F. Keaslian Penulisan
Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan di Perpustakaan Universitas Sumatera Utara dan Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara diketahui bahwa
penulisan skripsi dengan judul “Hak Waris Anak Masyarakat Tionghoa yang Pindah ke
Agama Islam” belum pernah ditulis sebelumnya. Judul terkait Hak Waris Tionghoa adalah :
Elmas Dwi Ainsyiyah Tanjung, dengan NIM 080200336 menuliskan skripsi yang berjudul “Pelaksanaan Pembagian Warisan Pada Masyarakat Tionghoa Studi di Kota Binjai”.
Adapun permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah : 1.
Siapa saja ahli waris pada masyarakat Tionghoa dikota Binjai ? 2.
Bagaimana pelaksanaan pembagian harta warisan pada masyarakat Tionghoa dikota Binjai ?
3. Bagaimana cara penyelesaian sengketa pewarisan pada masyarakat Tionghoa dikota
Binjai ? Dengan demikian, berdasarkan perumusan masalah serta tujuan yang hendak dicapai dari
penulisan skripsi ini, maka dapat dikatakan bahwa skripsi ini merupakan hasil karya yang asli dan bukan merupakan hasil jiplakan dari skripsi orang lain. Skripsi ini dibuat berdasarkan
hasil pemikiran sendiri, referensi dari buku-buku, undang-undang, makalah-makalah, serta media elektronik yaitu internet dan juga mendapat bantuan dari berbagai pihak. Berdasarkan
asas-asas keilmuan yang rasional, jujur, dan terbuka, maka penelitian dan penulisan skripsi
ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah.
G. Sistematika Penulisan
Dalam menghasilkan karya ilmiah yang baik, maka pembahasannya harus diuraikan secara sistematik. Penulisan sistematik ini dibagi beberapa bagian yang disebut dengan bab
yang mana masing-masing bab diuraikan permasalahannya secara tersendiri, namun masih
dalam konteks yang saling berkaitan antara yang satu dengan yang lainnya. Secara sistematis materi pembahasan keseluruhannya ditempatkan ke dalam lima 5 bab yang terperinci
sebagai berikut : Bab I berisi pendahuluan, yang menguraikan gambaran hal-hal yang bersifat umum, yang
dimulai dengan latar belakang kemudian dilanjutkan dengan permasalahan dan tujuan dan manfaat penelitian, keaslian penulisan dan metode penulisan. Bab ini ini ditutup dengan
memberikan sistematika dari penulisan skripsi. Bab II mengenai tinjauan umum tentang hukum waris. Pada bab ini sesuai dengan judul
yang dikemukakan, maka bab ini akan menguraikan pengertian hukum waris, serta ketentuan-ketentuan hukum waris di Indonesia menurut hukum adat, menurut hukum Islam
dan menurut KUHPerdata. Bab III menguraikan penjelasan tentang pembagian warisan menurut Kompilasi Hukum
Islam, membahas mengenai unsur-unsur kewarisan seperti pewaris, ahli waris, dan harta
warisan, dalam bab ini juga membahas penyelesaian sengketa warisan.
Bab IV menguraikan tentang hak waris anak masyarakat Tionghoa yang pindah ke agama Islam, serta penyelesaian sengketa warisan pada anak masyarakat Tionghoa yang
pindah ke agama Islam.
Bab V berisi kesimpulan dari berbagai hal penting yang dibahas pada bab-bab sebelumnya, serta menyampaikan saran sebagai wujud rekomendasi dari skripsi berdasarkan
analisis yang dilakukan.
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM WARIS
A. Pengertian Hukum Waris
Berbicara tentang warisan, di Indonesia terdapat tiga hukum waris yaitu menurut Hukum Adat, menurut Kompilasi Hukum Islam, dan menurut KUHPerdata
BW. Ketiganya mempunyai ciri dan peraturan yang berbeda-beda, berikut uraiannya:
1 Hukum waris adat
Istilah waris di dalam kelengkapan istilah hukum waris adat diambil alih dari bahasa Arab yang telah menjadi bahasa Indonesia. Hukum waris adat tidak semata-
mata hanya akan menguraikan tentang waris dalam hubungannya dengan ahli waris, tetapi lebih luas dari itu.
19
Hukum waris adat adalah hukum adat yang memuat garis-garis ketentuan tentang sistem dan asas-asas hukum waris, tentang harta warisan itu dialihkan penguasaan
dan pemilikkannya dari pewaris kepada ahli waris. Hukum waris adat sesungguhnya adalah hukum penerusan harta kekayaan dari suatu generasi kepada keturunannya.
20
Berikut beberapa pengertian hukum waris adat menurut para ahli :
19
Hilman Hadikusuma, Hukum Waris Adat, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003, h. 7
20
Ibid.
