Prevalensi Infeksi Saluran Kemih Pada Wanita Yang Menderita Diabetes Melitus Tipe II Yang Dirawat Inap Dan Dirawat Jalan Di Subbagian Endokrinologi, Bagian Penyakit Dalam Di RSUP H.Adam Malik Pada Tahun 2009

(1)

Prevalensi Infeksi Saluran Kemih Pada Wanita Yang Menderita

Diabetes Melitus Tipe II Yang Dirawat Inap Dan Dirawat Jalan

Di Subbagian Endokrinologi, Bagian Penyakit Dalam Di RSUP

H.Adam Malik Pada Tahun 2009.

Oleh:

KUGAN KANDASAMY

070100281

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(2)

Prevalensi Infeksi Saluran Kemih Pada Wanita Yang Menderita

Diabetes Melitus Tipe II Yang Dirawat Inap Dan Dirawat Jalan

Di Subbagian Endokrinologi, Bagian Penyakit Dalam Di RSUP

H.Adam Malik Pada Tahun 2009.

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh:

KUGAN KANDASAMY

070100281

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(3)

ABSTRAK

Diabetes mellitus adalah suatu penyakit dengan peningkatan kadar gula darah yang dapat menyebabkan beberapa kelainan didalam sistem pertahanan tubuh yang memungkinkan peningkatan risiko tinggi terkena infeksi saluran kemih. Dari berbagai penelitian epidemiologis di Indonesia didapatkan prevalensi DM sebesar 1,5 – 2,3 % pada penduduk usia lebih dari 15 tahun.

Desain penelitian ini adalah penelitian deskriptif cross sectional retrospektif. Subjek penelitian ini adalah sebanyak 197 orang pasien wanita Diabetes Mellitus Tipe II yang rawat inap dan rawat jalan di subbagian Endokrinologi Penyakit Dalam, RSUP H. Adam Malik, Medan pada tahun 2009 dari bulan januari hingga desember. Semua data pasien diambil dari data sekunder, yaitu rekam medis. Pada penelitian ini, ISK ditegakkan dengan melihat jumlah leukosit pada sedimen urin (›5 lpb).

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi infeksi saluran kemih pada wanita yang menderita Diabetes Mellitus tipe II yang dirawat inap dan dirawat jalan di Subbagian Endokrinologi, Bagian Penyakit Dalam di RSUP H.Adam Malik pada tahun 2009.

Dari penelitian ini diperolehi bahwa pasien wanita Diabetes Mellitus Tipe II yang menderita ISK yang dirawat inap dan dirawat jalan di sub bagian Endokrinologi Penyakit Dalam, RSUP H. Adam Malik, Medan terdapat sebanyak 25 orang yaitu ( 12.7%). Dari 25 orang yang menderita ISK terdapat 3 orang yaitu (12,0%) yang dirawat inap dan 22 orang (88,0%) yang dirawat jalan.

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa, prevalensi ISK pada wanita yang menderita Diabetes Mellitus tipe II yang dirawat inap dan dirawat jalan di Subbagian Endokrinologi, Bagian Penyakit Dalam di RSUP H.Adam Malik pada tahun 2009 adalah tidak begitu tinggi jika dibandingkan dengan penelitian yang lain. Sebagai saranan kepada Bagian Endokrinologi diharapkan agar semua pasien Diabetes Melitus yang disuspek ISK dilakukan kultur urin.

Kata Kunci : Prevalensi, Infeksi Saluran Kemih, Wanita, Diabetes Mellitus Tipe II, Rawat Inap, Rawat Jalan.


(4)

ABSTRACT

Diabetes Mellitus is a metabolic disease marked by an increase in blood sugar level that can cause problems in the defense system of our body which increases the chances of getting urinary tract infection. A few studies done by epidemiologists show that the prevalence of diabetes in people more than 15 years old in Indonesia is 1,5 – 2,3 %.

The design of this reasearch is descriptive cross sectional retrospective with a sample of 197 women with diabetes mellitus type II who were both admitted and treated as out patients in hospital H.Adam Malik during the year 2009 from January until December. All the data were collected from the medical records of the patients.

The aim of this research is to know the prevalance of urinary tract infection in women with diabetes mellitus type II who were admitted and treated as out patients in hospital H.Adam Malik during the year 2009 from January until December.

Based on this research, it was gathered that 25 women (12,7%) out of the 197 women with diabetes mellitus had urinary tract infections. From the 25 women, 3 women (12,0%) were admitted while the remaining 22 women (88,0%) were treated as out patients.

The conclusion derieved from this research shows that the prevalance of urinary tract infection in women with diabetes mellitus type II who were admitted and treated as out patients in hospital H.Adam Malik during the year 2009 from January until December is not as high as other researches done on this topic. As an input, I hope the Endocrinology Department will be able to do urine culture for all DM patients suspected with UTI.

Keyword : Prevalance, urinary tract infection, women, diabetes mellitus, admitted, out patient


(5)

KATA PENGHANTAR

Puji dan syukur diucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah melimpah rahmay-Nya sehingga KTI (Karya Tulis Ilmiah) ini dapat diselesaikan. Kti ini disusun untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran (S.Ked.) di fakultas kedokteran USU. Saya menyadari bahwa KTI ini masih jauh dari sempurna. Namun besar harapan saya kiranya tulisan sederhana ini dapat bermanfaat dalam menambah perbendaharaan bacaan khususnya tentang: Prevalensi infeksi saluran kemih dikalangan wanita yang menderita Diabetes Melitus tipe II yang dirawat inap dan dirawat jalan di Subbagian Endokrinologi, Bagian Penyakit Dalam di RSUP H.Adam Malik pada tahun 2009.

Dengan selesainya KTI ini, perkenankanlah saya menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan kepada:

1. Dosen pembimbing penulisan KTI dr.T.Azhar Johan SpPK. yang dengan sepenuh hatinya membimbing dan mengarahkan tulisan KTI ini sehingga selesai.

2. Dosen penguji dr.Asrul,SpB, dr.Yunitha Sari Pane,MSi dan dr.Dedi Ardinata, MKes

2. Kedua orang tua dan adik saya, Kandasamy Kulandai, Kowsalya Maruthai Pillai, Kavitha Kandasamy dan Karthik Kandasamy.

3. Liew Kok Leong, Fatin Nabilah Kairuddin, Hafiz Taha dan teman-teman mahasiswa FK USU angkatan 2007 yang telah memberikan semangat.

4. Pak Tri, yang bertanggungjawab terhadap bagian rekam medis di RSHAM.

Akhir kata saya memohon maaf jika terdapat kesalahan dalam penulisan KTI ini. Semoga Tuhan Yang Maha Berkuasa senantiasa melimpahkan rahmat dan ridho-Nya

Medan, Mei 2010. Yang Ikhlas,


(6)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN ... i

KATA PENGHANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR SINGKATAN ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

1.4. Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Diabetes Melitus 2.1.1. Definisi ... 5

2.1.2. Epidemiologi ... 6

2.1.3. Etiologi ... 6

2.1.4. Klasifikasi ... 7

2.1.5. Patofisiologi ... 8

2.1.6. Manifestasi Klinis ... 9

2.1.7. Diagnosa ... 10

2.1.8. Penatalaksanaan ... 13

2.1.9. Komplikasi ... 14

2.2. Inkeksi Saluran Kemih 2.2.1. Definisi ... 15


(7)

2.2.2. Epidemiologi ... 15

2.2.3. Etiologi ... 15

2.2.4. Klasifikasi ... 21

2.2.5. Patogenesis dan Patofisiologi ... 22

2.2.6. Gejala Klinis ... 24

2.2.7. Pemeriksaan Penunjang dan Diagnosis ... 25

2.2.8. Komplikasi ... 29

2.3. Patofisiologi Infeksi Saluran Kemih dikalangan Pasien Wanita DM ... 29

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 30

3.2. Definisi Operasional ... 30

3.3. Cara Ukur ... 31

3.4. Alat Ukur ... 31

3.5. Kategori ... 32

3.6. Skala Pengukuran ... 32

BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian ... 33

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 33

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 33

4.3.1. Populasi Penelitian ... 33

4.3.2. Sampel Penelitian ... 34

4.3.2.1 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 34

4.4. Teknik Pengumpulan Data ... 34

4.5. Pengolahan dan Analisa Data ... 35

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian ... 36


(8)

5.1.2. Deskripsi karakteristik Sampel ... 37 5.2 Hasil Analisis Data ... 38 5.3 Pembahasan ... 39

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

6.1 Kesimpulan ... 46 6.2 Saran ... 46

DAFTAR PUSTAKA ... 47 LAMPIRAN


(9)

DAFTAR TABEL

Judul Halaman 2.1 Diagnosa Diabetes Melitus 12 5.1 Distribusi Pasien Wanita Diabetes Mellitus Tipe II

yang menderita ISK 37 5.2 Distribusi Penderita Wanita Diabetes Mellitus Tipe II

Berdasarkan Jenis Rawatan 38 5.3 Analisis Data Pasien Wanita Diabetes Mellitus Tipe II

yang Menderita ISK Mengikut Kelompok Umur 39 5.4 Analisis Data Wanita Diabetes Melitus Tipe II yang

Menderita ISK Berdasarkan Jenis Rawatan 40 5.5 Analisis Data Wanita Diabetes Melitus Tipe II yang

Menderita ISK Berdasarkan Jenis Pekerjaan 40 5.6 Analisis Data Wanita Diabetes Melitus Tipe II yang

Menderita ISK Berdasarkan Domisili 41 5.7 Analisis Data Wanita Diabetes Melitus Tipe II yang


(10)

DAFTAR GAMBAR

Judul Halaman 3.1 Kerangka Konseptual Penelitian 13


(11)

DAFTAR SINGKATAN

WHO World Health Organization

ISK Infeksi Saluran Kemih

UTI Urinary Tract Infection

DM Diabetes Mellitus

RSUP Rumah Sakit Umum Pusat

RSHAM Rumah Sakit Haji Adam Malik

SDM Sumber Daya Manusia

MODY Diabetes Awitan Dewasa Muda ADA American Diabetis Association HNF Hepatocyte Nuclear Factor ATP Adenosine Triphosphate

DNA Deoxyribonucleic Acid

GLUT Glucose Transporter

TTGO Tes Toleransi Glukosa Oral

UCP Uncoupling Protein

MO Mikroorganisme

LPS Lipopolisakkarin

CNF Cytotoxic Necrotising Faktor PAIS Pathogenicity Island

PNA Pielonefritis Akut

SUA Sindroma Ureter Akut

PKMRS Penyuluhan Kesihatan Masyarakat Rumah Sakiyrumah


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Riwayat Hidup

Surat Ethical Clearance

Surat Ijin Penelitian Dari RSHAM Data Dari Program SPSS


(13)

ABSTRAK

Diabetes mellitus adalah suatu penyakit dengan peningkatan kadar gula darah yang dapat menyebabkan beberapa kelainan didalam sistem pertahanan tubuh yang memungkinkan peningkatan risiko tinggi terkena infeksi saluran kemih. Dari berbagai penelitian epidemiologis di Indonesia didapatkan prevalensi DM sebesar 1,5 – 2,3 % pada penduduk usia lebih dari 15 tahun.

Desain penelitian ini adalah penelitian deskriptif cross sectional retrospektif. Subjek penelitian ini adalah sebanyak 197 orang pasien wanita Diabetes Mellitus Tipe II yang rawat inap dan rawat jalan di subbagian Endokrinologi Penyakit Dalam, RSUP H. Adam Malik, Medan pada tahun 2009 dari bulan januari hingga desember. Semua data pasien diambil dari data sekunder, yaitu rekam medis. Pada penelitian ini, ISK ditegakkan dengan melihat jumlah leukosit pada sedimen urin (›5 lpb).

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi infeksi saluran kemih pada wanita yang menderita Diabetes Mellitus tipe II yang dirawat inap dan dirawat jalan di Subbagian Endokrinologi, Bagian Penyakit Dalam di RSUP H.Adam Malik pada tahun 2009.

