BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam masyarakat modern dewasa ini, dimana kemajuan teknologi yang terus berkembang, arus globalisasi yang tidak terbendung. Ada satu
fenomena kehidupan yang cukup menarik untuk dicermati, yaitu membludaknya jumlah peziarah ke makam, baik makam wali maupun
makam-makam yang di anggap keramat
1
. Salah satu makam yang di anggap keramat oleh masyarakat sekitar adalah makam Cikundul.
Makam bisa disebut keramat jika penghuni makam tersebut adalah orang yang memiliki pengaruh di masyarakat. Pengaruh tersebut bisa
berbentuk kharisma. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Weber bahwa kharisma adalah suatu kelebihan tertentu yang terdapat dalam karakter dan
kepribadian seseorang
2
. Kharisma akan diterapkan pada suatu mutu tertentu yang terdapat pada kepribadian seseorang, yang karenanya dia terpisah dari
orang biasa dan diperlakukan sebagai orang yang dianugerahi kekuasaan atau mutu yang bersifat adiduniawi, luar biasa, atau sekurang-kurangnya
merupakan kekecualian dalam hal-hal tertentu
3
. Seseorang yang memiliki kharisma biasanya diperlakukan secara
istimewa dalam masyarakat karena dianggap sebagai orang yang dianugerahi
1
Suci dan bertuah yang dapat memberikan efek magis dan psikiologis kepada pihak lain.
2
Doyle Paul Jhonson, Teori Sosiologi Klasik dan Modern, Jil. I, Jakarta: PT. Gramedia, 1986, h. 229
3
K. J. Veeger, Realitas Sosial, Jakarta: PT. Gramedia, 1993, h. 182
kekuasaan, sehingga para pengikut yang setia memiliki komitmen terhadap normatif atau moral yang digambarkannya atau dicontohkannya. Menurut
Weber, otoritas kharisma biasanya ada dalam tokoh-tokoh agama, karena mereka condong dihormati dan ditiru. Ketika otoritas kharisma ada pada
tokoh-tokoh agama maka ada dua kemungkinan yang akan terjadi. kemungkinan pertama, kharisma tersebut bisa berlangsung lama dan bisa juga
hanya bersifat sementara saja..
Kepercayaan masyarakat pada makam keramat diakui atau tidak berangkat dari sebuah pemahaman teologis yang berawal dari ajaran tasawuf
yang menggambarkan tentang sosok yang memiliki karomah tersebut. Yang mana ada tiga hal yang menonjol pada diri mereka, yakni karamah, barakah,
dan syafaat. Ketiga hal itu melekat dan menjadikannya sebagai tokoh keramat, baik ketika hidup maupun setelah meninggal, sehingga untuk mencari tiga hal
itulah makamnya menjadi pusat ziarah. Asal muasal fenomena ziarah kubur sebenarnya bukan berasal dari
Islam, melainkan tradisi Yahudi dan Nasrani. Namun, tidak dapat di pungkiri bahwa dalam Islam pun ada tradisi ziarah yang telah membudaya. Ziarah
kubur diperbolehkan jika untuk mengingat kematian ataupun mengambil Iātibar
hikmah, yang tidak diperbolehkan adalah meminta-minta pada makam, mengucapkan sumpah dengan nama mereka, mendirikan bangunan di
atas kuburan mereka, dan sebagainya. Mayoritas rakyat muslim melakukan ziarah kubur di hampir semua
negeri mereka, di Afrika Utara, Mesir, Sudan, Irak, Iran, Afganistan, India, Pakistan, Bangladesh, Turki, Malaysia bahkan Indonesia.
Di Indonesia, pemujaan terhadap wali dalam arti ziarah ke makam wali merupakan ritual yang sangat lazim. Makam wali yang sering dikunjungi oleh
peziarah adalah makam wali songo yang ada di Jawa, tidak terkecuali makam- makam lain seperti makam Cikundul.
Salah satu permasalahan menarik yang muncul dalam fenomena ziarah pada masyarakat adalah permasalahan sosial ekonomi. Dimana makam, jika
dilihat hanyalah sebuah pekuburan biasa tanpa makna. Tapi lain halnya jika yang mendiami makam tersebut adalah seseorang yang memiliki kharisma dan
pengaruh di masyarakat. Keberadaan makam Cikundul sebagai objek para peziarah, secara tidak
langsung telah memberikan banyak perubahan di segala bidang kehidupan. Tidak terkecuali pada bidang sosial dan ekonomi. Yang ditandai dengan
banyaknya peminta-minta, setiap orang beramai-ramai ingin menjadi kuncen, banyak orang yang berjualan di sekitar makam, tersedianya lapangan parkir,
dan lain-lain. Perubahan-perubahan yang terjadi membawa dampak positif dan
negatif. Dampak positif yang bisa di ambil adalah sedikit banyak bisa mengurangi jumlah pengangguran, membuka lahan usaha walaupun cuma
berdagang, sedangkan dampak negatifnya, komersialisasi yang dilakukan terhadap makam bisa menimbulkan penyalah artian makam Cikundul.
