Konsep perjanjian kerja dan upah menurut hukum Islam dan hukum positif (analisis kasus perbudakan di pabrik CV. Cahaya Logam di Daerah Kec. Sepatan Timur Kab. Tangerang)

(1)

Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syari’ah (S.Sy)

oleh : HASAN AZIZ NIM: 108043100024

KONSENTRASI PERBANDINGAN MAZHAB FIKIH PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A


(2)

(3)

(4)

(5)

ii Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh : HASAN AZIZ NIM : 108043100024

Di bawah bimbingan :

Drs. H. Ahmad Yani, M. Ag. NIP : 196404121994031004

KONSENTRASI PERBANDINGAN MAZHAB FIKIH

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A


(6)

iii

Pabrik CV. Cahaya Logam di Daerah Kec. Sepatan Timur Kab. Tangerang) telah diujikan dalam sidang munaqasah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 4 Juni 2015. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Program Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum (S. Sy).

Jakarta, 4 Juni 2015 Dekan,

Dr. Asep Saepudin Jahar, MA. NIP. 196912161996031001

Panitian Ujian Munaqasah Ketua : Fahmi Muhammad Ahmadi M. Si.

Nip. 197412132003121002 (……….)

Sekertaris : Hj. Siti Hanna, S. Ag, Lc., MA.

Nip. 1974021620080120131 (……….)

Pembimbing : Drs. H. Ahmad Yani, M. Ag.

NIP : 196404121994031004 (……….……)

Penguji I : Dr. A. Sudirman Abbas, M. Ag.

Nip. 196912011999031003 (……….)

Penguji II : Dedy Nursamsi, SH, M. Hum.


(7)

iv Dengan ini menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar strata 1 (S1) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika kemudian hari saya terbukti bahwa ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 9 Juni 2015 M 28 Sya’ban 1436 H


(8)

v Tangerang)

Problematika ketenagakerjaan sepanjang sejarah selalu memunculkan permasalahan baru, dari masalah perjanjian kerja, pengupahan, perlindungan, kesejahteraan, dan pengawasan ketenagakerjaan. Di antara masalah tersebut salah satu yang sangat krusial adalah masalah perjanjian kerja dan pengupahan. Perjanjian kerja yang tidak jelas dan jumlah upah yang diinginkan para pekerja/buruh sering kali bertentangan dengan kehendak perusahaan, seandainya pemerintah tidak campur tangan pasti sebuah tatanan masyarakat terutama dalam bidang ekonomi akan dikuasai oleh kapitalis. Dalam islam memandang upah adalah hal yang sangat penting karena masuk dalam ranah daruriyat. Islam selalu menjunjung tinggi akad atau kesepakatan antara pekerja/buruh dan majikan, namun sebagai pihak yang lebih kuat majikan dilarang melakukan tindakan semena-mena serta memberikan upah yang tidak dapat mencukupi minimal kebutuhan pokoknya. Untuk itu perlu adanya pembahasan yang komprehensif dalam menjelaskan perjanjian kerja dan upah yang layak.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsep perjanjian kerja dan konsep upah buruh menurut hukum islam dan hukum positif. Dan juga untuk mengetahui kedudukan hukum perjanjian kerja dan upah buruh terkhusus di Pabrik CV. Cahaya Logam di Daerah Kec. Sepatan Timur Kab. Tangerang menurut hukum Islam dan hukum Positif.

Metode penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan instumen penelitian lapangan (field research). Dan penelitian kepustakaan yang didasarkan pada suatu pembahasan dengan menggunakan metode studi kepustakaan (library research). Adapun pendekatan yang dilakukan dalam penyusunan skripsi ini menggunakan pendekatan konseptual (conceptual approach).

Sedangkan tekhnik pengumpulan data dilakukan dengan cara dokumentasi, wawancara, dan observasi.

Kata Kunci: Konsep Perjanjian Kerja dan Upah, Hukum Islam, Positif

Pembimbing: Drs. H. Ahmad Yani, M. Ag. Dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta


(9)

vi

Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat sehat wal’afiyat sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.

Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada

sang penyampai wahyu

al-

Qur’an suci

, penebar rahmat bagi insani, dialah

junjungan alam Nabi besar kita Muhammad SAW, beserta keluarga, para sahabat dan pengikut beliau seluruh umat manusia yang setia kepada ajarannya hingga akhir zaman.

Penulis menyadari bahwasanya terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, baik secara moril maupun materiil. Karena itu, seraya memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT., dengan penuh ketulusan hati, penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada yang terhormat:

1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA. selaku Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA. selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.


(10)

vii

4. Ibu Hj. Siti Hanna, S. Ag, Lc., MA. selaku Sekertaris Program Study Perbandingan Mazhab dan Hukum Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Dr. H. Asrorun Ni’am Sholeh. selaku Pembimbing Akademik Jurusan Perbandingan Mazhab dan Fiqih Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Bapak Drs. H. Ahmad Yani, M. Ag. selaku Dosen Pembimbing yang telah berkenan memberikan arahan serta meluangkan waktu ditengah-tengah kesibukan. Memberikan kritik dan saran demi terciptanya kesempurnaan skripsi penulis. Terimakasih atas kebaikan dan perhatiannya.

7. Para Dosen Fakultas Syariah dan Hukum, terima kasih atas ilmu pengetahuan yang telah diberikan, semoga penulis senantiasa dapat memanfaatkan dan mengaplikasikannya dalam kehidupan bermasyarakat.

8. Terima kasih terucap kepada Ibu Siti Zubaedah (Kepala Desa), Bapak Salmin (Ketua Rt) selaku Pemerintah Desa Sepatan Timur Kabupaten Tangerang, dan Bpk. Basri (Warga/pekerja) yang telah berkenan untuk di wawancarai hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

9. Terima kasih yang tak terhingga kepada Ayahanda H. Enjum Junaedi dan Ibunda Hj. Siti Bahriah yang telah memberikan banyak hal yang berarti


(11)

viii

10.Teruntuk kakak tercinta: H. Sidiq Fauzi, Yayah Zumriyah, dan Ahmad Taufik yang selalu menghibur penulis baik suka maupun duka, memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis untuk bisa meraih cita-cita.

11.Untuk paman Habib Hamzah al-Haddar beserta keluarga, terima kasih atas Do’a dan Wejangannya setiap malam. Para sohib “Darul Daqom” bang sony, bang acan, bang ayi al-oye, bang didi, bang amid syam, bang aai, bang bayong, Ky dahlan, dan yang lainnya, terima kasih atas tempat bersandar dan segelas kopinya.

12.Salam santun untuk Tuan Guru Muhammad Daerobi, yang telah banyak membantu dan memberikan semangat kepada penulis agar tetap semangat untuk menjalani hidup, begitupun dengan kang Seto, kang Asef dan kang Eto el-Bor. Matur suhunnya atas kebaikannya.

13.Teman-teman “The Kostan” faiz abdul, rosadi ahmad, saeful bahri el-BGL, ridwan DK, ujang FR, ali bekam, achonk KRD, ardi BRK, dan rahman GBR. Terima kasih atas setiap tawa canda yang telah diberikan disaat penulis sudah mulai lelah dengan keadaan, kalian menjadi obat pelipur lara.

14.Teman-teman seperjuangan, terkhusus “My Best Friend” Suhendra, Fauzan, Khumaidah, dan seluruh penghuni PMF angkatan tahun 2008, yang telah


(12)

ix

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,, oleh karena itu, kritik dan saran konstruktif senantiasa penulis harapkan untuk kesempurnaan karya ilmiah ini, namun penulis berharap semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Amin Ya Rabbal ‘Alamin.

Jakarta, 9 Juni 2015 M 28 Sya’ban 1436 H


(13)

x

Halaman

HALAMAN JUDUL……….. i

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING……… ii

LEMBAR PENGESAHAN MUNAQOSYAH ... iii

HALAMAN KEASLIAN SKRIPSI………. ... iv

ABSTRAK... ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 9

E. Metodelogi Penelitian ... 10

F. Riview Terdahulu ... 14


(14)

xi

A. Perjanjian Kerja Menurut Hukum Islam Dan Hukum Positif ... 18

1. Pengertian Perjanjian Kerja ... 18

2. Jenis Perjanjian Kerja ... 21

3. Kententuan Hukum Perjanjian Kerja ... 23

B. Upah Menurut Hukum Islam Dan Hukum Positif ... 25

1. Pengertian Upah ... 25

2. Macam-macam Upah ... 28

3. Sistem Pengupahan ... 29

BAB III KRONOLOGIS KASUS PERBUDAKAN DI PABRIK CV. CAHAYA LOGAM KEC. SEPATAN TIMUR KAB. TANGERANG A. Profil Perusahaan ... 33

B. Kronologis Kasus ... 34

C. Duduk Permasalahan ... 36

BAB IV ANALISIS KASUS PERBUDAKAN DI PABRIK CV. CAHAYA LOGAM KEC. SEPATAN TIMUR KAB. TANGERANG MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF


(15)

xii

B. Analisis Upah Menurut Hukum Islam dan Hukum Positif ... 55 C. Analisis Kasus ... 70

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 77 B. Saran-saran ... 80

DAFTAR PUSTAKA ... 82 LAMPIRAN-LAMPIRAN:

i. Surat Wawancara ... I 1. Hasil Wawancara Wawancara I ... III 2. Hasil Wawancara Wawancara II ... VII 3. Hasil Wawancara Wawancara III ... XI


(16)

1 a. Latar Belakang Masalah

Beberapa waktu lalu tepatnya sekitar bulan Mei 2013 terkuaknya kasus yang menghancurkan martabat kemanusiaan yaitu kasus perburuhan di daerah Desa Lebak Wangi Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang. Kasus ini seolah tak berlogika dengan sisi kemanusiaan yang terus dijunjung tinggi di Indonesia. Tragedi dehumanisasi pada pabrik panci alumunium CV. Cahaya Logam yang memperlakukan buruhnya secara tidak manusiawi. Pabrik ini dilaporkan telah melakukan pelanggaran hak asasi manusia seperti menyiksa dan menyekap karyawan, mempekerjakan karyawan di bawah umur, dan para karyawan tersebut tidak diberi upah yang standar.