Dari penelitian ini diperolehi bahwa pasien wanita Diabetes Mellitus Tipe II yang menderita ISK yang dirawat inap dan dirawat jalan di sub bagian Endokrinologi Penyakit Dalam, RSUP H. Adam Malik, Medan terdapat sebanyak 25 orang yaitu ( 12.7%). Dari 25 orang yang menderita ISK terdapat 3 orang yaitu (12,0%) yang dirawat inap dan 22 orang (88,0%) yang dirawat jalan.

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa, prevalensi ISK pada wanita yang menderita Diabetes Mellitus tipe II yang dirawat inap dan dirawat jalan di Subbagian Endokrinologi, Bagian Penyakit Dalam di RSUP H.Adam Malik pada tahun 2009 adalah tidak begitu tinggi jika dibandingkan dengan penelitian yang lain. Sebagai saranan kepada Bagian Endokrinologi diharapkan agar semua pasien Diabetes Melitus yang disuspek ISK dilakukan kultur urin.

Kata Kunci : Prevalensi, Infeksi Saluran Kemih, Wanita, Diabetes Mellitus Tipe II, Rawat Inap, Rawat Jalan.


(14)

ABSTRACT

Diabetes Mellitus is a metabolic disease marked by an increase in blood sugar level that can cause problems in the defense system of our body which increases the chances of getting urinary tract infection. A few studies done by epidemiologists show that the prevalence of diabetes in people more than 15 years old in Indonesia is 1,5 – 2,3 %.

The design of this reasearch is descriptive cross sectional retrospective with a sample of 197 women with diabetes mellitus type II who were both admitted and treated as out patients in hospital H.Adam Malik during the year 2009 from January until December. All the data were collected from the medical records of the patients.

The aim of this research is to know the prevalance of urinary tract infection in women with diabetes mellitus type II who were admitted and treated as out patients in hospital H.Adam Malik during the year 2009 from January until December.

Based on this research, it was gathered that 25 women (12,7%) out of the 197 women with diabetes mellitus had urinary tract infections. From the 25 women, 3 women (12,0%) were admitted while the remaining 22 women (88,0%) were treated as out patients.

The conclusion derieved from this research shows that the prevalance of urinary tract infection in women with diabetes mellitus type II who were admitted and treated as out patients in hospital H.Adam Malik during the year 2009 from January until December is not as high as other researches done on this topic. As an input, I hope the Endocrinology Department will be able to do urine culture for all DM patients suspected with UTI.

Keyword : Prevalance, urinary tract infection, women, diabetes mellitus, admitted, out patient


(15)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes mellitus atau pada bahasa awam dikenal dengan nama penyakit kencing manis adalah suatu penyakit gangguan kesehatan di mana peningkatan kadar gula darah puasa lebih dari 126 mg/dl dan atau gula darah 2 jam setelah makan lebih dari 200 mg/dl karena gula dalam darah tidak dapat digunakan oleh tubuh. Diabetes Mellitus mempunyai jumlah penderita yang cukup banyak di Indonesia dan juga di seluruh dunia. Pada orang yang sehat karbohidrat dalam makanan yang dimakan akan diubah menjadi glokosa yang akan didistribusikan ke seluruh sel tubuh untuk dijadikan energi dengan bantuan insulin. Pada orang yang menderita kencing manis, glukosa sulit masuk ke dalam sel karena sedikit atau tidak adanya zat insulin dalam tubuh. Akibatnya kadar glukosa dalam darah menjadi tinggi dan memberikan efek samping yang bersifat negatif atau merugikan (WHO, 2009).

Dari berbagai penelitian epidemiologis di Indonesia didapatkan prevalensi DM sebesar 1,5 – 2,3 % pada penduduk usia lebih dari 15 tahun, bahkan pada suatu penelitian epidemiologis di Manado didapatkan prevalensi DM adalah 6,1 %. Penelitian yang dilakukan di Jakarta, Surabaya, Makasar dan kota-kota lain di Indonesia membuktikan adanya kenaikan prevalensi dari tahun ketahun (WHO, 2009).

Infeksi saluran kemih (ISK) adalah keadaan berkembang biaknya mikroorganisme patogen didalam saluran kemih yang menyebabkan inflamasi. Dalam keadaan normal saluran kemih tidak mengandung bakteri, virus, atau mikroorganisme lainnya. Dengan kata lain bahwa diagnosis ISK ditegakkan dengan membuktikan adanya mikroorganisme di dalam saluran kemih (Rubin NE, Cotran RS, Rubin RH, 2004).


(16)

sampai subspesialistik. Infeksi ini juga merupakan penyakit infeksi bakterial tersering yang didapat pada praktek umum dan bertanggung jawab terhadap morbiditas khususnya pada wanita dalam kelompok usia seksual aktif (Hooton TM., 2003). Dikatakan juga bahwa ISK merupakan penyebab utama sepsis gram negatif pada penderita yang dirawat dirumah sakit. (Warren JW, 1996). Gambaran klinis ISK bervariasi mulai dari asimtomatik, uretritis, sistitis, pielonepritis sampai sepsis (StammWE, 2005).

Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang diderita oleh 16 juta orang di Amerika Serikat yang berhubungan dengan peningkatan risiko terjadinya ISK. Diabetes melitus menyebabkan beberapa kelainan didalam sistem pertahanan tubuh yang memungkinkan peningkatan risiko tinggi terkena infeksi yang lainnya. Adapun kelainan tersebut termasuk kelainan imunologi seperti kegagalan migrasi, intracellular killing, fagositosis dan kemotaksis pada leukosit polymorphonuclear, serta melemahkan mekanisme pertahanan alamiah lokal, baik intrinsik maupun ektrinsik, sehingga pasien DM lebih rentan terhadap infeksi. Konsentrasi glukosa yang tinggi didalam urine merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme patogen ( Joshi N, Caputo GM, Weitekamp MR, Karchmer AW, 1999; Neal DE, 1999; Boyko EJ, Fihn SD, Scholes D, Chen CL, NormandEH, Yarbro P, 2002 ; Schaeffer AJ, 2002; Boyko EJ, Fihn SD, Scholes D, Abraham L,Monsey B, 2005).

Wanita lebih sering menderita penyakit ini karena anatomi saluran kemihnya yang lebih pendek dan terbuka daripada pria. Insidennya meningkat terutama pada usia menopause karena pengaruh hormonal, terjadinya prolaps dan turunnya rahim atau kandung kemih. (David E.Schteingart, 2006).

Infeksi saluran kemih merupakan masalah klinis umum pada penderita DM, oleh karena penderita DM mempunyai kemungkinan menderita ISK lebih tinggi dibandingkan dengan penderita tidak menderita DM dan juga menderita infeksi yang lebih berat, yang akan meningkatkan risiko untuk masuk rumah sakit (Harding GK, Zhanel GG, Nicolle LE, Cheang M, 2002).

Penelitian yang dilakukan di Kanada mendapatkan 7-20% pasien yang dirawat dengan ISK atas, rata-rata 10,60± 0,51 per 10.000 penduduk wanita dan


(17)

3,32 ± 0,27 per 10.000 penduduk laki-laki dan 21% dari 432 pasien yang dirawat diatas 40 tahun menderita diabetes. Angka masuk rumah sakit pada ISK atas ini 5-20 kali lebih besar pada wanita dan secara bermakna frekuensinya lebih besar pada kehamilan dan diabetes mellitus (Nicolle LE, Friesen D, Harding GKM, Roos L., 1996).

Penelitian yang dilakukan oleh Boyko dkk mendapatkan wanita DM tipe 2 dengan bakteriuri asimtomatik setelah dilakukan pemantauan selama 18 bulan mengalami peningkatan risiko mendapatkan ISK sebanyak 34% dibandingkan dengan wanita yang tidak mengalami DM sebesar 19% (Boyko EJ, Fihn SD, Scholes D, Chen CL., NormandEH, Yarbro P, 2002).

Oleh karena meningkatnya prevalensi ISK dan bakteriuri asimtomatik pada penderita DM dibandingkan penderita tanpa DM dan juga seringnya komplikasi ISK seperti abses ginjal, nekrosis papil ginjal, dan bakterimia pada penderita DM, serta besarnya kejadian bakteria asimtomatik yang mendahului simtomatik ISK pada penderita DM , maka penelitian ini ingin mengetahui prevalensi ISK pada penderita DM yang dirawat di rumah sakit sehingga hasil penelitian ini dapat digunakan untuk meningkatkan kewaspadaan untuk mencegah kejadian ISK dan komplikasi yang lebih berat terjadi pada penderita DM.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah berapakah prevalensi yaitu angka kejadian infeksi saluran kemih (ISK) dikalangan wanita yang menderita Diabetes Mellitus tipe II yang dirawat inap dan dirawat jalan di Subbagian Endokrinologi, Bagian Penyakit Dalam di RSUP H.Adam Malik pada tahun 2009?


(18)

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi infeksi saluran kemih dikalangan wanita yang menderita Diabetes Mellitus tipe II yang dirawat inap dan dirawat jalan di Subbagian Endokrinologi, Bagian Penyakit Dalam di RSUP H.Adam Malik pada tahun 2009.

1.3.2 Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui prevalensi infeksi saluran kemih pada wanita yang menderita diabetes melitus tipe II yang dirawat inap dan dirawat jalan di Subbagian Endokrinologi, Bagian Penyakit Dalam di RSUP H.Adam Malik pada tahun 2009.

2. Untuk mengetahui umur, jenis rawatan, pekerjaan, domisili dan tempoh menderita DM pada wanita DM yang menderita ISK yang dirawat inap dan dirawat jalan di RSUP H.Adam Malik pada tahun 2009.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi :

1.4.1 Praktek Kedokteran

Hasil penelitian yang diperoleh diharapkan dapat menjadi kontribusi sebagai informasi dalam memberikan penyuluhan kepada para wanita diabetes mellitus tipe II yang mengalami infeksi saluran kemih (ISK).

1.4.2 Penelitian Kedokteran

Penelitian ini diharap dapat memberikan pengetahuan yang berharga bagi peneliti dalam menerapkan pengalaman ilmiah yang diperoleh untuk penelitian di masa akan datang. Selain itu penelitian ini dapat dijadikan informasi awal untuk penelitian kedokteran sejenisnya di Indonesia, khususnya untuk populasi di kota Medan, Sumatera Utara.


(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diabetes Mellitus 2.1.1 Definisi

Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan kareteristik hiperglikemi yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata(retinopati), ginjal(nefropati), saraf(neuropati), jantung dan pembuluh darah (Selamet Suyono, Reno Gustaviani, Sidartawan Soegondo, 2007). World Health Organization (WHO) sebelumnya telah merumuskan bahwa diabetes melitus merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat tetapi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu penyakit kronis yang disebabkan oleh ganguan pankreas dalam memproduksi insulin atau kondisi dimana badan tidak dapat menggunakan insulin yang dihasilkan oleh pankreas secara effisien. Kedua–dua keadaan ini akhirnya akan menyebabkan peningkatan konsentrasi glukosa dalam darah(hiperglikemi) (WHO, 2009). Sumber lain mengatakan bahwa diabetes melitus adalah gangguan metabolisme secara genetis dan klinis termasuk haterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. Jika telah berkembang penuh secara klinis, maka diabetes melitus ditandai dengan hiperglikemi puasa dan postprandial, arterosklerotik, penyakit vaskular mikroangiopati dan neuropati. Manifestasi klinis hiperglikemi biasanya sudah bertahun tahun mendahului timbulnya kelainan klinis dari penyakit vaskularnya. Pasien dengan kelainan toleransi glukosa ringan (gangguan glukosa puasa dan gangguan toleransi glukosa) dapat tetap berisiko mengalami komplikasi metabolik diabetes (David E.Schteingart, 2006).


(20)

2.1.2 Epidemiologi

Di Indonesia saat ini penyakit DM belum menempati skala prioritas utama pelayanan kesehatan walaupun sudah jelas dampak negatifnya , yaitu berupa penurunan kualitas SDM , terutama akibat penyulit menahun yang ditimbulkannya (Selamet Suyono, Reno Gustaviani, Sidartawan Soegondo, 2007).

