dari suatu penerapan Peraturan Perundang-undangan dapat tercapai, khususnya dalam peraturan Tindak Pidana Menjual Minuman Beralkohol, maka Pembuat Undang-undang sebaiknya menetapkan sanksi yang jelas dan tegas, sehingga tujuan yang ingin dicapai dari suatu peraturan akan tercapai. Penetapan tinggi/rendahnya sanksi denda yang ditetapkan oleh pihak yang berwenang dalam suatu peraturan hendaknya pembuat undang-undang melihat perkembangan nilai mata uang yang berkembang dalam masyarakat, sehingga sanksi denda ynag diterapkan pada pelaku tindak pidana khususnya pada pelaku tindak pidana menjual minuman beralkohol sesuai dengan tindak pidana yang dilakukan

2. Agar sanksi pidana yang dijatuhkan oleh hakim pada pelaku tindak pidana menjual minuman beralkohol tanpa izin sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka Hakim hendaknya melihat secara teliti dan cermat tentang ketentuan yang mengatur tentang tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana. Ketelitian dan kecermatan penegak hukum (hakim) dalam menerapkan suatu peraturan pada suatu tindak pidana, maka sanksi yang diterapkan pada pelaku penjual minuman beralkohol tanpa izin sesuai dengan ketentuan yang berlaku.


(20)

BAB II

PENGATURAN TINDAK PIDANA MENJUAL MINUMAN

BERALKOHOL TANPA IZIN DI PERDA TOBASA NOMOR 35 TAHUN 1999 TENTANG RETRIBUSI IZIN TEMPAT MENJUAL MINUMAN

BERALKOHOL

A. Pengaturan Pidana Denda Dalam KUHP

Pasal 10 KUHP, menyebutkan bahwa hukuman pokok terdiri dari: 1. Hukuman Mati

2. Hukuman Penjara 3. Hukuman Kurungan 4. Hukuman Denda

Pidana denda merupakan bentuk pidana tertua, lebih tua dari pidana penjara, mungkin setua dengan pidana mati. Pidana denda terdapat pada setiap masyarakat, termasuk masyarakat primitif, walaupun bentuknya bersifat primitif pula. Negara Indonesia sendiri mengenal denda ini telah ada sejak zaman Majapahit dan mayarakat tradisional lainnya.37

1) Banyaknya denda sekurang kurangnya dua puluh lima sen;

Pengaturan pidana denda diatur dalam Pasal 30 KUHP yang menyebutkan sebagai berikut:

2) Jika dijatuhkan hukuman denda, dan denda tidak dibayarkan, maka diganti dengan hukuman kurungan;

37

Andi Hamzah, Sistem pidana dan pemidanaan indonesia, Pradnya Paramita, Jakarta, 1993, halaman 53.


(21)

3) Lamanya hukuman kurungan pengganti itu sekurang-kurangnya 1 hari dan selama-lamanya 6 (enam) bulan;

4) Dalam keputusan hakim ditentukan, bahwa bagi denda setengah rupiah atau kurang, lamanya hukuman kurungan pengganti denda itu 1 (satu) hari, bagi denda yang lebih besar daripada itu, maka tiap-tiap setengah rupiah diganti tidak lebih dari pada 1 (satu) hari, dan bagi sisanya yang tidak cukup setengah rupiah, lamanya pun satu hari;

5) Hukuman kurungan itu dapat dijatuhkan selama-lamanya 8 (delapan) bulan, dalam hal mana denda maksimum itu dinaikkan, karena beberapam kejahatan yang dilakukan, karena berulang melakukan kejahatan atau lantaran hal-hal yang ditentukan dalam pasal 52;

6) Hukuman itu sekali-kali tidak boleh lebih dari 8 (delapan) bulan.

Pembuat undang-undang tidak menentukan suatu batas maksimun yang umun pada pidana denda, namun setiap pasal-pasal dalam KUHP yang bersangkutan ditentukan batas maksimum (yang khusus) pidana denda yang dapat dijatuhkan oleh Hakim. Jumlah pidana denda baik dalam KUHP maupun dalam ketentuan-ketentuan pidana lainnya yang dikeluarkan sebelum Tanggal 17 Agustus 1945 adalah tidak sesuai dengan sifat tindak pidana sekarang ini. Jumlah pidana denda menjadi terlalu ringan jika dibandingkan dengan nilai mata uang pada sekarang ini, sehingga jumlah-jumlah itu perlu diperbesar/dipertinggi. Berdasarkan hal itu maka diundangkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 18 Tahun 1960 yang diatur dalam Pasal (1) ayat (1) yang menyatakan bahwa:


(22)

Tiap jumlah pidana denda yang diancamkan, baik dalam Kitap Undang-undang Hukum Pidana, sebagaimana beberapa kali telah ditambah dan dirubah dan terakhir dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1960 (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 1), maupun dalam ketentuan pidana lainnya yang dikeluarkan sebelum tanggal 17 Agustus 1945, sebagaimana telah diubah sebelum hari berlakunya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini harus dibaca dengan mata uang rupiah dan dilipatgandakan menjadi lima belas lipat.

Berdasakan ketentuan diatas maka denda yang tertinggi yang diancamkan dalam KUHP terdapat dalam pasal 403 yang dahulunya sebesar Rp.10.000,- sekarng menjadi Rp.150.000.-38

Ketentuan diatas berbeda halnya dengan batas maksimun umum pidana denda, maka KUHP satu batas minimum yang umum denda pidana, yaitu 25 (dua puluh lima) sen, sebagaimana yang diatur yang dalam Pasal 30 ayat (1). Mengingat Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 18 Tahun 1960, maka batas minimum yang umum denda sekarang menjadi 15 x 25=Rp 3,75 (tiga rupiah tujuh puluh lima sen).

Pasal (1) ayat (2) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 18 Tahun 1960 juga menentukan bahwa:

Ketentuan dalam ayat (1) tidak berlaku terhadap jumlah pidana denda dalam ketentuan-ketentuan tindak pidana yang telah dimaksudkan dalam tindak pidana ekonomi.

39

Berdasarkan ketentuan Pasal 30 ayat (2) jika pidana denda tidak dibayar maka harus diganti dengan pidana kurungan. Lamanya pidana kurungan pengganti denda ditentukan dalam kasus demi kasus dalam putusan hakim, pada umumnya minimal (1) satu hari atau maksimum 6 (enam) bulan dalam Pasal 30 ayat (3) KUHP. Maksimum ini dapat dinaikkan menjadi 8 (delapan) bulan dalam

38

Mohammad Ekaputra dan Abul Khair, Sistem Pidana dalam KUHP dan

Pengaturannya Menurut Konsep KUHP Baru, USU Press, Medan, 2010, halaman 80. 39


(23)

hal gabungan (concursus), residivis dan delik jabatan menurut Pasal 52 dan bis (Pasal 30 ayat 5 KUHP)

Berdasarkan ketentuan Pasal 30 KUHP tersebut, pidana denda dalam KUHP adalah hanya berbentuk uang dan tidak boleh berbentuk barang. Denda yang tidak dibayar oleh terpidana baik kerena ketidakmampuan atau ketidakmauannya, maka pidana denda itu dapat diganti kedalam pidana kurungan yang disebut dengan hukuman subsider atau pengganti.40

Menurut Pasal 31 KUHP, bagi pelaku tindak pidana yang dijatuhi dengan pidana denda dapat menjalani pidana kurungan sebagai pengganti. Para pelaku tindak pidana jika merasa tidak mampu membayar denda dan seandainya dendanya dibayar dan sisanya tidak, maka kurungan sebagai pengganti dikurang secara seimbang. Menjatuhkan hukuman denda hendaknya disesuaikan dengan kemampuan dan kekuatan ekonomi sipelanggar, jika sipelanggar ada tanda-tanda insyaf dalam kesalahanya atau atas dasar pertimbangan Hakim dalam hal-hal yang dapat meringankan.41

Pola pidana denda sebagaimana diatur dalam KUHP tidak mengenal minimum khusus dan maksimum umum. Pola yang ditetapkan oleh KUHP adalah minimum umum dan maksimum khusus. Sistem penetapan jumlah ancaman pidana seperti yang tertuang dalam KUHP ini disebut dengan istilah sistem maksimum atau menurut istilah Colin Howard42

40

Yesmil Anwar dan Adang, Op.cit.,halaman 167. 41

P.A.F.Lamintang, Hukum Penitensir Diindonesia, Amico, Bandung 1984, halaman 147.

42

Collin Howard, An Analisis of Sentencing Outhority dalam P.R Clazebrook (ed).

