46
Berdasarkan metode tersebut maka diperoleh populasi dan sampel sebagai berikut Sugiyono,2000
Tabel 3.1 Populasi dan Sampel Pengelompokan Petani Jagung No
Keterangan Populasi
Sampel 0,5
0,5 Total
1 Petani Jagung yang Berkemitraan
40 22
9 31
2 Petani Jagung Non Kemitraan
55 34
10 44
Jumlah 95
56 19
75
Sumber: Data Primer Diolah Tahun 2012
3.4 Metode Pengambilan Data
Data yang diambil dalam penelitian ini bersumberkan dari : a. Data primer yaitu data yang pengumpulannya diambil dari responden secara
langsung dengan menggunakan daftar pertanyaan kuisioner. Isi kuesioner berkaitan dengan kegiatan kegiatan usahatani jagung yang dilakukan.
b. Data sekunder yaitu data yang pengumpulannya dilakukan dengan cara mengambil data-data yang berhubungan dengan penelitian dari instansi
–instansi terkait yaitu pencatatan dokumen yaitu mengumpulkan data dari instansi terkait.
Diantaranya PT Pioneer Indonesia, Badan Pusat Statistik dan Dinas Pertanian Kabupaten Jember.
3.5 Metode Analisis Data
Untuk menguji hipotesis pertama tentang tingkat pendapatan usahatani jagung, jumlah biaya yang dikeluarkan dalam suatu usahatani dapat diketahui dengan
menggunakan hubungan antara biaya keseluruhan dengan hasil produksi dalam satu kali proses produksi. Besarnya biaya yang dikeluarkan dalam usahatani dihitung
dengan rumus: TC = FC + VC
dimana: TC = Total Cost atau Biaya Total
FC = Fixed Cost atau Biaya Tetap VC = Variable Cost atau Biaya Variabel
47
Besarnya penerimaan usahatani dapat ditentukan dengan menggunakan rumus:
TR = P x Q dimana:
TR = Total Revenue atau Total Penerimaan P = Harga Produk yang diterima petani
Q = Jumlah Produksi Untuk mengetahui besarnya pendapatan yang dapat diperoleh dari produksi
yang dihasilkan dapat ditentukan dengan rumus: π = TR – TC
dimana: π = Keuntungan yang yang diperoleh
TR = Total Revenue atau Total Penerimaan TC = Total Cost atau Biaya Total
Kreteria pengambilan keputusan : a. Jika TR TC, maka petani jagung sistem kemitraan dan non kemitraan
menguntungkan b. Jika TR TC, maka petani jagung sistem kemitraan dan non kemitraan tidak
menguntungkan Jika TR = TC, maka petani jagung sistem kemitraan dan non kemitraan
dalam keadaan break even point Untuk menguji hipotesa kedua tentang efisiensi biaya produksi petani jagung
digunakan analisis RC ratio.Soeharjo dan Patong 2003 menyatakan pendapatan yang besar bukanlah sebagai petunjuk bahwa usahatani efisien.Suatu usahatani
dikatakan layak apabila memiliki tingkat efisiensi penerimaan yang diperoleh atas setiap biaya yang dikeluarkan hingga mencapai perbandingan tertentu.Kriteria
kelayakan usahatani dapat diukur dengan menggunakan analisis imbangan penerimaan dan biaya RC rasio yang didasarkan pada perhitungan secara finansial.
Analisis RC rasio ini merupakan perbandingan antara penerimaan revenue dan biaya cost. Pernyataan tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk rumus sebagai
berikut:
48
Jumlah penerimaan TR RC Rasio = =
Jumlah biaya TC
Analisis RC menunjukkan berapa rupiah penerimaan usahatani yang akan diperoleh petani dari setiap rupiah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan usahatani
tersebut. Semakin besar nilai RC maka semakin besar pula penerimaan usahatani yang akan diperoleh untuk setiap rupiah biaya yang dikeluarkan atau usahatani
dikatakan menguntungkan untuk dilaksanakan.