Dari berbagai penelitian epidemiologis di Indonesia didapatkan prevalensi DM sebesar 1,5 – 2,3 % pada penduduk usia lebih dari 15 tahun, bahkan pada suatu penelitian epidemiologis di Manado didapatkan prevalensi DM 6,1 %. Penelitian yang dilakukan di Jakarta, Surabaya, Makasar dan kota-kota lain di Indonesia membuktikan adanya kenaikan prevalensi dari tahun ketahun. Berdasarkan pola pertambahan penduduk , diperkirakan pada tahun 2020 nanti akan ada sejumlah 178 juta penduduk berusia diatas 20 tahun dan dengan asumsi prevalensi DM sebesar 4 % akan didapatkan 7 juta pasien DM , suatu jumlah yang sangat besar untuk dapat ditangani oleh dokter spesialis / subspesialis / endokrinologis (Konsensus Diabetes Melitus, 2006).

2.1.3 Etiologi

Pada pasien-pasien dengan diabetes melitus tipe II, penyakitnya mempunyai pola familial yang kuat. Indeks untuk diabetes melitus tipe II pada kembar monozigot hampir 100%. Resiko berkembangnya DM tipe II pada saudara kandung mendekati 40% dan 33% untuk anak cucunya. Transmisi genetik adalah paling kuat dan contoh terbaik terdapat dalam diabetes awitan dewasa muda (MODY), yaitu subtipe penyakit diabetes yang diturunkan dengan pola autosomal dominan. Jika orang tua menderita diabetes tipe II, rasio diabetes dan nondiabetes pada anak adalah 1:1, dan sekitar 90% pasti membawa (carrier) diabetes tipe II (David E.Schteingart, 2006).


(21)

2.1.4 Klasifikasi

Klasifikasi Diabetes Mellitus menurut ADA 2005

a. Diabetes Melitus Tipe I

Diabetes melitus tipe I disebabkan oleh destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolute. Ini terjadi melalui proses imunologik atau idopatik. b. Diabetes Melitus Tipe II

Diabetes mellitus tipe II bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin.

c. Diabetes Mellitus Tipe Lain i. Defek genetic fungsi sel beta

Defek pada kromosom 12,HNF-1α; kromosom 7, glukokinase; kromosom 20, HNF-4α; kromosom 13, insulin promoter factor-1; kromosom 17, HNF-1ß; kromosom 2, neuro D1; DNA mitokondria; subunit ATP-sensitivitas potassium channel dan konversi insulin atau proinsulin.

ii. Defek genetic kerja insulin

Terbagi kepada resistensi insulin tipe A, leprechaunism, sindrom Radson Mendenhall, diabetes lipoatrofik.

iii. Penyakit Eksokrin Pankreas

Misalnya pancreatitis, trauma atau pankreatektomi, neoplasma, fibrosis kistik, hemokromatosis, pankreatopi fibro kalkulus dan lainnya.

iv. Endokrinopati

Penyakit-penyakit yang menyebabkan diabetes mellitus adalah akromegali, sindrom cushing, feokromositoma, hipertiroidisme somatostatinoma, aldosteronoma dan lainnya.

v. Karena obat atau zat kimia

Obat atau zat kimia yang terlibat adalah vacor, pentamidin, asam nikotinat, glukokortikoid, hormone tiroid, diazaxid, agonis ß adrenergic. tiazid, dilantin dan interferon alfa.


(22)

vi. Infeksi

Contohnya rubela congenital, cytomegalovirus dan coxsackie virus. vii. Imunologi

Ini sangat jarang dan disebabkan oleh sindrom “stiff-man”, antibody antireseptor insulin

viii. Sindroma genetik lain

Ini karena sindroma Down, sindrom Klinefelter, sindrom Turner, sindrom Wolfram’s, ataksia Friedreich’s, chorea Huntington, sindrom Laurence-Moon-Biedl, distrofi miotonik, profiria, sindrom Preder Willi dan lainnya.

d. Diabetes Mellitus kehamilan

Terjadi semasa kehamilan dan disebabkan oleh perubahan metabolic pada masa kehamilan (ADA, 2010).

2.1.5 Patofisiologi

Karbohidrat terdapat dalam berbagai bentuk, termasuk gula sederhana atau monosakarida, dan unit-unit kimia yang kompleks, seperti disakarida dan polisakarida. Karbohidrat yang sudah ditelan dicerna menjadi monosakarida dan diabsorpsi, terutama dalam duodenum dan jejunum proksimal. Sesudah diabsorpsi, kadar glukosa darah akan meningkat untuk sementara waktu dan akhirnya akan kembali lagi ke kadar semula. Pengaturan fisiologis kadar glukosa darah sebagian besar bergantung pada hati yang (1) mengekstraksi glukosa, (2) menyintesis glikogen dan (3) melakukan glikogenolisis. Dalam jumlah yang lebih sedikit, jaringan perifer otot dan adiposa juga mempergunakan ekstrak glukosa sebagai sumber energi sehingga jaringan-jaringan ini ikut berperan dalam mempertahankan kadar glukosa darah (David E.Schteingart, 2006).

Jumlah glukosa yang diambil dan dilepaskan oleh hati dan yang digunakan oleh jaringan jaringan perifer bergantung pada keseimbangan fisiologis beberapa hormon yaitu (1) hormon yang merendahkan kadar glukosa darah, atau (2) hormon yang meningkatkan kadar glukosa darah. Insulin adalah hormon yang menurunkan kadar glukosa darah, dibentuk oleh sel-sel beta pulau langerhans pankreas. Hormon yang meningkatkan kadar glukosa darah, antara lain: (1)


(23)

glukagon yang disertai sel-sel alfa pulau langerhans, (2) epinefrin yang disekresi oleh medula adrenal dan jaringan kromafin lain, (3) glukokortikoid yang disekresi oleh korteks adrenal, dan (4) growth hormon yang disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior. Glukagon, epinefrin, glukokortikoid, dan growth hormon, membentuk suatu pelayanan mekanisme regulator yang mencegah timbulnya hipoglikemi akibat pengaruh insulin (David E.Schteingart, 2006).

Diabetes Melitus tipe II ditandai dengan kelainan sekresi insulin, serta kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi sekresi intrasellular yang menyebabkan mobilisasi pembawa GLUT 4 glukosa dan meningkatkan transpor glukosa menembus membran sel. Pada pasien-pasien dengan DM tipe II terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Kelainan ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor pada membran sel yang selnya responsif terhadap insulin atau akibat ketidaknormalan reseptor insulin intrinsik. Akibatnya, terjadi pengabungan abnormal antara kompleks reseptor insulin dengan sistem transpor glukosa. Ketidaknormalan postreseptor dapat menggangu kerja insulin. Pada akhirnya, timbul kegagalan sel beta dengan menurunnya jumlah insulin yang beredar dan tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia. Sekitar 80% pasien DM tipe II mengalami obesitas. Karena obesitas berkaitan dengan resistensi insulin, maka kelihatan akan timbul kegagalan toleransi glukosa yang menyebabkan diabetes tipe II. Pengurangan berat badan sering kali dikaitkan dengan perbaikan dalam sensitivitas insulin dan pemulihan toleransi glukosa (David E.Schteingart, 2006).

2.1.6 Manifestasi klinis 

Manifestasi klinis DM dikaitkan dengan konsekuensi metabolik defisiensi insulin. Pasien- pasien dengan defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal, atau toleransi glukosa setelah makan karbohidrat. Jika hiperglikeminya berat dan melebihi ambang ginjal untuk zat ini, maka timbulnya glikosuria. Glikosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik


(24)

yang meningkatkan pengeluaran urin (poliuria) dan timbul rasa haus (polidipsia). Karena glukosa hilang bersama urin, maka pasien mengalami keseimbangan kalori negatif dan berat badan berkurang. Rasa lapar (polifagia) mungkin akan timbul sebagai akibat kehilangan kalori. Pasien mengeluh lelah dan mengantuk (David E.Schteingart, 2006).

Pada pasien DM tipe II munkin sama sekali tidak memperlihatkan gejala apapun, dan diagnosis dibuat berdasarkan pemeriksaan darah di laboratorium dan melakukan tes toleransi glukosa. Pada hiperglikemia yang lebih berat, pasien tersebut mungkin menderita polidipsia, poliuria, lemah dan somnolen. Biasanya mereka tidak mengalami ketoasidosis karena pasien ini tidak defisiensi insulin secara absolut namun hanya relatif. Sejumlah insulin tetap disekresi dan masih cukup untuk menghambat ketoasidosis. Kalau hiperglikemia berat dan pasien tidak berespons terhadap terapi diet, atau terhadap obat-obat hipoglikemi oral mungkin diperlukan terapi insulin untuk menormalkan kadar glukosanya. Pasien ini biasanya memperlihatkan kehilangan sensitivitas perifer terhadap insulin. Kadar insulin pasien sendiri mungkin berkurang, normal atau malahan tinggi, tetapi tidak memadai untuk mempertahankan kadar glukosa normal. Penderita juga resisten terhadap insulin eksogen (David E.Schteingart, 2006).

2.1.7 Diagnosa

Diagnosa DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar gula darah. Dalam menentukan diagnosa DM harus diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosa, pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Untuk memastikan diagnosa DM, pemeriksaan glukosa darah seyogyanya dilakukan di laboratorium klinik yang terpercaya. Walaupun demikian, sesuai dengan kondisi setempat dapat juga dipakai bahan darah utuh (whole blood), vena ataupun kapiler dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Untuk pemantauan hasil pengobatan dapat diperiksa glukosa darah kapiler. Ada perbedaan antara uji diagnostik DM dan pemeriksaan penyaring. Uji diagnostik DM dilakukan pada mereka yang


(25)

menunjukkan gejala atau tanda-tanda DM, sedangkan pemeriksaan penyaring DM bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak bergejala, yang mempunyai resiko DM. Serangkaian uji diagnostik DM akan dilakukan kemudian pada

mereka yang hasil pemeriksaan penyaringan positif, untuk memastikan diagnostik definitif (Alwi Shahab, 2008).

Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada kelompok dengan resiko tinggi untuk DM, yaitu kelompok usia dewasa tua (> 40 tahun), obesitas, tekanan darah tinggi, riwayat keluarga DM, riwayat kehamilan dengan berat badan bayi > 4000 gr, riwayat DM pada kehamilan dan dislipidemia. Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan dengan pemeriksan glukosa darah sewaktu, dan kadar glukosa darah puasa. Kemudian dapat diikuti dengan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) standar. Cara pemeriksaan TTGO (WHO, 1985) adalah:

1. Tiga hari sebelum pemeriksaan pasien makan seperti biasa. 2. Kegiatan jasmani sementara cukup, tidak terlalu banyak. 3. Pasien puasa semalam selama 10-12 jam.

4. Periksa glukosa darah puasa.

5. Berikan glukosa 75 gr yang dilarutkan dalam air 250 ml, lalu minum dalam 5 menit.

6. Perikasa glukosa darah 1 jam dan 2 jam sesudah beban glukosa. 7. Selama pemeriksaan, pasien yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.

Keluhan dan gejala yang khas ditambah hasil pemeriksaan glukosa darah sewaktu > 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. bila hasil pemeriksaan glukosa darah meragukan, pemeriksaaan TTGO diperlukan untuk memastikan diagnosis DM. Untuk diagnosis DM dan gangguan toleransi glukosa lainnya diperiksa glukosa darah 2 jam setelah beban glukosa. Sekurang-kurangnya diperlukan kadar glukosa darah 2 kali abnormal untuk konfirmasi diagnosis DM pada hari yang lain atau TTGO yang abnormal. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik sebagai patokan penyaring dan diagnosis (mg/dl). (Alwi Shahab, 2008).


