kadar semula seperti sebelum terinfeksi HIV. Selama fase akut, kebanyakan kasus menunjukkan gejala infeksi virus akut pada umumnya yaitu berupa demam,
letargi, mialgia dan sakit kepala serta gejala lain berupa faringitis, limfadenopati dan ruam. Pathologic Basic of Disease
Setelah infeksi fase akut, terjadi keadaan asimtomatik selama beberapa tahun walaupun jumlah CD4 menurun secara perlahan – lahan. Jumlah virus dalam
darah dan sel – sel perifer yang dapat dideteksi rendah. Penurunan jumlah CD4 dalam darah rata – rata 65 selul setiap tahun. Didapatkan kerusakan pada sistem
imun tapi tidak bersifat laten dan masih dapat mengalami perbaikan terutama dalam limfonoduli. Penurunan jumlah sel CD4 T selama infeksi HIV secara
langsung dapat mempengaruhi beberapa reaksi imunologik yang diperankan oleh sel CD4 T seperti hipersensitivitas tiper lambat, transformasi sel muda limfosit
dan aktivitas sel limfosit T sitotoksik. Munculnya strain HIV yang lebih pathogen dan lebih cepat bereplikasi pada host merupakan faktor utama dalam mengontrol
kemampuan sistem imun. Dikatakan juga bahwa jumlah dan fungsi sel T sitotoksik akan menurun bila jumlah sel CD4 menurun sampai 200 selul.
Karena sel – sel ini berperan dalam mengontrol sel yang terinfeksi virus dan membersihkan virus pada tahap awal infeks sehingga dikemukakan hilangnya
aktivitas sel ini mempunyai dampak dalam peningkatan jumlah virus. Kemungkinan lain disebabkan karena terjadi mutasi dari virus sehingga tidak
dikenal oleh sel T sitotoksik. Rata – rata masa dari infeksi HIV sampai masa AIDS adalah 8-10 tahun.
2.4. Etiologi dan Transmisi
HIV masuk tubuh manusia melalui darah, semen dan secret vagina serta transmisi dari ibu ke anak. Terdapat tiga cara penularan HIV. Pertama sekali
adalah melalui hubungan seksual baik secara vaginal, oral maupun anal dengan pengidap HIV. Ini adalah cara yang paling umum terjadi iaitu meliputi 80 – 90
total kasus sedunia. Kedua adalah dengan kontak langsung dengan darah, produk darah atau jarum suntik. Hal ini termasuklah transfusi darah yang tercemar,
pemakaian jarum suntik yang tidak steril dan penyalahgunaann narkoba dengan
Universitas Sumatera Utara
jarum suntik yang dipakai secara bersamaan. Kecelakaan tertusuk jarum pada petugas kesehatan juga salah satu cara penularan melalui kontak langsung dengan
darah. Ketiga adalah transmisi secara vertikal dari ibu pengidap HIV kepada bayinya, selama proses kelahiran dan melalui ASI. Sudoyo AW et al., Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam
2.5. Diagnosis
Diagnosis untuk pesakit HIV adalah sama untuk mendiagnosa penyakit – penyakit lain yaitu dimulai dengan anamnese. Harus ditanyakan adakah pesakit
tersebut berhubungan sex tanpa alat kontrasepsi dan adakah pesakit tersebut mempunyai banyak teman sexual. Juga ditanyakan dengan siapa pesakit tersebut
membuat hubungan seks. Selain itu, harus ditanyakan sama ada pesakit tersebut mempunyai kontak dengan darah yang tercemar iaitu adakah pesakit tersebut
pernah tercucuk jarum yang terinfeksi. Menanyakan riwayat keluarga juga penting untuk mengetahui adakah pesakit tersebut mendapat HIV dari luar atau dari
ibunya. e-medicine, 2010 Pemeriksaan fisik untuk mendiagnosa infeksi HIV adalah tidak terlalu penting.
Hal ini karena tiada penemuan yang spesifik untuk infeksi HIV. Secara umum, infeksi HIV akan menyebabkan limfadenopati di seluruh tubuh dan berat badan
yang menurun. Infeksi minor yang oppurtunistik seperti oral candidiasis yang luas juga merupakan petunjuk awal untuk infeksi HIV. e-medicine, 2010
Pemeriksaan penunjang adalah pemeriksaan laboratorium. Salah satu tes yang dijalankan adalah tes antibodi HIV yaitu dengan menggunakan test enzyme-linked
immunoabsorbent assay ELISA . Hasil tes yang positif berarti pernah terinfeksi, bukan adanya kekebalan terhadap virus. Sensitivitas ELISA sebesar 98 – 100.
Hasil positif ELISA harus dinko nfirmasi dengan Western Blot. Western Blot lebih spesifik mendeteksi antibodi terhadap komponen antigen permukaan virus.
Spesifisitas Western Blot sebesar 99.6 – 100. Hasilnya dinyatakan positif, negative atau indeterminate. CDC merekomendasikan reaksi dengan dua dari
band berikut sebagai kriteria untuk hasil positif; p24, Gp41, Gp 120. Hasil indeterminate dihasilkan dari reaksi nonspesifik sera HIV negatif dengan beberapa
Universitas Sumatera Utara
protein HIV. Hasil indeterminate harus dievaluasi dan diperiksa secara serial selama 6 bulan sebelum menyatakan negatif. Untuk mendeteksi antigen virus
digunakan pemeriksaan PCR. Harrison, 2005
•
Gambar 2.5.1 – Algoritma dalam tes serologi untuk mendiagnosa infeksi HIV-1
atau HIV – 2. dikutip dari buku ajar Harrison Staging HIV adalah berdasarkan kepada manifestasi klinisnya,tetapi
pemeriksaan lab lain bisa membantu untuk memulakan pengobatan. Antaranya adalah menghitung CD4 T sebagai indicator terhadap resiko untuk infeksi
oppurtunistik. Biasanya selepas serokonversi, jumlah CD4 akan menurun secara perlahahan – lahan dan apabila CD4 menurun sehingga kurang dari 200ul, ini
didefiniskan sebagai AIDS. Tes alternatif yang lain adalah menghitung virus bebas pada pembuluh darah perifer. Tes ini disebut tes alternative karena tidak
terlalu tepat. Hal ini karena replikasi virus berlaku di kelenjar limfa dan bukannya di pembuluh darah perifer. Harrison, 2005
Terdapat juga tes – tes yang lain seperti kultur virus yang jarang digunakan karena terlalu mahal. Biopsi kelenjar limfa juga bisa dilakukan. HIV DNA, RNA
dan proteinnya bisa dideteksi dengan teknik molekular dan dengan menggunakan mikroskop elektron untuk melihat virions. e-medicine, 2010
Universitas Sumatera Utara
2.6. Terapi Farmakologi