BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di dua daerah yaitu Kota Lhokseumawe, Propinsi Aceh dan Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.
3.2. Data dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data dalam bentuk tulisan dan lisan. Data dalam bentuk tulisan diperoleh dari kamus dan buku-buku Bahasa
Aceh dan Bahasa Melayu yang relevan. Data dalam bentuk tulisan juga diperoleh dari terjemahan kata-kata yang telah ditentukan ke dalam Bahasa Aceh dan Bahasa
Melayu. Sedangkan untuk data dalam bentuk lisan diperoleh dari hasil perekaman terhadap kata-kata yang telah disediakan. Perekaman ini untuk mempermudah
peneliti dalam mengenali jenis fonem yang digunakan dalam masing-masing bahasa dan mempermudah peneliti untuk mengecek data tertulis untuk menguatkan
kesahihan data yang ada.
3.3. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Metode penelitian ini dijabarkan dalam tiga tahapan yaitu tahap pengumpulan data, tahap analisis data dan
Universitas Sumatera Utara
tahap penyajian hasil analisis data. Ketiga tahapan tersebut dijabarkan oleh metode dan teknik yang berbeda.
3.4 Metode Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data digunakan metode simak dan metode cakap. Kedua metode ini diaplikasikan kedalam teknik wawancara, perekaman, pencatatan dan
pentranskripsian. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan dua instrument yakni Daftar Swadesh dan Daftar Hole. Daftar Swadesh dipergunakan untuk
menjaring data awal. Selain itu, untuk ketepatan artimakna digunakan pula daftar bahasa Indonesia sebagai pencocok artimakna. Khusus soal penggunaan Daftar Hole,
dalam pelaksanaannya di lapangan, pengembangannya secara kreatif dan lebih spesifik, menjadi alat “pengais dan penemu” data yang sangat menentukan.
3.5 Metode Analisis data
Analisis dilakukan dengan metode komparatif Fernandez, 1996. Dengan menggunakan metode ini diharapkan dapat menemukan korespondensi-
korespondensi bunyi pada bahasa-bahasa yang diduga berasal dari moyang yang sama. Metode ini didasarkan atas dua asumsi yakni hipotesis yang berhubungan dan
hipotesis keberaturan Jeffers dan Lehiste, 1979:17. Hipotesis keberhubungan ini berupaya untuk menerangkan kesamaan-kesamaan yang jelas ada antara kata-kata
dari bahasa-bahasa atau dialek-dialek yang berbeda dengan cara mengasumsikan bahwa bahasa-bahasa tersebut berhubungan. Hipotesis ini berasumsi bahwa bahasa-
Universitas Sumatera Utara
bahasa ataupun dialek-dialek tersebut diturunkan dari moyang yang sama atau dari bahasa proto.
Sedangkan hipotesis keberaturan memungkinkan merekonstruksi bahasa proto tersebut dengan berasumsi bahwa perubahan-perubahan bunyi adalah beraturan,
dimana setiap bunyi di dalam suatu bahasa akan berubah pada lingkungan-lingkungan yang sama.
Analisis data dengan metode komparatif ini menggunakan pendekatan dari atas ke bawah top-down reconstruction Fernandez, 1996, yang dilanjutkan dengan
metode padan Sudaryanto, 1993. Pada tahap pendekatan dari atas ke bawah ini ditinjau dari hubungan antar protobahasa pada dua peringkat yang berbeda, yaitu
peringkat yang tertinggi PAN dan peringkat yang lebih rendah. Pendekatan dari atas ke bawah ini merupakan suatu cara merekonstruksi dari atas ke bawah guna
memperoleh evidensi-evidensi kebahasaan yang dapat dimanfaatkan sebagai penguat bukti kekerabatan dan keasalan bahasa yang diteliti dalam penelitian ini. Selain itu,
penyusunan perangkat korespondensi terhadap bunyi-bunyi yang dibandingkan juga dilakukan. Metode komparatif ini diuraikan dalam tehnik hubung banding
menyamakan HBS dan tehnik hubung banding memperbedakan HBB. Karena dalam praktek penelitian yang sesungguhnya, hubungan padan itu
berupa hubungan banding antara semua unsur penentu yang relevan dengan unsur data yang ditentukan. Membandingkan berarti juga mencari semua kesamaan dan
perbedaan yang ada di antara kedua hal yang dibandingkan maka dapatlah hubungan banding itu dijabarkan menjadi hubungan penyamaan dan hubungan perbedaan.
Universitas Sumatera Utara
Dengan demikian pada penelitian ini, penulis menggunakan dua tehnik lanjutan hubung banding yakni tehnik hubung banding menyamakan teknik HBS dan tehnik
hubung banding memperbedakan teknik HBB. Tehnik hubung banding adalah penelusuran dan pengamatan perbandingan
korespondensi fonem setiap bahasa yang diteliti, meliputi perbandingan perubahan vokal Proto-Austronesia dalam bahasa Aceh dan bahasa Melayu Dialek Langkat.
Metode padan dijabarkan dengan teknik pilah artikulatoris yaitu menentukan bunyi vokal dan konsonan yang mana yang menjalani retensi atau inovasi. Ringkasan
langkah-langkah yang akan dilakukan adalah: a. Mencari perubahan bunyi vokal dan konsonan yang terjadi pada bahasa Aceh.
