dz y
w x
w y
z t
v E
y y
w x
w x
z t
v E
x
t z
. .
4 1
2 .
4 1
2
2 2
2 2
2 2
2 2
2 2
2 2
2 2
2 2
∂ ∂
+ ∂
∂ ∂
∂
− −
∂ ∂
+
∂
∂ +
∂ ∂
∂ ∂
−
− ∂
∂ −
=
∫
σ
dz y
w x
w y
z t
v E
y w
x w
x z
t v
E
t z
. .
4 1
2 .
4 1
2
2 2
2 2
2 2
2 2
2 2
2 2
2 2
2 2
2 2
2 2
∂ ∂
+ ∂
∂ ∂
∂
− −
+
∂
∂ +
∂ ∂
∂ ∂
−
− −
=
∫
σ
dz y
w x
w y
x z
t v
E
t z
. .
4 1
2
2 2
2 2
2 2
2 2
2 2
2 2
2
∫
∂ ∂
+ ∂
∂
∂
∂ +
∂ ∂
−
− −
= σ
∂ ∂
+ ∂
∂
∂
∂ +
∂ ∂
+ −
− −
=
2 2
2 2
2 2
2 2
3 2
3 2
2
. 3
4 12
1 2
y w
x w
y x
z z
t t
v E
σ 2.29
Komponen tegangan arah z selalu kecil dibandingkan dengan tegangan-tegangan pada arah lain plane stress dan ini sesuai dengan asumsi ke empat di atas,
dimana tegangan arah z pada bidang tengah pelat sangat kecil dan dapat diabaikan.
II.2.3 Variasi Tegangan di dalam Pelat
Komponen tegangan pada umumnya berubah dari titik ke titik lainnya pada suatu pelat yang diberi beban. Perubahan atau variasi ini disebabkan oleh
pengaruh kesetimbangan statis antara komponen-komponen tegangan. Untuk memenuhi keadaan ini perlu dibuat suatu hubungan seperti persamaan
kesetimbangan.
Universitas Sumatera Utara
Perhatikan suatu elemen pelat kecil dx dy yang memikul beban terbagi merata per satuan luas p. Untuk penyederhanaan, diasumsikan gaya dan momen
yang bekerja pada sisi penampang terdistribusi merata sepanjang sisi elemen. Dengan adanya perubahan tempat misalnya dari sudut kiri atas ke sudut
kanan bawah elemen pelat, maka salah satu komponen gaya misalkan Mx yang bereaksi pada sisi elemen negatif akan berubah relatif terhadap permukaan elemen
positif. Turunan parsial dipergunakan karena Mx adalah fungsi dari x dan y. dari
gambar, pelat dalam kondisi setimbang bila mana jumlah gaya yang bekerja pada arah z sama dengan nol.
. .
. .
. .
. .
= +
∂ ∂
+ ∂
∂ dy
dx p
dy dx
y Qy
dy dx
x Qx
sehingga diperoleh : .
. =
+ ∂
∂ +
∂ ∂
p y
Qy x
Qx 2.30
Kesetimbangan momen pada sumbu x : .
. .
. .
. .
. =
− ∂
∂ +
∂ ∂
dy dx
Qy dy
dx y
My dy
dx x
Mxy
sehingga diperoleh : .
. =
− ∂
∂ +
∂ ∂
Qy y
My x
Mxy 2.31
begitu juga untuk kesetimbangan momen pada sumbu y : .
. =
− ∂
∂ +
∂ ∂
Qx x
Mx y
Mxy 2.32
Subtitusi persamaan 2.31 dan 2.32 dan ke dalam persamaan 2.30 :
Universitas Sumatera Utara
p y
My dy
x Mxy
x Mx
− =
∂ ∂
+ ∂
∂ +
∂ ∂
2 2
2 2
2
. 2
2.33 Persamaan 2.33 merupakan persamaan differensial kesetimbangan pelat tipis.
Gaya geser vertikal jika dinyatakan dalam fungsi x dan y adalah turunan pertama dari persamaan kesetimbangan momen pada persamaan 2.23 menjadi :
w x
D y
w x
w x
D Qx
2 2
2 2
2
∇ ∂
∂ −
=
∂
∂ +
∂ ∂
∂ ∂
− =
2.34
w x
D y
w x
w x
D Qy
2 2
2 2
2
∇ ∂
∂ −
=
∂
∂ +
∂ ∂
∂ ∂
− =
dimana :
2 2
2 2
2
y x
∂ ∂
+ ∂
∂ =
∇
II.2.4 Persamaan Lendutan Pelat
Persamaan differensial dasar lendutan pelat diambil dari persamaan 2.24 dan 2.33 menjadi :
D p
y Ky
y x
Kxy x
Kx =
∂ ∂
+ ∂
∂ ∂
+ ∂
∂
2 2
2 2
2
. 2
dengan mengganti persamaan kelengkungan di atas menjadi persamaan lendutan dengan memasukkan persamaan 2.16 diperoleh :
D p
y w
y x
w x
w =
∂ ∂
+ ∂
∂ ∂
+ ∂
∂
4 4
2 2
4 4
4
. 2
2.35
Universitas Sumatera Utara
Persamaan ini merupakan persamaan differensial lendutan pelat yang dibebani merata sebesar p. Persamaan lendutan w di dapat dengan mengintegrasi
persamaan tersebut pada syarat batas yang ada. Jika persamaan 2.34 dan 2.35 dimasukkan ke dalam persamaan tegangan pada 2.27, 2.28 dan 2.29 akan
diperoleh :
− =
2
2 1
2 3
t z
t Q
x xy
τ
−
=
2
2 1
2 3
t z
t Q
y yz
τ
+ −
− =
3
2 3
1 2
3 2
4 3
t z
t z
p
z
σ 2.36
II.2.5 Beberapa Syarat Batas