Terjadinya perubahan sosial dimanapun dan kapan pun, termasuk di daerah makam merupakan suatu kewajaran natural yang timbul sebagai
sebuah proses dari pergaulan hidup manusia. Semakin berkembangnya
kehidupan manusia, maka kehidupan masyarakat pun akan turut berubah. Perubahan itu pun terjadi pada masyarakat yang berada di sekitar makam,
apalagi makam yang dianggap keramat. Setiap masyarakat manusia selama hidupnya, pasti mengalami
perubahan-perubahan. Perubahan itu ada yang bergerak cepat ataupun lambat. Perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat dapat bersifat progress atau
regress, luas ataupun terbatas, cepat atau lambat mengenai nilai-nilai sosial, norma-norma sosial, pola-pola perilaku organisasi, struktur lembaga
kemasyarkatn, lapisan-lapisan dalam masyarakat, kekuasaan dan wewenang, interaksi sosial dan sebagainya.
4
Perubahan-perubahan yang terjadi secara lambat memerlukan waktu lama, dimana terdapat suatu rentetan perubahan-perubahan kecil yang saling
mengikuti dengan lambat, dinamakan evolusi. Perubahan-perubahan terjadi dengan sendirinya, tanpa rencana ataupun suatu kehendak tertentu. Sedangkan
perubahan yang terjadi secara cepat, mengenai sendi-sendi atau dasar-dasar pokok
dari pada
kehidupan masyarakat
yaitu lembaga-lembaga
kemasyarakatan lazimnya dinamakan revolusi. Unsur-unsur yang pokok dari pada suatu revolusi adalah adanya perubahan cepat bahwa perubahan
tersebut mengenai dasar-dasar atau sendi-sendi pokok dari kehidupan masyarakat.
5
Wilbert Moore sebagaimana yang dikutip oleh Robert H Lauer mengartikan perubahan sosial sebagai perubahan penting dari struktur
4
Drs. Kurnadi Shahab. M. Si., Sosiologi Pedesaan, jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2007, h. 14
5
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: CV. Rajawali, 1986, h. 292
sosial, dan yang dimaksud dengan struktur sosial adalah pola-pola perilaku dan interaksi sosial. Moore memasukkan ke dalam definisi perubahan sosial
berbagai ekspresi mengenai struktur seperti norma-norma, nilai-nilai, dan fenomena kultural. Pengertian lain dalam melihat perubahan sosial sebagai
variasi atau modifikasi dalam setiap aspek proses sosial, pola sosial, dan bentuk-bentuk sosial serta setiap modifikasi pola antar hubungan yang mapan
dan standar perilaku. Semua itu menunjukkan bahwa perubahan sosial itu adalah fenomena yang rumpil dalam arti menembus ke berbagai tingkat
kehidupan sosial.
6
Perubahan sosial merupakan konsekuensi utama dari proses modernisasi yang dialami oleh suatu masyarakat. Namun, ada yang
berpendapat bahwa perubahan sosial terjadi karena adanya perubahan dalam unsur-unsur yang mempertahankan keseimbangan masyarakat seperti
perubahan dalam
unsur-unsur geografis, biologis,
ekonomis, atau kebudayaan.
7
Setiap perubahan sosial sebagai realitas yang menjadi sasaran, senantiasa membawa tiga aspek, yaitu: aspek manusia, aspek waktu, dan aspek
tempat. Dengan kata lain, setiap perubahan yang berarti digerakkan oleh manusia, dalam unit waktu tertentu dan lingkungan tertentu.
8
Pada umumnya, tempat di sekitar makam hanyalah tempat biasa yang tidak memiliki keistimewaan apa pun. Tapi, ramainya peziarah telah
6
Robert H Lauer, Perspektif tentang perubahan Sosial, edisi ke-2, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1993, h. 4
7
Abdullah Masmuh dkk, Agama Tradisional Potret Kearifan Masyarakat Samin dan Tengger
, Jogjakarta: LKis, 2003.
8
Drs. D. Hendropuspito OC, Sosiologi Sistematik, Jogjakarta: Kanisius, 1989, h. 256
mengubah masyarakat di sekitar makam menjadi medan budaya cultural sphere
di mana banyak orang keluar masuk dengan membawa adat dan kebiasaan yang berbeda. Kedatangan mereka telah mengubah kehidupan
masyarakat Majalaya. Perubahan yang paling menonjol di bidang ekonomi. Masyarakat tidak lagi mengandalkan ekonomi dari pertanian saja, seperti
halnya di daerah pedesaan, tapi juga dari sector lain seperti perdagangan melalui komersialisasi makam.
Komersialisasi yang dilakukan telah banyak memberikan pengaruh yang cukup signifikan terutama dalam hal ekonomi, itu bisa terlihat dari
banyaknya masyarakat Majalaya yang kini sebagian bermata pencaharian berdagang di sekitar makam. Makam tidak lagi hanya pekuburan biasa, tapi
juga sudah seperti tempat wisata. Dari latar belakang masalah di atas, maka penulis tertarik untuk
mengangkat judul Makam Keramat dalam Mengubah Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat sebagai judul penelitian dalam skripsi ini.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah