Hubungan Fungsi Manajerial Kepala Ruangan dengan Tingkat Kepatuhan Perawat dalam Penerapan Pengendalian Infeksi Nosokomial di RSUP H. Adam Malik Medan

(1)

HUBUNGAN FUNGSI MANAJERIAL KEPALA RUANGAN

DENGAN TINGKAT KEPATUHAN PERAWAT DALAM

PENERAPAN PENGENDALIAN INFEKSI

NOSOKOMIAL DI RSUP

H. ADAM MALIK

M E D A N

SKRIPSI

Oleh: Tirolyn Panjaitan

071101058

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

(3)

PRAKATA

Puji dan syukur serta kemuliaan bagi Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan kasihNya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan Fungsi Manajerial Kepala Ruangan dengan Tingkat Kepatuhan Perawat dalam Penerapan Pengendalian Infeksi Nosokomial Di RSUP H. Adam Malik Medan”.

Ucapan terima kasih peneliti sampaikan kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan, dan dukungan dalam proses penyelesaian skripsi ini, sebagai berikut:

1. Bapak dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Diah Arruum, S.Kep., Ns, M.Kep selaku dosen pembimbing yang senantiasa memberikan waktu untuk membimbing dan memberikan masukan, arahan, dan kritikan yang sangat berharga dalam penulisan skripsi ini.

3. Ibu Erniyati, S. Kp, MNS selaku penguji I dan Bapak Achmad Fathi, S. Kep, Ns, MNS selaku dosen penguji II yang memberikan masukkan, saran, dan kritikkan yang membangun dalam penelitian ini.

4. Bapak Direktur Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan yang memberikan izin kepada peneliti untuk melakukan penelitian. Kepala Bidang Perawatan RSUP H. Adam Malik Medan dan Kepala Ruangan rawat inap Rindu A dan Rindu B yang telah membantu proses pengumpulan data dengan memberikan izin pengambilan data di ruangan.

5. Terima kasih kepada Ayahanda H. Panjaitan dan Ibunda R.S. Siregar tercinta yang selalu mendoakan dan menyayangiku, memberikan dukungan baik moril


(4)

maupun materil, semangat mereka yang membuat peneliti tidak putus asa dalam menghadapi rintangan yang ada, dan senantiasa memberikan yang terbaik untuk peneliti. Terima kasihku juga kuucapkan untuk kedua adikku, Sony dan Dony yang selalu memberikan semangat dan perhatian.

6. Teman-teman seperjuangan sekaligus sahabat terbaikku Elisabeth, Elyani, Ruth, Wahyu, Waslifour, Mei, Wanda yang banyak memberiku dukungan, masukkan, semangat serta berbagi suka dan duka dalam penyusunan skripsi ini.

7. Teman-teman Fakultas Keperawatan stambuk 2007 yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu yang telah banyak memberikan masukkan, berbagi pengetahuan, dan mendukung saya.

8. Teman-teman satu pelayananku NHKBP Bethesda yang selalu memberi dukungan dan perhatian melalui doa.

9. Kepada seluruh pihak yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu per satu yang telah mendukung dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga Tuhan selalu mencurahkan berkat dan kasih karuniaNya kepada semua pihak yang telah membantu mendukung peneliti. Peneliti menerima saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempuranaan skripsi ini. Harapan peneliti, skripsi ini dapat bermanfaat bagi peningkatan pengetahuan dan pengembangan profesi keperawatan.

Medan, Juni 2011 Peneliti


(5)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Halaman Pengesahan ... ii

Prakata ... iii

Daftar Isi ... v

Daftar Tabel ... viii

Daftar Skema ... ix

Abstrak ... x

Bab 1. Pendahuluan ... 1

1. Latar Belakang ... 1

2. Rumusan Masalah ... 4

3. Tujuan Penelitian ... 4

4. Manfaat Penelitian... 5

Bab 2. Tinjauan Pustaka ... 7

1. Infeksi Nosokomial ... 7

1.1Pengertian Infeksi dan Infeksi Nosokomial ... 7

1.2Cara Penularan Infeksi Nosokomial ... 8

1.3Indikator Infeksi Nosokomial ... 9

1.4Pengendalian Infeksi Nosokomial ... 11

1.5Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Infeksi Nosokomial ... 11

1.6Faktor Keperawatan yang Mempengaruhi Terjadinya Infeksi Nosokomial ... 12

1.7Peran Perawat dalam Pengendalian Infeksi Nosokomial ... 13

2. Kepatuhan ... 15

2.1Pengertian Kepatuhan dan Ketidakpatuhan ... 15

2.2Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan ... 16

3. Fungsi Manajemen Keperawatan ... 21

3.1Pengertian Manajemen dan Manajemen Keperawatan ... 21

3.2Fungsi Manajemen Keperawatan ... 21

3.3Fungsi Manajemen Kepala Ruangan ... 25

3.4Alat ukur Fungsi Manajerial Kepala Ruangan ... 34

Bab 3. Kerangka Konsep ... 35

1. Kerangka Penelitian ... 35

2. Hipotesa Penelitian ... 35

2.1Hipotesa Alternatif (Ha) ... 36


(6)

Bab 4. Metodologi Penelitian ... 38

1. Desain Penelitian ... 38

2. Populasi Penelitian dan Sampel Penelitian ... 38

2.1Populasi Penelitian ... 38

2.2Sampel Penelitian ... 39

3. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 40

4. Pertimbangan Etik Penelitian ... 41

5. Instrumen Penelitian ... 42

5.1Kuesioner Data Demografi ... 42

5.2Kuesioner Fungsi Manajerial Kepala Ruangan ... 42

5.3Kuesioner Tingkat Kepatuhan Perawat ... 43

6. Pengukuran Validitas dan Reliabilitas ... 44

6.1Uji Validitas ... 44

6.2Uji Reliabilitas... 45

7. Proses Pengumpulan Data ... 46

8. Pengolahan Data dan Analisa Data ... 47

8.1Pengolahan Data ... 47

8.2Analisa Data ... 48

Bab 5. Hasil Penelitian dan Pembahasan ... 50

1. Hasil Penelitian ... 50

1.1.Analisis Univariat ... 50

1.2.Analisis Bivariat ... 53

2. Pembahasan ... 54

2.1.Gambaran Fungsi Manajerial Kepala Ruangan dan Kepatuhan Perawat dalam Penerapan Pengendalian Infeksi Nosokomial ... 54

2.2.Hubungan Fungsi Manajerial Kepala Ruangan dengan Tingkat Kepatuhan Perawat ... 62

Bab 6. Kesimpulan dan Rekomendasi ... 70

1. Kesimpulan ... 70

2. Rekomendasi ... 71

2.1.Pelayanan Keperawatan ... 71

2.2.Pendidikan Keperawatan ... 71

2.3.Penelitian Selanjutnya ... 71

3. Keterbatasan Penelitian ... 72


(7)

Lampiran-lampiran

1. Lembar Persetujuan Menjadi Responden ... 77

2. Instrumen Penelitian ... 78

3. Jadwal penelitian ... 82

4. Hasi Uji Reliabilitas Fungsi Manajerial ... 83

5. Hasil Uji Reliabilitas Kepatuhan ... 85

6. Hasil Analisis Univariat ... 87

7. Hasil Analisi Bivariat dengan uji spearmen ... 97

8. Taksasi dana ... 98

9. Daftar Riwayat Hidup ... 99

10. Surat Permohonan Uji Validitas ... 100

11. Surat Pernyataan Validitas ... 101

12. Surat Izin Studi Pengambilan Data dari F. Keperawatan USU... 102


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Definisi Operasional Hubungan Fungsi Manajerial Kepala Ruangan dengan Tingkat Kepatuhan Perawat dalam Penerapan Pengendalian Infeksi Nosokomial ... 37 Tabel 4.1 Besar Sampel Tiap Ruangan dan Hasil Random di Instalasi Ruang Rawat

Inap Rindu A dan Rindu B ... 40 Tabel 5.1 Distribusi frekuensi responden berdasarkan data demografi di RSUP H.

Adam Malik Medan ... 50 Tabel 5.2Gambaran Fungsi Manajerial Kepala Ruangan dalam Penerapan

Pengendalian Infeksi Nosokomial ... 52 Tabel 5.3Gambaran Kepatuhan Perawat dalam Penerapan Pengendalian Infeksi

Nosokomial ... 52 Tabel 5.4 Hubungan Fungsi Manajerial Kepala Ruangan dengan Tingkat


(9)

DAFTAR SKEMA

Skema 3.1 Kerangka Penelitian Hubungan Fungsi Manajerial Kepala Ruangan dengan Tingkat Kepatuhan Perawat dalam Penerapan Pengendalian Infeksi Nosokomial ... 35


(10)

Judul : Hubungan Fungsi Manajerial Kepala Ruangan dengan Tingkat Kepatuhan Perawat dalam Penerapan Pengendalian Infeksi Nosokomial di RSUP H. Adam Malik Medan

Nama Mahasiswa : Tirolyn Panjaitan NIM : 071101058

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S. Kep) Tahun Akademik : 2007/2011

Abstrak

Infeksi nosokomial adalah infeksi yang diperoleh dari rumah sakit yang dapat mempengaruhi kondisi kesehatan pasien tersebut selama dirawat maupun sesudah dirawat yang dapat terjadi karena intervensi yang dilakukan. Fungsi manajemen kepala ruangan adalah suatu proses bekerja dengan staf keperawatan untuk mengelola pelayanan keperawatan di suatu ruang rawat dengan melakukan perencanaan, pengorganisasian, pengaturan staf, kepemimpinan, dan pengendalian. Sedangkan kepatuhan adalah perilaku perawat dalam melaksanakan prosedur/tindakan sesuai aturan/standar yang telah ditetapkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan fungsi manajerial kepala ruangan dengan tingkat kepatuhan perawat dalam penerapan pengendalian infeksi nosokomial di ruang rawat inap Rindu A dan Rindu B RSUP H. Adam Malik Medan. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif korelasional yang bersifat cross sectional dengan sampel 67 orang perawat pelaksana. Metode sampling yang digunakan adalah systematic random sampling. Analisa data dilakukan dengan analisa univariat, bivariat untuk mengetahui hubungan variabel independen dan variabel dependen dengan menggunakan uji spearmen. Data diperoleh melalui kuesioner. Hasil analisis univariat dari fungsi manajemen kepala ruangan dalam penerapan pengendalian infeksi nosokomial menurut perawat pelaksana diperoleh baik (65,7%) dan perawat yang patuh (98,5%). Hasil analisis bivariat dengan menggunakan uji spearmen antara kedua variabel diperoleh p=0,014 (p<0,05) dan nilai r=0,298. Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan kepala ruangan dapat melakukan pelatihan infeksi nosokomial untuk meningkatkan perilaku kepatuhan, kemampuan dan keterampilan perawat agar mendukung fungsi manajemen kepala ruangan yang telah ada, serta meningkatkan fungsi manajemen kepala ruangan melalui kebijakan dan fasilitas yang mendukung.


(11)

Title : Correlation between The Management Function of Ward Manager with Compliance Levels of Nurses in Application of Nosocomial Infection Controll at the Central Government Hospital of H. Adam Malik Medan Name : Tirolyn Panjaitan

NIM : 071101058

Department : Bachelor of Nursing (S. Kep) Academic Year : 2007/2011

Abstract

Nosocomial infection are infections acquired from hospital that may affect the health condition of such patient during care and after care that may occur due to the interventions. Management functions of ward manager is a process of working with nursing staff to manage the nursing care in a ward by planning, organizing, staffing, leading, and controlling. While, compliance is behavior of nurse in performing procedures/action by the rules/standards that have been established. This study aimed to determine the correlations between the management function of ward manager with the nurse’s level of compliance in the application of nosocomial control in the inpatient Rindu A and Rindu B of Central Government Hospital H. Adam Malik Medan. Design used in this study was descriptive correlational with cross sectional with a sample of 67 nurses implementing. Sampling method used was systematic random sampling. Data analysis used by univariate, bivariate to determine the relationship of independent variables and dependent variables with using the spearman test. Data obtained through questionnaires. Univariate analysis results of the management functions of ward manager in the application of controlling nosocomial infections according to nurses implementing obtained effectively (65,7%). Bivariate analysis results with spearman test obtained by value of level significance management function with the compliance of nurse is p=0,014 (p<0,05) and value of correlation (r) is 0,298. Based on the results of this study are recommended to ward manager can do the training of nosocomial infections to improve adherence behavior, abilities and skills of nurses in order support management function of ward manager that have, as well as improve the function of ward manager through policies and facilities that support.