Kata-kata bahasa Aceh yang diduga merupakan refleksi dari kata-kata Proto- Austronesia dikumpulkan dan diteliti satu persatu untuk melihat apakah fonem-
fonemnya merupakan refleksi dari fonem-fonem Proto-Austronesia. b. Mencari perubahan bunyi yang terjadi baik vokal maupun konsonan pada Bahasa
Melayu Dialek Langkat. Kata-kata Bahasa Melayu Dialek Langkat yang diduga merupakan refleksi dari kata-kata Proto-Austronesia dikumpulkan dan diteliti satu
persatu untuk melihat apakah fonem-fonemnya merupakan refleksi dari fonem- fonem Proto-Austronesia.
c. Membandingkan perubahan bunyi pada Bahasa Aceh dan Bahasa Melayu Dialek Langkat.
d. Mencari refleksi fonem Proto-Austronesia pada Bahasa Aceh dan Bahasa Melayu Dialek Langkat.
Universitas Sumatera Utara
e. Mencari retensi dan inovasi pada bahasa Aceh dan bahasa Melayu Dialek Langkat. Berikut ini adalah penerapan tehnik analisis data dengan menggunakan
beberapa data seperti terlihat pada tabel 1 berikut:
Tabel 1. Contoh data yang digunakan dalam penerapan teknik analisis data
No PAN
BA BMDL
GLOSS 1.
əbu PAND
Ab
ε
Abu
Abu 2.
apuy PANDYPMPL
Apui api
Api 3.
Bulu PANPR
Bul
ε
bul u
Bulu 4.
anak PANS
An
ə
k ana’
Anak 5.
a ŋIn PANB
A
ŋε
n A
ŋ
in
Angin
Analisis:
a. əbu’ adalah protofonem dari kata abu. Di dalam Bahasa Aceh, kata abu berubah
menjadi abε sedangkan dalam Bahasa Melayu Dialek Langkat Langkat menjadi abu. Terdapat beberapa perubahan bunyi dari protofonem
əbu’ menjadi abε dalam bahasa aceh. Yang pertama, vokal
ə dalam Bahasa Proto Austronesia merefleksikan vokal a dalam Bahasa Aceh. Sedangkan vokal u dalam bahasa
proto Austronesia merefleksikan vokal ε dalam Bahasa Aceh. Dalam bahasa Melayu Dialek Langkat Langkat juga terdapat perubahan yakni vokal
ə dalam bahasa proto Austronesia merefleksikan vokal a dalam Bahasa Melayu Dialek
Langkat Langkat. Dapat disimpulkan bahwa dalam bentuk rekonstruksi protofonem
əbu’, terdapat inovasi replacementinovasi pergantian Widayati, 2001:53 didalamnya, dimana vokal
ə bahasa proto Austronesia berganti
Universitas Sumatera Utara
menjadi vokal a dalam Bahasa Aceh dan Bahasa Melayu Dialek Langkat. Begitu juga dengan vokal u dalam bahasa proto Austronesia yang berganti menjadi
vokal ε dalam Bahasa Aceh.
Refleksi PAN:
b. apuy adalah protofonem dari kata api. Dalam Bahasa Aceh, tidak terdapat perubahan dari bahasa proto Austronesia, hal ini disebut dengan retensi. Api
dalam Bahasa Aceh tetap apuy, terdapat pewarisan linear didalamnya. Sedangkan dalam bahasa Melayu Dialek Langkat, kata apuy berubah menjadi api, di mana
dua fonem proto berpadu menjadi satu fonem baru Keraf, 1984. Refleksi PAN:
c. Bulu adalah protofonem dari kata bulu. Dalam Bahasa Aceh terdapat beberapa perubahan bunyi dari protofonem Bulu menjadi bulε dalam Bahasa Aceh.
Dimana vokal u dalam bahasa proto Austronesia mereflesikan vokal ε dalam Bahasa Aceh. Hal ini disebut dengan inovasi replacementinovasi pergantian,
vokal u bahasa proto Austronesia berganti menjadi vokal ε dalam Bahasa Aceh.
ə
a BA a BMDL
u
ε BA u BMDL
uy
uy BA i BMDL
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan dalam Bahasa Melayu Dialek Langkat tidak terdapat perubahan yang disebut dengan retensipewarisan linear. Kata Bulu tetap menjadi bulu.
Refleksi PAN:
d. anak adalah protofonem dari kata anak. Dalam Bahasa Aceh terdapat perubahan yang disebut pewarisan dengan perubahan. Hal ini ditandai dengan berubahnya
vokal a menjadi ə dalam Bahasa Aceh. Jadi vokal a merefleksikan vokal ə
dalam Bahasa Aceh. Sedangkan didalam Bahasa Melayu Dialek Langkat tidak terdapat perubahan. Terjadi pewarisan linear dalam kata anak dalam Bahasa
Melayu Dialek Langkat. Refleksi PAN:
e. a ŋin adalah protofonem dari kata angin. Dalam Bahasa Aceh, terjadi pewarisan
dengan perubahan Sudaryanto, 1993 pada bahasa proto Austronesia, dimana vokal i berubah menjadi ε dalam Bahasa Aceh. Angin dalam Bahasa Aceh adalah
a ŋεn, jadi vokal i dalam bahasa proto Austronesia mereflesikan vokal ε dalam
u
ε BA u BMDL
a
ə BA a BMDL
Universitas Sumatera Utara
Bahasa Aceh. Dalam Bahasa Melayu Dialek Langkat tidak terjadi perubahan apapun, masih terjadi pewarisan linear didalamnya.
Refleksi PAN
3.6 Metode Penyajian Hasil Analisis Data