Reshaping The Criminal Law. steven &sons, Ltd, London , 1987. halaman 407.

disebut dengan istilah sistem


(24)

maksimum (sistem indefinite) adalah penetapan maksimum pidana untuk tiap tindak pidana. Sistem ini dapat juga disebut dengan sistem atau pendekatan tradisional atau dalam KUHP berbagai negara sistem ini disebut dengan sistem absolut. Secara umum sistem ini berarti bahwa setiap tindak pidana ditetapkan bobot atau kualitasnya sendiri-sendiri yaitu dengan menetapkan ancaman pidana maksimum. Keuntungan dari sistem ini adalah:

1) Dapat menunjukkan keseriusan;

2) Memberikan flesiblitas dan direksi kepada kekuasaan pemidanaan;

3) Melindungi kepentingan pelanggar itu sendiri dengan menetapkan batas-batas kebebasan dari kekuasaan pemidanaan.43

Menurut Collin Howard44

1) Dengan dianutnya sistem maksimum, akan membawa konsekuensi yang cukup sulit dalam menetapkan maksimum khusus untuk tiap-tiap tindak pidana;

bahwa disamping adanya keuntungan dalam menetapkan nilai maksimum yang diterapkan pada pelaku tindak pidana yang diatur dalam KUHP namun sistem maksimum juga memiliki kelemahan, yaitu:

2) Dalam setiap kriminalitas setiap pembentuk undang-undang selalu dihadapkan pada masalah pemberian bobot dengan menetapkan kualifikasi ancaman pidana maksimumnya;

3) Dalam menetapkan maksimum pidana untuk menunjukkan tingkat keseriusan atau kualitas dari tindak pidana, bukanlah pekerjaan yang mudah dan sederhana;

43

Yesmili Anwar dan Adang , Op. Cit., halaman 144. 44


(25)

4) Untuk mengatasi semua itu, diperlukan pengetahuan yang cukup mengenai urutan tingkat atau gradasi nilai dari norma-norma sentral masyarakat dan kepentingan hukum yang akan dilindungi.45

Kedudukan pidana denda dalam sistem KUHP yang berlaku sekarang, terdapat kelemahan yang terkandung didalam pidana itu sendiri. Menurut Niniek Suparmi menyebutkan bahwa kelemahan-kelemahan pidana denda tersebut adalah:

1) Bahwa pidana denda ini dapat membayar atau ditanggung oleh pihak ketiga (majikan, suami atau istri, orang tua, teman/kenalan baik, dan lainnya) sehingga pidana yang dijatuhkan tidak secara langsung dirasakan oleh terpidan sendiri. Hal mana membawa akibat tidak tercapainya sifat dan tujuan pemidanaan untuk membina sipembuat tindak pidana agar menjadi anggota masyarakat yang berguna, serta mendidik sipembuat tindak pidana untuk mempertanggungjawabkan perbuatnnya;

2) Bahwa pidana denda juga dapat membebani pihak ketiga yang tidak bersalah, dalam arti pihak ketiga dipaksa turut merasakan pidaan tersebut, misalnya uang yang dialokasikan bagi pidana denda yang dijatuhkan pada kepala rumah tangga yang melakukan kesalahan mengemudi karena mabuk, akan menciutkan anggaran rumah tangga yang bersangkutan; 3) Bahwa pidana denda itu akan menguntungkan bagi orang-orang yang

mampu, karena bagi mereka yang tidak mampu maka besarnya pidana denda tetap merupakan beban atau masalah, sehingga mereka cendrung

45


(26)

untuk menerima jenis pidana yang lain yaitu pidana perampasan kemerdekaan;

4) Bahwa terdapat kesulitan dalam pelaksanaan penagihan utang denda oleh jaksa selaku exsekutor, terutama bagi terpidana yang tidak ditahan atau tidak berada dalam penjara. Disatu pihak dapat diadakan upaya paksa dalam bentuk peraturan perundang-undangan agar terpidana membayar denda dengan memberikan wewenang kepada Jaksa selaku eksekutor, untuk melelang barang yang disita, dan kalau barang yang disita tidak ada baru diterapkan pidana pengganti denda.46

Pidana denda yang diterapkan pada pelaku tindak pidana yang mempunyai kelememah-kelemahan tetapi juga mempunyai keuntungan. Menurut Jam Remmelink menyebutkan keuntungan dari pidana denda yaitu:

1. Pidana denda tidak hampir tidak menyebabkan stigmitisasi;

2. Terpidana tidak dicerabut dari lingkungan keluarga atau kehidupan sosialnya;

3. Pada umunnya terpidana tidak akan kehilangan pekerjaannya;

4. Pidana denda dengan mudah dapat dibayar (bila perlu dengan cara angsuran);

5. Sekalipun lebih kecil ketimbang ancaman penjatuhan pidana badan, darinya juga muncul daya kerja prevesi umum;

6. Negara pun tidak menderita kerugian dari penjatuhan pidana denda.47

46

Mohammad Ekaputra, Dasar-dasar Hukum Pidana, USU Press, Medan, 2010, halaman 150.

47

Jam Remmelink, Hukum Pidana, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003, halaman 235.


(27)

Pidana denda terbesar yang dicantumkan di dalam KUHP tercantum dalam pasal 303 ayat (1) yang setelah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang : penertiban perjudian, yang menjadi sebesar Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah). Pasal 2 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 menyebutkan sebagai berikut:

1) Merubah ancaman hukuman dalam Pasal 303 ayat (1) kitab undang- undang hukum pidana, dari hukuman penjara selama-lamanaya 2 (dua) tahun 8 (delapan) bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 90.000 (sembilan puluh ribu rupiah) menjadi hukuman penjara selama-lamanya 10 (sepuluh) tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah);

2) Merubah ancaman hukuman dalam Pasal 542 ayat (1) Kitap Undang Undang Hukum Pidana, dari hukuman kurungan selama-lamanya satu bulan atau denda sebanyak banyaknya empat ribu lima ratus rupiah, menjadi hukuman penjara selama-lamanya 4 (empat) tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 10.000.000 (sepuluh juta rupiah);

3) Merubah ancaman hukuman dalam Pasal 542 ayat 2 Kitab Undang- undang Hukum Pidana, dari hukuman kurungan selama-lamanya tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya tujuh ribu lima ratus rupiah menjadi hukuman penjara selama-lamanya denda 6 (enam) tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 15.000.000 (lima belas juta rupiah);

4) Merubah sebutan Pasal 542 menjadi Pasal 303 bis. Pasal 82 ayat (1) mengatur sebagai berikut:


(28)

“kewenangan menuntut pelanggaran yang diancam denda saja menjadi hapus, kalau dibayar maksimum denda dan biaya-biaya yang telah dikeluarkan kalau penuntutan telah dimulai, atas kuasa pejabat yang ditunjuk untuk itu oleh aturan- aturan umum dan dalam waktu yang ditetapkan olehnya.

Ketentuan pembayaran denda maksimum untuk tindak pidana pelanggaran sebagaiman yang diatur dalam Pasal 82 KUHP dikenal juga lembaga hukum

afkoof (penembusan) atau sering juga disebut dengan schikking (perdamaian).48

Pasal 82 ayat (1) KUHP meneyebutkan, bahwa tenggang waktu untuk membayar lunas uang denda tertinggi yang telah diancamkan bagi sesuatu Pejabat yang dimaksud didalam Pasal 82 ayat (1) KUHP itu adalah jaksa. Sesuai dengan ketentuan Pasal 82, orang-orang yang telah diancam dengan pidana pokok berupa pidana denda saja, setiap waktu mereka dapat membebaskan diri mereka dari kemungkinan dituntut, maupun setelah mereka itu dituntut didepan pengadilan. Orang-orang memebebaskan diri dari tuntutan dengan cara membayar uang denda tertinggi yang telah diancamkan bagi pelanggaran-pelanggaran yang telah mereka lakukan, dan ditambah dengan biaya-biaya perkara. Mereka yang telah dimulai dituntut didepan pengadilan, apabila para pelanggar itu secara sukarela, telah membayar uang denda tertinggi kepada Jaksa bagi pelanggaran-pelanggaran yang telah mereka lakukan, dengan sendirinya Jaksa juga tidak akan menuntut mereka didepan pengadilan. dan apabila mereka itu tidak dituntut didepan pangadilan, dengan sendirinya mereka juga tidak perlu menghadapi ke sidang pengadilan.

48

Barda Nawawi Arief, Sari Kuliah Hukum Pidana II, Badan Penyediaan Bahan Kuliah Fakultas Hukum Universitas di Penegoro, Semarang, 1984, halaman 63.


(29)

pelanggaran itu ditetapkan oleh jaksa. Tenggang waktu yang ditetapkan oleh jaksa untuk membayar lunas uang denda tertinggi, tidak selalu harus berakhir sebelum dimulainya suatu sidang pengadilan. Seorang pelanggar apabila telah datang kepada seorang jaksa untuk menyatakan kesanggupannya untuk membayar lunas uang denda tertinggi bagi pelanggaran yang telah dilakukan, dan jaksa telah memberikan kesempatan kepadanya untuk membayar lunas uang denda tertingi itu dalam satu bulan, maka ini tidak berarti bahwa jaksa tidak boleh melimpahkan perkaranya kepengadilan sebelum tenggang waktu untuk membayar denda yang telah ia tetapkan itu berakhir.49

Sistem pidana denda sebagaimana diatur didalam konsep KUHP baru, sistem pidana umum khusus yang selama ini tidak dikenal dalam KUHP. Menurut Barda Nawawi Arief, dianutnya pidana minimum khusus ini didasarkan pada pokok pemikiran sebagai berikut;

Pidana denda dalam konsep KUHP Tahun 2008 masih tetap dipertahankan, hal ini karena pidana denda sebagai salah satu sarana dalam politik kriminil dipandang tidak kalah efektif jika dibandingkan dengan jenis pidana lainnya. Satuan terkecil pidana denda sebagaimana diatur didalam Pasal 80 ayat (2) konsep KUHP baru yaitu sebesar Rp.15.000 (lima belas ribu rupiah) ditetapkan berdasarkan kepada jumlah upah “maksimum harian”.

50

1. Guna menghindari adanya disparatis pidana yang sangat mencolok untuk delik-delik yang secara hakiki berbeda kualitasnya.