(12)

Judul : Hubungan Fungsi Manajerial Kepala Ruangan dengan Tingkat Kepatuhan Perawat dalam Penerapan Pengendalian Infeksi Nosokomial di RSUP H. Adam Malik Medan

Nama Mahasiswa : Tirolyn Panjaitan NIM : 071101058

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S. Kep) Tahun Akademik : 2007/2011

Abstrak

Infeksi nosokomial adalah infeksi yang diperoleh dari rumah sakit yang dapat mempengaruhi kondisi kesehatan pasien tersebut selama dirawat maupun sesudah dirawat yang dapat terjadi karena intervensi yang dilakukan. Fungsi manajemen kepala ruangan adalah suatu proses bekerja dengan staf keperawatan untuk mengelola pelayanan keperawatan di suatu ruang rawat dengan melakukan perencanaan, pengorganisasian, pengaturan staf, kepemimpinan, dan pengendalian. Sedangkan kepatuhan adalah perilaku perawat dalam melaksanakan prosedur/tindakan sesuai aturan/standar yang telah ditetapkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan fungsi manajerial kepala ruangan dengan tingkat kepatuhan perawat dalam penerapan pengendalian infeksi nosokomial di ruang rawat inap Rindu A dan Rindu B RSUP H. Adam Malik Medan. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif korelasional yang bersifat cross sectional dengan sampel 67 orang perawat pelaksana. Metode sampling yang digunakan adalah systematic random sampling. Analisa data dilakukan dengan analisa univariat, bivariat untuk mengetahui hubungan variabel independen dan variabel dependen dengan menggunakan uji spearmen. Data diperoleh melalui kuesioner. Hasil analisis univariat dari fungsi manajemen kepala ruangan dalam penerapan pengendalian infeksi nosokomial menurut perawat pelaksana diperoleh baik (65,7%) dan perawat yang patuh (98,5%). Hasil analisis bivariat dengan menggunakan uji spearmen antara kedua variabel diperoleh p=0,014 (p<0,05) dan nilai r=0,298. Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan kepala ruangan dapat melakukan pelatihan infeksi nosokomial untuk meningkatkan perilaku kepatuhan, kemampuan dan keterampilan perawat agar mendukung fungsi manajemen kepala ruangan yang telah ada, serta meningkatkan fungsi manajemen kepala ruangan melalui kebijakan dan fasilitas yang mendukung.


(13)

Title : Correlation between The Management Function of Ward Manager with Compliance Levels of Nurses in Application of Nosocomial Infection Controll at the Central Government Hospital of H. Adam Malik Medan Name : Tirolyn Panjaitan

NIM : 071101058

Department : Bachelor of Nursing (S. Kep) Academic Year : 2007/2011

Abstract

Nosocomial infection are infections acquired from hospital that may affect the health condition of such patient during care and after care that may occur due to the interventions. Management functions of ward manager is a process of working with nursing staff to manage the nursing care in a ward by planning, organizing, staffing, leading, and controlling. While, compliance is behavior of nurse in performing procedures/action by the rules/standards that have been established. This study aimed to determine the correlations between the management function of ward manager with the nurse’s level of compliance in the application of nosocomial control in the inpatient Rindu A and Rindu B of Central Government Hospital H. Adam Malik Medan. Design used in this study was descriptive correlational with cross sectional with a sample of 67 nurses implementing. Sampling method used was systematic random sampling. Data analysis used by univariate, bivariate to determine the relationship of independent variables and dependent variables with using the spearman test. Data obtained through questionnaires. Univariate analysis results of the management functions of ward manager in the application of controlling nosocomial infections according to nurses implementing obtained effectively (65,7%). Bivariate analysis results with spearman test obtained by value of level significance management function with the compliance of nurse is p=0,014 (p<0,05) and value of correlation (r) is 0,298. Based on the results of this study are recommended to ward manager can do the training of nosocomial infections to improve adherence behavior, abilities and skills of nurses in order support management function of ward manager that have, as well as improve the function of ward manager through policies and facilities that support.


(14)

BAB 1 PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Rumah Sakit adalah salah satu subsistem pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan tersebut kepada masyarakat. Pelayanan kesehatan mencakup pelayanan medik, rehabilitasi medik, dan pelayanan keperawatan (Muninjaya, 2004).

Pelayanan keperawatan merupakan komponen utama dalam pelayanan kesehatan dengan kelompok tenaga kesehatan yang paling besar (Potter & Perry, 2005). Perawat merupakan sumber daya manusia di rumah sakit yang memberikan kontribusi yang besar dalam upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan yang diberikan dibanding dengan tenaga kesehatan lain (Warsito, 2006). Pelayanan asuhan keperawatan yang berkualitas dan efektif adalah pelayanan dengan mempertahankan individu yang sehat, seluruh biaya perawatan kesehatan menurun, dan lama hari rawat yang rendah (Potter & Perry, 2005).

Upaya peningkatan kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit tidak pernah lepas dari kualitas pelayanan keperawatan. Kualitas pelayanan keperawatan dapat dinilai melalui beberapa indikator, yang salah satunya adalah pengendalian infeksi nosokomial. Pengendalian infeksi nosokomial menjadi tolak ukur dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan keperawatan (Handiyani, 2004).

Infeksi nosokomial sangat berpengaruh terhadap kondisi kesehatan secara menyeluruh yang dapat meningkatkan morbiditas, mortalitas, hari rawat penderita


(15)

yang lama, dan beban biaya menjadi semakin besar. Hal tersebut merupakan bukti bahwa manajemen mutu pelayanan medis di rumah sakit perlu dioptimalkan. Faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi nosokomial di rumah sakit adalah faktor keperawatan (Darmadi, 2008).

Hasil penelitian yang dilakukan World Health Organization (WHO, 1987) pada 55 rumah sakit di 14 negara yang sedang berkembang di empat wilayah meliputi Eropa, Mediterania Timur, Asia Tenggara, dan Pasifik Barat menemukan rata-rata 8,7% pasien rawat inap menderita infeksi nosokomial. Jadi, setiap saat terdapat 1,4 juta pasien di seluruh dunia terkena komplikasi infeksi yang didapat di rumah sakit. Mayone et al (1988 dalam Tientjen, 2004) menyatakan bahwa survei tertinggi infeksi nosokomial dilaporkan dari rumah sakit di wilayah Timur Tengah Mediterania dan Asia Tenggara masing-masing sebesar 11,8% dan 10%. Di Indonesia, angka kejadian infeksi nosokomial pasien rawat inap di bangsal bedah adalah 5,8%-6% dan angka infeksi nosokomial pada luka bedah adalah 2,3%-18,3% (Hermawan, 2007). Hasil penelitian yang dilakukan di 11 rumah sakit DKI Jakarta pada tahun 2004 menunjukkan bahwa 9,8% pasien rawat inap mendapat infeksi yang baru selama dirawat (Spritia, 2006). WHO-Depkes menyatakan bahwa standar rawat inap terhadap kejadian infeksi nosokomial memiliki standar maksimal 1,5% (Nasution, 2008). Prosentase angka kejadian infeksi nosokomial di RSUD dr. Pirngadi Medan pada tahun 2006 sebesar 32,16% yang mencakup infeksi yang disebabkan oleh penggunaan jarum infus 10%, akibat transfusi darah 10,16%, dan luka operasi 12% (Nasution, 2008). Prosentase angka kejadian infeksi nosokomial di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2007 di ruang rawat inap 2,6%, angka kejadian dekubitus 0,68%, di ICU angka


(16)

kejadian pneumonia 9,6%, di CVCU terdapat kejadian infeksi nosokomial phlebitis 4,48% (Habni, 2009).

Hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan kepala bidang perawatan di RSUP H. Adam Malik bahwa pengendalian infeksi nosokomial di ruangan selalu dilakukan dengan cara mengevaluasi ruangan setiap dua bulan sekali. Indikator standar yang diterapkan dalam pengendalian infeksi nosokomial di RSUP H. Adam Malik menggunakan indikator yang dikeluarkan oleh Depkes yaitu dekubitus, jarum infus, dan infeksi luka operasi.

Prosentase yang telah diuraikan tersebut menggambarkan bahwa upaya pengendalian infeksi masih perlu menjadi perhatian bagi perawat di rumah sakit. Kemampuan perawat untuk mencegah transmisi infeksi di rumah sakit dan upaya pencegahan adalah tingkatan pertama dalam pemberian pelayanan berkualitas.

Kemampuan perawat dalam pemberian pelayanan berkualitas dapat tercermin dari perilaku patuh dalam penerapan pengendalian infeksi. Hasil penelitian Handiyani (2004) menyatakan bahwa perilaku patuh perawat dalam pengendalian infeksi nosokomial dipengaruhi oleh pengetahuan sebesar 24%.

Perilaku kepatuhan dapat disebabkan oleh beberapa faktor (Setiadi, 2007). Faktor yang mempengaruhi kepatuhan dapat dikategorikan menjadi faktor internal yaitu karakteristik perawat itu sendiri seperti umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, status perkawinan, kepribadian, sikap, kemampuan, persepsi, dan motivasi. Faktor eksternal yaitu karakteristik organisasi, karakteristik kelompok, karakteristik pekerjaan, dan karakteristik lingkungan (Setiadi, 2007).

Upaya peningkatan kualitas pelayanan keperawatan yang sangat penting dilakukan selain pengendalian infeksi nosokomial adalah manajemen


(17)

keperawatan. Handiyani (2004) menyatakan bahwa adanya hubungan yang bermakna antara peran dan fungsi manajemen dengan faktor keberhasilan pengendalian infeksi nosokomial dengan prosentase fungsi pengarahan mencapai 90,45 % (baik) sedangkan fungsi manajerial yang terendah adalah fungsi pengorganisasian.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas maka perumusan masalah penelitian ini adalah “Adakah hubungan fungsi manajerial kepala ruangan dengan tingkat kepatuhan perawat dalam penerapan pengendalian infeksi nosokomial di RSUP H. Adam Malik Medan”.

3. Tujuan Penelitian 3.1 Tujuan Umum

Mengetahui hubungan fungsi manajerial kepala ruangan dengan tingkat kepatuhan perawat dalam penerapan pengendalian infeksi nosokomial di RSUP H. Adam Malik Medan.

3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini untuk mengetahui:

3.2.1 Karakteristik perawat RSUP H. Adam Malik Medan yang meliputi usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, lama bekerja, status kepegawaian, status pernikahan, dan pelatihan.

3.2.2 Fungsi manajerial kepala ruangan dalam penerapan pengendalian infeksi nosokomial di RSUP H. Adam Malik Medan.


(18)

3.2.3 Tingkat kepatuhan perawat dalam penerapan pengendalian infeksi nosokomial di RSUP H. Adam Malik Medan.

3.2.4 Hubungan fungsi manajerial kepala ruangan dengan tingkat kepatuhan kepala ruangan dalam penerapan pengendalian infeksi nosokomial di RSUP H. Adam Malik Medan.

4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini bermanfaat bagi: 4.1 Pelayanan Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat bermanfaat bagi perawat dalam meningkatkan mutu pelayanan di rumah sakit terutama mutu pelayanan keperawatan yang erat kaitannya dengan fungsi manajerial kepala ruangan dengan tingkat kepatuhan perawat dalam penerapan pengendalian infeksi nosokomial.

