Kekuasaan Dewan Perwakilan Rakyat dalam Penggunaan Hak Angket

Keuangan BPK. Di samping itu, DPR juga menjadi lembaga yang paling menentukan dalam proses pengisian lembaga non-state lainnya auxiliary bodies seperti Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Komisi Pemilihan Umum. Catatan ini akan bertambah dengan adanya keharusan untuk meminta pertimbangan DPR dalam pengisian jabatan Panglima TNI, Kepala Kepolisian Negara RI Kapolri. 98

B. Kekuasaan Dewan Perwakilan Rakyat dalam Penggunaan Hak Angket

Menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik 1945 Pasca Amandemen beserta Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia Dalam penjelasan mekanisme atau tata cara penggunaan hak angket sebagai bagian dari fungsi pengawasan DPR terhadap jalannya pemerintahan, dimulai dengan adanya usulan untuk mengadakan penyelidikan mengenai suatu hal atau permasalahan, yang dapat diajukan oleh sekurang-kurangnya 25 dua puluh lima orang anggota DPR. Usulan tersebut disampaikan secara tertulis kepada pimpinana DPR yang disertai dengan daftar nama dan tanda tangan pengusul serta nama fraksinya, dan dinyatakan dalam suatu perumusan secara jelas tentang hal yang diselidiki yang disertai dengan penjelasan dan rancangan biaya. Kemudian di dalam rapat paripurna, setelah usul pengadaan angket diterima oleh pimpinan DPR, Ketua rapat memberitahukan kepada anggota DPR tentang 98 Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia. Ed.1-2, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006, h. 172. masuknya usul untuk mengadakan angket, yang kemudian usulan-usulan tersebut beserta penjelasan dan rancangan biayanya diberikan kepaada anggota. Selanjutnya pada rapat Badan Musyawarah DPR, membahas penentuan waktu pembicaraan dalam Rapat Paripurna. Selama usulan untuk mengadakan angket belum disetujui oleh Rapat Paripurna, maka pengusul berhak mengajukan perubahan atau menariknya kembali. Apabila jumlah tanda tangan usul untuk mengadakan angket yang belum dibicarakan dalan Rapat Paripurna ternyata menjadi kurang dari jumlah sebagaimana dimaksud pasal 166 ayat 1 tersebut, maka harus diadakan penambahan penandatanganan sehingga jumlahnya mencukupi, apabila sampai dua kali masa persidangan jumlah penanda tanganan tidak terpenuhi, maka usul menjadi gugur. Apabila nantinya Rapat Paripurna menyetujui pengadaan angket maka dibentuk Panitia Khusus dan keputusan DPR untuk mengadakan angket. Terhadap hasil Keputusan DPR ini, Panitia Khusus selanjutnya memberikan laporan tertulis secara berkala sekurang-kurangnya sekali sebulan kepada Pimpinan DPR, kemudian laporan tersebut dibagikan kepada seluruh anggota, dan atas usul sekurang-kurangnya 25 orang anggota tersebut, untuk selanjutnya dibuat laporan berkala yang nantinya menjadi bahan pembicaraan dan pembahasan dalam Rapat Paripurna, kecuali apabila nantinya Badan Musyawarah akan menentukan lain. 99 99 Sebastian Salang dkk, Panduan Kinerja DPRDPRD Menghindari Jeratan Hukum Bagi Anggota Dewan , Jakarta: Forum Sahabat, 2009, h. 174. Setelah Panitia Khusus menyelesaikan pekerjaannya, Panitia Khusus akan memberikan laporan tertulis kepada pimpinan DPR, kemudian laporan tersebut dibagikan kepada seluruh anggota. Terhadap pengambilan keputusan tentang laporan Panitia Khusus tersebut akan didahului dengan laporan hasil Panitia Khusus dan pendapat akhir Fraksi-Fraksi yang berada di DPR, yang kemudian keputusan yang diambil tersebut kemudian akan disampaikan kepada Presiden. Apabila dilihat dari Pembahasan yang berkenaan dengan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 Tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD beserta Peraturan Tata Tertib DPR RI Nomor.01DPRRI2009 Tentang Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat, maka dapat dilihat penggunaan hak angket pada masa sebelum UUD 1945 di amandemen memiliki peluang yang lebih besar untuk dapat memberhentikan Presiden di masa jabatannya, apabila Pemerintah yang dalam hal ini Presiden dianggap telah melanggar Undang-Undang atau terlibat kejahatan. Apabila Presiden terbukti melakukan pelanggaran Hukum yang menciderai Undang-Undang, maka DPR dapat langsung melakukan pengajuan memorandum 1 dan memorandum 2 kepada Presiden, untuk selanjutnya DPR dapat mengajukan kepada MPR untuk mengadakan Sidang Istimewa. . 100 100 Untung Wahyono, Peran Politik Poros Tengah dalam Kancah Pepolitikan Indonesia, Jakarta: Pustaka Tarbiatuna , 2003, h. 192. Di dalam Sidang Istimewa inilah kedudukan jabatan Presiden ditentukan, apakah akan terjadi pemakzulan atau tidak terjadi sama sekali, tergantung dari putusan di dalam Sidang Istimewa MPR Hal ini pernah terjadi pada masa Pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid terkait dengan kasus Buloggate 1 dan Buloggate 2 serta kasus Brunneigate, karena kasus tersebut timbullah hak angket untuk menyelidiki kasus tersebut. Hal tersebut memicu kemarahan Presiden dengan mengeluarkan Dekrit untuk membubarkan DPR. Sehingga terjadi sidang istimewa kelanjutan dari hak angket DPR yang memutuskan di dalam Sidang Istimewa tersebut dengan keputusan pemberhentian Presiden Republik Indonesia karena terbukti telah melanggar Undang-Undang. 101 Terhadap penggunaan Hak Angket pada masa setelah Undang-Undang Dasar 1945 di amandemen justru memiliki peluang yang lebih kecil bagi DPR untuk dapat memberhentikan Presiden di masa jabatannya, karena sesuai ketentuan Konstitusi Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, prosedur pemberhentian Presiden harus melalui berbagai mekanisme, yaitu atas pengajuan DPR kepada Mahkamah Konstitusi tentang berbagai macam alasan pelanggaran yang telah dibuat oleh Presiden untuk dinyatakan telah melanggar atau tidak melanggar Undang-Undang Dasar Negara Repulik Indonesia Tahun 1945. 101 A.R. Loebis, Belantara Kebangsaan, cet.I, Yogyakarta: Jendela Yogyakarta, 2001, h. 112. Mahkamah Konstitusi kemudian dengan melalui surat Putusannya kepada DPR tentang dinyatakan telah atau tidaknya Presiden telah melanggar Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, untuk kemudian apabila dinyatakan telah melanggar maka DPR dapat mengajukan Sidang Istimewa kepada MPR berdasarkan surat Keputusan Mahkamah Konstitusi dan untuk selanjutnya di limpahkan melalui Sidang Istimewa MPR baru dinyatakan bahwa Presiden berhenti atau tidak berhenti dari jabatannya sebagai Presiden Republik Indonesia. Contoh mengenai penggunaan hak angket pada masa sekarang ini tercermin dalam kasus Bank Century dan dalam kasus bahan bakar minyak tahun 2008. Namun ada yang menarik dalam penggunaan hak angket, selain dimana persetujuan penggunaan hak angket ini sebagai puncak dari kekecewaan DPR atas beberapa kali pemanggilan terhadap Presiden untuk dimintai keterangannya interpelasi tetapi semua pemanggilan diwakilkan kepada para menterinya dalam pemberian keterangan di DPR. 102 Berdasarkan kesepakatan dalam Sidang Paripurna dalam penggunaan hak angket ini bukan ditujukan untuk memanggil Presiden ataupun sampai bermaksud berupaya untuk memberhentikan Presiden, namun justru adalah upaya DPR untuk membantu Pemerintah dalam hal ini Presiden untuk membuka transparan secara jelas dan obyektif atas dugaan kegiatan mafia minyak yang selama ini berlangsung sangat tertutup, sebagai salah satu indikator yang menyebabkan keterpurukan 102 Arif Rahman, “Tinjaun Yuridis Penggunaan Hak Angket Dalam Kasus Bank Century,” h. 43. ekonomi dan juga dalam kasus Bank Century yang telah merugikan negara hingga trilyunan.