49

P.A.F Lamintang, Op. Cit., halaman 82. 50

Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta Hukum Pidana, Citra Aditia Bakti, Bandung, 2003, halaman 138.


(30)

2. Lebih mengefektifkan pengaruh prevensi generasi (pencegahan umum) khususnya bagi delik-delik yang dipandang membahayakan dan meresahkan masyarakat

3. Dianalogkan dengan pemikiran bahwa apabila pemikiran dalam hal-hal tertentu maksimum pidana (umum dan khusus) dapat diperberat, minimum pidana hendaknya dapat diperberat dalam hal-hal tetentu.

Konsep KUHP baru Tahun 2008 ancaman pidana denda dirumuskan dengan menggunakan sistem kategori. Sistem ini dimaksudkan agar dalam perumusan tindak pidana tidak perlu disebutkan suatu jumlah denda tertentu, melainkan cukup dengan menunjuk kategori denda tertentu sebagaimana yang ditentukan dalam buku kesatu. Dasar pemikiran penggunaan sistem kategori ini adalah bahwa pidana denda termasuk jenis pidana yang relatif lebih sering berubah nilainya kerena perkembangan nilai mata uang. Sistem kategori akan lebih mudah dilakukan perubahan dan penyesuaian, sebab yang diubah tidak seluruh ancaman pidana denda yang terdapat dalam perumusan tindak pidana, melainkan cukup mengubah pasal yang mengatur kategori denda dalam buku kesatu. Penjelasan dalam Pasal 80 konsep KUHP disebutkan, bahwa pidana denda dirumuskan secara kategoris. Perumusan secara kategoris ini dimaksudkan agar:

1) Diperoleh pola yang jelas tentang maksimum denda yang dicantumkan untuk berbagai tindak pidana dan;

2) Lebih mudah melakukan penyesuaian, apabila terjadi perubahan ekonomi dan moneter.


(31)

Pasal 80 konsep KUHP baru menentukan sebagai berikut :

1) Pidana denda merupakan pidana berupa sejumlah uang yang wajib dibayar oleh terpidana berdasarkan putusan pengadilan

2) Jika tidak ditentukan minimum khusus maka pidana denda paling sedikit Rp 15.000 (lima belas ribu)

3) Pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan kategori yaitu: a) Kategori I Rp. 1.500.000 (satu juta lima ratus ribu rupiah); b) Kategori II Rp. 7.500.000 (tujuh juta lima ratus ribu rupiah); c) Kategori III Rp. 30.000.000 (tiga puluh juta rupiah);

d) Kategori IV Rp. 75.000.000 (tujuh puluh lima juta rupiah); e) Katergori V Rp. 300.000.000 (tiga ratus juta rupiah); f) Kategori VI Rp. 3.000.000.000 (tiga milyar rupiah);

4) Pidana denda paling banyak untuk korporasi lebih tinggi berikutnya

5) Pidana denda paling banyak untuk korporasi yang melakukan tindak pidana diancam dengan:

a. Pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun sampai dengan 15 (lima belas) tahun adalah pidana denda kategori V;

b. Pidana denda paling sedikit untuk koorporasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) adalah pidana kategori IV;

6) Pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling lama 20 tahun adalah pidana denda kategori VI;

7) Dalam hal terjadi perubahan nilai mata uang, ketentuan besarnya pidana denda ditetapkan dengan peraturan pemerintah.


(32)

Berikut ini akan disajikan pasal-pasal lainnya didalam konsep KUHP Tahun 2008 yang mengatur tentang pidana denda, sebagai berikut:

Pasal 81

1) Dalam penjatuhan pidana denda, wajib dipertimbangkan kemampuan pidana;

2) Dalam menilai kemampuan terpidana, wajib dipertimbangan apa yang dapat dibelanjakan oleh terpidana sehubung dengan keadaan pribadi dan kemasyarakatannya;

3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak mengurangi untuk tetap diterapkan untuk tindak pidana tertentu..

pasal 82

1) Pidana denda dapat dibayarkan dengan cara mencicil dalam tenggang waktu sesuai dengan putusan hakim;

2) Jika pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dibayar penuh dalam tenggang waktu yang ditetapkan, maka untuk pidana denda yang tidak dibayar tersebut dapat diambil dari kekayaan atau pendapatan terpidana.

pasal 83

1) Jika pengambilan kekayaan atau pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (2) tidak memungkinkan, maka pidana pidana denda ynag tidak dibayar tersebut diganti dengan pidana kerja sosial, pidana pengawasan, atau pidana penjara, dengan ketentuan pidana pidana denda tersebut tidak melebihi pidana kategori (I)


(33)

2) Lamanya pidana pengganti sebagimana dimaksud pada ayat (1) adalah: a) Untuk pidana kerja sosial pengganti, berlaku ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat (3) dan ayat ( 4);

b) Untuk pidana pengawasan, paling singkat (1) bulan dan paling lama (1) tahun;

c) Untuk pidana penjara pengganti, paling singkat (1) bulan dan paling lama 1 (satu) tahun yang dapat dipererat paling lama 1 (satu) tahun 4 (empat) bulan jika ada pemberatan pidana denda karena pembarengan atau karena adanya faktor pemberatan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134;

3) Perhitungan lamanya pidana pengganti didasarkan pada ukuran, untuk setiap pidana denda Rp. 2.500 (dua ribu lima ratus rupiah) atau kurang disepadankan dengan:

a) 1 (satu) jam pidana kerja sosial pengganti;

b) 1 (satu) hari pidana pengawasan atau pidana penjara pengganti. 4) Jika setelah menjalani pidana pengganti, sebagaian pidana denda dibayar,

maka lamanya pidana pengganti dikurangi menurut ukuran yang sepadan sebagaimana ketentuan pada ayat (3).

Pasal 84

a) Jika pengambilan kekayaan atau pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (2) tidak dapat dilakukan, maka untuk pidana denda diatas kategori I yang tidak dibayar diganti dengan penjara paling lama sebagaimana yang dicantumkan untuk tindak pidana yang bersangkutan.


(34)

b) Ketentuan Pasal 83 ayat 4 berlaku untuk pasal ini sepanjang mengenai pidana penjara pengganti

Pasal 85

Jika pengambilan kekayaan atau pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (2) tidak dapat dilakukan, maka untuk korporasi dikenakan pidana pengganti berupa pencabutan izin usaha atau pembubaran koorporasi

Pidana denda yang diterapkan pada pelaku tindak pidana diharapkan dapat memberikan pengaruh yang sigitifikan kepada pelaku tindak pidana dan dapat mencegah individu lainnya untuk melakukan tindak pidana. Mengingat sanksi pidana denda materil yang sangat besar akan dijatuhkan kepada pelaku tindak pidana jika melakukan tindak pidana, sehingga kenikmatan dan kepuasan yang diperoleh pelaku pidana dari hasil kejahatan yang dilakukan dapat dihapus atau dihilangkan, karena nilai denda yang dijatuhkan tidak seimbang dengan tindak pidana yang dilakukan.51

(1) Dengan hukuman penjara selama-lamanya satu tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500 :

B. Pengaturan Pidana Menjual Minuman Beralkohol di KUHP

Pengaturan tindak pidana menjual minuman beralkohol diatur dalam Pasal 300 ayat (1) angka (1), Pasal 537, dan Pasal 538 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

1. Pasal 300 ayat (1) angka (1) KUHP berbunyi sebagai berikut:

(a) Barang siapa dengan sengaja menjual atau menyuruh minum minuman yang memabukkan kepada seseorang yang telah kelihatan nyata mabuk

51


(35)

Simons52 berpendapat bahwa ketentuan yang diatur dalam pasal 300 KUHP merupakan salah satu tindak pidana yang sifatnya harus dipandang sebagai tindakan pidana yang membahayakan bagi nyawa dan kesehatan. Van Bammelen dan Van Hanttun53

1. Unsur subjekitf : dengan sengaja.

berpendapat bahwa tindak pidana yang dimasudkan dalam ketentuan pidana yang diatur dalam Pasal 300 KUHP lebih tepat digolongkan dalam pengertian delik-delik yang dapat menimbulkan bahaya, karena adanya bahaya yang ditimbulkan oleh minum minuman yang sifatnya memabukkan bagi orang-orang yang meminumnya .

Berdasarkan ketentuan Pasal 300 ayat (1) angka (1), dapat dikemukakan beberapa rumusan yaitu;

Kesengajaan dalam tindak pidana ini artinya:

a) Pembuat menghendaki untuk melakukan perbuatan menjual dan atau memeberikan;

b) Pembuat mengetahui bahwa yang diberikan itu adalah suatu minuman yang memabukkan;

c) Pembuat menyadari dan mengetahui bahwa orang yang dijuali atau yang diberi itu adalah orang yang telah nyata mabuk;

2. Unsur objektif : menjual, memberikan minuman yang memabukkan kepada sesorang yang telah kelihatan mabuk.

52

Simons, Leerboek Van Het Nederlandse Strafrecht II, P. Noordhoff N.V Groningen, Batavia, 1941, halaman 34.

53

Van Bemmelen dan Van Hanttum, Hand-en Leerboek Het Nederlandse Strafrecht II, D. Brouwer en Zoon, Arnehem, Martinus Nijhoff, Gravenhage, 1954, halaman 442.