Seperti yang diberitakan dari beberapa media, mereka diperlakukan seperti budak. Berdasarkan beberapa kesaksian mengatakan bahwa para buruh dipaksa bekerja dengan waktu tak terbatas, mulai bekerja dinihari dan berakhir tengah malam, mereka tidak bisa beribadah dan disiksa kalau bekerja tidak giat.1 Selain perampasan hak atas buruh di atas, hak lain dari buruh juga dirampas seperti ditempatkan pada tempat yang tidak layak berupa ruang tertutup 8 x 6 meter, tanpa ranjang tidur, hanya ada alas tikar, kondisi pengap, lembab, gelap, terdapat fasilitas kamar mandi yang jorok dan tidak terawat.

1

Buruh Pabrik Panci Dipaksa Kerja Seperti Budak, http://www.tempo.co/read/news/2013/05/04/064477938/Buruh-Pabrik-Panci-Dipaksa-Kerja-Seperti-Budak. diakses pada tanggal 04 Mei 2013 Pukul 17:50 WIB


(17)

Dan rata-rata dari mereka tidak mandi serta tidak berganti baju selama tiga bulan.2

Dari hasil pemeriksaan, didapatkan bahwa industri tersebut tak memiliki izin industri dari instansi terkait di Pemerintah Kabupaten Tangerang. Usaha itu hanya mengantongi Surat Keterangan usaha dari Kecamatan Cikupa. Petugas kepolisian pun menemukan beragam temuan mengejutkan. Berikut temuan-temuan itu:

a) Tempat istirahat buruh berupa ruang tertutup sekitar 8m x 6m, tanpa ranjang tidur, hanya alas tikar, kondisi pengap, lembab, gelap, kamar mandi jorok dan tidak terawat.

b) Telepon genggam, dompet, uang, dan pakaian yang dibawa buruh ketika pertama kali datang bekerja di tempat itu disita lalu disimpan JK dan istrinya tanpa argumentasi yang jelas.

c) Gaji tidak diberikan, sementara buruh sudah bekerja lebih dari 2 bulan, dijanjikan Rp 600 ribu per bulan.

d) Terdapat 6 buruh yang disekap, dengan kondisi dikunci dari luar. e) Pakaian yang digunakan buruh cenderung kumal, tidak diganti

berbulan-bulan, robek dan jorok.

f) Kondisi badan buruh juga tidak terawat, rambut coklat, kelopak mata gelap, berpenyakit kulit kurap atau gatal-gatal, tampak tidak sehat. g) Buruh diperlakukan kasar dan tidak manusiawi. Hak-hak terkait

kesehatan dan berkomunikasi tida diberikan oleh pemilik usaha.

2

http://www.tempo.co/read/news/2013/05/04/064477938/Buruh-Pabrik-Panci-Dipaksa-Kerja-Seperti-Budak. diakses pada tanggal 04 Mei 2013 Pukul 17:50 WIB


(18)

h) Ada 4 buruh yang masih berumur di bawah 17 tahun, status anak.3 Dari data yang didapat oleh penulis, hal itu terjadi berawal dari ketidakjelasannya hubungan kerja dan pembagian kerja antara pengusaha pabrik dengan para buruh CV. Cahaya Logam. Diperparah dengan perjanjian kerja yang tidak jelas sekaligus tidak tertulis, hal ini menyebabkan para buruh tidak bisa menolak perjanjian kerja yang tidak sesuai peraturan perundang-undangan manakala perjanjian kerja tersebut tidak tertulis. Hal demikianlah yang menyebabkan antara buruh dengan majikan (pengusaha) tidak seimbang baik hubungan kerja maupun pembagian kerjanya.

Pada dasarnya hubungan maupun pembagian kerja merupakan aspek terpenting dalam suatu perusahaan, karena dalam suatu perusahan haruslah jelas hubungan kerja serta pembagian kerja antara pekerja satu dengan yang lainnya atau bahkan hubungan pekerja dengan pengusaha/atasannya. Jika hubungan dan pembagian kerja tidak jelas maka akan terjadi penyimpangan di sana-sini. Kasus ini merupakan salah satu contoh dari hubungan kerja dan pembagian kerja yang tidak Jelas yang tidak melakukan perjanjian-perjanjian sebelumnya sehingga pengusaha atau pemilik pabrik kuali dalam hal ini CV. Cahaya Logam melakukan tindakan semena-mena kepada para pekerja layaknya seorang budak dan tidak sesuai dengan prikemanusiaan.

Disamping karena perjanjian yang tidak jelas menjadi pemicu awal, upah yang diberikan oleh CV. Cahaya Logam juga tidak berdasarkan

3

http://megapolitan.kompas.com/read/2013/05/04/04215157/Parah.Puluhan.Buruh.D isekap.BarangDisita.dan.Hak.Tak.Dipenuhi.di.Tangerang?utm_source=WP&utm_medium= Ktpidx&utm_campaign=%20Perbudakan%20Di%20Tangerang. Diakses pada tanggal 18 Oktober 2013 Pukul 14.30 WIB


(19)

Permenakertrans No. 13 Tahun 2012 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak, sebagaimana di tulis dalam pasal 8 “Upah minimum yang ditetapkan oleh Gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 berlaku bagi pekerja/buruh dengan masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun”. Jadi seharusnya buruh pada waktu itu mendapatkan upah sesuai UMK (upah minimum kabupaten/kota) dalam hal Ini Kab. Tangerang sebesar Rp 2.200.000/perbulan,4 bukan Rp. 600.000/perbulan.

Baik ketidakjelasan perjanjian kerja antara pekerja dengan pengusaha dan problem pemberian upah di bawah UMP, ternyata bila dilihat lebih jauh dalam hukum positif terkait perburuhan memberikan kelonggaran dalam perjanjian kerja yang tidak tertulis, secara jelas ketentuan Pasal 51 ayat 1 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyatakan bahwa Perjanjian Kerja dapat dibuat secara tertulis maupun lisan.5 Pasal ini memberikan penjelasan bahwa Perjanjian Kerja tidak diwajibkan untuk dituangkan dalam wujud tertulis, bisa saja dalam bentuk lisan. Menurut Agusmidah mengatakan bahwa perjanjian merupakan buah perlindungan antara pekerja/buruh dengan pengusaha, untuk itu seharusnya perjanjian kerja tertulis tidak secara lisan.6 Karena hal itu berpotensi pada tidak terlindunginya hak-hak para buruh ketika terjadi persengketaan antara pekerja dan pengusaha. Hal ini pula yang

4

http://fspmiptbi.org/daftar-umr-ump-umk-tahun-2013, pada tanggal 22 November 2013 pukul 19. 40 WB.

5

Pasal 51 ayat 1 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan 6

Agusmidah, dkk, Bab-Bab Tentang Hukum Perburuhan Indonesia, (Jakarta: UI Press, 2012), hal. 26


(20)

memungkinkan para buruh/pekerja CV. Cahaya Logam di Kab. Tangerang tidak bisa berbuat apa-apa akan hak-haknya.

Jika kita melihat lebih jauh, menurut hukum Islam bahwa perjanjian kerja mensyarat tertulis, hal demikian mengacu pada praktek muamalah yang saling menguntungkan serta melindungi satu sama lain. Spirit tersebut bisa dilihat dari al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 282, yang mana isinya Allah berfirman “apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya”.

Ayat ini secara spesifik berisi perintah untuk melakukan pencatatan dalam persoalan hutang piutang (muamalah). Seperti yang kita ketahui bahwa hutang piutang (muamalah) termasuk bagian dari hukum privat (keperdataan). Tujuan pencatatan dalam hubungan hukum keperdataan adalah untuk menjaga agar masing-masing pihak yang terikat dengan hubungan hukum tersebut dapat menjalankan hak dan kewajibannya secara baik dan bertanggung jawab. Dalam konteks ini pencatatan menjadi faktor penting sebagai bukti adanya hubungan keperdataan tersebut. Selain itu juga pencatatan perjanjian kerja sering kali tidak diindahkan oleh para pengusaha,


(21)

maka hal itu sangat riskan terhadap kezaliman, hal demikian bukan termasuk prinsip hukum Islam yang mengandung pada kemaslahatan umat.7

Perbedaan pandangan lain dari hukum Islam dalam konteks ini adalah mengenai upah pekerja atau buruh. seperti yang dijelaskan di atas, bahwa menurut hukum positif upah pekerja harus dibayarkan sesuai dengan hidup layak di setiap daerah. Hal itu mengacu pada UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yang menjelaskan bahwa Pasal 88 ayat 4: “Pemerintah menetapkan upah minimum berdasarkan kebutuhan hidup layak dan dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi.8 Frasa ini membuat jelas bahwa dalam penetapan upah minimum titik tolak yang digunakan mengacu pada kebutuhan hidup layak yang diputuskan oleh Gubernur.9 Selanjutnya bagaimana dengan hukum Islam meninjau upah pekerja? Atas dasar apakah upah yang diberikan menurut hukum Islam.