Menurut Ter Haar : “Hukum waris adat adalah aturan-aturan hukum yang mengenai cara bagaimana dari abad
ke abad penerusan dan peralihan dari harta kekayaan yang berwujud dan tidak berwujud dari generasi pada generasi”
21
Menurut Soepomo : “Hukum adat waris memuat peraturan-peraturan yang mengatur proses meneruskan serta
mengoperkan barang-barang harta benda dan barang-barang yang tidak berwujud benda dari suatu angkatan manusia kepada turunannya”
22
Dengan demikian, hukum waris itu memuat ketentuan-ketentuan yang mengatur cara penerusan dan peralihan harta kekayaan berwujud atau tidak
berwujud dari pewaris kepada para ahli warisnya. Menurut Wirjono :
“Pengertian warisan ialah, bahwa warisan itu adalah soal apakah dan bagaimanakah pelbagai hak-hak dan kewajiban-kewajiban tentang kekayaan seseorang pada waktu ia
meninggal dunia akan beralih kepada orang lain yang masih hidup”
23
Jadi warisan menurut Wirjono adalah cara penyelesaian hubungan hukum dalam masyarakat yang melahirkan sedikit banyak kesulitan sebagai akibat dari
wafatnya seorang manusia, di mana manusia yang wafat itu meninggalkan harta
21
Soerojo Wignojodipoero, Pengantar dan Asas-Asas Hukum Adat, Jakarta : Haji Masagung, 1988, h. 161
22
Soejono Soekanto, Hukum Adat Indonesia, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2012, h. 259
23
Hilman Hadikusuma, Op. Cit. h. 8
kekayaan. Istilah warisan diartikan sebagai cara penyelesaian bukan diartikan bendanya. Kemudian cara penyelesaian itu sebagai akibat dari kematian seseorang.
24
Hal yang penting dalam masalah warisan ini adalah bahwa pengertian warisan itu memperlihatkan adanya tiga unsur yang masing-masing merupakan unsur yang esensial
mutlak, yakni: 1
Seorang peninggal warisan yang pada saat wafatnya meninggalkan harta kekayaan. 2
Seorang atau beberapa orang ahli waris yang berhak menerima kekayaan yang ditinggalkan ini.
3 Harta warisan atau harta peninggalan, yaitu kekayaan “in concreto” yang ditinggalkan
dan sekali beralih kepada para ahli waris itu.
25
Hukum waris adat itu mempunyai corak dan sifat-sifat tersendiri yang khas Indonesia, yang berbeda dari hukum Islam maupun hukum barat. Sebab
perbedaannya terletak dari latar belakang alam pikiran bangsa Indonesia yang berfalsafah Pancasila dengan masyarakat yang Bhineka Tunggal Ika. Latar
belakang itu pada dasarnya adalah kehidupan bersama yang bersifat tolong menolong guna mewujudkan kerukunan, keselarasan dan kedamaian di dalam
hidup.
26
2. Hukum waris menurut KHI
Berdasarkan ketentuan Kompilasi Hukum Islam KHI buku II tentang hukum kewarisan Pasal 171 butir a, yang dimaksud dengan:
24
Oemarsalim,Dasar-Dasar Hukum Waris Di Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta,2012.h. 50
25
Prodjojo Hamidjojo, Hukum Waris Indonesia, Jakarta : Stensil, 2000. h. 37
26
Ibid. h. 51
“Hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan tirkah pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi
ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing.” Dari pengertian di atas, maka hukum waris menurut KHI mencakup ketentuan-
ketentuan sebagai berikut: 1.
Ketentuan yang mengatur siapa pewaris 2.
Ketentuan yang mengatur siapa ahli waris 3.
Ketentuan yang mengatur tentang harta peninggalan 4.
Ketentuan yang mengatur tentang akibat peralihan harta peninggalan dari pewaris kepada ahli waris
5. Ketentuan yang mengatur tentang bagian masing-masing ahli waris
Dari definisi ini juga tampak unsur-unsur pewarisan, yaitu; pewaris, ahli waris dan harta warisan atau tirkah yang akan dibahas lebih mendalam pada pembahasan
berikutnya. 3.
Hukum waris menurut KUHPerdata Dalam KUHPerdata hukum waris diatur pada buku II, jumlah Pasal yang
mengatur hukum waris sebanyak 300 pasal, yang dimulai dari Pasal 830 KUHPerdata sampai dengan Pasal 1130 KUHPerdata.
Dalam KUHPerdata tidak ditemukan pengertian hukum waris, tetapi yang ada hanya konsep-konsep tentang pewarisan, orang yang berhak dan tidak berhak
menerima warisan.
27
Jadi jelaslah bahwa kematian seseorang tersebut merupakan syarat utama dari terjadinya pewarisan dalam KUHPerdata. Dengan meninggalnya seseorang
tersebut maka seluruh harta kekayaannya beralih kepada ahli waris. Pada asasnya dalam konsep KUHPerdata, yang dapat diwariskan hanya hak-hak dan kewajiban
di bidang hukum kekayaan saja. Terjadinya pewarisan warisan terbuka dapat dilihat dari
Pasal 830 BW yang menyatakan bahwa pewarisan hanya terjadi karena kematian.
28
B. Ketentuan Hukum Waris di Indonesia