(36)

Perbuatan menjual hanya terjadi dalam hal perbuatan hukum jual beli. Perbuatan hukum jual beli adalah suatu perjanjian yang terjadi antara dua pihak, dimana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu benda, dan pihak yang lain membayar haraga yang telah dijanjikan. Perbuatan hukum jual beli ini ada dua perbuatan pertama: berupa perbuatan menjual yang dilakukan oleh sipemilik benda, kedua: adalah membeli yang dilakukan pihak pembeli. Pelaku kejahatan dalam ketentuan Pasal 300 ayat (1) angka (1), pemuatnya adalah sipenjual, yang melakukan perbuatan menjual sehingga dibebani tanggung jawab pidana dalam kejahatan yang dilakukan.54

1. Nafasanya berbau alkohol

Objek benda yang dijual atau yang diberikan oleh sipembuat adalah minuman yang memabukkan. Minuman yang memabukkan adalah benda cair yang jika diminum dapat memabukkan orang. Minuman yang memabukkan ini harus dijual atau diserahkan pada orang yang kelihatan mabuk. Orang yang kelihatan mabuk itu mempunyai ciri-ciri antara lain:

2. Muka dan matanya merah

3. Kedip matanya jarang dan merawang

4. Sikapnya diam atau malah banyak bicara tidak teratur.55 2. Pasal 537 KUHP

Pasal 537 KUHP berbunyi sebagai berikut:

54

Adami Chazawi, Tindak Pidana Mengenai Kesopanan , PT Grafindo Persada, Jakarta, 2005, halaman 138-139

55

http://www.google.co.id/search?client=firefoxa&rls=org.mozilla%3AenUS%3Aofficial &channel=s&hl=id&source=hp&q=latar+belakang+penerapan+pidana+denda+terhadap+penjual+ minuman+beralkohol+tanpa+izin&meta=&btnG=Penelusuran+Google diakses tanggal 20 Februari 2011 pukul 15.00 wib


(37)

Barang siapa diluar kantin tentara menjual atau memberikan minuman keras atau memberikan minuman keras atau arak kepada anggota Tentara Nasional Indonesia dibawah pangkat Letnan atau kepada istrinya, anaknya atau pelayannya, diancam dengan pidana denda paling banyak seribu lima ratus rupiah

Berdasarkan rumusan Pasal 537 KUHP maka dapat dikemukakan beberapa rumusan yaitu:

1. Perbuatan : menjual, memberikan 2. Obyek : minuman keras atau arak 3. Diluar kantin tentara

4. Kepada : anggota TNI berpangkat dibawah Letnan, istrinya, anaknya, pelayannya56

Pengertian anggota TNI dalam Pasal 537 hanya mencakup anggota TNI Angkatan Darat, Laut dan Udara dan tidak termasuk anggota kepolisian. Anggota TNI ini harus berpangkat dibawah letnan artinya Anggota TNI golongan Bintara dan Tamtama. Perbuatan menjual dan memberikan itu harus dilakukan diluar kantin tentara. Larangan ini tidak berlaku jika pembuat menjual dan atau memberikan minuman keras itu didalam kantin tentara. Larangan menjual atau memberikan minuman keras tidak hanya berlaku kepada anggota tentara tetapi juga kepada isti, anak, pelayan tentara.

.

57

Penjual atau wakilnya yang menjual minuman keras yang dalam menjalankan pekerjaan memberikan atau menjual minuman keras atau arak kepada seorang anak dibawah enam belas tahun, diancam dengan pidana 3. Pasal 538 KUHP

Pasal 538 KUHP berbunyi sebagai berikut:

56

Adami chazawi, Op.cit., halaman 150. 57

R.Soesilo, KUHP Serta Kontar-komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Politea, Bogor, 1995, halaman 344.


(38)

kurungan paling lama tiga minggu atau pidana denda paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah.

Berdasarkan Pasal 538 KUHP dapat dikemukakan beberapa rumusan: 1. Pembuat : penjual atau wakilnya

2. Yang dalam menjalankan pekerjaan menjual minuman keras 3. Perbutan : memberi, menjual

4. Obyek : minuman keras atau tuak

5. Kepada anak yang belum berumur 16 tahun

Pelanggaran terhadap Pasal 538 KUHP, yang harus dibuktikan adalah kualitas pribadi orang membuat/melakukan. Kualitas pribadi pembuat ialah pertama: orang yang pekerjaannya menjual minuman beralkohol dan, kedua: wakilnya. Ketentuan Pasal 538 KUHP yang dilarang adalah penjual atau wakilnya dalam menjalankan pekerjaannya itu menjual atau memberikan minuman keras kepada anak bibawah umur enam belas tahun. Seseorang yang pekerjaannya bukan menjual minuman keras, menjual minuman keras kepada anak yang umurnya belum enam belas tahun dan kemudian anak itu mabuk, penjual tersebut tidak terkena pasal ini tetapi terkena Pasal 300 KUHP, akan tetapi jika tidak sampai mabuk penjual itu tidak terkena Pasal 538 maupun Pasal 300 KUHP.58

Perbuatan menjual dengan memberikan terdapat persamaan. Persamaan antara perbuatan itu terletak pada perbuatan pengalihan kekuasaan atas minuman keras, yang semula berada dipenjual kemudian beralih kedalam kekuasaan sipembeli (dari perbuatan menjual) atau sipenerima (dari perbutan memberi).

58

P.A.F.Lamintang dan Theo Lamintang, Delik-delik Khusus Kejahatan Melanggar Norma Kesusilaan dan Kesopanan, Sinar Grafika Offset, Jakarta, 2009, halaman 371.


(39)

Pengalihan kekuasaan atas minuman keras itu terkandung maksud yang sama, yakni untuk dimiliki sehingga dengan maksud demikian minuman keras itu dapat diminum atau digunakan sesuai peruntukkan oleh orang yang membeli dan orang yang menerima. Perbuatan menjual dengan memberi mempunya perbedaan, disisi pihak pembeli menyerahkan sejumlah uang sebagai pembayaran harga minuman keras yang dibeli, sedangkan pada perbuatan memberi tidak diperlukan syarat dengan pembayaran sejumlah harga.

Anak yang belum berumur enam belas tahun adalah berupa unsur objektif dalam Pasal 538 ini tidak ada hubungan unsur batin pembuat dengan unsur belum berumur enam belas tahun. Tujuan dari Pasal 538 adalah untuk melindungi kepentingan hukum anak-anak dari perbuatan-perbuatan yang dapat merusak jiwa anak yang disebabkan pengaruh buruk dari minuman keras.59

Ketentuan Pasal 25 ayat (1) Perda Tobasa Nomor 35 Tahun 1999 maka bagi seseorang atau badan yang tidak membayar wajib retribusi sehingga merugikan keuangan daerah maka akan diancam pidana kurungan paling lama 6 (enam ) bulan atau denda paling banyak empat kali jumlah retribusi yang tertuang.

C.Pengaturan Pidana Menjual Minuman Beralkohol di Perda Tobasa No 35 Tahun 1999 Tentang Retribusi Izin Tempat Menjual Minuman Beralkohol

Pengaturan tindak pidana dalam Perda Tobasa Nomor 35 Tahun 1999 diatur dalam Pasal 25 ayat (1) yang menyatakan bahwa:

Wajib retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan keuangan daerah, diancam pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak empat kali jumlah retribusi yang tertuang;

59


(40)

Wajib retribusi yang dimaksud diatas adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi termasuk pemungutan atau pemotongan retribusi tertentu.60

1. Uusur-unsur yang terdapat dalam Pasal 25 Perda Tobasa Nomor 35 Tahun 1999

Rumusan ketentuan Pasal 25 Perda Tobasa Nomor 35 Tahun 1999 yang mengatur tentang tindak pidana dan sanksi terhadap pelaku tindak pidana menjual minuman beralkohol, beberapa hal yang dapat dikemukakan adalah;

a. Unsur subjektif yaitu pihak (pribadi atau badan hukum) yang tidak melakukan kewajiban membayar retribusi izin tempat menjual minuman beralkohol. Setiap orang yang hendak menjual minuman beralkohol harus mendapat izin tempat menjual minuman beralkohol dengan melakukan membayar retribusi.

b. Unsur objektif yaitu tidak melaksanakan kewajiban membayar retribusi dan akibatnya merugikan keuangan daerah. Kewajiban tersebut selain menambah keuangan daerah, juga lebih menjamin penjualan minuman beralkohol karena penjualan minuman beralkohol mempunyai izin dan kegiatan tersebut sehingga dinyatakan sah atau legal.

2. Sanksi pidana yang diancamkan kepada pelaku tindak pidana yang tidak membayar retribusi izin tempat menjual minuman beralkohol.

Sifat pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana dalam perda tobasa adalah pidana secara alternatif yaitu hakim harus memilih salah satu saja,61

60

Perda Tobasa Nomor 35 Tahun 1999 tentang Retribusi izin tempat menjual minuman beralkohol,Op. Cit., halaman 1-7.