(26)

Bukan DM Belum pasti DM DM Kadar glukosa darah sewaktu

- Plasma vena < 110 110 – 199 > 200

- Darah kapiler < 90 90 – 199 > 200

Kadar glukosa darah puasa

- Plasma vena < 110 110 – 125 > 126

- Darah kapiler < 90 90 – 109 > 110 Tabel 2.1 Diagnosa Diabetes Melitus

Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan:

1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L) 2. Glukosa plasma puasa >126 mg/dl (7,0 mmol/L)

3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah

mengkonsumsi 75gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl ) (Alwi Shahab, 2008)


(27)

2.1.8 Penatalaksanaan

Golongan Insulin Sensitizing Biguanid

Saat ini golongan biguanid yang banyak dipakai adalah metformin. Metformin menurunkan glukosa darah melalui pengaruhnya terhadap kerja insulin pada tingkat sellular, distal reseptor insulin dan menurunkan produksi glukosa hati. Metformin meningkatkan pemakaian glukosa oleh sel usus sehingga menurunkan glukosa darah dan juga diduga menghambat absorpsi glukosa di usus sesudah asupan makanan (Selamet Suyono, Reno Gustaviani, Sidartawan Soegondo,2007).

Glitazone

Obat ini dapat merangsang ekspresi beberapa protein yang dapat memperbaiki sensitivitas insulin dan memperbaiki glikemi seperti GLUT-1, GLUT-4, p85alphaPI-3K dan uncoupling protein-2 (UCP) (Selamet Suyono, Reno Gustaviani, Sidartawan Soegondo,2007).

Glinid

Merupakan sekretagok yang khusus menurunkan glukosa postprandial dengan efek hipoglikemik yang minimal (Selamet Suyono, Reno Gustaviani, Sidartawan Soegondo,2007).

Penghambat Alfa Glukosidase

Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim alfa glukosidase di dalam saluran cerna sehingga dengan demikian dapat menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemi postprandial (Selamet Suyono, Reno Gustaviani, Sidartawan Soegondo,2007).


(28)

2.1.9 Komplikasi

Komplikasi Metabolik Akut

Disebabkan oleh perubahan relatif akut dari konsentrasi glukosa plasma. Hiperglikemi, hiperosmolar, koma nonketotik (HHNK) adalah komplikasi metabolik akut dari penderita diabetes melitus tipe II. Bukan karena defisiensi insulin absolut, namun relatif, hiperglikemi muncul tanpa ketosis. Hiperglikemi berat dengan kadar glukosa serum lebih besar dari 600mg/dl. Hiperglikemi menyebabkan hiperosmolalitas, diuresis osmotik, dehidrasi berat. Komplikasi metabolik lain ialah Hipoglikemi (reaksi insulin, syok insulin), terutama komplikasi terapi insulin. Pasien diabetes dependen insulin mungkin satu saat menerima insulin yang jumlahnya lebih banyak daripada yang dibutuhkan untuk mempertahankan kadar glukosa normal yang mengakibatkan terjadinya hipoglikemi (David E.Schteingart, 2006).

Komplikasi Kronik Jangka Panjang

Komplikasi vaskular jangka panjang dari diabetes melibatkan pembuluh-pembuluh darah kecil (Mikroangiopati), dan pembuluh-pembuluh-pembuluh-pembuluh darah besar (Makroangiopati). Mikroangiopati merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler dan arteriola retina(retinopati diabetik), glomerulus ginjal(nefropati diabetik), saraf-saraf perifer(neuropati diabetik), dan otot-otot serta kulit. Dipandang dari sudut histokimia, lesi-lesi ini ditandai dengan peningkatan penimbunan glikoprotein. Makroangiopati diabetik mempunyai gambaran histopatologis berupa arterosklerosis. Gabungan dari gangguan biokimia yang disebabkan oleh insufisiensi insulin dapat terjadi penyebab jenis penyakit vaskular ini. Gangguan-gangguan ini berupa penimbunan sorbitol dalam intima vaskular, hiperlipoproteinemia, dan kelainan pembekuan darah (David E.Schteingart, 2006).


(29)

2.2 Infeksi Saluran Kemih (ISK)

2.2.1 Definisi

ISK adalah istilah umum yang menunjukkan keberadaan mikroorganisme (MO) dalam urin. Bakteriuria bermaksud (significant bakteriuria): Bakteriuria bermakna menunjukkan pertumbuhan mikroorganisme (MO) murni lebih dari 105 colony forming units (cfu/ml) pada biakan urin. Bakteriuria bermakna mungkin tanpa disertai presentasi klinis ISK dinamakan bakteriuria asimtomatik (covert bakteriuria). Sebaliknya bakteriuria bermakna disertai presentasi klinis ISK dinamakn bakteriuria simptomatik. Pada beberapa keadaan pasien dengan presentasi klinis ISK tanpa bakteriuri bermakna. Banyak faktor yang menyebabkan negatif palsu pada pasien dengan presentasi klinis ISK (Enday Sukandar, 2007).

a. Pasien telah mendapat terapi antimikroba b. Terapi diuretika

c. Minum banyak

d. Waktu pengambilan sample tidak tepat e. Peranan bakteriofag

2.2.2 Epidemiologi

Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan salah satu penyakit infeksi yang sering ditemukan di praktik umum, walaupun pelbagai antibiotika sudah tersedia luas di pasaran. Data penelitian epidemiologi klinik melaporkan hampir 25-35% semua perempuan dewasa pernah mengalami ISK seumur hidupnya (Enday Sukandar, 2007).

2.2.3 Etiologi

Bakteri infeksi saluran kemih dapat disebabkan oleh bakteri-bakteri di bawah ini : A. Kelompok anterobacteriaceae seperti :

1. Escherichia coli 2. Klebsiella


(30)

3. Enterobacter aerogenes 4. Proteus

5. Providencia 6. Citrobacter

B. Pseudomonas aeruginosa C. Acinetobacter

D. Enterokokus faecalis E. Stafilokokus sarophyticus

Enterobacteriaceae

Enterobacteriaceae adalah kuman yang hidup diusus besar manusia dan hewan, tanah, air dan dapat pula ditemukan pada komposisi material. Sebagian kuman enterik ini tidak menimbulkan penyakit pada host (tuan rumah) bila kuman tetap berada di dalarn usus besar, tetapi pada keadaan-keadaan dimana terjadi perubahan pada host atau bila ada kesempatan memasuki bagian tubuh yang lain, banyak diantara kuman ini mampu menimbulkan penyakit pada tiap jaringan tubuh manusia. Organisme-organisme di dalam famili ini pada kenyataannya mempunyai peranan penting di dalam infeksi nosokomial misalnya sebagai penyebab infeksi saluran kemih, infeksi pada luka, dan infeksi lainnya (Andriole VT, 1989; Britigan BE, 1985; Hook EW III, Holmes KK, 1985; Jawetz E, 1991; Jawetz. E , Melnick & Adelberg, 1996).

Enterobacteriaceae yang Menyebabkan Infeksi Saluran Kemih

A. Esherichia Coli Morfologi

Kuman ini berbentuk batang pendek, gemuk, berukuran 2,4ɥ x 0,4 sampai

0,7ɥ gram-negatif, tak bersimpai, bergerak aktif dan tidak berspora (Andriole VT, 1989; Britigan BE, 1985; Hook EW III, Holmes KK, 1985; Jawetz E, 1991; Jawetz. E , Melnick & Adelberg, 1996).


(31)

Patogenesis

Infeksi saluran kemih : E.coli adalah penyebab yang paling lazim dari infeksi saluran kemih dan merupakan penyebab infeksi saluran kemih pertama pada kira-kira 90% wanita muda. Gejala dan tanda-tandanya antara lain sering kencing, disuria, hematuria, dan puria. Nyeri pinggang berhubungan dengan infeksi saluran kemih bagian atas. Tak satupun dari gejala atau tanda-tanda ini bersifat khusus untuk bakteri E. coli. Infeksi saluran kemih dapat mengakibatkan bakterimia dengan tanda-tanda khusus sepsis. E.coli Yang nefropatogenik secara khas menghasilkan hemolisin. Kebanyakan infeksi disebabkan oleh E.coli dengan sejumlah kecil tipe antigen O. Antigen K tampaknya penting dalam patogenesis infeksi saluran atas. Pieloneftritis berhubungan dengan jenis philus khusus, philus P yang mengikat zat golongan darah P. Infeksi saluran kemih misalnya sistitis, pielitis dan pielonefritis. Infeksi dapat terjadi akibat sumbatan saluran kemih karena adanya pembesaran prostat, baru dan kehamilan. E.coli yang biasa menyebabkan infeksi saluran kemih ialah jenis 01, 2, 4, 6, dan 7. Jenis-jenis pembawa antigen K dapat menyebabkan timbulnya piolonefritis (Andriole VT, 1989; Britigan BE, 1985; Hook EW III, Holmes KK, 1985; Jawetz E, 1991; Jawetz. E , Melnick & Adelberg, 1996).

B. Klebsiella

Klebsiella pneumoniae kadang-kadang menyebabkan infeksi saluran kemih dan bakteremia dengan lesi fokal pada pasien yang lemah. Ditemukan pada selaput lendir saluran napas bagian atas, usus dan saluran kemih dan alat kelamin. Tidak bergerak, bersimpai, tumbuh pada perbenihan biasa dengan membuat koloni berlendir yang besar yang daya lekatnya berlain lainan (Andriole VT, 1989; Britigan BE, 1985; Hook EW III, Holmes KK, 1985; Jawetz E, 1991; Jawetz. E , Melnick & Adelberg, 1996).

C. Enterobacteraerogenese

Organisme ini mempunyai simpai yang kecil , dapat hidup bebas seperti dalam saluran usus, serta menyebabkan saluran kemih dan sepsis. Infeksi saluran


(32)

kemih terjadi melalui infeksi nosokomial (Andriole VT, 1989; Britigan BE, 1985; Hook EW III, Holmes KK, 1985; Jawetz E, 1991; Jawetz. E , Melnick & Adelberg, 1996).

D. Proteus

Kuman ini adalah kuman patogen oportunis. Dapat menyebabkan infeksi saluran kemih atau kelainan bemanah seperti abses, infeksi luka, infeksi telinga atau saluran napas. Spesies proteus dapat menyebabkan infeksi pada manusia hanya bila bakteri itu meninggalkan saluran usus. Spesies ini ditemukan pada infeksi saluran kemih dan menyebabkan bakterimia, pnewnonia dan lesi fokal pada penderita yang lemah atau pada penderita yang menerima infus intravena. P.mirabilis menyebabkan infeksi saluran kemih dan kadang-kadang infeksi lainnya. Karena itu, pada infeksi saluran kemih oleh Proteus, urine bersifat basa, sehingga memudahkan pembentukan batu dan praktis tidak mungkin mengasamkannya. Pergerakan cepat oleh Proteus mungkin ikut berperan dalam invasinya terhadap saluran kemih. Spesies Proteus menghasilkan urease mengakibatkan hidrolisis urea yang cepat dengan pembebasan amonia (Andriole VT, 1989; Britigan BE, 1985; Hook EW III, Holmes KK, 1985; Jawetz E, 1991; Jawetz. E , Melnick & Adelberg, 1996).

E. Providensia

Spesies Providensia (Providensia rettgeri, Providencia alcalifaciens dan Providensia stuartii) adalah anggota flora usus normal. Semuanya menyebabkan infeksi saluran kemih dan sering resisten terhadap pengobatan antimikroba (Andriole VT, 1989; Britigan BE, 1985; Hook EW III, Holmes KK, 1985; Jawetz E, 1991; Jawetz. E , Melnick & Adelberg, 1996).

F. Citrobacter


(33)

Pseudomonas Aeroginosa

Kuman ini sering dihubungkan dengan penyakit pada manusia organisme ini dapat merupakan penyebab 10-20% infeksi nosokomial. Sering diisolasi dari penderita yang neoplastik, luka dan luka bakar yang berrat. Kuman ini juga dapat menyebabkan infeksi pada saluran pemapasan bagian bawah, saluran kemih, mata dan lain-lainnya (Andriole VT, 1989; Britigan BE, 1985; Hook EW III, Holmes KK, 1985; Jawetz E, 1991; Jawetz. E , Melnick & Adelberg, 1996).