4.2 Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat menambah wawasan pengembangan ilmu keperawatan bagi instansi pendidikan tentang fungsi manajerial kepala ruangan dengan kepatuhan perawat dalam praktik pengendalian infeksi nosokomial yang lebih baik lagi.

4.3 Penelitian Selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber tambahan bagi peneliti selanjutnya tentang masalah yang berkaitan dengan fungsi-fungsi manajerial yang meliputi fungsi perencanaan, fungsi pengorganisasian, fungsi


(19)

pengaturan staf, fungsi kepemimpinan, dan fungsi pengendalian yang dikaitkan dengan tingkat kepatuhan perawat dalam penerapan pengendalian infeksi nosokomial.


(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Infeksi Nosokomial

1.1 Pengertian Infeksi dan Infeksi Nosokomial

Infeksi adalah invasi tubuh oleh patogen atau mikroorganisme yang mampu menyebabkan sakit (Potter & Perry, 2005). Berdasarkan uraian di atas peneliti menyimpulkan bahwa infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh invasi patogen atau mikroorganisme yang berkembang biak dan bertahan hidup dengan cara menyebar dari satu orang ke orang lain sehingga menimbulkan sakit pada seseorang.

Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat pasien dari rumah sakit pada saat pasien menjalani proses asuhan keperawatan. Infeksi nosokomial pada umumnya terjadi pada pasien yang dirawat di ruang seperti ruang perawatan anak, perawatan penyakit dalam, perawatan intensif, dan perawatan isolasi (Darmadi, 2008). Infeksi nosokomial menurut Brooker (2008) adalah infeksi yang didapat dari rumah sakit yang terjadi pada pasien yang dirawat selama 72 jam dan pasien tersebut tidak menunjukkan tanda dan gejala infeksi pada saat masuk rumah sakit.

Berdasarkan uraian di atas peneliti menyimpulkan bahwa infeksi nosokomial adalah infeksi yang diperoleh dari rumah sakit yang dapat mempengaruhi kondisi kesehatan pasien tersebut selama dirawat maupun sesudah dirawat yang dapat terjadi karena intervensi yang dilakukan di rumah sakit seperti pemasangan infus, kateter, dan tindakan-tindakan operatif lainnya.


(21)

1.2 Cara Penularan Infeksi Nosokomial

Mekanisme transmisi patogen ke pejamu yang rentan melalui tiga cara (WHO, 2002) yaitu:

1.2.1 Transmisi dari flora normal pasien (endogenous infection)

Bakteri dapat hidup dan berkembang biak pada kondisi flora normal yang dapat menyebabkan infeksi. Infeksi ini dapat terjadi bila sebagian dari flora normal pasien berubah dan terjadi pertumbuhan yang berlebihan, misalnya: infeksi saluran kemih akibat pemasangan kateter.

1.2.2 Transmisi dari flora pasien atau tenaga kesehatan (exogenous cross-infection)

Infeksi didapat dari mikroorganisme eksternal terhadap individu, yang bukan merupakan flora normal seperti melalui kontak langsung antara pasien (tangan, tetesan air liur, atau cairan tubuh yang lain), melalui udara (tetesan atau kontaminasi dari debu yang berasal dari pasien lain), melalui petugas kesehatan yang telah terkontaminasi dari pasien lain (tangan, pakaian, hidung dan tenggorokkan), melalui media perantara meliputi peralatan, tangan tenaga kesehatan, pengunjung atau dari sumber lingkungan yang lain (air dan makanan).

1.2.3 Transmisi dari flora lingkungan layanan kesehatan (endemic or epidemic exogenous environmental infection)

Beberapa jenis organisme yang dapat bertahan hidup di lingkungan rumah sakit yaitu: dalam air, tempat yang lembab, dan kadang-kadang di produk yang steril atau desinfektan (pseudomonas, acinetobacter, mycobacterium); dalam barang-barang seperti linen, perlengkapan dan persediaan yang


(22)

digunakan dalam perawatan atau perlengkapan rumah tangga; dalam makanan; dalam inti debu halus dan tetesan yang dihasilkan pada saat berbicara atau batuk.

1.3 Indikator Infeksi Nosokomial

Indikator adalah salah satu cara untuk menilai penampilan dari suatu kegiatan dengan menggunakan instrumen. Indikator merupakan variabel yang digunakan untuk menilai suatu perubahan (Depkes, 2001).

WHO dalam Depkes (2001) menyatakan bahwa, indikator adalah variabel untuk mengukur perubahan. Indikator sering digunakan terutama bila perubahan tersebut tidak dapat diukur. Indikator pengendalian infeksi nosokomial menurut Depkes tahun 2001 meliputi Angka Pasien Dekubitus, Angka Kejadian dengan jarum infus, dan Angka Kejadian Infeksi Luka Operasi. Ketiga indicator ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

1.3.1 Angka Pasien dengan Dekubitus (Dekubitus Ulcer Rate)

Luka dekubitus adalah luka pada kulit dan/atau jaringan yang dibawahnya yang terjadi di rumah sakit karena tekanan yang terus menerus akibat tirah baring. Luka dekubitus akan terjadi bila penderita tidak dibolak-balik atau dimiringkan dalam waktu 2 x 24 jam. Angka pasien dengan dekubitus adalah banyaknya penderita yang menderita Dekubitus dan bukan banyaknya kejadian Dekubitus. Rumus yang digunakan untuk mengukur Angka pasien dengan dekubitus (APD) adalah:

Banyaknya pasien dengan dekubitus/bulan

x 100% Total pasien tirah baring total bulan itu


(23)

1.3.2 Angka Infeksi karena Jarum Infus (Intravenous Cabule Infection Rate) Infeksi karena jarum infus adalah keadaan yang terjadi disekitar tusukan atau bekas tusukan jarum infus di Rumah Sakit, dan timbul setelah 3 x 24 jam dirawat di rumah sakit kecuali infeksi kulit karena sebab-sebab lain yang tidak didahului oleh pemberian infus atau suntikan lain. Infeksi ini ditandai dengan rasa panas, pengerasan dan kemerahan (kalor, tumor, dan rubor) dengan atau tanpa nanah (pus) pada daerah bekas tusukan jarum infus dalam waktu 3 x 24 jam atau kurang dari waktu tersebut bila infus terpasang. Rumus yang digunakan untuk mengukur Angka kejadian infeksi karena jarum infus (AIKJ) adalah:

Banyaknya kejadian infeksi kulit karena jarum infus/bulan

x 100% Total kejadian pemasangan infus pada bulan tersebut

1.3.3 Angka Kejadian Luka Operasi (Wound Infection Rate)

Adanya infeksi nosokomial pada semua kategori luka sayatan operasi bersih yang dilaksanakan di rumah sakit ditandai oleh rasa panas (kalor), kemerahan (color), pengerasan (tumor), dan keluarnya nanah (pus) dalam waktu lebih dari 3 x 24 jam kecuali infeksi nosokomial yang terjadi bukan pada tempat luka. Rumus yang digunakan untuk mengukur Angka infeksi luka operasi (AILO) adalah:

Banyaknya infeksi luka operasi bersih/bulan

x 100% Total operasi bersih bulan tersebut


(24)

1.4 Pengendalian Infeksi Nosokomial

Pencegahan infeksi nosokomial yang dikemukakan oleh WHO (2002) menyatakan bahwa infeksi nosokomial membutuhkan keterpaduan, pemantauan, dan program dari semua tenaga kesehatan profesional yang meliputi: dokter, perawat, terapis, apoteker, dan lain-lain. Pencegahan infeksi nosokomial yang menjadi kunci utama yaitu: (1) membatasi transmisi organisme antara pasien dalam melakukan perawatan pasien secara langsung melalui cuci tangan, menggunakan sarung tangan, teknik aseptik yang tepat, strategi isolasi, sterilisasi dan teknik desinfektan; (2) mengendalikan lingkungan yang berisiko untuk infeksi; (3) melindungi pasien dengan penggunaan profilaksis antimikroba yang tepat, nutrisi, dan vaksinasi; (4) membatasi risiko terjadinya infeksi endogenous dengan meminimalkan prosedur invasif, dan mempromosikan penggunaan antimikroba yang optimal; (5) surveilans infeksi, mengidentifikassi dan mengendalikan wabah; (6) pencegahan infeksi pada tenaga kesehatan; (7) meningkatkan pelayanan asuhan keperawatan secara terus menerus dengan memberikan pendidikan.

1.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Infeksi Nosokomial Faktor-faktor yang berperan dalam terjadinya infeksi nosokomial yang dikemukakan Darmadi (2008) adalah:

1.5.1 Faktor-faktor luar (extrinsic factor) yang berpengaruh dalam proses terjadinya infeksi nosokomial seperti petugas pelayanan medis (dokter, perawat, bidan, tenaga laboratorium, dan sebagainya), peralatan, dan dan material medis (jarum, kateter, instrumen, respirator, kain/doek, kassa, dan


(25)

lain-lain), lingkungan seperti lingkungan internal seperti ruangan /bangsal perawatan, kamar bersalin, dan kamar bedah, sedangkan lingkungan eksternal adalah halaman rumah sakit dan tempat pembuangan sampah/pengelolahan limbah, makanan/minuman (hidangan yang disajikan setiap saat kepada penderita, penderita lain (keberadaan penderita lain dalam satu kamar/ruangan/bangsal perawatan dapat merupakan sumber penularan), pengunjung/keluarga (keberadaan tamu/keluarga dapat merupakan sumber penularan).

1.5.2 Faktor-faktor yang ada dalam diri penderita (instrinsic factors) seperti umur, jenis kelamin, kondisi umum penderita, risiko terapi, atau adanya penyakit lain yang menyertai (multipatologi) beserta komplikasinya.

1.5.3 Faktor keperawatan seperti lamanya hari perawatan (length of stay), menurunnya standar pelayanan perawatan, serta padatnya penderita dalam satu ruangan.

1.5.4 Faktor mikroba seperti tingkat kemampuan invasi serta tingkat kemampuan merusak jaringan, lamanya paparan (length of exposure) antara sumber penularan (reservoir) dengan penderita.

1.6 Faktor Keperawatan yang Mempengaruhi Terjadinya Infeksi Nosokomial

Peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan sangat berkaitan dengan terjadinya infeksi nosokomial di rumah sakit dan perawat bertanggung jawab menyediakan lingkungan yang aman bagi klien terutama dalam pengendalian infeksi dalam proses keperawatan. Perawat juga bertindak sebagai


(26)

pelaksana terdepan dalam upaya pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial (Potter & Perry, 2005).

Jumlah tenaga pelayanan kesehatan yang kontak langsung dengan pasien, jenis dan jumlah prosedur invasif, terapi yang diterima, lama perawatan, dan standar asuhan keperawatan mempengaruhi risiko terinfeksi. Faktor standar asuhan keperawatan yang mempengaruhi terjadinya infeksi nosokomial adalah klasifikasi dan jumlah ketenagaan yang memiliki kemampuan dalam menjalankan dan mempraktikkan teknik aseptik, peralatan dan obat yang sesuai, siap pakai dan cukup, ruang perawatan yang secara fisik dan hygiene yang memadai, aspek beban kerja dalam pembagian jumlah penderita dengan tenaga keperawatan, dan jumlah pasien yang dirawat (Darmadi, 2008).

1.7 Peran Perawat dalam Pengendalian Infeksi Nosokomial

Peran perawat dalam pengendalian infeksi adalah menyediakan layanan konsultasi mengenai semua aspek pencegahan dan pengendalian infeksi dengan menggunakan metode yang berdasarkan bukti penelitian, praktisi, dan keefektifan biaya (Brooker, 2008). Pelaksanaan praktik asuhan keperawatan untuk pengendalian infeksi nosokomial adalah bagian dari peran perawat (WHO, 2002).