(41)

dikarena terdapatnya kata ”atau” yang merupakan landasan bagi hakim yang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara kepada pelaku tindak pidana menjual minuman beralkohol tanpa izin yaitu”

a) Pidana kurungan atau b) Pidana denda

3. Kualitas sanksi pidana yang diancamkan pada pelaku dengan kualitas kerugian yang ditimbulkan.

Melalui judul sub bab ini, yang dipersolakan adalah apakah kualitas sanksi yang dirumuskan dan ditetapkan dalam Pasal 25 perda Tobasa Nomor 35 Tahun 1999 telah sesuai dengan akibat yang ditimbulkan. Perumusan jumlah denda yang harus dibayar dan lamanya sipelaku harus menjalani pidana kurungan, tidak dipungkiri bahwa pembuat undang-undang berpatokan pada nilai uang yang ada pada saat Perda Tobasa Nomor 35 Tahun 1999 itu ditetapkan. Dewasa ini jelas bahwa nilai denda yang terdapat dalam Perda Tobasa Nomor 35 Tahun 1999 sudah tidak sesuai lagi dilihat dari perkembangan nilai mata uang sekarang ini, oleh sebab itu sudah selayaknya pemerintah untuk melakukan perubahan ketentuan pidana yang terdapat dalam Perda Tobasa tersebut.

4. Penerapan sanksi pada pelaku tindak pidana menjual minuman beralkohol Hukuman yang diancamkan terhadap penjualan minuman beralkohol tanpa izin yaitu hukuman badan atau hukuman denda. Hukuman badan atau hukuman denda merupakan hukuman pokok yang memegang peranan penting dan posisi terpenting. Secara kualitas tindak pidana menjual minuman beralkohol tanpa izin

61


(42)

tidak hanya merugikan keuangan daerah tetapi juga menimbulkan bahaya bagi kehidupan masyarakat, dimana dampak dari minum minuman beralkohol adalah seperti:62

a) Pengaruh langsung setelah minum 1. Kehilangan kesimbangan tubuh

2. Pusing, merasa gembira, kulit menjadi merah 3. Perasaan ingatan menjadi tumpul.

4. Dalam dosis tinggi menjadi mabuk, tindakan tidak terkontrol, dan kendali diri berkurang

b) Pengaruh pada sistem pernapasan Denyut jantung dan pernapasan lambat c) Pada sistem pencernaan

1. Selera makan hilang dan kekurangan makan 2. Peradangan hati

3. Kanker mulut, kerongkongan dan lambung 4. Luka dan radang lambung

d) Pada sistem jantung dan pembulu darah 1. Pembengkakan jantung

2. Kegagalan fungsi jantung

e) Pada sistem reproduksi dan pengaruh pada bayi

62

http://bimar93.blogspot.com/2010_09_01_archive.html didownload 28 Februari pukul 10.00 wib


(43)

1. Pada ibu hamil dapat menyebabkan cacat bayi yang sdikandunf, abortus, kelahiran bayi prematur

2. Pada pria dapat menyebabakan impontensi f) Pada sistem saraf pusat

1. menghambat fungsi otak yang mengontrol pernapasan dan denyut jantung sehingga dapat menimbulkan kematian

2. Dapat menyebutkan hilangnya memori (amnesia) sakit jiwa, kerusakan tetap pada otak dan sistem saraf.

Minuman beralkohol dapat mengakibatkan hal-hal yang disebutkan diatas karena alkohol yang diminum alkohol akan cepat diserap ke dalam pembuluh darah kemudian di sebarluaskan ke seluruh jaringan dan cairan tubuh. Semakin tinggi kadar alkohol dalam minuman, akan semakin cepat penyerapan ke dalam darah kita. Alkohol yang sampai di organ hati maka alkohol akan dioksidasi atau dibakar. Alkohol yang diminum terlalu banyak, tidak semua masuk ke hati, sisa alkohol akan tinggal di dalam darah dan akan dibawa sampai otak. Alkohol yang dikonsumsi secara terus menerus maka jumlah alkohol yang masuk kedalam tubuh makin lama makin banyak sehingga dapat mengakibatkan orang meninggal.63

63

Ibid.

Berdasarkan besarnya dampak yang dapat ditimbulkan dari minuman beralkohol maka pidana yang diterapkan pada pelaku menjual minuman berallkohol sebaiknya bersipat kualitatif, atau menaikkan jumlah denda yang harus dibayar sesuai dengan perkembangan nilai mata uang serta meningkatkan lamanya waktu kurungan pada pelaku.


(44)

Jumlah denda yang harus dibayar pelaku tindak pidana menjual minuman beralkohol tanpa izin adalah sesuai dengan Pasal 25 ayat (1) perda tobasa yaitu sebesar 4 (empat) kali jumlah retribusi yang tertuang. Ketentuan besarnya jumlah retribusi yang ditetapkan untuk setiap golongan minuman beralkohol dalam pasal (11) Perda Nomor 35 Tahun 1999 menyatakan bahwa “Besarnya retribusi ditetapkan sebagi berikut”:

a) Untuk minuman beralkohol golongan A diminum ditempat penjualan: 1. Hotel berbintang 1 dan 2 sebesar Rp. 100.000/tahun/jenis

2. Hotel berbintang 3, 4 dan 5 sebesar Rp. 150.000/tahun/jenis

3. Restoran dengan tanda dalam kencana dan selaka Rp. 100.000/tahun/jenis 4. Bar, Pub, dan Clup malam dan sejenisnya sebesar Rp. 100.000/tahun/jenis 5. Tempat tertentu yang diizinkan oleh kepala daerah sebesar Rp. 75.000/

tahun/jenis

b) Untuk minuman beralkohol golongan B dan C diminum ditempat penjualan:

1. Hotel berbintang 3, 4 dan 5 sebesar Rp. 200.000/tahun/jenis;

2. Restoran dengan tanda dalam kenscana dan selaka Rp.150.000/tahun/jenis; 3. Bar, Pub, dan clup malam dan sejenisnya sebesar Rp. 150.000/tahun/jenis; 4. Tempat tertentu yang diizinkan oleh Kepala Daerah sebesar Rp.

100.000/tahun/jenis.

c) Untuk minuman beralkohol untuk dijual secara eceran dalam kemasan: 1. Ditoko sebesar Rp. 100.000/tahun/jenis;


(45)

3. Ditoko bebas biaya (duty free shop) Rp. 75.000/tahun/jenis. Minuman golongan A, B, C yang dimaksud dalam ketentuan diatas adalah penggolongan minuman beralkohol menurut Perda Tobasa yang diatur dalam pasal (2) yang menyatkan bahwa:

1) Minuman beralkohol golongan A adalah minuman beralkohol dengan kadar etanol 1% (satu persen) sampai dengan 5% (lima persen)

2) Minuman beralkohol golongan B adalah minuman beralkohol dengan kadar ethanol 5% (lima persen) sampai 20% (dua puluh persen)

3) Minuman beralkohol golongan C adalah minuman beralkohol dengan kadar ethanol 20% (dua puluh persen)sampai dengan 55% (lima puluh lima persen)

Minuman beralkohol adalah minuman yang mengandung etanol yang diperoses dari bahan hasil pertanian yang mengandung karbohidrat. Minuman beralkohol dilakukan dengan cara fermentasi dan destilasi atau fermentasi tanpa destilasi dengan cara memberi perlakuan terlebih dahulu atau tidak, menambah bahan lain atau tidak, maupun diproses dengan mencampur konsentat dengan etanol atau dengan cara pengenceran minuman mengandung etanol.64

Ketentuan pidana yang tercantum dalam Perda Tobasa merupakan pedoman bagi Hakim yang mengadili dan memutuskan suatu perkara pada pelaku menjual minuman beralkohol. Berdasarkan ketentuan yang tercantum maka Hakim dapat menentukan berapa tinggi-rendahnya pidana denda yang harus diterapkan pada pelaku tindak pidana menjual minuman beralkohol yang

64

Perda Tobasa Nomor 35 Tahun 1999 tentang Retribusi Izin Tempat Menjual Minuman Beralkohol, Op. cit., pasal 2.


(46)

melanggar Perda Tobasa sesuai dengan ketentuan yang berlaku menurut perda tobasa.

Sanksi yang diterapkan pada pelaku penjualan minuman beralkohol yang diatur dalam KUHP dan dalam Perda Tobasa terdapat perbedaan. Perbedaan yang dimaksud antara lain:

a) Jenis sanksi yang diterabkan, dalam KUHP jenis pidana penjara, sedangkan dalam Perda jenis pidana yang diterapkan adalah pidana kurungan.

b) Lamanya sanksi pidana, KUHP lamanya penjara selama 1 (satu) tahun dan di Perda Tobasa selama 6 (enam) bulan, maka sanksi pidana dalam KUHP lebih tinggi dari pada sanksi penjara dalam Perda Tobasa.

Ancaman hukuman yang diancamkan pada pelaku tindak pidana penjual minuman beralkohol di KUHP lebih berat daripada ancaman hukuman yang ditetapkan pada pelaku tindak pidana di Perda Tobasa. Berdasarkan besarnya dampak yang ditimbulkan dari minuman beralkohol maka lebih baik Hakim dalam menjatuhkan hukuman terhadap palaku penjualan minuman beralkohol menggunakan peraturan yang menggunakan sanksi yang lebih tinggi.