Morfologi

Batang gram negatif, 0,5 -1,0 x 3,0 -4,0 um. Umumnya mempunyai flagel polar, tetapi kadang-kadang 2-3 flagel. Bila tumbuh pada perbenihan tanpa sukrosa terdapat lapisan lendir polisakarida ekstraseluler Struktur dinding gel sama dengan famili Enterobacteriaceae. Strain yang diisolasi dari bahan klinik sering sering mempunyai pili untuk perlekatan pada permukaan gel dan memegang peranan penting dalarn resistensi terhadap fagositosis (Andriole VT, 1989; Britigan BE, 1985; Hook EW III, Holmes KK, 1985; Jawetz E, 1991; Jawetz. E , Melnick & Adelberg, 1996).

Patogenesis

P.aeruginosa bersifat patogen bila masuk ke daerah yang fungsi pertahanannya abnormal, misalnya bila selaput mukosa dan kulit "robek" karena kerusakan kulit langsung ; pada pemakaian kateter intravena atau kateter air kemih ; atau bila terdapat netropenia, misalnya pada kemoterapi kanker. Kuman melekat dan mengkoloni selaput mukosa atau kulit dan menginvasi secara lokal dan menimbulkan penyakit sistemik. Proses ini dibantu oleh pili, enzim dan tosin. Lipopolisakarida berperan langsung yang menyebabkan demam, syok, oliguria, leukositosis, dan leukopenia, disseminated intravascular coagulation dan respiratory distress syndrome pada orang dewasa (Andriole VT, 1989; Britigan BE, 1985; Hook EW III, Holmes KK, 1985; Jawetz E, 1991; Jawetz. E , Melnick & Adelberg, 1996).


(34)

Acinetobacter

Acinetobacter calroaceticus adalah spesies bakteri gram-negatif aerob yang tersebar luas ditanah dan air dan kadang-kadang dapat dibiakkan dari kulit, selaput mukosa dan sekresi (Andriole VT, 1989; Britigan BE, 1985; Hook EW III, Holmes KK, 1985; Jawetz E, 1991; Jawetz. E , Melnick & Adelberg, 1996).

Morfologi

Acinetobacter biasanya tampak berbentuk kokobasil atau kokus ; bakteri ill menyerupai neisseria pada sediaan apus, karena bentuk diplokokua banyak terdapat dalam cairan tubuh dan pada perbenihan padat. Ada yang berbentuk batang dan kadang-kadang bakteri tampak bersifat gram positif (Andriole VT, 1989; Britigan BE, 1985; Hook EW III, Holmes KK, 1985; Jawetz E, 1991; Jawetz. E , Melnick & Adelberg, 1996).

Patogenesis

Acinetobacter yang ditemukan pada saluran kelamin wanita sering dikacaukan dengan dengan N.gonorrhoeae .tetapi N.gonorrhoeae menghasilkan oksidase positif sedangkan Acinetobacter tidak. Acinetobakteryang ditemukan padan infeksi saluran kemih dapat terjadi melalui pemakaian kateter intravena atau kateter saluran kemih (Andriole VT, 1989; Britigan BE, 1985; Hook EW III, Holmes KK, 1985; Jawetz E, 1991; Jawetz. E , Melnick & Adelberg, 1996).

Streptokokus Morfologi

Kokus tunggal berbentuk bulat atau bulat telur, tersusun dalam bentuk rantai .Kokus membelah pada bidang yang tegak lurus sumbu panjang rantai. Anggota rantai sering tampak sebagai diplokokus dan bentuknya kadang-kadang menyerupai batang. (Andriole VT, 1989; Britigan BE, 1985; Hook EW III, Holmes KK, 1985; Jawetz E, 1991; Jawetz. E , Melnick & Adelberg, 1996).


(35)

Stafilokokus Saprophyticus

Stafilokokus secara khas tidak berpigmen, resisten terhadap novobiosin, dan nonhemolitik; bakteri ini menyebabkan infeksi saluran kemih pada wanita muda. (Andriole VT, 1989; Britigan BE, 1985; Hook EW III, Holmes KK, 1985; Jawetz E, 1991; Jawetz. E , Melnick & Adelberg, 1996).

2.2.4 Klasifikasi Menurut lokasi infeksi :

- ISK Bawah : infeksi pada uretra dan kandung kemih

- ISK Atas : infeksi pada ginjal Menurut gejala:

- Bakteriuria asimptomatis ( tanpa disertai gejala )

- Bakteriuria simptomatis ( disertai gejala ) Menurut komplikasi:

- ISK sederhana ( tanpa faktor predisposisi )

- ISK berkomplikasi ( disertai faktor perdisposisi ). (Dian Rahma Dewi, 2009).


(36)

2.2.5 Patogenesis Dan Patofisio ISK

Patogenesis bakteriuria asimtomatik menjadi simtomatik dengan presentasi klinis ISK tergantung dari patogenitas bakteri dan status pasien sendiri(host) (Enday Sukandar, 2007).

Peranan Patogenisitas Bakteri

Sejumlah flora saluran cerna termasuk Escherichia coli diduga berkait dengan etiologi ISK. Penelitian melaporkan lebih daripada 170 serotipe O (antigen) E.coli yang patogen. Patogenisitas E.coli terkait dengan bagian permukaan sel polisakarida dari lipopolisakarin (LPS). Hanya IG serotipe dari 170 srotipeO/E.coli yang terhasil diisolasi rutin dari pasien ISK klinis, diduga strain E.coli ini mempunyai patogenisitas khusus. Penelitian intensif berhasil menentukan faktor virulensi E.coli dikenal sebagai virulence determinalis. Bakteri patogen dari urin dapat menyebabkan presentasi klinis ISK tergantung juga dari faktor lainnya seperti perlengketan mukosa oleh bakteri, faktor virulensi, dan variasi fase faktor virulensi (Enday Sukandar, 2007).

Peranan bakterial attachment of mukosa

Penelitian membuktikan bahwa fimbriae (proteinaceous hair-like projection from the bacterial surface), merupakan salah satu pelengkap patogenesitas yang mempunyai kemampuan untuk melekat pada permukaan mukosa saluran kemih. Pada umumnya P.fimbriae terikat pada P blood group

antigen yang terdapat pada sel epitel saluran kemih atas dan bawah Fimbriae dari strain E.coli ini dapat diisolasi hanya dari urin segar (Enday Sukandar, 2007).

Peranan Faktor Virulensi Lain

Sifat patogenisitas lain dari E.coli berhubungan dengan toksin. Dikenal beberapa toksin seperti –haemolisin, cytotoxic necrotizing faktor-1 (CNF-1), dan iron uptake system (aerobactin dan enterobactin). Hampir 95% -haemolisin terikat pada kromosom dan berhubungan dengan pathogenicity islands (PAIS) dan hanya 5% terikat pada gen plasmio.


(37)

Faktor Virulensi Variasi Fase

Virulensi bakteri ditandai dengan kemampuan untuk mengalami perubahan bergantung pada dari respon faktor luar. Konsep variasi fase MO ini menunjukkan peranan beberapa penentu virulensi bervariasi antara individu dan lokasi saluran kemih. Oleh karena itu, ketahanan hidup bakteri berbeda dalam kandungan kemih dan ginjal (Enday Sukandar, 2007).

Peranan faktor Tuan Rumah (host)

Faktor predisposisi pencetus ISK

Penelitian epidemiologi klinik mendukung hipotesis peranan status saluran kemih merupakan faktor resiko atau pencetus ISK. Jadi faktor bakteri dan status saluran kemih pasien mempunyai peranan penting untuk kolonisasi bakteri pada saluran kemih. Kolonisasi bakteri sering mengalami kambuh bila sudah terdapat kelainan struktural anatomi saluran kemih. Dilatasi saluran kemih termasuk pelvis ginjal tanpa obstruksi saluran kemih dapat menyebabkan gangguan proses klirens normal dan sangat peka terhadap infeksi. Zat makanan dari bakteri akan meningkat dari normal , diikuti refluks MO dari kandung kemih ke ginjal. Endotoksin dapat menghambat peristaltik ureter. Refleks vesikoureter ini sifatnya sementara dan hilang sendiri bila dapat terapi antibiotika (Enday Sukandar, 2007).

Status Imunologi Pasien(host)

Penelitian laboratorium mengungkapkan bahwa golongan darah dan status seketor mempunyai kontribusi untuk kepekaan terhadap ISK. Prevalensi ISK juga meningkat terkait dengan golongan darah AB, B dan PI (antigen terhadap tipe fimbriae bakteri) dan dengan fenotipe golongan darah Lewis. Kepekaan terhadap ISK rekuren dari kelompok pasien dengan saluran kemih normal (ISK tipe sederhana) lebih besar pada kelompok antigen darah non-sekretorik dibandingkan kelompok sekretorik (Enday Sukandar, 2007).


(38)

Patofisiologi ISK

Pada individu normal, urin selalu steril karena dipertahankan jumlah dan frekuensi kencing. Uretro distal merupakan tempat kolonisasi mikroorganisme nonpathogenis fastidious gram-positif dan gram negatif. Hampir semua ISK disebabkan invasi mikroorganisme asending dari uretra ke kandung kemih. Pada beberapa pasien tertentu invasi mikroorganisme dapat mencapai ginjal. Proses ini dipermudah refleks vesikoureter. Proses invasi mikroorganisme hematogen sangat jarang ditemukan di klinik, mungkin akibat lanjutan dari bakteriemia. Ginjal diduga merupakan lokasi infeksi sebagai akibat lanjut septikemia atau endokarditis akibat stafilokokus aureus. Kelainan ginjal terkait dengan endokarditis dikenal dengan Nephritis Lohlein. Beberapa peneliti melaporkan pielonefritis akut (PNA) sebagai akibat lanjut invasi hematogen dari infeksi sistemik gram negatif (Enday Sukandar, 2007).

2.2.6 Gejal Klinis

Presentasi klinis ISK bawah:

a. Sistitis- Adalah presentasi klinis infeksi kandung kemih disertai bakteriuria bermakna. Presentasi klinis sistitis adalah seperti sakit suprapubik, polakisuria, nokturia, disuria, dan stranguria.

b. SUA- Sindroma uretra akut adalah presentasi klinis sisititis tanpa ditemukan mikroorganisme(steril), sering dinamakan sistitis bakterialis. Penelitian terkini SUA disebabkan MO anaerobik. Presentasi klinisnya adalah piuria, disuria, sering kencing, leukosituria.

Presentasi klinis ISK atas:

a. PNA- Pielonefritis akut adalah proses inflamasi parenkim ginjal yang disebabkan infeksi bakteri. Presentasi klinisnya adalah seperti panas tinggi (39.5-40.5), disertai menggigil dan sakit pinggang. Sering didahului sistitis.

b. PNK- Pielonefritis kronik mungkin akibat lanjutan dari infeksi bakteri berkepanjangan atau infeksi sejak masa kecil. Obstruksi saluran kemih dan


(39)

vesikoureter refleks dengan atau tanpa bakteriuria kronik sering diikuti pembentukan jaringan ikat parenkim ginjal (Enday Sukandar, 2007).

2.2.7 Pemeriksaan Penunjang dan Diagnosis ISK

Analisa urin rutin, pemeriksaan mikroskop urin segar tanpa putar, kultur urin, serta jumlah kuman/mL urin merupakan protokol standar untuk pendekatan diagnosis ISK. Pengambilan dan koleksi urin, suhu, dan teknik transportasi sampel urin harus sesuai dengan protokol yang dianjurkan. Investigasi lanjutan terutama renal imaging procedures tidak boleh rutin, harus berdasarkan indikasi klinis yang kuat. Renal imaging procedures untuk investigasi faktor predisposisi ISK (Enday Sukandar, 2007).

a. Ultrasonogram(USG) b. Radiografi

1. foto polos perut 2. Pielografi

3. Micturating cystogram c. Isotop Scanning

Metode Melakukan Analisa urin rutin

Pasien menderita infeksi saluran kencing dapat terbakar atau mengalami rasa sakit saat kencing; bisa sering ingin buang air kecil, dan dapat mengalami demam tinggi juga. Dalam keadaan ini, sebuah tes urine mungkin dianjurkan untuk memeriksa ISK. Metode yang berbeda seperti tes dipstick, yang tersedia di atas meja, dapat digunakan. Tes urine juga dapat dilakukan di mana sampel urin pasien dikumpulkan dan diperiksa dan ada juga urinanalysis yang dapat dilakukan di mana fisik dan pemeriksaan kimia urin dilakukan untuk membantu mendeteksi ISK. Ketika dilakukan tes urine menunjukkan apakah bakteri itu hadir dalam air seni atau tidak bersama dengan jumlah bakteri hadir dan tes urine juga terlihat pada hitungan sel darah putih dalam urin. Kadang-kadang bahkan jika tes tidak muncul setiap infeksi, gejalanya mungkin masih bertahan dan dalam kondisi seperti tes urine lain dianjurkan (Labcorp, 2006).


(40)

Pemeriksaan Urinalisa

Suatu cairan dinyatakan sebagai urine apabila kadar ureum yang tinggi melebihi 1 g/dl dan kadar creatinine lebih dari 50 mg/dl (Drdjebrut's Blog, 2009).

Terdapat beberapa jenis sample urine : 1. Urin sewaktu

Sesuai namanya, urin diambil kapan saja tidak ada ketentuan khusus. Keuntungannya cukup baik dilakukan pada saat penderita datang dan dapat dilakukan pada kondisi emergency. Kelemahannya adalah tidak mencerminkan kondisi dalam satu hari (Drdjebrut's Blog, 2009).

2. Urin pagi

Urin yang dikeluarkan pertama kali saat bangun tidur. Urine ini lebih pekat sehingga baik untuk pemeriksaan berat jenis, sedimen, protein dan tes kehamilan (HCG) (Drdjebrut's Blog, 2009).

3. Urin postprandial

Urin dikeluarkan sekitar 1,5-3 jam setelah Anda makan. Pemeriksaan ini berguna terutama bagi penderita DM untuk pemeriksaan skrining adanya glukosuria. Kelemahannya adalah ketepatan waktu dalam pengambilan urine (Drdjebrut's Blog, 2009).

4. Urin 24 jam

Urine yang dikumpulkan selama satu hari penuh. Urine yang dikeluarkan selama satu hari, contohnya dari jam 8 pagi sampai jam 8 pagi hari berikutnya, ditampung untuk dilakukan pemeriksaan sehingga dapat menggambarkan kondisi Anda selama satu hari. Kelemahannya adalah kesulitan dalam pengumpulan bahan (Drdjebrut's Blog, 2009).

Wadah untuk pengambilan bahan urine harus bersih dan kering; bahan terbaik dari gelas,bermulut lebar bertutup rapat, disposibel dari plastik; diberi label; dan tidak


(41)

perlu steril (kecuali pemeriksaan bakteriologi). Setelah dilakukan pengumpulan bahan urine, sebaiknya segera dilakukan pemeriksaan, karena apabila terlalu lama akan terjadi perubahan pada komposisi zat dan hasil yang keluar, sebagian di antaranya adalah pertumbuhan bakteri meningkat, kadar glukosa menurun, pH menjadi alkalis, dekomposisi silinder, lisisnya eritrosit, urine menjadi makin keruh, perubahan warna dan bau, dan nitrit menjadi positif (Drdjebrut's Blog, 2009).

Pada urinalisis rutin terdapat beberapa pemeriksaan :

1. Evaluasi spesimen

2. Pemeriksaan makroskopik 3. Pemeriksaan konvensional 4. Pemeriksaan kimia stick 5. Pemeriksaan mikroskopik

Komposisi normal urine secara umum adalah :

- Kimiawi :

• Ureum > 1000 mg/dl (35Xserum) • Kreatinin > 50 mg/dl ( 70Xserum) • NaCl

• As. Urat

• Sedikit : Protein, Fosfat, Sitrat

- Seluler: Sedikit Eri, Leko, Epitel,Silinder fisiologis, Kristal

Terakhir, reagen dipstick merupakan pemeriksaan urine skrining dengan menggunakan semacam kertas kecil yang akan berubah warna bila terkena zat yang terkandung dalam urin (Drdjebrut's Blog, 2009).


(42)

Interpretation

1.Bakteriuria (Leukosit)—penemuan lebih dari 5 leukosit per lapang pandang merupakan dasar diagnosis pyuria. Pyuria+bakteriuria adalah tanda UTI. Renal tuberculosis menyebabkan ‘sterile’ acid-pyuria dan perlu dicurigai pada pasien dengan gejala persistent pyuria tetapi hasil negatif pada kultur bakteri rutin. Spesifik bacterial staining acid-fast (ZN stain) akan menunjukkan hasil positif. Urolithiasis juga dapat menimbulkan pyuria. Bila menemukan pasien dengan pyuria maka dokter peru melakukan plain x-ray atau IV urogram untuk melihat apakah telah terjadi urolithiasis. 2.Eritrosit- jika terdapat eritrosit dalam urine namanya hematuria. Hasil positif

mengindikasikan: latihan berat, vaginal bleeding, inflamasi organ yang dekat atau berhubungan langsung dengan sistema urinaria (misalnya diverticulosis atau appendicitis). Hematuria juga menunjukkan cystitis atau urethritis. Pemeriksaan hematuria secara mikroskopis menggunakan 3 kontainer dapat memperkirakan asal bleeding. Ketiga kontainer tersebut masing-masing berisi urine dari initial, mid dan terminal micturition. Bila eritrosit predominan pada initial portion berarti sumber bleedingnya adalah anterior urethra. Sedangkan hasil positif pada terminal portion menunjukkan sumber bleeding dari posterior urethra atau dari bladder neck. Jika hasil positif ada pada semua kontainer maka kemungkinan sumber perdarahan berasal dari bladder, ureter atau ginjal. Pengumpulan urine harus dilakukan sebelum rectal examination agar tidak terjadi misleading.

3. Epithelial cells—Squamous epithelial cells pada sedimen urine berarti telah terjadi kontaminasi spesimen pada distal urethra atau dari introitus vagina. 4. Casts—erythrocyte cast (sekumpulan eritrosit) adalah tanda pathologis

glomerulitis dan vasculitis. Sejumlah epithelial cast dari renal tubule mengindikasikan acute graft rejection.

5. Hyalin cast - mungkin berarti telah terjadi campuran mucus dan globulin di tubula renal (Health Study Club, 2008).


(43)

2.2.8 Komplikasi ISK

1. ISK sederhana. ISK akut tipe sederhana(sistitis) yaitu non-obstruksi dan bukan perempuan hamil merupakan penyakit ringan dan tidak

menyebabkan akibat lanjut jangka lama. 2. ISK tipe Berkomplikasi

- ISK selma kehamilan. ISK selama kehamilan dari umur kehamilan. - ISK pada diabetes melitus. Penelitian epidemiologi klins melaporkan bakteriuria dan ISK lebih sering ditemukan pada DM dibandingkan perempuan tanpa DM. (Enday Sukandar, 2007).

2.3 Patofisiologi Infeksi Saluran Kemih Dikalangan Pasien Wanita DM

Saluran kemih kita seharusnya steril (tidak ada kuman). Bila ada bakteri akan dihilangkan oleh sel-sel di permukaan saluran kemih dengan memproduksi asam organik, sel-sel darah putih, dan antibodi. Bila gula darah penderita diabetes melitus tidak terkendali maka daya tahan tubuhnya akan lebih rendah dan terdapat gula di urinnya yang memudahkan kuman berkembang biak. Infeksi terjadi bila mekanisme pertahanan tubuh yang alamiah lokal, baik intrinsik maupun ektrinsik gagal, sehingga ada kuman yang masuk ke dalam saluran kemih dan menyebabkan peradangan. Konsentrasi glukosa yang tinggi didalam urine merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme pathogen. Umumnya adalah kuman yang berasal dari dubur atau sekitarnya, yang menjalar masuk dari bawah ke atas. Kuman yang sering menjadi penyebab adalah

Eschericia coli, yang banyak terdapat di kotoran manusia.

Wanita lebih sering menderita penyakit ini karena anatomi saluran kemihnya yang lebih pendek dan terbuka daripada pria. Insidennya meningkat terutama pada usia menopause karena pengaruh hormonal, terjadinya prolaps dan turunnya rahim atau kandung kemih. Wanita hamil lebih rentan karena perubahan hormonal yang terjadi mempengaruhi saluran kemih. (David E.Schteingart, 2006).


(44)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

3.1 Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi infeksi saluran kemih dikalangan wanita DM tipe II yang dirawat inap dan dirawat jalan di Subbagian Endokrinologi, Bahagian Penyakit Dalam di RSUP H.Adam Malik.

Berdasarkan latar belakang dan tinjauan pustaka maka kerangka konsep dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

Wanita Umur Diabetes Mellitus Infeksi Saluran Kemih Status Sosial

Tipe II ( ISK ) Rawat Inap & Rawat Jalan Tempoh Menderita DM

Gambar 3.1 Kerangka konseptual penelitian

3.2 Definisi Operasional

A. Diabetes mellitus adalah penderita telah didiagnosis dengan DM atau penderita dengan gejala klinis khas berupa poliuria, polidipsi, polifagi dan penurunan berat badan disertai salah satu dari kadar gula puasa >126 mg/dl, atau gula darah sewaktu >200mg/dl atau gula darah 2 jam post prandial >200 mg/dl atau penderita dengan klinis tidak khas disertai peningkatan dari 2 hasil pemeriksaan gula darah seperti diatas.

B. ISK adalah infeksi yang berlaku di saluran kemih dan ditemukan kuman pada pemeriksaan urine aspirasi suprapubik disertai gejala-gejala klinis. ISK ditegakkan dengan ditemukannya sel leukosit >5/lpb dari pemeriksaan urinalisa, ditemukan >100,000 bakteri pada pemeriksaan mikroskop dan disertai keluhan-keluhan lain.


(45)

C. Infeksi saluran kemih bagian atas adalah apabila memenuhi tiga dari empat butiran dibawah ini:

1. Demam tinggi dan menggigil. 2. Muntah dan nausea.

3. ISK disertai adanya cast di dalam urine.

4. Nyeri bagian punggung sejajar dengan pinggang (kostovetebra).

D. Infeksi saluran kemih bagian bawah adalah apabila memenuhi salah satu kriteria dibawah ini :

1. Disuria yaitu nyeri ketika buang air kecil.

2. Kerap buang air kecil atau nocturia dan jumlah urin biasanya sedikit. 3. Urgency atau tidak bisa menahan urin dalam kandung kemih.

4. Urin yang keruh, busuk atau disertai darah. 5. Nyeri pada bagian abdomen bawah (suprapubik). 6. Demam dan rasa tidak enak tubuh atau malaise.

E. Umur adalah mengkaji usia pasien wanita diabetes mellitus yang dirawat inap dan dirawat jalan di Subbagian Endokrinologi, Bagian Penyakit Dalam di RSUP H.Adam Malik yang banyak menderita infeksi saluran kemih.

F. Status sosial adalah mengkaji pekerjaan dan tempat tinggal pasien wanita DM tipe II yang mungkin menjadi salah satu faktor yang menyebabkan ISK.

G. Menghitung perbedaan angka kejadian ISK diantara pasien DM tipe II yang dirawat inap dan dirawat jalan.

H. Tempoh menderita DM adalah mengkaji perkaitan antara lama menderita DM dengan lama mendapat ISK

3.3 Cara Ukur Analisa rekam medis

3.4 Alat Ukur Rekam medis.


(46)

3.5 Kategori Urinalisa

a. Leukosituria (>5/lpb) b. Tiada Leukosituria (<5/lpb) Pemeriksaan Mikroskop

a. Bakteriuria (>100.000) b. Tiada Bakteriuria (<100.000)

3.6 Skala Pengukuran Nominal


(47)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif cross sectional. Deskriptif adalah studi yang ditujukan untuk menentukan jumlah atau frekuensi serta distribusi penyakit disuatu daerah berdasarkan variabel orang, tempat dan waktu. Cross sectional adalah melakukan observasi atau pengukuran variabel pada satu saat tertentu. Dalam hal ini, yang akan dikaji merupakan prevalensi Infeksi Saluran Kemih pada pasien yang menderita penyakit Diabetes Mellitus tipe II yang dirawat inap dan dirawat jalan di Subbagian Endokrinologi, Bagian Penyakit Dalam di RSUP H.Adam Malik pada tahun 2009.

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 01 Juli 2010 sehingga dari 31 Oktober 2010 di RSUP H.Adam Malik. Penelitian ini dilakukan di Subbagian Endrokrinologi, Bagian Penyakit Dalam RSUP H. Adam Malik, Medan karena lokasi ini merupakan rumah sakit milik pemerintah dan rumah sakit ini dikelola oleh Pemerintah Pusat bersama Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara. Selain itu rumah sakit ini merupakan rumah sakit pembelajaran yang menjadi rujukan kepada para penyelidik.

4.3 Populasi dan Sampel 4.3.1 Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah pasien yang menderita penyakit diabetes melitus tipe II yang dirawat inap dan dirawat jalan di Subbagian Endokrinologi, Bahagian Penyakit Dalam di RSUP H.Adam Malik. Jika peneliti tidak tahu pasti jumlah dan kareteristik dari populasi penelitian maka peneliti bisa membagi dalam bagian wilayah dari daerah tersebut (Notoadmotjo, 1993). Memilih salah satu rumah sakit umum di Kota Medan karena peneliti tidak tahu


(48)

secara pasti jumlah populasi infeksi saluran kemih pada wanita yang menderita DM tipe II yang ada di Kota Medan.

4.3.2 Sampel

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian adalah total sampling

dimana keseluruhan populasi adalah sampel karena perlu diperolehi jumlah atau nomor sebenar penderita ISK pada penyakit DM tipe II secara keseluruhan. Sampel diambil dengan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

4.3.2.1 Kriteria Inklusi dan Eksklusi a. Kriteria Inklusi

i. Pasien dengan kadar gula darah puasa lebih dari 126mg/dl dan atau atau gula darah 2 jam setelah makan lebih dari 200mg/dl.

ii. Pasien dengan kadar leukosit urin > 5per lapang pandang besar. iii. Pasien dengan gejala prodromal.

iv. Pasien dengan jumlah bakteri > 100.000 pada pemeriksaan mikroskop

v. Pemeriksaan urin dilakukan dengan cara yang betul. b. Kriteria Ekslusi

i. Pasien dengan riwayat infeksi sebelum didiagnosa sebagai DM tipe II.

ii. Pasien DM tipe II dengan pemasangan kateter. iii. Pasien wanita yang hamil.

4.4 Teknik Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data akan dilakukan setelah mendapat rekomendasi izin pelaksanaan penelitian dari PDI dan Direktor Rumah Sakit Hj.Adam Malik. Teknik penggumpulan data dirumuskan dengan langkah-langkah sebagai berikut.

a. Meminta rekam medis pasien yang rawat inap dan rawat jalan di RSUP H.Adam Malik mulai dari tanggal 1 Januari 2009 sampai dengan 31 Disember 2009.


(49)

b. Selanjutnya memilih data pasien , kemudian data yang diambil adalah pasien dengan kategori DM tipe II dengan infeksi saluran kemih yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

c. Mencatat hasilnya kemudian menghitung presentasenya.

4.5 Pengolahan dan Analisa Data

Pengolahan dilakukan dengan menganalisa data pasien yang diambil dari rekam medis di RSUP H.Adam Malik. Analisa data ini akan dilakukan dengan tabel presentase@ tabel distribusi menggunakan program computer yang disebut

SPSS (Statistical Product and Service Solution) for Windows 14.0.) sesuai dengan tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui prevalensi kejadian infeksi saluran kemih dikalangan pasien DM tipe II.


(50)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

Proses pengambilan data untuk penelitian ini telah dilakukan dari tanggal 25 Agustus 2010 sampai tanggal 15 September di RSUP H. Adam Malik, Medan, dengan total sampel 25 orang dari sejumlah 197 orang.

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Rumah Sakit adalah sebagai salah satu subsistem pelayanan kesehatan menyelenggarakan dua jenis pelayanan untuk masyarakat yaitu pelayanan kesehatan dan pelayanan administrasi. Pelayanan kesehatan mencakup pelayanan medik, pelayanan penunjang medik, rehabilitasi medik dan pelayanan keperawatan. Pelayanan tersebut dilaksanakan melalui unit gawat darurat, unit rawat jalan dan unit rawat inap. Pelayanan kesehatan dirumah sakit tidak saja bersifat kuratif (penyembuhan) tetapi juga bersifat pemulihan (rehabilitasi). Keduanya dilakukan secara terpadu melalui upaya promosi kesehatan serta pencegahan.

Penelitian dilakukan di Sub bagian Endokrinologi, bagian Penyakit Dalam RSUP H.Adam Malik. Data diambil dari ruangan rekam medis yang terletak di lantai bawah rumah sakit ini setelah mendapat izin dari bagian Litbang. RSUP H. Adam Malik Medan merupakan rumah sakit kelas A sesuai SK Menkes No.335/Menkes/SK/VII/1990 dan juga sebagai Rumah Sakit Pendidikan sesuai SK Menkes No.502/Menkes/SK/IX/1991 yang memiliki visi sebagai pusat unggulan pelayanan kesehatan dan pendidikan juga merupakan pusat rujukan kesehatan untuk wilayah pembangunan A yang meliputi Provinsi Sumatera Utara, D.I. Aceh, Sumatera Barat dan Riau. Lokasinya dibangun di atas tanah seluas ±10Ha dan terletak di Jalan Bunga Lau No.17 Km.12, Kecamatan Medan Tuntungan, Kotamadya Medan, Provinsi Sumatera Utara.

RSUP H. Adam Malik Medan memiliki fasilitas pelayanan yang terdiri dari pelayanan medis, pelayanan penunjang medis, pelayanan penunjang non


(51)

medis, bioelektro medik, Penyuluh Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS), dan pelayanan non medis (instalasi tata usaha pasien, teknik sipil, pemulasaran jenazah).

5.1.2 Deskripsi Karakteristik Sampel

Sampel penelitian adalah semua wanita penderita Diabetes Mellitus tipe II yang dirawat inap dan rawat jalan di Sub Bagian Endokrinologi Penyakit Dalam, RSUP H. Adam Malik, Medan pada tanggal 01 Januari 2009 sehingga 31 desember 2009. Semua data sampel diambil dari data sekunder, yaitu rekam medis pasien yang terdapat di Sub Bagian Endokrinologi Penyakit Dalam, RSUP H. Adam Malik, Medan. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah

total sampling. Dengan metode ini terdapat sebanyak 197 orang wanita yang menderita Diabetes Mellitus Tipe II. Distribusi sampel pasien yang menderita Infeksi Saluran Kemih dan distribusi pasien yang dirawat inap dan dirawat jalan dapat dilihat dari tabel berikut:

Tabel 5.1 Distribusi Pasien Wanita Diabetes Mellitus Tipe II yang menderita ISK

Jenis Penyakit Frekuensi (orang) Persentase (%)

Non ISK 172 87.3

ISK 25 12.7

Total 197 100.0

Berdasarkan tabel 5.1 diatas didapati bahwa dari sejumlah 197 pasien wanita yang menderita Diabetik Melitus Tipe II, terdapat sebanyak 25 orang (12,7%) yang menderita penyakit Infeksi Saluran Kemih dan sebanyak 172 orang (87,3) yang tidak menderita Infeksi Saluran Kemih .


(52)

Tabel 5.2 Distribusi Penderita Wanita Diabetes Mellitus Tipe II Berdasarkan Jenis Rawatan

Jenis Rawatan Frekuensi (orang) Persentase (%)

Rawat Inap 22 11,2

Rawat Jalan 175 88,8

Total 197 100,0

Berdasarkan tabel 5.1 diatas didapati bahwa dari sejumlah 197 pasien wanita yang menderita Diabetik Mellitus Tipe II, terdapat sebanyak 22 orang (11,2%) yang dirawat inap dan sebanyak 175 orang (88,8) yang rawat jalan.


(53)

5.2 Hasil Analisis Data

Setelah mendapat data pasien ISK sebanyak 25 orang daripada 197 orang penderita DM tipe II, telah dilakukan analisa diantara 25 pasien ISK tersebut.

Tabel 5.3 Analisis Data Pasien Wanita Diabetes Mellitus Tipe II yang Menderita ISK Mengikut Kelompok Umur

Kelompok Umur Frekuensi (orang) Persentase (%)

40-49 5 20,0

50-59 11 44,0

60-69 8 32,0

70-79 1 4,0

Total 25 100,0

Secara keseluruhan, rata-rata umur Pasien DM dengan Infeksi Saluran Kemih adalah 55,48 tahun. Pasien DM dengan Infeksi Saluran Kemih yang termuda menderita penyakit adalah berusia 40 tahun dan tertua adalah berusia 75 tahun. Dari tabel 5.3 didapat Pasien DM dengan Infeksi Saluran Kemih yang paling banyak dijumpai pada kelompok umur 50-59 tahun yaitu sebanyak 11 orang (44,0%), diikuti kelompok umur 60-69 tahun yaitu sebanyak 8 orang (32,0%), ketiga pada kelompok umur 40-49 tahun terdapat sebanyak 5 orang (20,0%), sedangkan pasien DM dengan Infeksi Saluran Kemih yang paling sedikit dijumpai adalah pada kelompok umur 70– 79 tahun yaitu sebanyak 1 orang (4,0%).


(54)

Tabel 5.4 Analisis Data Wanita Diabetes Melitus Tipe II yang Menderita ISK Berdasarkan Jenis Rawatan

Jenis Rawatan Frekuensi (orang) Persentase (%)

Rawat Inap 3 12,0

Rawat Jalan 22 88,0

Total 25 100,0

Berdasarkan tabel 5.4 diketahui bahwa dari sejumlah 25 sampel pasien wanita yang menderita penyakit infeksi saluran kemih, terdapat 3 orang (12,0%) yang dirawat inap dan sisanya adalah rawat jalan yaitu sebanyak 22 orang (88,0%).

Tabel 5.5 Analisis Data Wanita Diabetes Melitus Tipe II yang Menderita ISK Berdasarkan Jenis Pekerjaan

Jenis Pekerjaan Frekuensi (orang) Persentase (%)

Ibu Rumah Tangga (IRT) 16 64,0

Pegawai Negeri 7 28,0

Wiraswata 1 4,0

Pensiunan 1 4,0

Total 25 100,0

Berdasarkan tabel 5.5 dapat diketahui bahwa dari 25 sampel kebanyakan penderita DM dengan Infeksi Saluran Kemih bekerja sebagai Ibu rumah Tangga yaitu sebanyak 16 orang (64,0%). Penderita DM dengan Infeksi Saluran Kemih yang kedua tinggi adalah pegawai negeri yaitu sebanyak 7 orang (28,0%). Sementara penderita DM dengan Infeksi Saluran Kemih yang bekerja sebagai wiraswasta dan pensiunan meliputi jumlah yang terendah dari semua sampel yaitu masing-masing sebanyak satu orang (4,0%).


