terhadap hasil histopatologi hati. Apabila dari hasil histopatologi hati mengarah pada atresia bilier atau hasil yang diperoleh masih belum bisa untuk
menyingkirkan atresia bilier, maka diperlukan tindakan laparatomi eksplorasi. Pada saat dilakukan laparatomi, pemeriksaan langsung terhadap keadaan kandung
empedu dan sistem bilier sangat diperlukan untuk melihat adanya obstruksi pada sistem bilier Oswari, 2007; Bisanto, 2011.
Kolestasis yang disebabkan oleh atresis bilier, kandung empedunya terlihat kecil dan fibrotik diikuti fibrosis difus sistem bilier ekstrahepatik. Kolangiografi
dilakukan untuk menentukan patensi sistem bilier, sebuah jarum atau kateter diinsersikan ke kandung empedu, kemudian disuntikan zat kontras sambil diamati
dengan fluoroskopi untuk menentukan luasnya obstruksi dan variasi anatominya. Variasi anatomi yang umum dipakai adalah menurut Japanese Society Of
Pediatric Surgeon, yang membagi keadaan ini menjadi 3 tipe. Tipe 1 atresia meliputi terutama duktus biliaris komunis, tipe 2 atresia bilier naik sampai
keduktus hepatikus komunis dan tipe 3 atresia bilier mengenai seluruh sistem bilier ekstrahepatik Oswari, 2007.
2.1.8 Penatalaksanaan
Secara garis besar tata laksana pasien dengan kolestasis terbagi menjadi dua bagian, yaitu:
2.1.8.1 Penatalaksanaan kausal
Terapi spesifik kolestasis sangat tergantung dari penyebabnya. Kolestasis ekstrahepatik yang disebabkan oleh atresia bilier, tindakan operasi Kasai dan
transpalantasi hati merupakan cara yang efektif untuk tata laksananya. Tindakan
operasi Kasai efektif bila dikerjakan pada umur 6 minggu dengan angka keberhasilan mencapai 80-90, apabila dilakukan pada umur 10-12 minggu
angka keberhasilannya hanya sepertiga saja. Tata laksana kolestasis intrahepatik dengan medikamentosa sesuai dengan penyebab merupakan tata laksana yang
tepat Benchimol, 2009; Putra dan Karyana, 2010; Bisanto, 2011.
2.1.8.2 Penatalaksanaan suportif
Tata laksana suportif kolestasis bertujuan untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan seoptimal mungkin. Tata laksana suportif meliputi: Oswari, 2007;
Putra dan Karyana, 2010, Bisanto, 2011. A.
Medikamentosa Pemberian medikamentosa pada kolestasis bertujuan untuk meningkatkan
aliran empedu. Medikamentosa yang biasanya diberikan antara lain: a.
Asam ursodeoksikolat Obat ini umumnya digunakan sebagai agen pilihan pertama pada pruritus
yang disebabkan kolestasis. Disamping itupula obat ini berfungsi sebagai hepatoprotektor. Dosis yang diberikan adalah: 10
–20 mgkgBBHari. b.
Kolestramin Obat ini dapat digunakan untuk menghilangkan gatal-gatal dan
menghalangi sirkulasi enterohepatik. Dosis: 0,25-0,5 gkgbbhari. B.
Nutrisi Kekurangan energi protein KEP sering terjadi sebagai akibat dari kolestasis.
Penurunan eksresi asam empedu menyebabkan gangguan pada lipolisis intraluminal, solubilisasi dan absorbsi trigliserid rantai panjang. Bayi dengan
kolestasis membutuhkan asupan kalori yang lebih tinggi dibanding bayi normal untuk mengejar pertumbuhan. Untuk menjaga tumbuh kembang bayi seoptimal
mungkin dengan terapi nutrisi, digunakan formula khusus dengan jumlah kalori 120-150 dari kebutuhan normal serta vitamin, mineral dan trace element:
a. Kebutuhan kalori umumnya dapat mencapai 130-150 kebutuhan bayi
normal sesuai dengan berat badan ideal. Kebutuhan protein 2-3 grkgbbhari.
b. Vitamin yang larut dalam lemak: vitamin A 5000-25000 IUhari, vitamin
D Calcitriol 0,05-0,2 ugkgbbhari, vitamin E 25-50 IUkgbbhari, dan vitamin K 2-5 mg IM selama 3 hari berturut-turut apabila pasien dengan
pemanjangan faal hemostasis, pasien tanpa pemanjangan faal hemostasis berikan vitamin K 2-5 mg IM setiap 2-3 minggu.
C. Dukungan psikologis dan edukasi keluarga terutama penderita dengan
kelainan hati yang progresif yang memerlukan transplantasi hati Oswari, 2007; Putra dan Karyana, 2010; Bisanto, 2011.
2.1.9 Prognosis