Penerapan Perda Tobasa Nomor 35 Tahun 1999 pada pelaku penjual minuman beralkohol adalah karena adanya suatu asas dalam hukum yang dikenal dengan asas “lexs specialis derogate legi generalis” yaitu undang-undang yang khusus didahulukan berlakunya daripada undang-undang yang umum sepanjang


(47)

tidak bertentangan, dengan kata lain undang-undang yang khusus dapat mengenyampingkan undang-undang yang umum.65

1. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia

Ketentuan yang diamksud diatas dapat diliat berdasarkan dari Pasal 7 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang menyebutkan jenis dan hirarki peraturan perundang-undangan yang terdiri dari:

2. Undang-undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang 3. Peraturan Pemerintah

4. Peraturan Presiden 5. Peraturan Daerah.66

Berdasarkan hirarki perundang-undangan dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang peraturan pembentukan perundang-undangan maka dapat dilihat pemberlakuan dari asas “lexs specialis derogate legi generalis”. Menurut Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004, Peraturan Daerah Tobasa Nomor 35 Tahun 1999 tergolong dalam undang-undang yang khusus yang mengatur tentang menjual minuman beralkohol, dan pemberlakuan Perda Tobasa Nomor 35 Tahun 1999 didahulukan daripada peraturan perundang-undangan yang umum yang mengatur tindak pidana menjual minuman beralkohol yang diatur dalam KUHP.

65

Dudun Duswara Machmudin, Pengantar Ilmu Hukum Sebuah Sketsa, Refika Aditama, Bamdung, 2000, halaman 70.

66

Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Peraturan Pembentukan Perundang- undangan, Pasal 7.


(48)

Untuk mempermudah pemahaman tehadap Penjualan Minuman Beralkohol Tanpa Izin maka dalam penulisan ini dicantumkan tentang ketentuan umum yang terdapat dalam Pasal (1) Perda Tobasa No 35 tahun 1999 yaitu:

1) Daerah adalah kabupaten daerah tingkat II Toba samosir;

2) Pemerintahan daerah adalah pemerintah daerah tingkat II Toba Samosir;

3) Kepala daerah adalah bupati kepala daerah tingkat II Toba Samosir; 4) Minuman beralkohol adalah minuman yang mengandung etenol yang

diperoses dari bahan hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dengan cara fermentasi dan destilasi atau fermentasi tanpa destilasi baik dengan cara memberi perlakuan terlebih dahulu atau tidak, menambah bahan lain atau tidak, maupun yang diproses dengan mencampur konsentat dengan etanol atau dengan cara pengenceran minuman mengandung etanol;

5) Izin adalah izin tempat penjualan minuman beralkohol secara eceran dalam kemasan atau diminum ditempat penjualan yang diberikan oleh kepala daerah;

6) Tempat penjualan minuman beralkohol adalah semua tempat yang menjual minuman beralkohol dalam kemasan secara eceran maupun diminum langsung ditempat penjualan;

7) Pengawasan tempat penjualan minuman beralkohol adalah pengawasan yang diberikan oleh kepala daerah terhadap lokasi/tempat peredaran dan penjualan minuman beralkohol;


(49)

8) Tim pengawasan dan pengndalian tempat/lokasi penjualan minuman beralkohol adalah tim yang dibentuk oleh kepala daerah yang beranggotakan instansi terkait didaerah yang bertugas membantu kepala daerah melakukan pengawasan dan pengendalian tempat/lokasi peredaran dan penjualan minuman beralkohol serta tugas - tugas lain yang diberikan oleh kepala daerah;

9) Wajib retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi termasuk pemungutan atau pemotongan retribusi tertentu;

10)Surat pemberitahuan retribusi daerah yang selanjutnya disingkat SPTRD adalah surat ketetapan yang digunakan oleh wajib retribusi untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran retribusi yang tertuang menurut peraturan daerah lain;

11)Surat ketetapan retribusi daerah yang disingkat SKRD adalah surat ketetapan retribusi yang diterbitkan oleh kepala daerah atau pejabat yang ditunjuk berdasarkan permohonan yang diajukan oleh wajib retribusi dan digunakan untuk melakukan pembayaran retribusi kekas daerah atau ketempat lain yang telah ditetapkan;

12)Surat ketetapan retribusi daerah tambahan yang selanjutnya disingkat SKRD tambahan adalah surat ketetapan retribusi yang diterbikan oleh kepala daerah atau pejabat yang ditunjuk apabila berdasarkan hasil


(50)

pemeriksaan ditemukan data baru atau data yang semula belum lengkap;

13)Surat ketetapan retribusi daerah lebih bayar yang disingkat SKRDLB adalah surat keputusan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran retribusi karena jumlah kredit retribusi lebih besar dari pada retribusi yang tertuang dan tidak seharusnya tertuang;

14)Surat tagihan retribusi daerah yang selanjutnya disingkat STRD adalah surat untuk melakukan tagihan retribusi dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda;

15)Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan dan mengolah data atau keterangan lainnya dalam rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban retribusi didasarkan peraturan perundang-undangan retribusi daerah;

16)Badan adalah suatu bentuk badan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komenditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau daerah dengan nama dan bentuk apapun, persekutuan, perkumpulan, firma, kongsi, yayasan atau organisasi yang sejenis, lembaga, dana pensiun, bentuk usaha tetap serta bentuk usaha lainnya; 17)Penyidikan tindak pidana dibidang retribusi daerah adalah serangkaian

tindakan yang dilakukan oleh penyidik pegawai negeri sipil yang selanjutnya disebut penyidik, untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana dibidang retribusi daerah yang terjadi serta menemukan tersangkanya;


(51)

18)Toko bebas biaya (duty free shop) adalah toko yang diberi izin oleh kepala daerah ditempat khusus untuk menjual minuman beralkohol guna melayani kebutuhan tamu/wisatawan asing.67

67

Perda Tobasa Nomor 35 Tahun 1999 tentang Retribusi Izin Tempat Menjual Minuman Beralkohol, Op.cit., pasal 1.


(52)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Eksistensi hukum ditengah-tengah masyarakat memang tidak berdiri sendiri, artinya hukum mempunyai keterkaitan yang erat dengan kehidupan masyarakat. Hukum sering disebut sebagai gejala sosial, dimana ada masyarakat disitu ada hukum. Keberadaan hukum merupakan suatu kebutuhan masyarakat, baik kebutuhan masyarakat secara individual maupun dalam berintraksi dengan orang lain dalam pergaulannya. Hukum bahkan dibutuhkan dalam pergaulan yang sederhana sampai pergaulan yang luas antar bangsa, karena hukumlah yang menjadi landasan aturan permainan dalam tata kehidupan.1

Pada saat ini budaya dan iptek mengalami perkembangan yang sangat pesat, seiring dengan itu perilaku manusia didalam hidup bermasyarakat dan bernegara justru semakin kompleks. Perilaku yang demikian apabila dipandang dari segi hukum tentunya ada perilaku yang sesuai dengan norma dan adapula yang tidak sesuai dengan norma. Perilaku yang sesuai dengan norma tentunya tidak ada masalah, akan tetapi terhadap perilaku yang tidak sesuai dengan norma yang biasanya menimbulkan permasalahan dibidang hukum atau penyelewengan terhadap norma yang telah disepakati. Perilaku yang tidak sesuai dengan norma yang berlaku, biasanya oleh masyarakat dicap sebagai suatu pelanggaran dan bahkan suatu kejahatan. Kejahatan dalam kehidupan manusia merupakan gejala

1

Hasim Purba, Suatu Pedoman Memahami Ilmu Hukum, Cahaya Ilmu, Medan, 2006, halaman 2.


(53)

sosial yang akan selalu dihadapi oleh setiap manusia, masyarakat bahkan negara. Kenyataan telah membuktikan bahwa kejahatan dan pelanggaran hanya dapat dicegah dan dikurangi, tetapi sulit untuk diberantas secara tuntas. Antisipasi atas kejahatan dan pelanggaran tersebut diantaranya dengan memfungsikan instrumen hukum pidana secara efektif dan tepat melalui penegakan hukum (law enforcement).2

Pemidanaan adalah bagian yang tidak terpisahkan dari hukum pidana, sehingga bukan merupakan hukum pidana apabila suatu peraturan hanya mengatur norma tanpa diikuti dengan ancaman pidana. Ancaman pidana yang dijatuhkan pada pelaku pidana meskipun bukan yang terutama akan tetapi sifat dari pada pidana merupakan suatu penderitaan. Pidana yang dijatuhkan bagi Dewasa ini masalah hukum pidana banyak dibicarakan dan menjadi sorotan, baik dalam teori maupun dalam praktek dan bahkan ada usaha untuk menyusun Kitab Undang-undang Hukum Pidana Nasional. Usaha tersebut adalah bertujuan untuk mengatasi berbagai kelemahan dan kekurangan yang ada dalam Kitab undang Hukum Pidana yang berlaku sekarang. Kitab Undang-undang Hukum Pidana Nasional yang masih berlaku sekarang merupakan peninggalan zaman penjajahan, yang dalam kenyataannya masih dipakai sampai sekarang ini. Suatu kenyataan bahwa banyak pengaturan yang terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana Nasional yang sudah tidak sesuai lagi dengan jiwa dan semangat Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 maupun dengan situasi dan kondisi masyarakat saat ini.