Secara normatif, istilah upah ditemukan dengan padanan ijarah yang berasal dari kata “al-Ajru” yang berarti “al-Iwadlu (ganti)” yang berarti upah atau imbalan.10 Istilah ini ditemukan dalam surat at-Thalaq ayat 6, yang mana di dalam ayat itu dikatakan: “jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu Maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah

7

Hamka Haq, Falsafah Ushul Fiqh, (Ujung Pandang: Yayasan al-Ahkam, 1998), 47 8

Pasal 88 ayat 4 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan 9

Lihat Pasal 8 Permenakertrans No. 13 Tahun 2012 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak.

10

Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, (Beirut: Daar al-Tsaqafah al-Islamiyyah, t.Th), Juz. III, hal. 138, lihat juga Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT. Rajagrafindo, 2008), hal.113


(22)

di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan Maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.

Dalam hadits juga terdapat banyak menyinggung mengenai upah, salah satunya adalah hadits yang diiriwatkan oleh Ibnu Majah, dari Abdullah bin Umar, bahwasanya Rasulullah Saw bersabda: “Berikan kepada seorang

pekerja upahnya sebelum keringatnya kering.”11

Dari beberapa dalil di atas, maka beberapa prinsip upah (al-Ujrah)

yang berbeda dalam hukum Islam dengan hukum positif yaitu upah ditentukan dengan cara yang paling bijaksana tanpa merugikan kedua belah pihak, seperti dilarang menangguhkan upah pada pekerja atau buruh, hal demikian mengacu pada pendapat al-Munawi yang berkata: “Di haramkan menunda pemberian gaji padahal mampu menunaikannya tepat waktu. Yang dimaksud memberikan gaji sebelum keringat si pekerja kering adalah ungkapan untuk menunjukkan diperintahkannya memberikan gaji setelah pekerjaan itu selesai ketika si pekerja meminta walau keringatnya tidak kering atau keringatnya telah kering.”12

Pendapat itu sebetulnya sesuai dalam riwayat Bukhari-Muslim yang menjelaskan bahwa Nabi Saw bersabda: “Menunda penunaian kewajiban (bagi yang mampu) termasuk kezholiman.”13

11

Muhammad ibn Yazid Abu Abdullah al-Quzwaini, Sunan Ibn Majah, (Beirut: Dar al-Fikr, T. th.), Juz II, hal. 817

12

Al-Munawi, Faidhul Qodir, (Tt: Tp,T.th), Juz. I, hal. 718 13


(23)

Setelah mencermati beberapa perbedaan antara Hukum Positif dengan Hukum Islam secara prinsipil, dalam hal ini mengenai perjanjian kerja maupun tentang upah. Oleh sebab itu sangat diperlukan penelahaan konseptual antara hukum positif dengan Hukum Islam guna melihat peristiwa perbudakan di Daerah Kec. Sepatan Timur Kab. Tangerang. Yang mana terdapat beberapa ketimpangan dalam kasus tersebut yaitu ketidak-jelasannya perjanjian kerja, pemberian upah dibawah UMK sekaligus penangguhan upah beberapa bulan oleh pihak pengusaha Panci CV. Cahaya Logam. Untuk itu penulis akan hadirkan dengan judul skripsi Konsep Perjanjian Kerja Dan Upah Menurut Hukum Islam Dan Hukum

Positif” (Analisis Kasus Perbudakan Di Pabrik CV. Cahaya Logam Di Daerah

Kec. Sepatan Timur Kab. Tangerang).

b. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Dari beberapa persoalan yang ada, perlunya pembatasan dalam skripsi ini yaitu penulis hanya menelaah konsepsi perjanjian kerja tertulis dan tidak tertulis, kemudian pembatasan kedua yaitu upah buruh yang dibayarkan di bawah upah minimum dan penangguhan upah seperti yang terjadi pada kasus Perbudakan di Daerah Kec. Sepatan Timur.

2. Perumusan Masalah

Seperti yang dijelaskan dalam pembatasan masalah, perlunya penelahaan lanjutan pada kasus di atas mengenai Konsepsi perjanjian kerja dan Upah buruh yang dibayarkan di bawah upah Minimum seperti pada kasus


(24)

perbudakan di Daerah Kec. Sepatan Timur. Untuk itu, sesuai dengan pembatasan masalah, maka rumusannya adalah:

1. Bagaimanakah konsep perjanjian kerja menurut Hukum Islam dan Hukum Positif?

2. Bagaimanakah Upah Buruh Menurut Hukum Islam dan Hukum Positif? 3. Bagaimanakah kedudukan hukum perjanjian kerja dan upah buruh di

Pabrik CV. Cahaya Logam di Daerah Kec. Sepatan Timur Kab. Tangerang menurut Hukum Islam dan Hukum Positif?

c. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui :

1. Untuk mengetahui konsep perjanjian kerja menurut Hukum Positif dan Hukum Islam.

2. Mengatahui konsep Upah Buruh Menurut Hukum Positif dan Hukum Islam.

3. Mengetahui kedudukan hukum perjanjian kerja dan upah buruh CV. Cahaya Logam di Daerah Kec. Sepatan Timur menurut Hukum Positif dan Hukum Islam?

d. Manfaat Penelitian 1. Teoritis

Penelitian ini sebagai upaya perluasan wawasan keilmuan hukum Islam terlebih dalam bidang hukum perburuhan menurut hukum Islam dan Hukum Positif. Manfaat yang lain juga yaitu dalam rangka mengembangkan ilmu


(25)

pengetahuan hukum Islam dengan hukum positif indonesia, khususunya masalah hukum ketenagakerjaan.

2. Praksis

Penelitian ini bermanfaat bagi ulama, akademisi, legal drafter,

mahasiswa, santri dan khususnya para penggiat kajian keilmuan hukum Islam, sebagai acuan dalam mengembangkan serta memahami hukum Islam. Sebagai sumbangan pikiran dari peneliti bagi kerangka pembangunan hukum Islam yang berkarakter Indonesia yang sesuai dengan zaman dan tempat.

e. Metode Penelitian

Adapun metode penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan instumen penelitian lapangan (field research). Dan penelitian kepustakaan yang didasarkan pada suatu pembahasan dengaan menggunakan metode studi kepustakaan (library research), yaitu metode yang dilakukan dengan mengumpulkan data-data dan bahan-bahan penelitian melalui studi kepustakaan yang di peroleh melalui kajian undang-undang dan peraturan-peraturan yang ada di bawahnya serta bahan-bahan yang lainnya yang berhubungan dengan data-data penelitian.14 a. Jenis Penelitian dan Pendekatan

Jenis penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah

14

Suharsimi Arikunto, Perosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006). Lihat pula Afifi Fauzi Abbas, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Adelina Offset, 2010), h.158.


(26)

1) Penelitian yuridis normatif yaitu penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum baik hukum Islam (fiqh) maupun hukum positif.15

2) Penelitian kepustakaan (library research) yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mengkaji, menganalisa serta merumuskan buku-buku, literatur dan yang lainnya yang ada relevansinya dengan judul skripsi ini.

Sedangkan pendekatan yang dilakukan dalam penyusunan skripsi ini menggunakan: Pendekatan konseptual16 (conseptual approach). Pendekatan ini beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang dalam hukum Islam. Dengan mempelajari pandangan-pandangan dan dokrtin-doktrin hukum Islam, peneliti akan menemukan serta menganalis kasus perbudakan di Pabrik CV. Cahaya Logam di daerah Kec. Sepatan Timur Kab. Tangerang.

b. Sumber Data

Sumber Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data primer yaitu bahan-bahan mengikat yakni data-data yang berkaitan erat dengan kasus Perbudakan di daerah Sepatan baik diperoleh dari media maupun dari hasil wawancara. Selain dari Data Primer juga dapat diperoleh dari analis buku-buku terkait hukum perburuhan. Adapun sumber data

15

Johnny Ibrahim, Teori dan Metodelogi Penelitian Hukum Normatif, (Malang: Bayumedia Publishing, 2008), hal. 294.

16

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta, Kencana, 2011), cet. 7, hal. 137.


(27)

sekunder lainnya yaitu bahan-bahan hukum islam (fiqh) serta peraturan perundang-undangan yang memberikan penjelasan mengenai bahan primer seperti UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, Permenakertrans No. 13 Tahun 2012 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak dan UU Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian.

Bagitu juga bahan lainnya yang terdiri dari buku-buku para ahli hukum Islam yang berpengaruh, maupun ahli hukum positif, jurnal-jurnal hukum Islam, pendapat para sarjana.17 Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti Kamus, encyclopedia, dan lain-lain.18

c. Teknik Pengumpulan Data

Dalam upaya pengumpulan data yang diperlukan, maka digunakan metode sebagai berikut:

1. Metode Dokumentasi

Metode Dokumentasi adalah mencari hal-hal atau variabel berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, media online, majalah, prasasti, notulen, rapat, agenda, dan sebagainya.19

2. Metode Interview

Wawancara atau interview merupakan Tanya jawab secara lisan dimana dua orang atau lebih berhadapan secara lansung. Dalam proses interview

17

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif suatu tinjauan singkat, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), hal. 13.

18

Johnny Ibrahim, Teori dan Metodelogi Penelitian Hukum Normatif, hal. 296. 19

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif suatu tinjauan singkat, hal. 201.