C. Permasalahan Dalam Penggunaan Hak Angket Sesudah Amandemen

Dokumen yang terkait

Kewenangan Pengujian Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia

1 58 132

Penerapan Sistem Pemerintahan Presidensial Di Negara Republik Indonesia Setelah Amandemen Undang-Undang Dasar 1945.

7 119 93

PENGARUH AMANDEMEN UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN PENGARUH AMANDEMEN UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 TERHADAP PERUBAHAN KONFIGURASI KEKUASAAN KEHAKIMAN.

0 2 10

PENULISAN HUKUM / SKRIPSIPENGUATAN KEWENANGAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK PENGUATAN KEWENANGAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA DALAM PROSES LEGISLASI MENURUT UNDANG - UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945.

0 2 12

PENDAHULUAN PENGUATAN KEWENANGAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA DALAM PROSES LEGISLASI MENURUT UNDANG - UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945.

0 4 20

PENUTUP PENGUATAN KEWENANGAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA DALAM PROSES LEGISLASI MENURUT UNDANG - UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945.

0 2 8

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Dalam Perspektif Teori Positivisme Hans Kelsen.

0 1 16

PERANAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DALAM MENJALANKAN KEKUASAANNYA MEMBENTUK UNDANG-UNDANG BERSAMA PRESIDEN PASCA PERUBAHAN uNDANG UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945.

0 0 9

Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

0 0 19

PENERAPAN HAK ANGKET DEWAN PERWAKILAN RAKYAT PASCAAMANDEMEN UNDANG-UNDANG DASAR REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

0 2 10