2


(54)

pelaku tindak pidana yang merupakan sifat derita yang harus dijalani, walaupun demikian sanksi pidana bukanlah semata-mata bertujuan untuk memberikan rasa derita. Selanjutnya diutarakan bahwa pemidanaan tidak dimaksudkan untuk menderitakan dan tidak diperkenankan merendahkan martabat manusia.3

Setiap penjatuhan pemidanaan pada pelaku tindak pidana itu mempunyai tujuan. Aspek yang perlu diperhatikan apabila pemidanaan ingin ditinjau secara tepat untuk mencapai tujuan pemidanaan yaitu aspek peninjauan. Aspek peninjauan perlu dibedakan kedalam tiga tarap aspek peninjauan, yakni dari aspek legislatif (pemberian ancaman pidana), yudikatif (penegakan ancaman pidana) dan eksekutif (pelaksanaan ancaman pidana). Timbul suatu kesadaran bahwa pelaksanaan pidana tidak boleh melebihi keadaan yang secara limitatif karena dilarang oleh sanksi-sanksi tertentu, dengan perkataan lain, pemidanaan merupakan suatu sanksi yang bersifat subsider. Bersifat subsider adalah baru akan diterapkan apabila sanksi-sanksi lainnya tidak dapat menanggulangi keadaan.4

Kitab Undang-undang Hukum Pidana Indonesia mengatur jenis-jenis pidana yang diancamkan terhadap pelaku tindak pidana yang diatur dalam pasal 10 KUHP. Jenis-jenis pidana yang dimaksud yaitu pidana pokok dan pidana tambahan. Pidana pokok yang terdiri dari: pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan, pidana denda. Pidana tambahan yang terdiri dari: pencabutan hak-hak tertentu, perampasan barang-barang tertentu dan pengumuman putusan Hakim.

3

E.Utrech, Rangkaian Sari Kuliah Hukum Pidama II, Universitas, Bandung, 1965, halaman, 342.

4


(55)

Berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 1946, pidana pokok tersebut ditambah dengan pidana tutupan.5

Pidana penjara atau pidana kurungan dalam waktu yang singkat, akan dapat menghambat usaha pencapaian tujuan pemidanaan. Pidana penjara atau pidana kurungan yang singkat memiliki banyak kelemahan. Kelemahan yang utama adalah dengan penjatuhan pidana penjara atau pidana kurungan yang singkat maka kesempatan untuk melakukan pembinaan terhadap terdakwa belumlah dianggap memadai.

Pidana perampasan kemerdekaan yaitu pidana penjara atau pidana kurungan merupakan dari beberapa jenis pidana pokok yang paling tidak disukai. Banyak kritik tajam yang ditujukan terhadap jenis pidana ini, apabila dilihat dari sudut eksistensinya maupun bila dilihat dari akibat-akibat negatif lainnya yang berhubungan dengan dirampasnya kemerdekaan seseorang. Suatu kenyataan bahwa jenis-jenis pidana yang sering diterapkan pada pelaku tindak pidana adalah pidana perampasan kemerdekaan. Penerapan pidana perampasan kemerdekaan itu diancamkan secara tunggal maupun alternatif, serta dapat untuk waktu tertentu ataupun seumur hidup. Pada masa sekarang ini maksud dijatuhkannya pidana perampasan kemerdekaan adalah agar dengan pidana itu dapat dilakukan pembinaan sedemikian rupa sehingga setelah selesai menjalani manusia yang lebih baik dari sebelumnya.

6

Rancangan Kitab Undang-undang Pidana sejauh mungkin dihindari penjatuhan pidana perampasan kemerdekaan jangka pendek dengan

5

Ibid., halaman 24. 6

Niniek Suparmi, Eksistensi Pidana Denda dalam Sistem Pidana dan Pemidanaan, Sinar Grafika, Jakarta, 2007, halaman 6.


(56)

menghapuskan pidana kurungan dalam stelsel pidana. Penghapusan pidana perampasan jangka pendek dilakukan tetapi dengan meningkatkan kredibilitas pidana denda sebagai alternatif pengganti terhadap berat ringannya pidana maupun terhadap cara pelaksanaanya.

Suatu tindak pidana hanya akan diancamkan dengan pidana denda apabila dinilai tidak perlu diancam dengan pidana penjara, atau bobotnya dinilai kurang dari satu tahun. Menurut ketentuan dalam Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana Baru, dalam hal tindak pidana yang tidak diancam dengan minimal khusus maka Hakim masih memiliki kebebasan untuk menjatuhkan pidana penjara atau pidana kurungan jangka pendek, demikian juga untuk denda yang tidak dibayar harus diganti dengan pidana penjara.7

Keseluruhan masalah diatas adalah mengenai pemidanaan, khususnya mengenai jenis pidana denda yang dihubungkan dengan ketentuan umum yang terdapat dalam KUHP. Pidana denda lebih terlihat dalam Peraturan-peraturan Daerah, karena memang sifat dari Peraturan Daerah untuk memberikan

Pidana denda yang apabila dihubungkan dengan tujuan pemidanaan, lebih diutamakan dalam delik-delik terhadap harta benda. Penerapan pidana denda harus dicari keserasian antara kerugian yang ditimbulkan oleh suatu tindak pidana dengan besarnya pidana denda yang harus dibayar oleh terpidana. Seorang Hakim dalam menerapkan pidana denda harus mempertimbangkan dengan seksama, minimun dan maksimun pidana denda yang diancamkan terhadap suatu tindak pidana.

7


(57)

perlindungan terhadap terjadinya pelanggaran yang dikualifikasikan sebagai tidak pidana yang ringan sifatnya.8

Salah satu peraturan daerah yang menentukan pidana denda sebagai sanksi pidananya adalah Perda Tobasa Nomor 35 Tahun 1999 tentang Retribusi Izin Tempat Menjual Minuman Beralkohol. Perda tersebut dikeluarkan oleh pemerintah daerah Tobasa karena semakin meluasnya peredaran minuman beralkohol di Daerah Tingkat II Toba Samosir, sehingga perlu diatur ketentuan pengawasan dan pengendalian tempat/lokasi peredaran dan penjualan minuman beralkohol. Tujuan dari dibentuknya Perda Tobasa Nomor 35 Tahun 1999 ini adalah agar peredaran dan penjualan minuman beralkohol tanpa izin yang terjadi di wilayah Toba Samosir dapat ditanggulangi atau diberantas minimal dapat diminimalisir.9

a) Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Karo dan Kabupaten Simalungun;

Kabupaten Samosir adalah salah satu kabupaten di Provinsi Sumatera Utara dengan wilayah administrasi pemerintahan sebanyak 9 (sembilan) kecamatan dan 110 (seratus sebelas) Desa serta 6 (enam) Kelurahan dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:

b) Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Humbang Hasundutan;

c) Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Toba Samosir;

9

http://samosirkab.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=138&Itemid= 54&lang=id diakses tanggal 27 Februari 2011 pukul 14.00 wib


(58)

d) Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Dairi dan Kabupaten Pakpak Bharat. 10

Terbentuknya Kabupaten Daerah Tingkat II Toba Samosir ini adalah berdasarkan hasi dari pemekaran dari kabupaten Tingkat II Tapanuli Utara. Tujuan pembentukannya adalah untuk menegakkan kedaulatan rakyat dalam rangka perwujutan sosial, mendekatkan pelayanan kepada masyarakat, serta merestrukturisasi jajaran pemerintahan daerah dalam rangka mempercepat proses pembangunan. Suatu harapan dalam waktu yang singkat Kabupaten Tobasa dapat sejajar dengan kabupaten lainnya, sehingga secara langsung akan mengangkat harkat hidup masyarakat yang ada di Kabupaten Samosir pada khususnya, Provinsi Sumatera Utara pada umumnya. 11

Kasus Menjual Minuman Beralkohol Tanpa Izin terdapat diberbagai wilayah diantaranya terdapat diwilayah Kabupaten Balige. Tindak pidana yang dilakukan seorang pedagang yang menjual minuman beralkohol tanpa ijin ditoko dagangannya. Barang bukti yang ditemukan: 5 (lima) kotak Anggur Merah merek Putri Sulung atau sebanyak 59 (lima puluh sembilan) botol, 4 (empat) kotak atau 48 (empat puluh delapan) botol Anggur Merah merek Kijang Lima. Hakim yang mengadili kasus tersebut menetapkan pidana denda pada pelaku pidana adalah sebesar Rp 50.000 (lima puluh ribu rupiah) subsidair tiga hari kurungan.12

10

http://www.facebook.com/topic.php?uid=144036298958493&topic=139&post=809 diiakses tanggal 27 Februari Pukul 11.00 wib.

11

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19155/5/Chapter%20I.pdf diakses 27 Februari 2011 Pukul 14.00 wib.

12

Putusan Hakim Pengadilan Balige No. 01/Pid.C/TPR/2010/PN.Blg

Berdasarkan ringannya sanksi denda yang dijatuhkan Hakim pada pelaku tindak pidana menjual minuman beralkohol yang hanya sebesar Rp.50.000 apakah sudah


(59)

sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan apakah sudah mecapai tujuan dari teori pemidanaan?.

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas, maka penulis tertarik untuk membuat penulisan dengan judul “Kajian yuridis Pidana Denda Pada Pelaku Menjual Minuman Beralkohol Tanpa Izin (Studi Kasus Putusan PN Balige NO. 01/PID. C/TPR/2010/PN. BLG)”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka permasalahan yang diangkat adalah:

1. Bagaimanakah pengaturan tindak pidana menjual minuman beralkohol tanpa izin ditinjau dari Perda Tobasa Nomor 35 Tahun 1999?

2. Bagaimanakah kajian yuridis pidana denda pada pelaku tindak pidana menjual minuman beralkohol tanpa izin ditinjau dari Putusan PN BALIGE NO.01/PID.C/TPR/2010/PN .Blg?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Tujuan penelitian yang ingin dicapai dari tulisan ini adalah berdasarkan dari perumusan masalah yang dikemukakan yaitu:

1. Untuk mengetahui pengaturan tindak pidana menjual minuman beralkohol tanpa izin ditinjau dari Perda Tobasa Nomor 35 Tahun 1999.


(1)

KATA PENGANTAR

Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas rahmat dan karunia, yang begitu besar kepada penulis sehingga skripsi yang berjudul “Kajian Yuridis Pidana Denda Terhadap Pelaku Menjual Minuman Beralkohol Tanpa Izin (Sudi Putusan PN Balige No.01/Pid.C/TPR/2010/PN.Blg)” dapat terselesaikan. Sejalan dengan penyelesaian skripsi ini begitu banyak hikmah yang penulis terima terutama dalam hal kesabaran, ketekunan dan penyerahan diri kepada Tuhan. Disiplin dan kesabaran untuk memahami orang lain, kemampuan berfikir dan daya nalar, khususnya dalam penyelesaian skripsi ini adalah merupakan pengalaman berharga yang tidak terlupakan.

Penulis menyadari akan keterbatasan yang dimiliki selama penulis menyelesaikan skripsi ini sehingga telah melibatkan banyak pihak yang memberikan bantuan moril dan materil serta berbagai kemudahan fasilitas bahkan doa yang tulus dari berbagai pihak, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada:

1. Prof Dr. Runtung, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara

2. Prof Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum, selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara

3. Syafruddin, SH, M.Hum, selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara


(2)

4. M. Husni, SH, M.Hum, selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara

5. Dr. Muhhammad Hamdan, SH, M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Sumatra Utara

6. Liza Erwina, SH, M.Hum, selaku Sekretaris Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Sumatra Utara

7. Dr. Mahmud Mulyadi, SH, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing I Penulis, atas segala saran, waktu serta kesabarannya dan rangka penyelesaian skripsi ini.

8. Dr. Marlina SH, M.Hum selaku Dosen Pembimbing II Penulis, atas segala saran, waktu serta kesabarannya dan rangka penyelesaian skripsi ini

9. Pendastaren Tarigan, SH, M.Hum, selaku Dosen Wali Penulis selama mengikuti masa perkuliahan.

10. Bapak/Ibu Dosen Staff Pengajar yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan beserta seluruh staf pegawai yang telah memberikan pelayanan dengan baik selama perkuliahan.

11. Elkana Purba, SH, Selaku Panitra di Pengadilan Negeri Balige atas bantuan yang diberikan kepada penulis

12. Orang Tua tercinta T. ginting dan A.perangin-angin, atas segala cinta kasih dan dukungan yang tidak henti-hentinya yang diberikan kepada penulis hingga pada saat ini.

13. Abangku yang sangat saya sayangi, Jambriah Ginting, Duet Ginting dan Diego Maradona Ginting, atas doa dan dukungannya kepada penulis.


(3)

14. Ungkapan terima kasih buat teman-teman: Rina Stephani, Peggy, Desi, Diandes, Yenny, Meisi, Amelia, Sondang, Kamelia, Santa Rosa, Weni, Citra, Yola serta rekan-rekan stb.07 dan teman-teman di IMKA Erkaliaga Fakultas Hukum Sumatra Utara yang telah memberikan semangat kepada penulis agar terus menyelesaikan kuliah di Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara.


(4)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

ABSTRAK ... vi

BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 8

C. Tujuan dan Manfaat penulisan ... 8

D. Keaslian Penulisan ... 9

E. Tinjauan Kepustakaan... 10

1. Pengertian Pemidanaan ... 10

2. Pengertian Pidana denda ... 16

3. Pengertian Minuman Beralkohol ... 18

F. Meteode Penelitian ... 21

G. Sistematika Penulisan ... 23

BAB II :PENGATURAN TINDAK PIDANA MEJUAL MINUMAN BERALKOHOL DI PERDA TOBASA NOMOR 35 TAHUN 1999 A. Pengaturan Pidana Denda Di KUHP...25

B. Pengaturan Pidana Menjual Minuman Beralkohol Di KUHP... 39 C. Pengaturan Pidana Menjual Minuman


(5)

Beralkohol Di Perda Tobasa No. 35 tahun 1999...44

BAB III :KAJIAN YURIDIS PIDANA DENDA PADA PELAKU MENJUAL MINUMAN BERALKOHOL TANPA IZIN DITINJAU DARI PUTUSAN PN BALIGE No. 01/Pid. C/TPR/2010/PN. Blg A.Posisi Kasus ... 57

1.Kronologis kasus ... 57

2.Dakwaan ... 58

3.Fakta – fakta hukum ... 58

4.Putusan hakim ... 63

B.Analisis Kasus ... 63

BAB IV :PENUTUP A.Kesimpulan ... 69

B.Saran ... 70 DAFTAR PUSTAKA


(6)

ABSTRAK ASER BR GINTING* MAHMUD MULYADI**

MARLINA***

Pidana denda adalah salah satu bentuk pemidanaan yang telah ada sejak lama dan terdapat diberbagai peraturan perundang-undangan suatu negara. Pemberian sanksi sering kali diartikan sebagai balasan yang diberikan oleh negara kepada pelaku-pelaku tindak pidana, yang mengandung tujuan pejeraan dan pencegahan agar orang tidak melakukan tindak pidana. Kenyataan yang ada menunjukkan dan memberikan gambaran bahwa tindak pidana tersebut tidak dapat dicegah. Salah satu alasannya adalah dikarenakan sanksi pidana yang dijatuhkan tidak sesuai dengan tindak pidana yang dilakukan. Salah satu bentuk tindak pidana yang dikenakan dengan pidana denda adalah tindak pidana Menjual Minuman Beralkohol Tanpa Ijin yang terjadi di Balige. Permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan ini adalah bagaimanakah pengaturan tindak pidana menjual minuman beralkohol ditinjau dari PN Balige No.01/Pid.C/TPR/2010/PN.Blg, bagaimanakah kajian yuridis penerapan pidana denda pada pelaku menjual minuman beralkohol tanpa izin ditinjau dari Putusan PN Balige No.01/Pid.C/TPR/2010/PN.Blg.

Metode yang digunakan dalam pembahasan permasalahan yang dikemukakan diatas adalah metode studi pustaka (library research), yaitu penelitian dengan berbagai sumber bacaan dari pustaka untuk mendapatkan data skunder berupa peraturan perundang-undangan, literatur Hukum pidana, hasil penelitian, hasil karya tulis dan bahan bacaan lainnya yang berhubungan dengan penulisan.

Hasil penelitian dari skripsi ini adalah antara lain bahwa pengaturan tindak pidana menjual minuman beralkohol tanpa izin diatur dalam Pasal 25 ayat (1) Perda Tobasa Nomor 35 Tahun 1999. Pidana denda yang dijatuhkan pada pelaku tindak pidana menjual minuman beralkohol dalam kasus yang terjadi di Balige yang ditinjau dari putusan Hakim PN Balige No.01/Pid.C/TPR/2010/PN.Blg adalah tidak sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 25 ayat (1), dimana pidana denda yang dijatuhkan Hakim pada pelaku menjual minuman beralkohol tanpa izin terlalu ringan dari pada ketentuan yang seharusnya.

_________________________

*Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara

**Dosen Pembimbing I, Staf pengajar Fakultas Hukum Unversitas Sumatra Utara ***Dosen pembimbing II, Staf pengajar fakultas Hukum Unversitas Sumatra Utara


Dokumen yang terkait

Sanksi Denda Terhadap Pelaku Tanpa Izin Melakukan Kegiatan Industri Kecil berdasarkan Persepktif UU No. 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 974/Pid.B/2014/PN.Mdn)

1 88 89

Analisis Putusan Pengadilan Terkait Penerapan Pidana Bersyarat Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan (Studi Kasus Putusan Nomor 227/Pid.Sus/2013/Pn.Bi)

0 64 103

Akibat Hukum Pembatalan Perkawinan Poligami Tanpa Izin Dan Kaitannya dengan Status Anak Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 (Studi di Pengadilan Agama Klas I-A Medan)

2 35 156

Tindak Pidana Mengedarkan Sediaan Farmasi Tanpa Izin Edar Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan (Studi Putusan No. 1902/PID B/2004/PN Medan)

8 97 79

Analisa Kasus Tindak Pidana Memberikan Ijazah Tanpa Hak (Studi Putusan PN Medan Reg. NO. 1932/Pid.B/2005/PN.MDN)

4 52 94

Akibat Hukum Perkawinan Poligami yang Dilangsungkan Tanpa Izin Pengadilan...

0 33 5

Analisis Putusan Pengadilan Terkait Penerapan Pidana Bersyarat Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan (Studi Kasus Putusan Nomor 227/Pid.Sus/2013/Pn.Bi)

3 82 103

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENJUALAN MINUMAN BERALKOHOL (Studi Putusan Nomor : 01/PID.R/2016/PN.MGL)

1 15 68

Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Pengobatan Tradisional Tanpa Izin (Studi Putusan Nomor 68/Pid.B/2015/PN. Kbm).

0 0 12

BAB II PENGATURAN TERHADAP PELAKU TANPA IZIN MELAKUKAN KEGIATAN INDUSTRI KECIL A. Pengaturan Terhadap Pelaku Tanpa Izin Melakukan Kegiatan Industri dalam UU No. 5 Tahun 1984 1. Tindak Pidana dalam hal Perizinan - Sanksi Denda Terhadap Pelaku Tanpa Izin Me

0 0 17