(28)

ada dua pihak yang menempati kedudukan yang berbeda. Satu pihak sebagai berfungsi sebagai pencari informasi atau interviewer sedangkan pihak lain berfungsi sebagai pemberi informasi atau informan

(responden).20 Proses wawancara ini akan diajukan kepada pihak yang terkait dalam skripsi ini, seperti langsung kepada narasumber, saksi-saksi dan lain-lain.

3. Observasi

Adapun Observasi adalah merupakan sebuah proses penelitian secara mendalam untuk mengetahui kasus perbudakan di Kampung Bayur Opak, Desa Lebak Wangi, Kecamatan Sepatan Timur, Kabupaten Tangerang.

d. Teknik Analisis Data

Adapun analisis bahan terkait judul skripsi merupakan langkah-langkah yang berkaitan dengan pengelolahan terhadap bahan-bahan yang telah dikumpulkan untuk menjawab isu yang telah dirumuskan dalam rumusan masalah.

Pada penelitian ini, pengelolahan bahan studi analisis hakikatnya merupakan kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan yang telah ada. Sistematisasi berarti membuat klasifikasi terhadap bahan-bahan tertulis tersebut untuk memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi maupun hipotesa.

20

Soemitro Romy H. Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1990), hal. 71.


(29)

e. Teknik Penulisan

Dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini, penulis berpedoman pada prinsip-prinsip yang telah diatur dan dibukukan dalam buku pedoman penulisan skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013.

f. Review Terdahulu

No Nama Judul Persamaan Perbedaan

1 Tasbih21 KONSEP ISLAM DALAM MENGHAPUSKAN PERBUDAKAN: Analisis Tematik Terhadaap Hadits-Hadits Perbudakan. Menjelaskan beberapa masalah yaitu antara konsep perbudakan dalam islam seperti terlihat di legalkan menurut beberapa riwayat hadits, namun dengan semangat al-Qur’an yang menjunjung tinggi nilai-nilai anti perbudakan seolah hilang secara implisit dengan riwayat tentang perbudakan. Objek penelitian yang digunakan lebih bersifat analisis kepustakaan semata, sedangkan skripsi yang penulis buat lebih terfokus pada konsep perbudakan dalam islam melihat kasus perbudakan di Pabrik CV Cahaya Logam di daerah Kec. Sepatan Timur Kab. Tangerang. 21

Tasbih, Konsep Islam dalam Menghapuskan Perbudakan: analisis tematik terhadap hadits-hadits Perbudakan, (Tesis, 2008)


(30)

2 Zulheldi22 PERBUDAKAN MENURUT AL-QUR’AN: Suatu Kajian Tafsir Tematik. Secara sepintas al-Qur’an mengakui perbudakan, tapi dalam banyak indikasi sebenarnya al-Qur’an menginginkan penghapusan sistem sosial yang tidak manusiawi tersebut. Penelitian menggunakan pendekatan tematik terhadap hadits-hadits mengenai perbudakan. Sedangkan penelitian dalam skripsi penulis menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu menelusuri bahan kepustakaan dengan studi empirisme data kasus dilapangan.

3 Alfi Jazulin Azwar23 PERBUDAKAN DALAM SEJARAH ISLAM. Mengungkapkan dalam perjalanan sejarah islam, perbudakan yang seharusnya lenyap dengan mengacu kepada pokok ajaran islam kembali melembaga. Kelembagaan yang diteliti bersifat umum, sedangkan objek penelitian skripsi penulis lebih terfokus kepada perbudakan yang terjadi di Pabrik CV. Cahaya Logam di Daerah Kec.

22

Zulheldi, Perbudakan Menurut Al-Qur’an: suatu kajian tafsir tematik, (Tesis, 1991).

23


(31)

Sepatan Timur.

g. Sistematika Penulisan

Skripsi ini disusun dengan sistematika yang terbagi dalam lima bab. Masing-masing bab terdiri atas beberapa sub-bab guna lebih memperjelas ruang lingkup dan cakupan permasalahan yang diteliti. Adapun urutan dan tata letak masing-masing bab serta pokok pembahasannya adalah sebagai berikut.

Bab I Pendahuluan, seperti biasanya diawali dengan pembahasan Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Rumusan Masalah, Tujuan Dan Manfaat Penelitian, Metode Penelitian, Review Terdahulu dan terakhir Sistematika Penulisan.

Pada bab II menjelaskan tentang Landasan Teoritis yang terdiri dari dua point, poin A tentang Pengertian Perjanjian Kerja, Jenis-jenis Perjanjian Kerja dan Ketentuan Hukum Perjanjian Kerja. Adapun poin B tentang Pengertian Upah, Macam-Macam Upah dan Peraturan perundang-undangan Indonesia terkait Hukum Ketenagakerjaan.

Pada bab III menjelaskan tinjauan Kronologis Kasus Perbudakan di Pabrik CV. Cahaya Logam Kec. Sepatan Timur Kabupaten Tangerang terdiri dari tiga point, yaitu Profil Perusahaan, Kronologis Kasus, dan Duduk Permasalahan.

Pada bab IV Analisis Kasus Perbudakan di Pabrik CV. Cahaya Logam Kec. Sepatan Timur Kab. Tangerang Menurut Menurut Hukum Islam dan


(32)

Hukum Positif, terdiri dari tiga pembahasan yaitu Analisis Perjanjian Kerja Menurut Hukum Islam dan Hukum Positif, Analisis Upah Buruh Menurut Hukum Islam dan Hukum Positif, dan terakhir Analisis Kasus.

Pada bab V Penutup, seperti biasa pembahasan terdiri dari kesimpulan dari skripsi ini dan yang kedua yaitu saran.


(33)

18 BAB II

LANDASAN TEORITIS PERJANJIAN KERJA DAN UPAH MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

A. Perjanjian Kerja Menurut Hukum Islam dan Hukum Positif 1. Pengertian Perjanjian Kerja

Jika dilihat dari ketentuan Pasal 50 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan menetapkan bahwa hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dengan pekerja/buruh.1 Adanya perjanjian demikian sangatlah esensial. Pemahaman di atas pada prinsipnya serupa dengan apa yang ada di Eropa. Di kebanyakan Negara di Eropa dasar atau landasan hukum perburuhan dapat ditemukan di dalam „perjanjian kerja’. Di Negara-negara di Eropa (baik di dalam peraturan perundang-undangan maupun dalam yurisprudensi), perjanjian kerja dipahami mencakup tiga elemen inti: pekerjaan, upah dan otoritas/kewenangan. Ini berarti bahwa perjanjian kerja adalah suatu kesepakatan dengan mana buruh/pekerja mengikatkan diri sendiri untuk bekerja di bawah otoritas/kewenangan majikan dengan menerima pembayaran upah.2

Hal di atas juga senada dengan definisi perjanjian kerja menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yang menyebutkan bahwa perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau

1

Pasal 50 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan 2

Agusmidah, dkk, Bab-Bab Tentang Hukum Perburuhan Indonesia, (Jakarta: UI Press, 2012), hal. 13


(34)

pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak.3 Sementara dalam pasal 1601 A KUH Perdata, perjanjian kerja merupakan suatu perjanjian dimana pihak yang satu, pekerja mengikatkan diri untuk bekerja pada pihak pengusaha selama waktu tertentu, dengan menerima upah. Dari rumusan tersebut, perjanjian kerja harus memenuhi persyarat-persyaratan sebagai berikut:

a) Adanya pekerjaan

b) Adanya upah yang dibayarkan c) Adanya perintah

d) Adanya waktu tertentu dan waktu tidak tertentu untuk perjanjiannya.4 Setelah menjelaskan pandangan hukum positif terkait perjanjian kerja perburuhan. di bawah ini akan dijelaskan pembahasan perjanjian kerja menurut hukum Islam.

Perjanjian atau akad dalam hukum Islam dipandang sah jika rukun dan syaratnya terpenuhi. Rukun yang dimaksud adalah unsur-unsur yang membentuk perjanjian tersebut seperti menurut jumhur ulama terdiri dari tiga aspek yaitu subyek akad, obyek akad dan sighat akad. Adapun di antara syarat-syarat akadnya sendiri yaitu ahliyatul „ada dan ahliyatul wujub.

3

Hadi Setia Tunggal, Seluk-Beluk Hukum Ketenagakerjaan, (Tt: Harvarindo, 2014), hal. 48

4

Lebih jelas lihat Hadi Setia Tunggal, Seluk-Beluk Hukum Ketenagakerjaan, (Tt: Harvarindo, 2014), hal. 48-49


(35)

Dalam Islam sendiri ketika perjanjian atau waktu ijab-kabul tidak ada keharusan menggunakan kata-kata khusus karena ketentuan hukumnya ada pada akad dengan tujuan dan makna bukan dengan kata-kata dan bentuk kata itu sendiri, yang diperlukan adalah saling rela („antaradin), direalisasikan dalam bentuk mengambil dan memberi atau cara lain yang dapat menunjukkan keridaan makna pemilikan dan mempermilikkan.5

Perjanjian kerja dalam hukum Islam juga membenarkan tertulis tidaknya perjanjian kerja, namun sebuah keharusan perjanjian kerja tertulis, karena berdasarkan sebuah potongan ayat dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 282 yang berbunyi:







...



Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. (Al-Baqarah:282)

Dan terdapat pula dalam sebuah kaidah al-Kitabah ka al-Khitab (adapun tulisan dalam perjanjian sama seperti sebuah ucapan.

Selain itu juga dalam hukum Islam, kontrak dalam perjanjian kerja dipandang sah harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a) tidak menyalahi aturan atau prinsip syariah yang ditetapkan; b) harus sama-sama rida dan ada

5

Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 12, alih bahasa Kamaluddin A . Marzuki, (Bandung:


(36)

pilihan, c) harus jelas dan gamblang.6 Prinsip lain dari perjanjian kerja harus saling jujur dan tidak mengkhianati perjanjian kerja, hal itu sesuai dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 279 dan al-Maidah ayat 1.

2. Jenis Perjanjian Kerja

Dilihat dari segi jangka waktu pembuatan perjanjian kerja, dapat dibagi 2 (dua) jenis, yaitu perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT)dan Perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) sebagai berikut:

a) Perjanjian Kerja Waktu Tertentu

Perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) adalah perjanjian kerja antara pekerja dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu dan untuk pekerjaan tertentu.7

Tidak semua jenis pekerjaan dapat dibuat dengan perjanjian kerja waktu tertentu. Pasal 57 Ayat 1 UU 13/2003 mensyaratkan bentuk PKWT harus tertulis dan mempunyai 2 kualifikasi yang didasarkan pada jangka waktu dan PKWT yang didasarkan pada selesainya suatu pekerjaan tertentu (Pasal 56 Ayat (2)UU 13/2003). Secara limitatif, Pasal 59 juga menyebutkan bahwa PKWT hanya dapat diterapkan untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis, sifat dan kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya, pekerjaan yang diperkirakan

6

Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian dalam Islam,

(Jakarta: Sinar Grafika, 2004), hal. 2-3 7


(37)

penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama, paling lama 3 tahun, pekerjaan yang bersifat musiman dan pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajagan.8

b) Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu

Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT), yaitu perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja tetap. Masa berlakunya PKWTT berakhir sampai pekerja memasuki usia pensiun, pekerja diputus hubungan kerjanya, pekerja meninggal dunia. Bentuk PKWTT adalah fakultatif yaitu diserahkan kepada para pihak untuk merumuskan bentuk perjanjian baik tertulis maupun tidak tertulis. Hanya saja berdasarkan Pasal 63 Ayat (1) ditetapkan bahwa apabila PKWTT dibuat secara lisan, ada kewajiban pengusaha untuk membuat surat pengangkatan bagi pekerja/buruh yang bersangkutan. PKWTT dapat mensyaratkan masa percobaan kerja paling lama 3 (tiga) bulan dan dalam hal demikian, pengusaha dilarang untuk membayar upah di bawah upah minimum yang berlaku. Hal ini dijelaskan dalam Pasal 60 Ayat (1) dan (2) UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan.9

8

Lihat juga YLBHI, Panduan Bantuan Hukum di Indonesia, (Jakarta: YLBHI, 2014), hal. 156

9

Lihat juga YLBHI, Panduan Bantuan Hukum di Indonesia, (Jakarta: YLBHI, 2014), hal. 157-158


(38)

3. Ketentuan Hukum Perjanjian Kerja

Suatu perjanjian yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu bisa dikatakan sebagai suatu perjanjian yang sah dan sebagai akibatnya perjanjian akan mengikat sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Oleh karena itu agar keberadaan suatu perjanjian diakui oleh undang-undang (legally concluded contract) haruslah sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan oleh undang-undang.

Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat (pasal 1320 KUH perdata) yaitu:

a) Sepakat merekat yang mengikatkan diri, b) Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian, c) Suatu hal tertentu

d) Suatu sebab yang halal.

Kesepakatan kedua belah pihak yang melakukan perjanjian haruslah bersepakat setuju dengan tanpa adanya paksaan atau tekanan dari pihak lain. Tidak adanya kekeliruan atau penipuan oleh salah satu pihak. Oleh karena itu kesepakatan adalah unsur utama. Kecakapan membuat suatu perjanjian maksudnya mereka yang dikategorikan sebagai pendukung hak dan kewajiban adalah orang atau badan hukum. Sedangkan suatu sebab yang halal maksudnya ialah tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum.


(39)

Ketentuan Pasal 51 (1) UUK menyatakan bahwa Perjanjian Kerja dapat dibuat secara tertulis maupun lisan. Meskipun demikian, ketentuan Pasal 54 (1) UUK setidak-tidaknya harus mencakup:

a) Nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha;

b) Nama, jenis kelamin, umur dan alamat pekerja/buruh; c) Jabatan atau jenis pekerjaan;

d) Tempat pekerjaan;

e) Besarnya upah dan cara pembayarannya;

f) Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh;

g) Mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja; h) Tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dan i) Tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.

Ketentuan tentang syarat-syarat di atas tidak diperlengkapi secara memadai dengan sanksi yang memaksakan pentaatan. Sekalipun begitu, ketentuan perundang-undangan di atas setidak-tidaknya mengindikasikan apa yang diharapkan termuat dalam perjanjian kerja yang dibuat tertulis. Fakta bahwa tidak disyaratkan perjanjian kerja dibuat tertulis dilandaskan pemikiran praktikal, karena dalam banyak kasus para pihak tidak menuliskan kesepakatan yang dibuat antara mereka. Jika perjanjian lisan demikian dinyatakan cacat hukum, maka artinya pekerja/buruh tidak akan dapat mendapat perlindungan yang layak.


(40)

B. Upah Menurut Hukum Islam dan Hukum Positif 1. Pengertian Upah

Upah memegang peranan penting dalam hubungan kerja (perjanjian kerja), bahkan dapat dikatakan bahwa tujuan utama seorang pekerja bekerja pada pengusaha adalah untuk memperoleh upah. Sehingga jika tidak ada unsur upah, maka suatu hubungan tersebut bukan merupakan hubungan kerja. Menurut beberapa ahli, Upah merupakan bentuk penghargaan yang diberikan oleh pengusaha setelah buruh menyerahkan tenaga dan pikirannya dalam proses produksi. Buruh bersedia untuk bekerja menyerahkan tenaga dan pikirannya untuk mendapatkan upah. 10 Upah harus diberikan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha kepada buruh yang besarnya ditetapkan sebelumnya seperti dalam bentuk tertulis atau tidak. Ditinjau dari beberapa komponen, bentuk upah ada banyak macamnya, yaitu:

a) Upah Pokok, yaitu upah dasar yang dibayarkan kepaa pekerja menurut tingkat atau jenis pekerjaan, dan besarnya ditetapkan berdasarkan kesepakatan;

b) Tunjangan Tetap, yaitu tunjangan yang diberikan bersamaan dengan upah tiap bulannya. Tunjangan ini diberikan dengan tidak dipengaruhi dengan jumlah ketidak hadiran;

10


(41)

c) Tunjangan Tidak Tetap, yaitu tunjangan yang diberikan bersamaan dengan upah tiap bulannya. Tunjangan ini hanya diberikan bila buruh masuk kerja.

Upah dibayarkan bila buruh melakukan pekerjaan. Prinsip ini dikenal engan istilah No Work No Pay (“tak ada kerja, tak ada upah”). Meskipun begitu,

ada pengecualian dalam hal ini. Yaitu bila buruh cuti, mogok yang sah, buruh sakit, menjalankan kewajiban terhadap negara, menjalankan ibadah, melaksanakan tugas serikat, dan melaksanakan tugas pendidikan dari perusahaan. Dalam keadaaan buruh sakit sehingga tidak dapat melaksanakan pekerjaaan, upah buruh tetap dibayar dengan besaran yang ditentukan dan wajib dibayarkan oleh pengusaha.

Adapun istilah upah dalam islam ditemukan dengan padanan ijarah yang berasal dari kata “al-Ajru” yang berarti “al-Iwadlu (ganti)” yang berarti upah atau imbalan.11 Istilah ini ditemukan dalam surat at-Thalaq ayat 6, yang mana di dalam ayat itu dikatakan:





“Apabila mereka (wanita-wanita) menyusukan (anak) kalian, Maka berikanlah kepada mereka upah-upahnya” (QS at-Thalaq 65: 6)

11

Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, (Beirut: Daar al-Tsaqafah al-Islamiyyah, t.Th), Juz. III, hal. 138, lihat juga Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT. Rajagrafindo, 2008), hal.113


(42)

Dalam hadits juga terdapat banyak menyinggung mengenai upah, salah satunya adalah hadits yang diiriwatkan oleh Ibnu Majah, dari „Abdullah ibn „Umar berkata, Rasulullah Saw Bersabda:

هقرع ّفجي ْنأ لْبق هر ْجأ ريجأا اوطْعأ

“Berikan kepada seorang pekerja upahnya sebelum keringatnya kering.”12

Hadits di atas menawarkan kepada seluruh pnyedia jasa (pengusaha) untuk memberikan upah kepada buruh sesuai dengan berakhirya kerja itu sendiri. Dalam hukum Islam juga telah menawarkan suatu penyelesaian yang sangat tepat, baik mengenai masalah upah maupun, masalah perlindungan kepentingan-kepentingan terhadap pekerja maupun pengusaha. Upah ditentukan dengan cara yang paling bijaksana tanpa merugikan kedua belah pihak. Buruh mendapat upah yang telah dijanjikan tanpa merampas hak majikan yang sah. Begitu pula majikan tidak dibenarkan menindas golongan pekerja, dengan mengambil hak mereka yang sah. Dalam al-Quran diperintahkan dengan jelas agar para pengusaha membayar upah pekerja selaras dengan tugas yang mereka lakukan dan pada saat yang sama juga menjaga kepentingan mereka sendiri.

12

Muhammad ibn Yazid Abu Abdullah al-Quzwaini, Sunan Ibn Majah, (Beirut: Daar al-FIkr, t.th), Juz. II, hal. 817


(43)

2. Macam-Macam Upah

Prinsip yang melandasi peraturan perundang-undangan berkenaan dengan pengupahan ialah bahwa setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan (Pasal 88 UUK). Berlandaskan pada ketentuan itu, maka pemerintah mewajibkan diri sendiri untuk mengembangkan kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh. Dalam penjelasan ketentuan di atas, upah wajib (necessary income) diterjemahkan sebagai upah yang memungkinkan buruh/pekerja memenuhi penghidupan yang layak. Beranjak dari ketentuan itu pula, buruh/pekerja dengan pekerjaan yang mereka lakukan harus dapat memperoleh upah dalam jumlah tertentu yang memungkinkan mereka untuk secara masuk akal memenuhi penghidupan diri sendiri dan keluarga mereka. Tercakup ke dalam itu ialah kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pangan, sansang, papan, pendidikan, pemeliharaan kesehatan, rekreasi dan jaminan hari tua. Kiranya jelas bahwa penguraian pengertian upah seperti ini mencerminkan program masa depan daripada situasi kondisi aktual Indonesia.

Di dalam ketentuan yang sama ditetapkan pula bahwa kebijakan pengupahan yang dikembangkan pemerintah harus mencakup 6 pokok hal sebagai berikut:

a) Upah Minimum; b) Upah kerja lembur;


(44)

c) Upah tidak masuk kerja karena berhalangan;

d) Upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan di luar pekerjaannya; e) Upah karena menjalankan waktu istirahat kerjanya;

f) Bentuk dan cara pembayaran upah; 3. Sistem Pengupahan

Sistem upah merupakan kerangka pengelolaan prihal bagaimana upah diatur dan ditetapan. Sistem upah di Indonesia pada umunya didasarkan pada tiga fungsi, yaitu:

a. Menjamin kehidupan yang layak bagi pekerja dan keluaraga. b. Mencerminkan imbalan atas hasil kerja seseorang

c. Menyediakan insentif untuk mendorng meningkatkan produktivitas kerja. Untuk mengatur sistem pengupahan di Indonesia, pemerintah sudah membuat membuat rambu-rambunya dalam UU No 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Selain itu, sudah dibuat pula Keputusan Presiden No 107 tahun 2004 tentang Dewan Pengupahan, Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi NoKEP-231/MEN/2003.13

Dewan pengupahan adalah suatu lembaga nonstruktural yang bersifat tripartit. Secara struktural terdiri atas:

a) Dewan Pengupahan Nasional (Depenas) yang dibentuk oleh Preside b) Dewan Pengupahan Provinsi (Depeprov) yang dibentuk oleh Gubernur

13


(45)

c) Dewan Pengupahan Kota/Kabuptan (Depekab/Depeko) yang dibentuk oleh Bupati/Walikota.

Tugas dari Dewan Pengupahan adalah memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam rangka perumusan kebijakan

pengupahan dan pengembangan sistem pengupahan

nasional/provinsi/kabupaten/kota. Seperti dalam penentuan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK).

Upah Minimum Provinsi dan Upah Minimum Kabupaten/Kota Untuk mengatur tentang ketentuan upah minimum provinsi dan upah minimum kabupaten/kota, pemerintah membuat peraturan yaitu Peraturan Menteri Tenaga Kerja No Per-01/MEN/1999 dan diperbaharui pada tahun 2000 menjadi Peraturan Menteri Tenaga Kerja No Per-226/MEN/2000 tentang Upah Minimum.

Upah minimum menurut peraturan tersebut adalah upah minimum terendah yang terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap. Upah minimum terdiri atas Upah Minimum Provinsi (UMP), Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMS Provinsi), Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK), Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota.

Upah minimum provinsi adalah upah minimum yang berlaku untuk seluruh kabupaten/kota di suatu provinsi, sedangkan Upah minimum sektoral


(46)

provinsi adalah upah minimum yang berlaku secara sektoral diseluruh kabupaten/kota di suatu provinsi.

Adapun upah minimum kabupaten/kota adalah upah minimum yang berlaku di daerah kabupaten/kota. Sedangkan upah minimum sektoral kabupaten/kota adalah upah minimum yang berlaku secara sektroal di daerah kabupaten/kota.

Adapun Ketentuan tentang struktur dan skala upah di Idonesia sudah di atur dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP.49/MEN/IV/2004 tentang Ketentuan Struktur dan Skala Upah.

Struktur upah adalah susunan tingkat upah dari yang terendah sampai yang tertinggi atau dari yang tertinggi sampai yang terendah. Adapun skala upah adalah kisaran nilai nominal upah untuk setiap kelompok jabatan.

Dasar pertimbangan untuk menyusun struktur upah terdiri atas:

1. Struktur organisasi

2. Rasio perbedaan bobot pekerjaan antar jabatan

3. Kemampuan perusahaan.

4. Biaya keseluruhan tenaga kerja.


(47)

6. Kondisi pasar

Sedangkan dalam penyusunan skala upah dapat dilakukan melalui dua pendekatan yaitu:

1. Skala tunggal, yaitu skala upah dengan ketentuan setiap jabatan pada golongan jabatan yang sama mempunyai upah yang sama

2. Skala ganda, yaitu skala upah dengan ketentuan setia golongan jabatan mempunyai nilai upah nominal terendah dan tertinggi.


(48)

33

DI DAERAH KEC. SEPATAN TIMUR KAB. TANGERANG A. Profil Perusahaan

Di desa Lebak Wangi, Kecamatan Sepatan Timur, Kabupaten Tangerang, Yuki Irawan (41) pemilik CV. Cahaya Logam adalah seorang pendatang. Sekitar 15 tahun lalu yuki pernah mengontrak di tanah petak dekat dengan rumah

gedongnya kini. Yuki berbisnis mengolah limbah alumunium foil jadi alumunium batangan. Usahanya itu sukses.1

Yuki kemudian membeli rumah bertingkat yang kini dijadikan pabrik percetakan wajan atau kuali. Namun di balik keberhasilan itu rupanya menyimpan borok. Yuki diketahui menyekap buruh di pabriknya selama berbulan-bulan, praktik penyekapan di pabrik kuali di Tangerang itu terkuak setelah dua buruh yang bekerja di pabrik itu berhasil melarikan diri setelah 3 bulan dipekerjakan dengan tidak layak.

Yuki irawan, dikenal warga sebagai sosok berduit. Pemilik CV. Cahaya Logam itu dekat dengan aparat desa, polisi hingga tentara.

1

Wawancara Pribadi dengan Ketua Rt Bayur Opak, Desa Lebak Wangi, Kecamatan Sepatan Timur, Bapak Salmin., 5 Mei 2015


(49)

Banyaknya aparat yang datang di tempat pembuatan panci yang dikelola oleh Yuki Irawan tersebut, membuat warga sekitar beranggapan bahwa perusahaan itu legal. ” kata Kepala Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Tangerang Heri Heryanto.

Polres Kota Tangerang, pada hari Sabtu (3/5) menggerebek Pabrik CV. Cahaya Logam, produsen alumunium batangan dan panci di Kampung Bayur Opak Rt03/06, Desa Lebak Wangi, Kecamatan Sepatan Timur, Kabupaten Tangerang dan terdapat 35 pekerja pabrik diduga mendapatkan perlakuan kasar dari majikan dan orang suruhannya. Dari hasil pengecekan, tempat usaha industri itu tidak mempunyai izin Industri dari Dinas Pemda Kabupaten Tangerang, namun hanya ada Surat Keterangan Usaha dari Kecamatan Cikupa tetapi lokasi usaha di Kecamatan Sepatan.

Saat ini, kepolisian telah menahan lima orang yang dijadikan tersangka terkait kasus itu yakni Yuki Irawan (41) sebagai pemilik pabrik serta empat anak buahnya yakni Tedi Sukarno (35), Sudirman (34), Nurdin alias Umar (25), dan Jaya (30).

B. Kronologis Kasus

Kurang lebih 1 tahun lalu tragedi pelecehan martabat manusia terjadi di bumi negeri tercinta ini, tepatnya di Kampung Bayur Opak RT 03/06, Desa Lebak Wangi, Kecamatan Sepatan Timur, Kabupaten Tangerang, terkuak setelah


(50)

dua buruh yang bekerja di pabrik itu berhasil melarikan diri. Andi Gunawan (20 tahun) dan Junaidi (22) kabur setelah tiga bulan dipekerjakan dengan tidak layak.2 Dalam waktu enam bulan dia bekerja di pabrik milik Yuki Irawan itu, tidak sepeser pun uang yang diterima para buruh. Setiap hari, para buruh harus bekerja lebih dari 12 jam untuk membuat 200 panci. Jika tidak mencapai target, lanjutnya, para pekerja akan disiksa dan dipukul. Mereka bekerja mulai jam 5.30 pagi hingga jam 1 malam, hanya . mereka hanya diberi makan nasi putih, tahu dan tempe.Usai bekerja, para pekerja tinggal di sebuah ruangan berukuran 4 meter x 6 meter yang berada di belakang pabrik. Di dalam ruangan kecil itu terdapat kamar mandi, namun tidak ada ventilasi udara, dan mereka hanya diberi dua tikar yang sudah rusak untuk tidur. Ruangan itu kemudian dikunci dari luar.

Para pekerja yang rata-rata berumur 17 hingga 24 tahun ini hanya memiliki satu baju yang melekat di tubuh, karena menurutnya baju, ponsel dan uang yang mereka bawa dari kampung disita oleh sang majikan ketika baru tiba di pabrik tersebut. Para pekerja diiming-imingi mendapat gaji Rp 600 ribu per bulannya.3 Kondisi di sana sangat memprihatinkan, tidak layak untuk ditiduri. Para pekerja sering diancam oleh mandor-mandor dan bos Yuki, akan dipukuli sampai mati, mayatnya langsung mau dibuang di laut kalau jika macam-macam di sana. Tindakan tidak manusiawi yang diberikan kepada para buruh di pabrik panci itu membuat sejumlah pekerja berusaha untuk melarikan diri tapi gagal.

2

Wawancara Pribadi dengan Kepala Desa Lebak Wangi Kecamatan Sepatan Timur, Ibu Siti Zubaedah., 4 Mei 2015

3


(51)

Berikut pernyataan dari salah satu buruh bernama Darmin, “Itu ada yang kejar, tentara itu, saya langsung lari tapi ketangkap juga. Ditarik langsung dipukuli sebentar terus saya diteriakin maling sama tentara itu, terus warga pada kumpul lalu saya bilang saya bukan maling. Saya pekerja tidak betah, lalu warga pergi. Terus saya diikat sama tentara terus dibawa ke mes. Saya ditelanjangi, dipukuli, ditendang, ditampar, dikurung di WC satu malam terus besokannya kerja lagi.4

C. Duduk Permasalahan

Seperti yang diberitakan di beberapa media dan hasil analis wawancara narasumber, kronologis kasus terkuaknya kasus diawali dari laporan seorang buruh ke Kepala Desa Jamali, Cece Rusmana, yang kemudian ditindaklanjuti dengan mendatangi lokasi pabrik di Tangerang didampingi personel Bhanbinkamtibmas.

Dikutip dari media, saat itu kami mendapatkan laporan dari salah seorang korban yang berasal dari Mande dan Lampung. Mereka melaporkan mendapatkan penyiksaan selama bekerja di pabrik itu. Sekitar tanggal 23 Februari kita datang ke lokasi pabrik. Kita bertemu langsung dengan bosnya dan para buruh. Tapi kedatangan kita yang pertama, para buruh mengaku tidak ada masalah apa-apa. Rupanya sudah di-setting sama bosnya," terang Cece kepada INILAH di Kantor P2TP2A Kabupaten Cianjur, Minggu (5/5/2013).

4


(52)

Cece kemudian berkoordinasi dengan Camat Blambangan Lampung karena salah seorang korbannya berasal dari Lampung. Rupanya, aksi perbudakan disertai penyekapan dan penyiksaan sudah terendus aparat kepolisian yang langsung melakukan penggerebekan.

Pada Jumat malam kita datang ke lokasi pabrik. Ternyata memang sudah digerebek aparat polisi. Kita langsung mendata di lokasi pabrik. Ternyata ada 22 orang di antara buruh itu merupakan warga Kabupaten Cianjur. Setelah menyelesaikan pendataan, seluruh korban yang berasal dari Cianjur, termasuk 1 orang dari Bandung, dipulangkan pada Minggu (5/5/2013) dinihari.5

Dari beberapa kesaksian juga mengatakan bahwa para buruh dipaksa bekerja dengan waktu tak terbatas, mulai bekerja dinihari dan berakhir tengah malam, mereka tidak bisa beribadah dan disiksa kalau bekerja tidak giat.6 Selain perampasan hak atas buruh di atas, hak lain dari buruh juga dirampas seperti ditempatkan pada tempat yang tidak layak berupa ruang tertutup 8 x 6 meter, tanpa ranjang tidur, hanya ada alas tikar, kondisi pengap, lembab, gelap, terdapat fasilitas kamar mandi yang jorok dan tidak terawat. Dan rata-rata dari mereka tidak mandi serta tidak berganti baju selama tiga bulan.7

5 http://m.inilah.com/read/detail/1985826/inilah-kronologis-terbongkarnya-perbudakan-buruh. diakses pada tanggal Minggu, 5 Mei 2013 pada pukul 12:26 WIB

6

http://www.tempo.co/read/news/2013/05/04/064477938/Buruh-Pabrik-Panci-Dipaksa-Kerja-Seperti-Budak. diakses pada tanggal 04 Mei 2013 Pukul 17:50 WIB

7

http://www.tempo.co/read/news/2013/05/04/064477938/Buruh-Pabrik-Panci-Dipaksa-Kerja-Seperti-Budak. diakses pada tanggal 04 Mei 2013 Pukul 17:50 WIB


(53)

Dari hasil pemeriksaan, didapatkan bahwa industri tersebut tak memiliki izin industri dari instansi terkait di Pemerintah Kabupaten Tangerang. Usaha itu hanya mengantongi Surat Keterangan usaha dari Kecamatan Cikupa. Petugas kepolisian pun menemukan beragam temuan mengejutkan. Berikut temuan-temuan itu:

a) Tempat istirahat buruh berupa ruang tertutup sekitar 8m x 6m, tanpa ranjang tidur, hanya alas tikar, kondisi pengap, lembab, gelap, kamar mandi jorok dan tidak terawat. 8

b) Telepon genggam, dompet, uang, dan pakaian yang dibawa buruh ketika pertama kali datang bekerja di tempat itu disita lalu disimpan JK dan istrinya tanpa argumentasi yang jelas.

c) Gaji tidak diberikan, sementara buruh sudah bekerja lebih dari 2 bulan, dijanjikan Rp 600 ribu per bulan.

d) Terdapat 6 buruh yang disekap, dengan kondisi dikunci dari luar.

e) Pakaian yang digunakan buruh cenderung kumal, tidak diganti berbulan-bulan, robek dan jorok.

f) Kondisi badan buruh juga tidak terawat, rambut coklat, kelopak mata gelap, berpenyakit kulit kurap atau gatal-gatal, tampak tidak sehat.

g) Buruh diperlakukan kasar dan tidak manusiawi. Hak-hak terkait kesehatan dan berkomunikasi tida diberikan oleh pemilik usaha.

8

Wawancara Pribadi dengan Warga/Pekerja CV. Cahaya Logam Kp. Bayur, Desa Lebak Wangi, Kecamatan Sepatan Timur, Bapak Basri., 8 Mei 2015


(54)

h) Ada 4 buruh yang masih berumur di bawah 17 tahun, status anak.9

Dari data yang didapat oleh penulis, hal itu terjadi berawal dari ketidakjelasannya hubungan kerja dan pembagian kerja antara pengusaha pabrik dengan para buruh CV. Cahaya Logam. Diperparah dengan perjanjian kerja yang tidak jelas sekaligus tidak tertulis, hal ini menyebabkan para buruh tidak bisa menolak perjanjian kerja yang tidak sesuai peraturan perundang-undangan manakala perjanjian kerja tersebut tidak tertulis. Hal demikianlah yang menyebabkan antara buruh dengan majikan (pengusaha) tidak seimbang baik hubungan kerja maupun pembagian kerjanya.

Pada dasarnya hubungan maupun pembagian kerja merupakan aspek terpenting dalam suatu perusahaan, karena dalam suatu perusahan haruslah jelas hubungan kerja serta pembagian kerja antara pekerja satu dengan yang lainnya atau bahkan hubungan pekerja dengan pengusaha/atasannya. Jika hubungan dan pembagian kerja tidak jelas maka akan terjadi penyimpangan di sana-sini. Kasus ini merupakan salah satu contoh dari hubungan kerja dan pembagian kerja yang tidak Jelas yang tidak melakukan perjanjian-perjanjian sebelumnya sehingga pengusaha atau pemilik pabrik kuali dalam hal ini CV. Cahaya Logam

9

http://megapolitan.kompas.com/read/2013/05/04/04215157/Parah.Puluhan.Buruh.Disekap.Baran gDisita.dan.Hak.Tak.Dipenuhi.di.Tangerang?utm_source=WP&utm_medium=Ktpidx&utm_cam paign=%20Perbudakan%20Di%20Tangerang. Diakses pada tanggal 18 Oktober 2013 Pukul 14.30 WIB


(55)

melakukan tindakan semena-mena kepada para pekerja layaknya seorang budak dan tidak sesuai dengan prikemanusiaan.10

Disamping karena perjanjian yang tidak jelas menjadi pemicu awal, upah yang diberikan oleh CV. Cahaya Logam juga tidak berdasarkan Permenakertrans No. 13 Tahun 2012 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak, sebagaimana di tulis dalam pasal 8 “Upah minimum yang ditetapkan oleh Gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 berlaku bagi pekerja/buruh dengan masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun”. Jadi seharusnya buruh pada waktu itu mendapatkan upah sesuai UMK (upah minimum kabupaten/kota) dalam hal Ini Kab. Tangerang sebesar Rp 2.200.000/perbulan,11 bukan Rp. 600.000/perbulan.

Baik ketidakjelasan perjanjian kerja antara pekerja dengan pengusaha dan problem pemberian upah di bawah UMP, ternyata bila dilihat lebih jauh dalam hukum positif terkait perburuhan memberikan kelonggaran dalam perjanjian kerja yang tidak tertulis, secara jelas ketentuan Pasal 51 ayat 1 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyatakan bahwa Perjanjian Kerja dapat dibuat secara tertulis maupun lisan.12 Pasal ini memberikan penjelasan bahwa Perjanjian Kerja tidak diwajibkan untuk dituangkan dalam wujud tertulis, bisa saja dalam bentuk lisan. Menurut Agusmidah mengatakan bahwa perjanjian merupakan

10

Wawancara Pribadi dengan Bapak Salmin., 5 Mei 2015 11

http://fspmiptbi.org/daftar-umr-ump-umk-tahun-2013, pada tanggal 22 November 2013 pukul 19. 40 WB.