WHO (2002) dalam jurnal Prevention of Hospital-Acquired Infection menyatakan bahwa kepala ruangan bertanggung jawab untuk (1) berpartisipasi dalam Komite Pengendalian Infeksi; (2) mempromosikan pengembangan dan peningkatan teknik keperawatan yang berkaitan dengan pengendalian infeksi nosokomial, dan pengawasan teknik aseptik yang dilakukan oleh perawat dengan persetujuan Komite Pengendalian Infeksi; (3) mengembangkan pelatihan


(27)

program bagi setiap perawat; (4) mengawasi pelaksanaan teknik pencegahan infeksi di daerah khusus seperti ruang operasi, ruang perawatan intensif, ruang persalinan, dan ruang bayi baru lahir; (5) pemantauan kepatuhan perawat terhadap kebijakan yang dibuat oleh kepala ruangan. Peran perawat selain yang diatas adalah bertanggung jawab atas lingkungan yaitu: (1) menjaga kebersihan rumah sakit yang berpedoman terhadap kebijakan rumah sakit dan praktik keperawatan; (2) pemantauan teknik aseptik termasuk cuci tangan dan penggunaan isolasi, (3) melapor kepada dokter jika ada masalah-masalah yang dihadapi terutama jika ditemui adanya gejala infeksi pada saat pemberian layanan kesehatan; (4) melakukan isolasi jika pasien menunjukkan tanda-tanda dari penyakit menular, ketika layanan kesehatan tidak tersedia; (5) membatasi paparan pasien terhadap infeksi yang berasal dari pengujung, staf rumah sakit, pasien lain, atau peralatan yang digunakan untuk diagnosis atau asuhan keperawatan; (6) mempertahankan suplai peralatan, obat-obatan dan perlengkapan perawatan yang aman dan memadai di ruangan.

Perawat yang bertanggung jawab dalam pengendalian infeksi adalah perawat yang menjadi anggota dari tim pengendalian infeksi yang bertanggung jawab untuk (1) mengidentifikasi infeksi nosokomial; (2) melakukan penyelidikan terhadap jenis infeksi dan organisme yang menginfeksi; (3) berpartisipasi dalam pelatihan; (4) surveilans infeksi di rumah sakit; (5) berpartisipasi dalam penyelidikkan wabah; (6) memastikan kepatuhan perawat terhadap peraturan pengendalian infeksi lokal maupun nasional; (7) menyediakan layanan konsultasi untuk petugas kesehatan dan program rumah sakit yang sesuai dalam hal-hal yang berhubungan dengan penularan infeksi.


(28)

2. Kepatuhan

2.1 Pengertian Kepatuhan dan Ketidakpatuhan

Kelman (1958 dalam Sarwono 1997) menyatakan bahwa, kepatuhan adalah suatu perilaku manusia yang taat terhadap aturan, perintah, prosedur, dan displin. Kepatuhan perawat adalah perilaku perawat sebagai seorang professional terhadap suatu anjuran, prosedur atau peraturan yang harus dilakukan atau ditaati (Setiadi, 2007).

Perilaku kepatuhan bersifat sementara karena perilaku ini akan bertahan bila ada pengawasan. Jika pengawasan hilang atau mengendur maka akan timbul perilaku ketidakpatuhan. Perilaku kepatuhan ini akan optimal jika perawat itu sendiri mengganggap perilaku ini bernilai positif yang akan diintegrasikan melalui tindakan asuhan keperawatan. Perilaku keperawatan ini akan dapat dicapai jika manajer keperawatan merupakan orang yang dapat dipercaya dan dapat memberikan motivasi (Sarwono, 1997).

Ketidakpatuhan adalah perilaku yang dapat menimbulkan konflik yang dapat menghasilkan perasaan bersalah pada seseorang dimana perilaku ditujukan. Perilaku ini dapat berbentuk verbal dan nonverbal. Perilaku ini terbagi menjadi tiga jenis menurut Murphy dalam Swansburg (2000) yaitu: (1) Competitive Bomber yang mudah menolak untuk bekerja. Orang ini sering menggerutu dengan bergumam dan dengan wajah yang cemberut dapat pergi meninggalkan manajer perawat atau tidak masuk kerja. (2) Martyred Accomodator yang menggunakan kepatuhan palsu. Orang tipe ini dapat bekerja sama tetapi juga sambil melakukan ejekan, hinaan, mengeluh dan mengkritik untuk mendapatkan dukungan yang


(29)

lainnya. (3) Advoider yang bekerja dengan menghindarkan kesepakatan, berpartisipasi dan tidak berespon terhadap manajer perawat.

2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan

Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan (Setiadi, 2007) terbagi atas dua yaitu:

2.2.1 Faktor Internal a. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Pengetahuan merupakan faktor yang sangat penting membentuk tindakan atau perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2007).

Proses adopsi perilaku, menurut Notoatmojo (2007) yang mengutip pendapat (Rogers, 1974), sebelum seseorang mengadopsi perilaku, di dalam diri orang tersebut terjadi suatu proses yang berurutan. Tingkatan pengetahuan mencakup enam pengetahuan, yaitu:

1. Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Tahu artinya dapat mengingat atau mengingat kembali suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Ukuran bahwa seseorang itu tahu, adalah dapat menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan dan menyatakan.

2. Memahami, artinya kemampuan untuk menjelaskan dan menginterpretasikan dengan benar tentang objek yang diketahui. Seseorang


(30)

yang telah paham tentang sesuatu harus dapat menjelaskan, memberikan contoh, dan meyimpulkan.

3. Penerapan, yaitu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi nyata atau dapat menggunakan hukum-hukum, rumus, metode dalam situasi nyata.

4. Analisis artinya adalah kemampuan untuk menguraikan objek ke dalam bagian-bagian lebih kecil, tetapi masih di dalam suatu struktur objek tersebut dan masih terkait satu sama lain.

5. Sintesis, yaitu suatu kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

6. Evaluasi, yaitu kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu objek. Evaluasi dapat menggunakan kriteria yang telah ada atau disusun sendiri.

b. Sikap

Sikap merupakan penentu dari perilaku karena keduanya berhubungan dengan persepsi, kepribadiaan, perasaan, dan motivasi. Sikap merupakan keadaan mental yang dipelajari dan diorganisasikan melalui pengalaman, menghasilkan pengaruh spesifik pada respon seseorang terhadap orang lain, objek, situasi yang berhubungan. Sikap menentukan pandangan awal seseorang terhadap pekerjaan dan tingkat kesesuaian antara individu dan organisasi (Ivancevich et al, 2007).

Sikap mempunyai tingkat berdasarkan intensitas yang menurut Notoatmodjo (2007) terdiri dari menerima, menanggapi, menghargai, bertanggung


(31)

jawab. Sikap juga dapat dibentuk melalui pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap penting, pengaruh kebudayaan, media massa, lembaga pendidikan dan agama, dan faktor emosional.

c. Kemampuan

Kemampun adalah bakat seseorang untuk melakukan tugas fisik atau mental. Kemampuan seseorang pada umumnya stabil. Kemampuan merupakan faktor yang dapat membedakan karyawan yang berkinerja tinggi dan yang berkinerja rendah. Kemampuan individu mempengaruhi karateristik pekerjaan, perilaku, tanggung jawab, pendidikan dan memiliki hubungan secara nyata terhadap kinerja pekerjaan (Ivancevich et al, 2007).

Manajer harus berusaha menyesuaikan kemampuan dan keterampilan seseorang dengan kebutuhan pekerjaan. Proses penyesuaian ini penting karena tidak ada kepemimpinan, motivasi, atau sumber daya organisasi yang dapat mengatasi kekurangan kemampuan dan keterampilan meskipun beberapa keterampilan dapat diperbaiki melalui latihan atau pelatihan (Ivancevich et al, 2007).

d. Motivasi

Motivasi adalah konsep yang menggambarkan kondisi ekstrinsik yang merangsang perilaku tertentu, dan respon instrinsik yang menampakkan perilaku manusia. Respon instrinsik ditopang oleh sumber energi, yang disebut motif yang dapat diartikan sebagai kebutuhan, keinginan, atau dorongan. Motivasi diukur dengan perilaku yang dapat diobservasi dan dicatat (Swansburg, 2000). Motivasi


(32)

dapat mempengaruhi seseorang untuk melaksanakan suatu pekerjaan yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya.

Maslow menyatakan bahwa motivasi didasarkan pada teori holistik dinamis yang berdasarkan tingkat kebutuhan manusia. Individu akan lebih puas bila kebutuhan fisiologis telah terpenuhi dan apabila kebutuhan tersebut tercapai maka individu tersebut tidak perlu dimotivasi. Tingkat kebutuhan yang paling mempengaruhi motivasi adalah tingkat kebutuhan aktualisasi diri. Aktualisasi diri merupakan upaya individu tersebut untuk menjadi seseorang yang seharussnya (Ivancevich et al, 2007).

2.2.2 Faktor Eksternal

a. Karakteristik Organisasi

Keadaan dari organisasi dan struktur organisasi ditentukan oleh filosofi dari manajer organisasi tersebut. Keadaan organisasi dan struktur organisasi akan memotivasi atau gagal memotivasi perawat profesional untuk berpartisipasi pada tingkatan yang konsisten sesuai dengan tujuan (Swansburg, 2000). Ting dan Yuan (1997 dalam Subyantoro, 2009) berpendapat bahwa karakteristik organisasi meliputi komitmen organisasi dan hubungan antara teman sekerja dan supervisor yang akan berpengaruh terhadap kepuasan kerja dan perilaku individu.

b. Karakteristik Kelompok

Rusmana (2008) berpendapat bahwa kelompok adalah unit komunitas yang terdiri dari dua orang atau lebih yang memiliki suatu kesatuan tujuan dan pemikiran serta integritas antar anggota yang kuat. Karakteristik kelompok adalah


(33)

(1) adanya interaksi; (2) adanya struktur; (3) kebersamaan; (4) adanya tujuan; (5) ada suasana kelompok; (6) dan adanya dinamika interdependensi.

Anggota kelompok melaksanakan peran tugas, peran pembentukan, pemeliharaan kelompok, dan peran individu. Anggota melaksanakan hal ini melalui hubungan interpersonal. Tekanan dari kelompok sangat mempengaruhi hubungan interpersonal dan tingkat kepatuhan individu karena individu terpaksa mengalah dan mengikuti perilaku mayoritas kelompok meskipun sebenarnya individu tersebut tidak menyetujuinya (Rusmana, 2008).

c. Karakteristik Pekerjaan

Karakteristik pekerjaan akan memberikan motivasi bagi karyawan untuk lebih bekerja dengan giat dan untuk menumbuhkan semangat kerja yang lebih produktif karena karakteristik pekerjaan adalah proses membuat pekerjaan akan lebih berarti, menarik dan menantang sehingga dapat mencegah seseorang dari kebosanan dan aktivitas pekerjaan yang monoton sehingga pekerjaan terlihat lebih bervariasi. Gibson et al (Rahayu, 2006) karakteristik pekerjaan adalah sifat yang berbeda antara jenis pekerjaan yang satu dengan yang lainnya yang bersifat khusus dan merupakan inti pekerjaan yang berisikan sifat-sifat tugas yang ada di dalam semua pekerjaan serta dirasakan oleh para pekerja sehingga mempengaruhi sikap atau perilaku terhadap pekerjaannya.

d. Karakteristik Lingkungan

Apabila perawat harus bekerja dalam lingkungan yang terbatas dan berinteraksi secara konstan dengan staf lain, pengunjung, dan tenaga kesehatan


(34)

lain. Kondisi seperti ini yang dapat menurunkan motivasi perawat terhadap pekerjaannya, dapat menyebabkan stress, dan menimbulkan kepenatan (Swansburg, 2000).

3. Fungsi Manajemen Keperawatan

3.1 Pengertian Manajemen dan Manajemen Keperawatan

Manajemen merupakan suatu pendekatan yang dinamis dan proaktif dalam menjalankan suatu kegiatan di organisasi. Manajemen mencakup kegiatan POAC (planning, organizing, actuating, controlling) terhadap staf, sarana, dan prasarana dalam mencapai tujuan organisasi (Grant dan Massey, 1999 dikutip dari Nursalam, 2009).

Muninjaya (2004) menyatakan bahwa manajemen adalah ilmu atau seni tentang bagaimana menggunakan sumber daya secara efisien, efektif, dan rasional untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya.

Swansburg (2000) menyatakan bahwa, manajemen keperawatan berhubungan dengan perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pengaturan staf (staffing), kepemimpinan (leading), dan pengendalian (controlling) aktivitas-aktivitas upaya keperawatan atau divisi departemen keperawatan dan dari sub unit departemen.

3.2 Fungsi Manajemen Keperawatan

Henry Fayol (1949 dalam Robins & Coulter, 2007) merupakan salah satu ahli yang pertama kalinya mengusulkan bahwa semua manajer melaksanakan empat fungsi manajemen yaitu perencanaan (planning), pengorganisasian


(35)

(organizing), mengarahkan (coordinating or directing), dan pengendalian (controlling). Henry Fayol juga menyakini bahwa fungsi-fungsi ini mencerminkan inti dari proses manajemen secara akurat.

Swansburg (2000) menyatakan bahwa fungsi manajemen terdiri atas lima fungsi yaitu perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pengaturan staf (staffing), kepemimpinan (leading), dan pengendalian (controlling). Peneliti akan membahas dan menjelaskan fungsi manajemen menurut Swansburg (2000) yang dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Perencanaan (Planning)

Perencanaan merupakan fungsi dasar dari manajemen. Perencanaan dalam manajemen keperawatan adalah proses mental dimana semua manajer perawat menggunakan data yang valid dan dapat dipercaya untuk mengembangkan objektif dan menentukan sumber-sumber yang dibutuhkan dan cetak biru yang digunakan dalam mencapai objektif. Tujuan utama dari perencanaan adalah membuat kemungkinan yang paling baik dalam penggunaan personel, bahan, dan alat (Swansburg, 2000).

Huber (2006) menyatakan bahwa perencanaan merupakan fungsi manajemen yang digunakan untuk memilih prioritas, hasil, dan metode yang digunakan untuk sebuah sistem dan kemudian membimbing sistem untuk mengikuti arahan tersebut.

Robins dan Coulter (2007) menyatakan bahwa fungsi perencanaan mencakup proses merumuskan sasaran, membangun strategi untuk mencapai sasaran yang telah disepakati, dan mengembangkan perencanaan tersebut untuk memadukan dan mengkoordinasikan sejumlah kegiatan.


(36)

2. Pengorganisasian (Organizing)

Fungsi manajemen keperawatan dalam organisasi adalah mengembangkan seseorang dan merancang organisasi yang paling sederhana untuk menyelesaikan pekerjaan. Pengorganisasian meliputi proses memutuskan tingkat organisasi yang diperlukan untuk mencapai objektif divisi keperawatan, departemen atau pelayanan, dan unit (Swansburg, 2000).

Huber (2006) menyatakan bahwa pengorganisasian adalah fungsi manajemen yang berhubungan dengan mengalokasi dan mengatur sumber daya untuk menyelesaikan tujuan yang dicapai. Peran manajer dalam fungsi pengorganisasian adalah menentukan, tugas yang akan dikerjakan, individu yang akan mengerjakan, pengelompokkan tugas, struktur pertanggungjawaban, dan proses pengambilan keputusan. Manajer bertanggung jawab juga dalam merancang pekerjaan staf yang digunakan untuk mencapai sasaran organisasi (Robins & Coulter, 2007).

3. Pengaturan staf (Staffing)

Pengaturan staf dan penjadwalan adalah komponen utama dalam manajemen keperawatan. Pengaturan staf keperawatan merupakan proses yang teratur, sistematis, rasional diterapkan untuk menentukan jumlah dan jenis personel keperawatan yang dibutuhkan untuk memberikan asuhan keperawatan pada standar yang ditetapkan sebelumnya pada kelompok pasien dalam situasi tertentu (Swansburg, 2000).


(37)

Pengaturan staf memerlukan banyak perencanaan dari manajer. Perencanaan pengaturan staf dipengaruhi oleh misi dan tujuan institusi, dan dipengaruhi oleh kebijakan personel (Swansburg, 2000).

4. Kepemimpinan (Leading)

Kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi kelompok untuk menentukan dan mencapai tujuan. Kepemimpinan difokuskan kepada gaya kepemimpinan situasi kemungkinan dan faktor-faktor seperti manusia, pekerjaan, situasi, organisasi, dan faktor-faktor lingkungan. Manajer perawat dalam fungsi ini berperan untuk merangsang motivasi dengan mempraktikkan fungsi kepemimpinan karena perilaku motivasi merupakan promosi, autonomi, membuat keputusan, dan manajemen partisipasi (Swansburg, 2000).

Fungsi kepemimpinan menurut Huber (2006) adalah fungsi manajemen yang mengarahkan dan kemudian mempengaruhi individu tersebut untuk mengikuti arahan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah disepakati dan yang telah ditentukan.

Fungsi kepemimpinan menurut Fayol dalam Robins & Coulter (2007) adalah fungsi yang memotivasi stafnya ketika stafnya bekerja dan mencari berbagai cara untuk menyelesaikan masalah perilaku stafnya.

5. Pengendalian atau Pengevaluasian (Controlling)

Pengendalian atau pengevaluasian adalah suatu fungsi yang terus menerus dari manajemen keperawatan yang terjadi selama perencanaan, pengorganisasian,


(38)

dan pengerahan aktivitas. Melalui prsoses ini standar dibuat dan kemudian digunakan, diikuti umpan balikyang menimbulkan perbaikan (Swansburg, 2000).

Huber (2006) menyatakan bahwa fungsi pengendalian adalah fungsi yang digunakan untuk memantau dan mengatur perencanaan, proses, dan sumber daya manusia yang efektif dan efisien untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah direncanakan sebelumnya.

Robins & Coulter (2007) menyatakan bahwa fungsi ini adalah fungsi yang terakhir di dalam manajemen dan fungsi memantau dan mengevaluasi setiap kegiatan yang telah berjalan sesuai dengan tujuan yang telah direncanakan dan memantau kinerja stafnya, Kinerja tersebut kemudian dibandingkan dengan sasaran yang telah ditentukan sebelumnya. Apabila kinerja tersebut menyimpang maka fungsi manajemen yang lain diperiksa kembali. Proses pengendalian ini meliputi memantau, memperbandingkan, dan mengoreksi.

3.3 Fungsi Manajemen Kepala Ruangan

Kepala ruangan adalah seorang tenaga perawatan profesional yang diberi tanggung jawab dan wewenang dalam mengelola kegiatan pelayanan keperawatan di satu ruang rawat (Depkes, 1994). Kepala ruangan mempunyai tanggung jawab dalam manajemen menurut Depkes RI (1994) adalah secara admnistratif dan fungsional bertanggung jawab kepada Kepala Bidang Perawatan, secara teknis medis operasional bertanggung jawab kepada dokter penanggung jawab, dokter yang berwenang/Kepala UPF.


(39)

Tugas pokok kepala ruangan adalah mengawasi dan mengendalikan kegiatan pelayanan keperawatan di ruang rawat yang berada di wilayah tanggung jawabnya. Adapun fungsi manajemen keperawatan kepala ruangan adalah:

1. Fungsi Perencanaan Kegiatan Keperawatan di Ruang Rawat Inap

Fungsi perencanaan manajemen keperawatan di ruang rawat inap yang dilaksanakan oleh kepala ruangan sebagai pemikiran atau konsep-konsep tertulis seorang manajer. Sebelum melakukan perencanaan terlebih dahulu dianalisa dan dikaji sistem, strategi organisasi dan tujuan organisasi, sumber-sumber organisasi, kemampuan yang ada, aktifitas spesifik dan prioritasnya. Perencanaan di ruang rawat inap melibatkan seluruh personil mulai dari perawat pelaksana, ketua tim dan kepala ruangan. Perencanaan kepala ruang sebagai manajer meliputi perencanaan tahunan, bulanan, mingguan, dan harian (Swansburg, 2000).

Perencanaan kepala ruang di ruang rawat inap meliputi perencanaan kebutuhan tenaga, pengembangan tenaga, kebutuhan logistik ruangan, program kendali mutu yang akan disusun untuk pencapaian tujuan jangka pendek, menengah dan panjang. Kepala ruangan juga merencanakan kegiatan di ruangan seperti pertemuan dengan staf pada akhir minggu (Swansburg, 2000).

Nursalam (2009) menyatakan bahwa tanggung jawab kepala ruangan dalam fungsi perencanaan sebagai berikut (1) menunjuk ketua tim yang bertugas di ruangan masing-masing; (2) mengikuti serah terima pasien pada shift sebelumnya; (3) mengidentifikasi tingkat ketergantungan klien : gawat, transisi, dan persiapan pulang, bersama ketua tim; (4) mengidentifikasi jumlah perawat yang dibutuhkan berdasarkan aktivitas dan kebutuhan klien bersama ketua tim, mengatur penugasan/penjadwalan; (5) merencanakan strategi pelaksanaan


(40)

keperawatan; (6) mengikuti visite dokter untuk mengetahui kondisi, patofisiologi, tindakan medis yang dilakukan, program pengobatan, dan mendiskusikan dengan dokter tentang tindakan yang dilakukan terhadap pasien; (7) mengatur dan mengendalikan asuhan keperawatan meliputi membimbing pelaksanaan asuhan keperawatan, membimbing penerapan proses keperawatan dan menilai asuhan keperawatan, mengadakan diskusi untuk pemecahan masalah, memberikan informasi kepada pasien atau keluarga yang baru masuk; (8) membantu mengembangkan niat pendidikan dan latihan diri; (9) membantu membimbing peserta perawat didik keperawatan; (10) menjaga terwujudnya visi dan misi keperawatan dan rumah sakit.

Uraian tugas kepala ruangan yang ditentukan oleh Depkes (1994) dalam melaksankan fungsi perencanaan adalah (1) merencanakan jumlah dan kategori tenaga keperawatan serta tenaga lain sesuai kebutuhan; (2) merencanakan jumlah jenis peralatan keperawatan yang diperlukan sesuai kebutuhan; (3) merencanakan dan menentukan jenis kegiatan dan asuhan keperawatan yang akan diselenggarakan sesuai kebutuhan pasien.

2. Fungsi Pengorganisasian Kegiatan Keperawatan di Ruang Rawat Inap Pengorganisasian adalah langkah untuk menetapkan, menggolongkan, dan mengatur berbagai macam kegiatan, menetapkan tugas-tugas pokok dan wewenang, dan pendelegasian wewenang oleh pimpinan kepada staf dalam rangka mencapai tujuan organisasi (Muninjaya, 2004). Ada tiga aspek penting dalam pengorganisasian meliputi : pola struktur organisasi, penataan kegiatan, dan


(41)

struktur kerja organisasi. Prinsip-prinsip pengorganisasian adalah pembagian kerja, pendelegasian tugas, koordinasi, dan manajemen waktu (Warsito, 2006).

Nurhidayah (2003) menyatakan bahwa, kepala ruangan bertanggung jawab untuk mengorganisasikan kegiatan asuhan keperawatan di unit kerjanya untuk mencapai tujuan pengorganisasian, pelayanan keperawatan di ruangan meliputi:

a. Struktur Organisasi

Struktur organisasi ruang rawat inap terdiri dari : struktur, bentuk dan bagan. Berbagai struktur, bentuk dan bagan dapat digunakan tergantung pada besarnya organisasi dan tujuan yang ingin dicapai. Struktur organisasi ruang rawat inap menggambarkan pola hubungan bagian atau staf atasan baik vertikal maupun horizontal. Sehingga dapat dilihat juga posisi tiap bagian, wewenang, tanggung jawab serta tanggung gugat.

b. Pengelompokkan kegiatan

Setiap organisasi memiliki serangkaian tugas atau kegiatan yang harus diselesaikan untuk mencapai tujuan. Pengelompokkan kegiatan dilakukan untuk memudahkan pembagian tugas perawat sesuai dengan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh peserta serta disesuaikan dengan kebutuhan pasien/klien.

c. Koordinasi kegiatan

Kepala ruangan sebagai koordinator kegiatan harus menciptakan kerjasama yang selaras satu sama lain dan saling menunjang untuk menciptakan suasana kerja yang kondusif. Selain itu, adanya pedelegasian tugas perlu dilakukan kepada ketua tim atau perawat pelaksana dalam asuhan keperawatan di ruang rawat inap.


(42)

d. Evaluasi kegiatan

Kegiatan yang telah dilaksanakan perlu dievaluasi menilai apakah pelaksanaan kegiatan sesuai dengan rencana. Kepala ruangan berkewajiban untuk memberi asuhan yang jelas tentang kegiatan yang dilakukan.

e. Kelompok kerja

Kegiatan di ruang rawat inap diperlukan kerja sama antar staf dan kebersamaan dalam kelompok, hal ini untuk meningkatkan motivasi kerja dan perasaan keterikatan dalam kelompok, hal ini untuk meningkatkan kualitas kerja dan mencapai tujuan pelayanan dan asuhan keperawatan.

3. Fungsi Pengaturan Staf Kegiatan Keperawatan di Ruang Rawat Inap

Kegiatan pelayanan keperawatan bergantung pada kualitas dan kuantitas perawat yang bertugas selama 24 jam terus-menerus di bangsal. Upaya peningkatan mutu pelayanan yang diperlukan adalah dukungan sumber daya manusia yang mampu mengemban tugas dan mengadakan perubahan. Hal ini akan dapat terlaksana dengan baik diperlukan adanya perencanaan, baik jumlah maupun klasifikasi tenaga kerja, serta pendayagunaan tenaga kerja sesuai dengan sistem pengelolaan yang ada (Swansburg, 2000).

Swansburg (2000) berpendapat bahwa pengaturan staf keperawatan merupakan proses yang teratur dan sistematis, berdasarkan rasional, diterapkan untuk menentukan jumlah dan jenis personel keperawatan yang dibutuhkan untuk memberikan asuhan keperawatan pada standar yang ditetapkan sebelumnya pada


(43)

kelompok pasien dalam situasi tertentu. Proses pengaturan staf bersifat kompleks. Komponen pengaturan staf adalah sistem kontrol termasuk studi pengaturan staf, penugasan rencana pengaturan staf, dan rencana penjadwalan.

Kebutuhan keperawatan dipengaruhi oleh karateristik populasi pasien yang ditentukan oleh jumlah dan kemampuan staf medis. Kebutuhan khusus individu dokter, waktu dan lamanya ronde; waktu, kompleksitas, dan jumlah tes, obat-obatan, dan pengobatan; jumlah dan jenis pembedahan akan mempengaruhi kualitas dan kuantitas personel perawatan yang diperlukan dan mempengaruhi penempatan (Swansburg, 2000).

Pengaturan staf yang rendah mempunyai efek yang negatif terhadap moral staf, kualitas pelayanan keperawatan, dan modalitas praktik keperawatan. Hal tersebut dapat menurunkan jumlah pasien, menyebabkan penurunan kehadiran, kebosanan, dan ketidakpuasan (Swansburg, 2000).

4. Fungsi Kepemimpinan Kegiatan Keperawatan di Ruang Rawat Inap

Fungsi kepemimpinan adalah suatu konsep dari suatu tujuan dan metoda untuk mencapainya, serta suatu mobilisasi dari seluruh fasilitas yang diperlukan untuk pencapaian hasil dari penyesuaian nilai-nilai terhadap faktor lingkungan yang ingin dicapai dari tujuan perencanaan yang telah ditetapkan.

Fungsi kepemimpinan ini dipandang sebagai suatu proses interaktif yang dinamis yang mencakup tiga dimensi yaitu: pimpinan, bawahan, dan situasi. Ketiga dimensi tersebut saling mempengaruhi, misalnya: pencapaian tujuan bukan hanya bergantung pada sifat pribadi seorang pimpinan tetapi juga bergantung pada kebutuhan bawahan dan bentuk dari suatu keadaan (Swansburg, 2000).


(44)

Fungsi kepemimpinan kepala ruangan di ruang rawat inap bertindak sebagai manajer yang membuat tanggung jawab, membuat unit kerja, mendengar, berbicara, membujuk dan dibujuk, menggunakan kebijaksanaan bersama untuk membuat keputusan. Kepala ruangan di ruang rawat inap merupakan posisi kepemimpinan yang paling berpengaruh. Kepala ruangan sebagai manajer perawat dapat mempraktikkan fungsi kepemimpinan perilaku untuk merangsang motivasi tenaga perawat diruangan (Swansburg, 2000).

Fungsi kepemimpinan merupakan usaha untuk menciptakan iklim kerja sama di antara staf pelaksana program sehingga tujuan organisasi dapat tercapai secara efektif dan efisien (Muninjaya, 2004). Kepala ruangan dalam melakukan kegiatan kepemimpinan dengan cara: saling memberi motivasi, membantu pemecahan masalah, melakukan pendelegasian, melakukan, menggunakan komunikasi yang efektif, melakukan kolaborasi dan koordinasi (Swansburg, 2000).

Nursalam (2009) menyatakan bahwa, tanggung jawab kepala ruangan dalam fungsi kepemimpinan adalah sebagai berikut: (1) memberi pengarahan tentang penugasan kepada ketua tim; (2) memberi motivasi dalam peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan sikap; (3) menginformasikan hal-hal yang dianggap penting dan berhubungan dengan askep pasien; (4) melibatkan bawahan sejak awal hingga akhir kegiatan; (5) membimbing bawahan yang mengalami kesulitan dalam melaksanakan tugasnya; (6) meningkatkan kolaborasi dengan anggota tim lain.


(45)

5. Fungsi Pengawasan dan Pengendalian Keperawatan di Ruang Rawat Inap Fungsi pengawasan dan pengendalian merupakan standar keberhasilan program yang dituangkan dalam bentuk target pencapaian, prosedur kerja, dan sebagainya harus dibandingkan dengan hasil yang telah dicapai atau yang mampu dikerjakan oleh staf. Fungsi pengawasan dan pengendalian bertujuan agar penggunaan sumber daya dapat lebih diefisienkan, dan tugas-tugas staf untuk mencapai tujuan program dapat diefektifkan (Muninjaya, 2004).

Fungsi pengawasan dan pengendalian ini sangat penting karena dapat memberi gambaran kualitas pelayanan rumah sakit khususnya pelayanan keperawatan. Kualitas pelayanan merupakan tipe pengawasan yang berhubungan dengan kegiatan yang dipantau atau diatur dalam pelayanan. Pencapaian kualitas pelayanan keperawatan memerlukan supervisi keperawatan.

Supervisi keperawatan adalah suatu proses pemberian berbagai sumber yang dibutuhkan perawat untuk menyelesaikan tugas-tugas dalam mencapai tujuan organisasi (Nursalam, 2009) sedangkan Depkes (2000, dalam Nursalam, 2009), supervisi adalah kegiatan pengawasan dan pembinaan yang dilakukan secara berkesinambungan oleh supervisor mencakup masalah pelayanan keperawatan, masalah ketenagaan, dan peralatan agar pasien mendapat pelayanan yang bermutu setiap saat.

Tujuan dari supervisi keperawatan adalah pemenuhan dan peningkatan kepuasan pelayanan pada pasien dan keluarganya. Supervisi difokuskan pada kebutuhan, keterampilan, dan kemampuan perawat untuk melakukan tugasnya (Nursalam, 2009).


(46)

Kegiatan supervisi merupakan salah satu fungsi pokok yang harus dilaksanakan oleh manajer dari tingkatan yang rendah, menengah, dan atas. Manajer yang melakukan supervisi disebut sebagai supervisor. Sasaran supervisi adalah pekerjaan yang dilakukan bawahan yang melakukan pekerjaang. Di rumah sakit yang bertindak sebagai manajer keperawatan yang melakukan supervisi adalah kepala ruang, pengawas keperawatan, kepala seksi, kepala bidang, dan wakil direktur keperawatan (Nursalam, 2009).

Proses supervisi praktek keperawatan meliputi tiga elemen yaitu: standar keperawatan sebagai acuan, fakta pelaksanaan praktek keperawatan sebagai pembanding untuk menetapkan pembanding untuk menetapkan pencapaian atau kesenjangan, tindak lanjut dalam upaya memperbaiki dan mempertahankan kualitas asuhan. Area supervisi meliputi: pengetahuan dan pengertian tentang pasien dan diri sendiri, keterampilan yang dilakukan sesuai dengan standar, dan sikap serta penghargaan terhadap pekerjaan (Nursalam, 2009).

Nursalam (2009) menyatakan bahwa, tanggung jawab kepala ruang dalam fungsi pengawasan adalah sebagai berikut: (1) melalui komunikasi seperti mengawasi dan berkomunikasi langsung dengan ketua tim maupun pelaksana mengenai asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien; (2) melalui supervisi meliputi pengawasan langsung dilakukan dengan cara inspeksi, mengamati sendiri, atau laporan langsung secara lisan, dan memperbaiki/mengawasi kelemahan-kelemahan yang ada saat itu juga; pengawasan tidak langsung, yaitu memeriksa daftar hadir ketua tim, membaca dan memeriksa rencana keperawatan serta catatan yang dibuat selama proses keperawatan dilaksanakan (didokumentasikan), mendengar laporan ketua tim


(47)

tentang pelaksanaan tugas; evaluasi; mengevaluasi upaya pelaksanaan dan membandingkan dengan rencana keperawatan yang telah disusun bersama ketua tim; audit keperawatan.

3.4 Alat Ukur Fungsi Manajerial Keperawatan Kepala Ruangan

Alat ukur fungsi manajerial keperawatan kepala ruangan yang digunakan merupakan hasil pengembangan/modifikasi. Alat ukur fungsi manajerial kepala ruangan merupakan modifikasi dari beberapa sumber seperti dari Swansburg (2000), Nursalam (2009), pedoman uraian tugas tenaga perawatan di rumah sakit yang dikeluarkan oleh tim Depkes (1994), dan dari penelitian sebelumnya.


(48)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

1. Kerangka Penelitian

Kerangka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan fungsi manajerial kepala ruangan dengan tingkat kepatuhan perawat dalam penerapan pengendalian infeksi nosokomial dimana fungsi manajerial kepala ruangan terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, pengaturan staf,

pengendalian. Tingkat kepatuhan perawat dipengaruhi oleh faktor internal meliputi pengetahuan, sikap, kemampuan, dan motivasi; dan faktor eksternal meliputi karakteristik organisasi, karakteristik kelompok, karakteristik pekerjaan, karakteristik lingkungan, sesuai dengan tujuan penelitian, maka didapatkan skema sebagai berikut:

Variabel independen Variabel dependen

: Area yang diteliti

Skema 3.1 Kerangka Penelitian Hubungan Fungsi Manajerial Kepala Ruangan dengan Tingkat Kepatuhan Perawat dalam Penerapan

Pengendalian Infeksi Nosokomial Fungsi Manajerial

Kepala Ruang : Perencanaan Pengorganisasian Pengaturan Staf Kepemimpinan Pengendalian

Tingkat Kepatuhan Perawat dalam penerapan pengendalian infeksi nosokomial


(49)

2. Hipotesa Penelitian 2.1 Hipotesa Alternatif (Ha)

Adakah hubungan antara fungsi manajerial kepala ruangan dengan tingkat kepatuhan perawat dalam penerapan pengendalian infeksi nosokomial di RSUP H. Adam Malik Medan.


(50)

3. Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional Hubungan Fungsi Manajerial Kepala Ruangan dengan Tingkat Kepatuhan Perawat dalam Penerapan Pengendalian Infeksi Nosokomial

No. Variabel/ Sub Variabel Definisi Operasional

Cara Ukur Hasil Ukur

Skala 1. Variabel Dependen

Tingkat Kepatuhan Perawat dalam Penerapan Pengendalian Infeksi Nosokomial Persepsi perawat tentang perilakunya dalam melaksanakan prosedur/tindakan sesuai aturan/standar yang telah ditetapkan dalam pengendalian infeksi nosokomial di ruang rawat inap RSUP H. Adam Malik Medan

Menggunakan kuesioner yang terdiri dari 28 pernyataan dengan menggunakan skala likert (1-4) yaitu:

1= Sangat tidak setuju

2= Tidak setuju 3= Setuju

4= Sangat setuju

Patuh Kurang patuh

Ordinal

2. Variabel Independen Fungsi Manajerial Kepala Ruangan Persepsi perawat pelaksana tentang kegiatan kepala ruangan dalam pengelolaan ruang rawat inap di RSUP H. Adam Malik Medan yang meliputi fungsi perencanaan, fungsi pengorganisasian, fungsi pengaturan

staf, fungsi kepemimpinan, dan fungsi pengendalian yang berhubungan dengan penerapan pengendalian infeksi nosokomial Menggunakan kuesioner yang terdiri dari 20 pernyataan

dengan menggunakan skala likert (1-4) yaitu:

1= Sangat tidak setuju

2= Tidak setuju 3= Setuju

4= Sangat setuju

Baik Cukup Kurang


(51)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif korelasional cross-sectional. Deskriptif kolrelasional cross-sectional adalah desain yang digunakan untuk menentukan hubungan dua variabel yang mempunyai skala ordinal atau tata jenjang yang memungkinkan objek yang diteliti untuk diberi rangking atau jenjang (Arikunto, 2006). Jenis penelitian ini menekankan pada waktu pengukuran variabel independen dan variabel dependen hanya satu kali yang dinilai secara stimultan pada waktu yang sama (Nursalam, 2003). Desain penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan fungsi manajerial kepala ruangan dengan tingkat kepatuhan perawat dalam penerapan pengendalian infeksi nosokomial di ruang rawat inap di RSUP H. Adam Malik Medan.

2. Populasi Penelitian dan Sampel Penelitian 2.1 Populasi Penelitian

Populasi penelitian ini adalah populasi terjangkau. Populasi terjangkau adalah populasi yang memenuhi kriteria dalam penelitian dan dapat dijangkau peneliti (Nursalam, 2003). Populasi terjangkau penelitian ini yaitu seluruh perawat pelaksana yang bekerja di ruang instalasi rawat inap. Jumlah perawat pelaksana yang bekerja di instalasi rawat inap RSUP H. Adam Malik Medan adalah 194 orang (data bulan Oktober 2010).


(52)

2.2 Sampel Penelitian

Pengambilan sampel penelitian untuk perawat pelaksana menggunakan metode systematic random sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang diurutkan ke dalam daftar dan dipilih secara acak melalui daftar responden oleh peneliti. Pemilihan nomor sampel yang telah menjadi responden dilakukan dengan komputerisasi dengan cara memasukkan jumlah populasi tiap ruangan dan jumlah responden yang diteliti, maka hasil akan secara otomatis keluar dengan nomor sampel yang telah diacak.

Besarnya sampel dalam penelitian ini menurut rumus Slovin yang dikutip dari Nursalam (2003) adalah

N n =

1 + N (d)2

Keterangan :

n = Jumlah sampel N = Jumlah populasi

d = Tingkat ketepatan absolut yang diinginkan (d = 0,1) (Dikutip dari Bungin, 2008)

Populasi terjangkau perawat pelaksanan yang diperoleh di instalasi rawat inap Rindu A terdapat 84 perawat dan instalasi rawat inap Rindu B terdapat 114 perawat, maka besar sampel penelitian menggunakan rumus diatas adalah:

Setiap ruangan instalasi rawat inap rindu A dan rindu B diambil secara acak atau random dengan menggunakan rumus (Warsito, 2006):


(53)

nr = Np x nr2 Np2

Keterangan: nr = Jumlah sampel tiap ruangan nr2= Jumlah sampel seluruhnya Np = Jumlah populasi tiap ruangan Np2= Jumlah populasi seluruhnya

Besar sampel tiap ruangan dan hasil sampel yang telah diacak dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut :

Tabel 4.1 Besar Sampel Tiap Ruangan dan Hasil Random di Instalasi Ruang Rawat Inap Rindu A dan Rindu B

Instalasi Ruang Rawat Inap Jumlah Populasi Tiap Ruangan Jumlah Sampel Tiap Ruangan Random Rindu A A1 A2 Paru Bedah saraf A5 19 orang 17 orang 13 orang 20 orang 15 orang 6 orang 6 orang 4 orang 7 orang 5 orang

2, 4, 7, 8, 10, 1 1, 4, 10, 12, 13, 16 9, 11, 12, 13

1, 5, 9, 10, 13, 17, 18 4, 8, 9, 13, 14

Rindu B Obgin Bedah A

Anak & Perinatologi Bedah B

Kelas I & II

19 orang 23 orang 23 orang 23 orang 22 orang 7 orang 8 orang 8 orang 8 orang 8 orang

1, 2, 9, 11, 12, 15, 17 3, 4, 7, 11, 14, 15, 16, 18 3, 4, 7, 11, 14, 15, 16, 18 3, 4, 7, 11, 14, 15, 16, 18 4, 7, 8, 11, 17, 18, 19, 20 3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di RSUP H. Adam Malik Medan, dengan alasan bahwa rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit pendidikan dan memiliki perawat yang relatif banyak. Penelitian ini dilakukan di instalansi rawat inap Rindu A dan instalansi rawat inap Rindu B. Alasan peneliti mengambil lokasi tersebut karena karateristik pekerjaan, karakteristik perawat yang bekerja sebagai perawat pelaksana, banyak tindakan keperawatan yang dilakukan oleh


(54)

perawat pelaksana berhubungan dengan infeksi nosokomial, dan instalansi tersebut memiliki fungsi manajerial yang terstruktur yang berhubungan dengan kepala ruangan yang berkaitan dengan tingkat kepatuhan perawat. Waktu penelitian dilakukan pada 04 April 2011 sampai dengan 30 April 2011 dan lamanya penelitian adalah satu bulan.

4. Pertimbangan Etik Penelitian

Penelitian ini dilakukan setelah mendapat izin dari Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan Direktur RSUP H. Adam Malik Medan. Kemudian peneliti mendekati calon responden yang memenuhi kriteria, meminta kesediaan calon responden penelitian.

Prinsip etika dalam penelitian/pengumpulan data mengikuti tiga prinsip etik umum (Nursalam, 2003), yaitu (1) menghormati harkat dan martabat manusia (respect for persons) meliputi hak untuk ikut atau tidak menjadi responden, hak untuk mendapatkan jaminan dari perlakuan yang diberikan, informed consent dimana responden mendapatkan informasi secara lengkap tentang tujuan penelitian yang akan dilakukan; (2) bermanfaat (beneficence) dan tidak merugikan (nomale ficence) meliputi responden bebas dari penderitaan saat dilaksanakan penelitian, responden bebas dari eksploitasi, tekanan, dan responden diyakinkan bahwa partisipasinya dan informasi yang diberikan dalam penelitian ini tidak dipergunakan dalam hal-hal yang bias merugikan responden serta peneliti mempertimbangkan risiko yang akan terjadi pada responden; (3) keadilan (justitice) meliputi hak responden untuk diberlakukan secara adil baik sebelum,


(55)

selama dan sesudah keikutsertaan responden dalam penelitian, hak dijaga kerahasiaan responden dalam menyampaikan informasi kepada peneliti.

5. Instrumen Penelitian 5.1 Kuesioner Data Demografi

Kuesioner A merupakan data demografi responden yang terdiri dari inisial responden, usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, lama bekerja, status kepegawaian, status pernikahan, dan mengikuti pelatihan infeksi nosokomial.

5.2 Kuesioner Fungsi Manajerial Kepala Ruangan

Kuesioner B merupakan fungsi manajerial kepala ruangan yang terdiri dari 20 pernyataan dengan pilihan jawaban sangat tidak setuju (STS), tidak setuju (TS), setuju (S), sangat setuju (SS). Kuesioner terdiri dari pernyataan positif dan negatif. Bila pernyataan positif terdiri dari jawaban sangat setuju diberi nilai 4, setuju diberi nilai 3, tidak setuju diberi nilai 2, dan sangat tidak setuju diberi nilai 1. Pernyataan negatif jawaban sangat setuju diberi nilai 1, setuju diberi nilai 2, tidak setuju diberi nilai 3, dan sangat tidak setuju diberi nilai 4. Nilai tertinggi adalah nilai 80 dan nilai terendah adalah 20.

Skala ukur variabel yang digunakan dalam variabel ini adalah skala ordinal dimana hasil ukurnya menggunkan rumus statistik menurut Hidayat (2007) sebagai berikut:

P= Rentang kelas Banyak kelas

Dimana P merupakan panjang kelas dengan rentang kelas sebesar 60 (selisih nilai tertinggi dan nilai terendah) dan banyak kelas sebanyak 3 kelas (baik,


(56)

cukup, dan kurang), maka didapatkan panjang kelas sebesar 20. Interval hasil ukur dengan menggunakan rumus diatas sebagai berikut:

Baik : 61– 80 Cukup : 41– 60 Kurang : 20 – 40

Uraian pernyataan yang menyatakan fungsi manajerial kepala ruangan dalam kuesioner adalah:

Fungsi Perencanaan : 1, 6, 11, 16 Fungsi Pengorganisasian : 2, 7, 12, 17 Fungsi Pengaturan Staf : 3, 8, 13, 18 Fungsi Kepemimpinan : 4, 9, 14, 19 Fungsi Pengendalian : 5, 10, 15, 20

5.3 Kuesioner Tingkat Kepatuhan Perawat

Kuesioner C merupakan kepatuhan perawat dalam penerapan pengendalian infeksi nosokomial yang terdiri dari 28 pernyataan tertutup dengan pilihan jawaban sangat tidak setuju (STS), tidak setuju (TS), setuju (S), dan sangat setuju (SS). Setiap kategori pernyataan terdiri dari pernyataan positif dan pernyataan negatif. Penilaian dari pernyataan positif adalah sangat tidak setuju diberi nilai 1, tidak setuju diberi nilai 2, setuju diberi nilai 3, sangat setuju diberi nilai 4, dan sebaliknya pernyataan negatif yang menyatakan sangat tidak setuju diberi nilai 4, tidak setuju diberi nilai 3, setuju diberi nilai 2, sangat setuju diberi nilai 1.


(57)

Skala ukur variabel yang digunakan dalam variabel ini adalah skala ordinal dimana hasil ukurnya menggunkan rumus statistik menurut Hidayat (2007) sebagai berikut:

P= Rentang kelas Banyak kelas

Dimana P merupakan panjang kelas dengan rentang kelas sebesar 84 (selisih nilai tertinggi dan nilai terendah) dan banyak kelas sebanyak 2 kelas (patuh dan tidak patuh), maka didapatkan panjang kelas sebesar 42. Interval hasil ukur dengan menggunakan rumus diatas sebagai berikut:

Patuh : 71 – 112 Tidak patuh : 28 – 70

6. Pengukuran Validitas dan Reliabilitas 6.1 Uji Validitas

Uji validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau sahih mempunyai validitas tinggi, sebaliknya instrumen yang kurang valid berarti memiliki validitas yang rendah (Arikunto, 2006).

Alat ukur atau instrumen yang baik apabila memberikan hasil yang relatif sama bila digunakan beberapa kali pada kelompok yang sama. Sebuah instrumen dikatakan valid bila mampu mengukur data dari variabel yang teliti secara tepat.

Uji validitas dalam penelitian ini menggunakan uji validitas isi yang terlebih dahulu dikonsultasikan dengan pakar yang ahli pada bidangnya yaitu Achmad Fathi, S. Kep, Ns, MNS selaku dosen manajemen keperawatan di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Uji validitas kuesioner


(58)

penelitian ini dilakukan pada tanggal 13 Maret 2011 di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Setelah kuesioner dikoreksi atau divalidasi oleh ahlinya, maka peneliti memperbaiki instrumen penelitian sesuai dengan saran ahli (lampiran 2).

6.2 Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas menunjukkan bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data (Arikunto, 2006). Uji realibilitas ini akan dilakukan dengan 30 responden, dimana responden dalam uji reliabilitas tersebut memiliki karakteristik dan kriteria yang sama dengan responden penelitian. Uji reliabilitas yang dilakukan adalah uji reliabilitas internal yang diperoleh dengan cara menganalisis data dari satu kali hasil pengukuran. Variabel fungsi manajerial kepala ruangan dan tingkat kepatuhan perawat akan diuji dengan menggunakan rumus cronbach’s alpha dengan jumlah pernyataan fungsi manajerial kepala ruangan adalah 20 dengan hasil uji reliabilitas 0,911 dimana nilai alpha lebih besar dari 0,70 (Polit & Hungler, 1995). Instrumen fungsi manajerial kepala ruangan yang terdiri dari fungsi perencanaan, pengorganisasian, pengaturan staf, kepemimpinan, dan pengendalian dinyatakan reliabel. Hasil ini dapat dilihat di lampiran 4, sedangkan untuk pernyataan tingkat kepatuhan perawat dengan jumlah 28 pernyataan dengan hasil uji reliabilitas 0,820 dimana nilai alpha lebih besar dari 0,70. Instrumen kepatuhan perawat dinyatakan reliabel. Hasil ini dapat dilihat di lampiran 5. Uji reliabilitas instrumen ini akan dihitung dengan menggunakan komputerisasi.


(59)

7. Proses Pengumpulan Data

Adapun prosedur yang dilakukan dalam pengumpulan data, yaitu mengajukan permohonan izin kepada Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Kemudian mengajukan permohonan izin kepada direktur RSUP H. Adam Malik Medan, selanjutnya dilaksanakan penelitian.

Ketika melakukan pengumpulan data, kuesioner diberikan kepada responden yang merupakan kriteria yang sudah ditentukan, dan kuesioner diberikan kepada responden yang ada di setiap ruangan yang diteliti dengan bantuan kepala ruangan.

Pada saat pengumpulan data di RSUP H. Adam Malik Medan peneliti tidak membagikan kuesioner secara langsung kepada responden sesuai dengan yang telah direncanakan oleh peneliti tapi teknik pengumpulan data yang dilakukan peneliti dengan memberikan kuesioner kepada kepala ruangan sesuai dengan jumlah perawat pelaksana yang menjadi responden di ruangan. Alasan pengumpulan data dilakukan peneliti dengan cara seperti ini karena ketika peneliti langsung membagikan kuesioner ke perawat pelaksana, perawat pelaksana yang menjadi responden menyarankan agar peneliti memberikan kuesioner kepada kepala ruangan dengan alasan agar peneliti mudah untuk mengumpulkannya dan mengambilnya.

Pengumpulan kuesioner dari tiap kepala ruangan dilakukan tiga hari setelah kuesioner diberikan dan paling lama satu minggu. Setelah responden mengisi semua kuesioner maka seluruh data yang terkumpul dikelompokkan kembali oleh peneliti untuk mengidentifikasi hubungan fungsi manajerial kepala ruangan dengan tingkat kepatuhan perawat dalam penerapan pengendalian infeksi


(60)

nosokomial. Setelah data semua terkumpul dengan jelas baru peneliti melakukan pengolahan/analisa data (Hidayat, 2007).

8. Pengolahan Data dan Analisa Data 8.1 Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan untuk memperoleh data atau data ringkasan berdasarkan suatu kelompok data mentah dengan menggunakan rumus tertentu sehingga menghasilkan informasi yang diperlukan. Kegiatan ini dilakukan dengan tahapan (Setiadi, 2007) yaitu:

a. Editing

Memeriksa data dilakukan setelah semua data terkumpul. Langkah pertama adalah memeriksa kembali semua kuesioner tersebut satu persatu, hal ini dilakukan dengan maksud untuk mengecek apakah setiap kuesioner telah diisi sesuai dengan petujuk sebelumnya.

b. Koding Data

Adalah mengklasifikasikan jawaban-jawaban dari para responden kedalam kategori. Biasanya klasifikasi dilakukan dengan cara memberi tanda/kode berbentuk angka pada masing-masing jawaban. Hal ini dilakukan untuk memudahkan pada waktu pengolahan data.

c. Sorting

Adalah mensortir dengan memilih atau mengelompokkan data menurut jenis yang dikehendaki (klasifikasi data)


(61)

d. Entry Data

Adalah jawaban-jawaban yang sudah diberi kode ketegori kemudian dimasukkan dalam program komputer.

e. Cleaning Data

Adalah Pembersihan data, lihat variabel apakah data sudah benar atau belum

f. Mengeluarkan Informasi

Disesuaikan dengan tujuan penelitian yang dilakukan

8.2 Analisa Data

Uji statistik yang digunakan dalam menganalisis variabel fungsi manajerial kepala ruangan dengan tingkat kepatuhan perawat dalam penerapan pengendalian infeksi nosokomial sebagai berikut:

a. Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk mendeskripsikan seluruh variabel independen maupun dependen yang dinyatakan dengan sebaran frekuensi.

b. Analisis Bivariat

Analisis bivariat merupakan uji statistik yang menganalisis perbedaan atau hubungan antara dua variabel. Uji statistik ini menguji ada/tidaknya perbedaan atau hubungan antara variabel fungsi manajerial kepala ruangan dengan tingkat kepatuhan perawat dalam penerapan pengendalian infeksi nosokomial dengan menggunakan uji korelasi spearmen yang digunakan untuk menentukan hubungan dua variabel yang mempunyai skala ordinal atau tata jenjang yang memungkinkan objek yang diteliti untuk diberi rangking atau jenjang sehingga dapat diketahui


(62)

variabel independen yang bermakna berhubungan yang kemudian dibandingkan dengan α=0,05. Apabila nilai p lebih kecil dari α=0,05 maka ada hubungan/perbedaan antara dua variabel (Arikunto, 2006).


(63)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini akan menguraikan hasil penelitian dan pembahasan mengenai fungsi manajerial kepala ruangan dengan tingkat kepatuhan perawat dalam penerapan pengendalian infeksi nosokomial di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 04 April 2011 sampai dengan 30 April 2011 dengan jumlah responden sebanyak 67 orang perawat pelaksana di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan di ruang rawat inap Rindu A sebanyak 27 orang dan di ruang rawat inap Rindu B sebanyak 40 orang. Hasil penelitian ini akan menguraikan karakteristik responden, fungsi perencanaan sampai dengan fungsi pengendalian kepala ruangan dalam penerapan pengendalian infeksi nosokomial, tingkat kepatuhan perawat dalam penerapan pengendalian infeksi nosokomial, serta mencari hubungan fungsi manajerial kepala ruangan dengan tingkat kepatuhan perawat dalam penerapan pengendalian infeksi nosokomial di RSUP H. Adam Malik Medan.

1. Hasil Penelitian 1.1 Analisis Univariat

1.1.1 Deskripsi Karakteristik Responden

Tabel 5.1. Distribusi frekuensi responden berdasarkan data demografi di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

No. Karakteristik Responden F %

1. Usia

a. 22 – 40 tahun b. 41 – 60 tahun

51 16

76,1 23,9


(64)

2. Jenis Kelamin a. Laki-laki b. Perempuan 5 62 7,5 92,5 3. Tingkat Pendidikan

a. Akper b. Sarjana 46 21 68,7 31,3 4. Lama Bekerja

a. 0 – 1 tahun b. 1 – 4 tahun c. > 5 tahun

2 10 55 3,0 14,9 82,1 5. Status Kepegawaian

a. PNS b. Non PNS

64 3

95,5 4,5 6. Status Pernikahan

a. Menikah

b. Belum Menikah

62 5

92,5 7,5 7. Pelatihan Infeksi Nosokomial

a. Tidak Pernah b. Pernah

42 25

62,7 37,3 Hasil penelitian yang telah diperoleh dari data karakteristik responden berdasarkan usia responden diperoleh 76,1% (n= 51) dengan rentang usia 22 – 40. Mayoritas responden adalah perempuan dengan persentase 92,5% (n=62) dengan tingkat pendidikan responden yaitu Diploma III Keperawatan (Akper) yaitu sebesar 68,7% (n=46). Lama bekerja responden yang diperoleh lebih dari 5 tahun yaitu 82,1% (n=55). Status kepegawaian responden yang diperoleh dalam penelitian ini lebih banyak pegawai negri sipil (PNS) yaitu sebesar 95,5% (n=64). Status pernikahan responden yang diperoleh dalam penelitian ini rata-rata telah menikah dengan prosentase sebesar 92,5% (n=62).

Penelitian ini juga memperoleh data bahwa sebagian perawat pelaksana yang menjadi responden belum pernah mengikuti pelatihan infeksi nosokomial yaitu 62,7% (n=42).


(1)

Frequencies

[DataSet5] C:\Documents and Settings\User\Desktop\Skripsi_for my

destiny\SPSS-New\Analisis Data New.sav

Statistics

Pengendalian

Klasifikasi Pengendalian

N Valid 67 67

Missing 0 0

Mean 12.5373 1.5522

Median 12.0000 2.0000

Std. Deviation 1.60801 .53040

Skewness -.577 .100

Std. Error of Skewness .293 .293

Kurtosis .320 -1.321

Std. Error of Kurtosis .578 .578

Frequency Table

Pengendalian

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 8.00 1 1.5 1.5 1.5

9.00 3 4.5 4.5 6.0

10.00 4 6.0 6.0 11.9

11.00 2 3.0 3.0 14.9

12.00 26 38.8 38.8 53.7

13.00 10 14.9 14.9 68.7

14.00 14 20.9 20.9 89.6

15.00 7 10.4 10.4 100.0

Total 67 100.0 100.0

Klasifikasi Pengendalian

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Baik 31 46.3 46.3 46.3

Cukup 35 52.2 52.2 98.5

Kurang 1 1.5 1.5 100.0


(2)

Lampiran 7

NONPAR CORR /VARIABLES=TotalManajerial & Kepatuhan /PRINT=SPEARMAN

TWOTAIL NOSIG /MISSING=PAIRWISE

Nonparametric Correlations F. Manajerial & Kepatuhan Perawat

[DataSet2] C:\Documents and Settings\User\Desktop\Skripsi_for my

destiny\SPSS-New\Analisis Data New.sav

Correlations

Skor total

f.manajerial Kepatuhan Spearman's rho Skor total f.manajerial Correlation Coefficient 1.000 .298*

Sig. (2-tailed) . .014

N 67 67

Kepatuhan Correlation Coefficient .298* 1.000 Sig. (2-tailed) .014 .

N 67 67


(3)

Lampiran 10

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama

: Tirolyn Panjaitan

Tempat Tanggal Lahir

: Laguboti, 04 Oktober 1989

Jenis Kelamin

: Perempuan

Agama

: Kristen Protestan

Alamat

: Jl. Sei Silau No. 40, Medan

Riwayat Pendidikan

:

1.

1995-2001 : SD Negeri No. 060882 Medan

2.

2001-2004 : SMP Negeri 10 Medan

3.

2004-2007 : SMA Swasta Cahaya Medan

4.

2007-2012 : Fakultas Keperawatan USU


(4)

(5)

(6)