Kriteria keputusan:
1. RC 1, usahatani effisien Kegiatan usahatani dikatakan layak jika memiliki RC rasio lebih besar dari satu,
artinya setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih besar daripada tambahan biaya atau secara sederhana
kegiatan usahatani menguntungkan 2. RC 1, usahatani tidak effisien
Kegiatan usahatani dikatakan tidak layak jika memiliki RC rasio lebih kecil daripada satu artinya setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan
tambahan penerimaan yang lebih kecil daripada tambahan biaya atau secara sederhana kegiatan usahatani merugikan
3. RC = 1, usahatani impas Jika memiliki RC rasio sama dengan satu artinya setiap tambahan biaya yang
dikeluarkan tidak akan menghasilkan tambahan penerimaan atau secara sederhana kegiatan usahatani impas.
Untuk mengetahui hipotesis tentang perbedaaan pendapatan pada petani melalui kemitraan dan petani yang non kemitraan yaitu menggunakan analisis uji z,
uji z pada dasarnya memiliki kegunaan yang sama dengan uji t hanya saja uji t memiliki kelemahan tidak dapat digunakan pada sampel yang besar 30 sehingga
sebagai konsekuensinya uji t digantikan oleh uji z jika jumlah sampel 30, baik untuk uji beda rata
– rata, uji satu sampel, atau uji berpasangan. Pada penelitian kali ini penulis menggunakan independent sample T
– test, yaitu pengujian menggunakan distribusi t terhadap signifikan perbedaan nilai rata
– rata tertentu dari dua kelompok sampel yang tidak berhubungan Triton P. B ; 2006.
49
Uji z pada tahap pengoperasian dengan SPSS tetap meminjam uji t, kemudian nilai uji t akan ditafsirksan sebagai perolehan z. Untuk sampel besar, z
hitung = t hitung. t hitung =
2 2
2 1
2 2
1
1
n s
X X
S n
Kriteria pengambilan keputusan : a. t
hitung
t
tabel
maka H ditolak berarti bahwa pendapatan petani bermitra
berbeda nyata dengan pendapatan petani non kemitraan. b. t
hitung
≤ t
tabel
, maka H diterima berarti bahwa pendapatan petani bermitra
tidak berbeda nyata dengan pendapatan petani non kemitraan. Atau
a. Ho diterima dan Ha ditolak, apabila nilai signifikasi 0,05 b. Ho ditolak dan Ha diterima, apabila nilai signifikasi ≤ 0,05
Untuk menguji hipotesa ketiga tentang efisiensi pemasaran, digunakan analisis marjin pemasaran, share biaya dan share keuntungan masing-masing
lembaga pemasaran
menggunakan analisis
distribusi marjin pemasaran,
menggunakan rumus Sudiyono, 2002. Margin pemasaran MP = Pr
– Pf Keterangan :
MP : Margin pemasaran
Pf : Harga di tingkat petani atau produsen
Pr : Harga di tingkat pengecer atau konsumen
Margin pemasaran ini terdiri dari biaya biaya untuk melakukan fungsi pemasaran dan keuntungan lembaga pemasaran. Margin pemasaran yang tinggi tidak
selalu mengindikasikan keuntungan yang tinggi, tergantung berapa besar biaya biaya yang harus dikeluarkan lembaga lembaga pemasaran untuk melakukan fungsi
pemasaran.
50
Menurut Shepherd 1962 dalam Soekartawi 1993 menyatakan bahwa efisiensi pemasaran adalah nisbah antara total biaya dengan total nilai produk yang
dipasarkan, atau dapat dirumuskan sebagai berikut. Ep = TBTNP x 100
Keterangan : EP
: Efisiensi pemasaran TB
: Total biaya pemasaran Rp TNP : Total nilai produk yang dipasarkan Rp
Maka pemasaran yang tidak efesien akan terjadi jika: 1. Biaya pemasaran makin besar
2. Nilai produk yang dipasarkan jumlahnya tidak terlalu besar Kriteria untuk menyatakan suatu efesiensi pemasaran
1. Nilai EP = 0 – 33
= Efisien 2. Nilai EP = 34
– 67 = Kurang Efisien
3. Nilai EP = 68 – 100
= Tidak Efisien Soekartawi, 2002.
3.6 Definisi Operasional