(55)

Tabel 5.6 Analisis Data Wanita Diabetes Melitus Tipe II yang Menderita ISK Berdasarkan Domisili

Domisili Frekuensi (orang) Persentase (%)

Aceh Tengah 2 8,0

Batang Serangan 1 4,0

Batu Bara 1 4,0

Deli Serdang 2 8,0

Kota Medan 8 32,0

Medan Selayang 1 4,0

Medan Sunggal 1 4,0

Medan Tuntunggan 2 8,0

Pancur Batu 2 8,0

Sibolga 1 4,0

Simalingkar 1 4,0

Tanggung Pura 1 4,0

Tanjung Morawa 1 4,0

Tiga Lingga 1 4,0

Total 25 100,0

Berdasarkan tabel 5.6 dapat diketahui bahwa dari 25 sampel kebanyakan pasien wanita DM dengan infeksi saluran kemih berasal dari Kota Medan yaitu sebanyak 8 orang (32,0%). Pasien wanita DM dengan infeksi saluran kemih yang berasal dari Aceh Tengah, Deli Serdang, Medan Tuntunggan dan Pancur Batu adalah masing-masing 2 orang (8.0%). Sedangkan pasien wanita DM dengan infeksi saluran Kemih yang berasal dari Batang Serangan,Batu Bara, Medan Selayang, Medan Sungal, Sibolga, Simalingkar, Tanjung Pura, Tanjung Morawa dan Tiga Lingga adalah masing masing 1 orang yaitu (4.0%).


(56)

Tabel 5.7 Analisis Data Wanita Diabetes Melitus Tipe II yang Menderita ISK Berdasarkan Lamanya Menderita DM

Tempoh DM (Tahun) Frekuensi (orang) Persentase (%)

1-5 18 72,0

6-10 5 20,0

11-15 0 0,0

16-20 2 8,0

Total 25 100,0

Berdasarkan tabel 5.7 dapat diketahui bahwa dari 25 sampel, kebanyakan wanita mendapat ISK setelah 1-5 tahun menderita Diabetes Melitus. Sebanyak 5 orang yaitu (20,0%) mendapat ISK setelah 5-10 tahun menderita Diabetes Melitus. Sedangkan 2 orang yaitu (8.0%) mendapat ISK setelah 16-20 tahun menderita Diabetes Melitus.


(57)

5.3 Pembahasan

Diabetes mellitus atau pada bahasa awam dikenal dengan nama penyakit kencing manis adalah suatu penyakit gangguan kesehatan di mana peningkatan kadar gula darah puasa lebih dari 126 mg/dl dan atau gula darah 2 jam setelah makan lebih dari 200 mg/dl karena gula dalam darah tidak dapat digunakan oleh tubuh. (WHO, 2009). Infeksi saluran kemih (ISK) adalah keadaan berkembang biaknya mikroorganisme patogen didalam saluran kemih yang menyebabkan inflamasi. Dalam keadaan normal saluran kemih tidak mengandung bakteri, virus, atau mikroorganisme lainnya.

Dari 197 wanita Diabetes Melitus tipe II didapati 25 orang yaitu (12,2%) menderita infeksi saluran kemih berbanding 172 orang yaitu (88,8%) yang tidak menderita infeksi saluran kemih. Hasil ini sedikit berbeda dengan hasil penelitian oleh Geerling SE (2001) yang meneliti 589 orang wanita DM, didapatkan 148 wanita DM dengan bakteriuri asimtomatik (25%). Dari 148 penderita ini didapatkan 115 orang (20%) menjadi bakteriuria simtomatik setelah pemantauan selama 18 bulan. Bakteri simtomatik ini terdiri dari 111 penderita ISK bawah (19%), 3 penderita ISK atas (0,5%) dan 1 penderita dengan bakterimia.16. Pada penelitian oleh Made Ariwijaya, Ketut Suwitra (2007) Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam FK Unud/RS Sanglah, Denpasar didapatkan dalam 100 orang pasien, 11 penderita dengan bakteriuria simtomatik (30,6%) dan 25 penderita dengan bakteriuria asimtomatik (69,4%). Didapatkan ISK atas sebanyak 9 penderita (25%), dan ISK bawah sebanyak 27 penderita (75%).

Dalam penelitian ini didapati 3 dari 22 orang (13,6%) pasien DM yang dirawat inap mendapat ISK berbanding dengan 22 dari 175 orang (12,6%) pasien DM yang dirawat jalan. Ini mungkin karena pasien yang dirawat inap tidak menjaga hygiene saluran kemih sendiri sehingga menyebabkan ISK.

Selain itu rata-rata umur pasien DM dengan Infeksi Saluran Kemih adalah 55,48 tahun. Pasien DM dengan Infeksi Saluran Kemih yang termuda menderita penyakit adalah berusia 40 tahun dan tertua adalah berusia 75 tahun. Kelompok umur yang paling banyak dijumpai ISK adalah 50-59 tahun yaitu sebanyak 11


(58)

orang (44,0%), diikuti kelompok umur 60-69 tahun yaitu sebanyak 8 orang (32,0%), ketiga pada kelompok umur 40-49 tahun terdapat sebanyak 5 orang (20,0%), sedangkan pasien DM dengan Infeksi Saluran Kemih yang paling sedikit dijumpai adalah pada kelompok umur 70– 79 tahun yaitu sebanyak 1 orang (4,0%). Hasil ini sedikit berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Made Ariwijaya, Ketut Suwitra (2007) Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam FK Unud/RS Sanglah, Denpasar didapati kejadian ISK pada pasien DM lebih banyak didapatkan pada umur < 50 tahun dibandingkan dengan umur > 50 tahun (61,1% vs 38,9%). Hasil yang sama didapatkan pada penelitian Geerling SE (2001), yaitu umur rata rata penderita DM dengan ISK 40,3 ± 13,5 tahun. Perbedaan ini tidak begitu terlihat dan mungkin disebabkan oleh rentang umur pasien yang berbeda pada kedua-dua penelitian tersebut.

Diketahui bahwa dari 25 sampel kebanyakan penderita DM dengan infeksi saluran kemih bekerja sebagai Ibu rumah Tangga yaitu sebanyak 16 orang (64,0%). Penderita DM dengan infeksi saluran kemih yang kedua tinggi adalah pegawai negeri yaitu sebanyak 7 orang (28,0%). Sementara penderita DM dengan Infeksi Saluran Kemih yang bekerja sebagai wiraswasta dan pensiunan meliputi jumlah yang terendah dari semua sampel yaitu masing-masing sebanyak satu orang (4,0%). Ini mungkin karena mereka kurang berhubungan kepada dunia luar dan kurang mendapat penerangan yang membantu masyarakat dalam menghindari infeksi saluran kemih.

Tambahan juga, dari 25 sampel kebanyakan pasien wanita DM dengan infeksi saluran kemih berasal dari Kota Medan yaitu sebanyak 8 orang (32,0%). Pasien wanita DM dengan infeksi saluran kemih yang berasal dari Aceh Tengah, Deli Serdang, Medan Tuntunggan dan Pancur Batu adalah masing-masing 2 orang (8.0%). Sedangkan pasien wanita DM dengan infeksi saluran Kemih yang berasal dari Batang Serangan, Batu Bara, Medan Selayang, Medan Sungal, Sibolga, Simalingkar, Tanjung Pura, Tanjung Morawa dan Tiga Lingga adalah masing masing 1 orang yaitu (4.0%). Ini menunjukkan bahwa masyarakat yang tinggal di Kota Medan mempunyai kesempatan dan kemudahan untuk datang berobat ke RSHAM dibandingkan masyarakat yang tinggal di daerah lain. Kehidupan yang


(59)

begitu sibuk mungkin menyebabkan mereka kurang memperhatikan hygiene saluran kemih mereka.

Dari penelitian ini dapat juga diketahui bahwa dari 25 sampel, kebanyakan wanita mendapat ISK setelah 1-5 tahun menderita Diabetes Mellitus. Sebanyak 5 orang yaitu (20,0%) mendapat ISK setelah 5-10 tahun menderita Diabetes Mellitus. Manakala 2 orang yaitu (8.0%) mendapat ISK setelah 16-20 tahun menderita Diabetes Mellitus. Pada penelitian oleh Made Ariwijaya, Ketut Suwitra (2007) Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam FK Unud/RS Sanglah, Denpasar didapatkan bahwa dari 36 orang penderita ISK, 27 orang yaitu (75%) menderita ISK setelah menderita DM selama lebih dari lima tahun. Hasil ini berbeda karena mungkin disebabkan oleh jangka waktu penelitian saya yang kurang panjang. Selain itu, besar sampel pada penelitian sebelumnya lebih banyak berbanding dengan penelitian ini.


(1)

rawat inap/rawat jalan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid rawat inap 22 11.2 11.2 11.2

rawat jalan 175 88.8 88.8 100.0

Total 197 100.0 100.0

Statistics kelompokumur

N Valid 197

Missing 0

Mean 3.13

Std. Error of Mean .072

Median 3.00

Mode 3

Std. Deviation 1.007

Variance 1.013

Minimum 1

Maximum 5

kelompokumur

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 31-40 11 5.6 5.6 5.6

41-50 40 20.3 20.3 25.9

51-60 73 37.1 37.1 62.9

61-70 58 29.4 29.4 92.4

>70 15 7.6 7.6 100.0


(2)

Case Processing Summary Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

kelompokumur * jenispenyakit

197 100.0% 0 .0% 197 100.0%

kelompokumur * jenispenyakit Crosstabulation Count

jenispenyakit

Total Non ISK ISK

kelompokumur 31-40 10 1 11

41-50 35 5 40

51-60 59 14 73

61-70 54 4 58

>70 14 1 15

Total 172 25 197

kelompok.umur

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 40-49 5 20.0 20.0 20.0

50-59 11 44.0 44.0 64.0

60-69 8 32.0 32.0 96.0

70-79 1 4.0 4.0 100.0


(3)

Statistics Umur

N Valid 25

Missing 0

Mean 55.48

Std. Error of Mean 1.615

Median 56.00

Mode 60

Std. Deviation 8.073

Variance 65.177

Minimum 40

Maximum 75

Umur

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 40 1 4.0 4.0 4.0

43 1 4.0 4.0 8.0

44 1 4.0 4.0 12.0

46 1 4.0 4.0 16.0

49 1 4.0 4.0 20.0

50 1 4.0 4.0 24.0

51 2 8.0 8.0 32.0

52 1 4.0 4.0 36.0

53 2 8.0 8.0 44.0

55 1 4.0 4.0 48.0

56 2 8.0 8.0 56.0

57 1 4.0 4.0 60.0

59 1 4.0 4.0 64.0


(4)

65 1 4.0 4.0 92.0

68 1 4.0 4.0 96.0

75 1 4.0 4.0 100.0

Total 25 100.0 100.0

Statistics Rawat

N Valid 25

Missing 0

Rawat

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid rawat inap 3 12.0 12.0 12.0

rawat jalan 22 88.0 88.0 100.0

Total 25 100.0 100.0

Statistics Pekerjaan

N Valid 25

Missing 0

Pekerjaan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Ibu Rumah Tangga 16 64.0 64.0 64.0

Pegawai Negeri 7 28.0 28.0 92.0

Wiraswasta 1 4.0 4.0 96.0

pensiunan 1 4.0 4.0 100.0


(5)

Statistics Domisili

N Valid 25

Missing 0

Domisili

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Aceh Tengah 2 8.0 8.0 8.0

Batang Senangan 1 4.0 4.0 12.0

Batu Bara 1 4.0 4.0 16.0

Deli Serdang 2 8.0 8.0 24.0

Kota Medan 8 32.0 32.0 56.0

Medan Selayang 1 4.0 4.0 60.0

Medan Sunggal 1 4.0 4.0 64.0

Medan Tuntunggan 2 8.0 8.0 72.0

Pancur Batu 2 8.0 8.0 80.0

Sibolga 1 4.0 4.0 84.0

Simalingkar 1 4.0 4.0 88.0

Tanggung Pura 1 4.0 4.0 92.0

Tanjung Morawa 1 4.0 4.0 96.0

Tiga Lingga 1 4.0 4.0 100.0


(6)

Statistics ktempohDM

N Valid 25

Missing 0

Mean 1.44

Std. Error of Mean .174

Median 1.00

Mode 1

Std. Deviation .870

Variance .757

Minimum 1

Maximum 4

ktempohDM

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 1-5 18 72.0 72.0 72.0

5-10 5 20.0 20.0 92.0

16-20 2 8.0 8.0 100.0