12


(56)

buah perlindungan antara pekerja/buruh dengan pengusaha, untuk itu seharusnya perjanjian kerja tertulis tidak secara lisan.13 Karena hal itu berpotensi pada tidak terlindunginya hak-hak para buruh ketika terjadi persengketaan antara pekerja dan pengusaha. Hal ini pula yang memungkinkan para buruh/pekerja CV. Cahaya Logam di Kab. Tangerang tidak bisa berbuat apa-apa akan hak-haknya.

Kementerian tenaga kerja dan transmigrasi (kemnakertrans) mempercepat proses penyidikan dan penyusunan penuntutan pidana terhadap para pelaku penyekapan buruh di Tangerang. Para pelaku dijerat dengan 6 (Enam) tuntutan pidana karena melanggar peraturan ketenagakerjaan dengan ancaman hukuman penjara berat dan sanksi denda. Pada hari Selasa, tanggal 25 Maret 2014 di Pengadilan Negeri Tangerang. Dalam putusannya, Majlis Hakim yang diketuai Asiadi Sembiring menyatakan terdakwa Yuki Irawan terbukti secara sah melanggar Pasal 24 UU No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian, Pasal 2 ayat (1) UU No. 21 Tahun 2007 tentang tindak pidana Perdagangan Orang, Pasal 88 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan, Pasal 351 KUHP tentang Penganiayaan, dan Pasal 333 KUHP tentang Perampasan Kemerdekaan, serta menjatuhkan pidana penjara selama 11 (Sebelas) tahun ditambah denda sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) subsidair 3 (tiga) bulan kurungan.

13

Agusmidah, dkk, Bab-Bab Tentang Hukum Perburuhan Indonesia, (Jakarta: UI Press, 2012), hal. 26


(57)

42

KEC. SEPATAN TIMUR KAB. TANGERANG MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

A. Analisis Perjanjian Kerja Menurut Hukum Islam dan Hukum Positif

Maraknya kasus perburuhan di Indonesia terjadi diakibatkan kurangnya kepastian hukum mengenai perjanjian kerja itu sendiri. Potret buramnya kasus perburuhan di Indonesia bahkan terlihat seperti kembali kepada zaman feodal. Di mana seorang majikan seenaknya memperlakukan seorang buruh sebagai budaknya, dengan tanpa upah, tanpa kejelasan waktu kerja, tanpa keselamatan kerja/kesehatan dan tanpa hak-hak lainnya. Hubungan kerja yang terlahir dari ketidakjelasan perjanjian menjadi alat eksploitasi pihak buruh oleh majikannya.

Jika kita lihat, pada dasarnya hubungan kerja terlahir dari hubungan antara pekerja dan pengusaha setelah diadakan perjanjian oleh pekerja dengan pengusaha di mana pekerja menyatakan kesanggupannya untuk menerima upah dan pengusaha menyatakan kesanggupannya untuk mempekerjakan pekerja dengan membayar upah.1 Di dalam Pasal 50 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dijelaskan bahwa hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dengan pekerja.2

1

Imam Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, (Jakarta: Djambatan, 1999), hal. 88 2


(58)

Konsep perjanjian kerja diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dalam Pasal 1601 a KUH Perdata disebutkan kualifikasi agar suatu perjanjian dapat disebut perjanjian kerja. Kualifikasi yang dimaksud adalah adanya pekerjaan, di bawah perintah, waktu tertentu dan adanya upah.3 Kualifikasi mengenai adanya pekerjaan dan di bawah perintah orang lain menunjukkan hubungan sub-ordinasi atau juga sering dikatakan sebagai hubungan diperatas (dienstverhouding), yaitu pekerjaan yang dilaksanakan pekerja didasarkan pada perintah yang diberikan oleh pengusaha.

Undang-Undang Nomor 13/2003 tentang Ketenagakerjaan memberikan definisi tentang perjanjian kerja dalam Pasal 1 Ayat (14) yaitu : perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak.

Di dalam perjanjian kerja ada 4 unsur yang harus dipenuhi yaitu adanya unsure work atau pekerjaan, adanya servis atau pelayanan, adanya unsur time atau waktu tertentu, suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal. Sedangkan perjanjian kerja akan menjadi sah jika memenuhi ketentuan yang diatur dalam KUH Perdata yaitu: a) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, b) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan,4 c) Suatu hal tertentu dan Sebab yang halal.

3

R. Goenawan Oetomo, Pengantar Hukum Perburuhan dan Hukum Perburuhan di Indonesia, (Jakarta: Grhadika Binangkit Press, 2004), hal. 15

4


(59)

Sebagai bagian dari perjanjian pada umumnya, maka perjanjian kerja harus memenuhi syarat sahnya perjanjian kerja harus memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Ketentuan secara khusus yang mengatur tentang perjanjian kerja adalah dalam Pasal 52 Ayat (1) UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaaan, yaitu:5

a. Kesepakatan kedua belah pihak

b. Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hokum c. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan

d. Obyek perjanjian harus halal

Dalam melakukan kepastian pekerjaan, baik pihak pemberi kerja (pengusaha) dan buruh memastikannya dalam perjanjian kerja. Yang mana, dalam hukum positif Indonesia dikatakan perjanjian kerja memberikan dua pilihan bagi kedua belah pihak, yaitu melakukan perjanjian kerja secara tertulis maupun tidak tertulis. hal itu bisa dilihat dalam Pasal 51 Ayat 1 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan:

1) Perjanjian kerja dibuat secara tertulis atau lisan.

2) Perjanjian kerja yang dipersyaratkan secara tertulis dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.6

Penjelasan Pasal 51 Ayat (1) di atas pada prinsipnya perjanjian kerja dibuat secara tertulis, namun melihat kondisi masyarakat yang beragam

5

Pasal 52 Ayat (1) Undang-undang No 13/2003 tentang Ketenagakerjaaan 6


(60)

dimungkinkan perjanjian kerja secara lisan.7 Untuk Ayat (2) maksudnya adalah perjanjian kerja yang dipersyaratkan secara tertulis harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, antara lain perjanjian kerja waktu tertentu, antar kerja, antar daerah, antar kerja, antar negara, dan perjanjian kerja laut.8

Sebetulnya perjanjian kerja dalam bentuk tertulis menjamin kepastian hak dan kewajiban para pihak, sehingga jika terjadi perselisihan akan sangat membantu proses pembuktian. Namun tidak dapat dipungkiri masih banyak perusahaan-perusahaan yang tidak atau belum membuat perjanjian kerja secara tertulis disebabkan karena ketidakmampuan sumber daya manusia maupun karena kelaziman, sehingga atas dasar kepercayaan membuat perjanjian kerja secara lisan.9

Memang, perjanjian kerja pada umumnya secara tertulis, tetapi masih ada juga perjanjian kerja yang disampaikan secara lisan. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUKK) membolehkan perjanjian kerja dilakukan secara lisan, dengan syarat pengusaha wajib membuat surat pengangkatan bagi pekerja, yang berisi:10

a) Nama dan alamat pekerja b) Tanggal mulai bekerja

7

Penjelasan Pasal 51 Ayat (1) Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

8

Penjelasan Pasal 51 Ayat (2) Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

9

R. Goenawan Oetomo, Pengantar Hukum Perburuhan dan Hukum Perburuhan di Indonesia, (Jakarta: Grhadika Binangkit Press, 2004), hal. 59

10


(61)

c) Jenis pekerjaan d) Besarnya upah

Adapun ketentuan untuk perjanjian kerja Secara tertulis harus memuat tentang jenis pekerjaan yang akan dilakukan, besarnya upah yang akan diterima dan berbagai hak serta kewajiban lainnya bagi masing-masing pihak. Perjanjian kerja tertulis harus secara jelas menyebutkan apakah perjanjian kerja itu termasuk Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT/Pekerja Kontrak) atau Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT/Pekerja Permanen/Tetap).11

Dalam Pasal 54 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis sekurang-kurangnya memuat keterangan:

a. Nama, alamat, perusahaan, dan jenis usaha;

b. Nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh; c. Jabatan atau jenis pekerjaan;

d. Tempat pekerjaan;

e. Besarnya upah dan cara pembayaran;

f. Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh;

g. Mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja; h. Tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat;

i. Tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.

11


(62)

Jangka waktu perjanjian kerja dapat dibuat untuk waktu tertentu bagi hubungan kerja yang dibatasi jangka waktu berlakunya, dan waktu tidak tertentu bagi hubungan kerja yang tidak dibatasi jangka waktu berlakunya atau selesainya pekerjaan tertentu.

Perjanjian kerja yang dibuat untuk waktu tertentu lazimnya disebut dengan perjanjian kerja kontrak atau perjanjian kerja tidak tetap. Status pekerjanya adalah pekerja tidak tetap atau pekerja kontrak. Sedangkan untuk perjanjian kerja yang dibuat untuk waktu tidak tertentu biasanya disebut dengan perjanjian kerja tetap dan status pekerjanya adalah pekerja tetap.

Perjanjian kerja yang dibuat untuk waktu tertentu harus dibuat secara tertulis hal itu sesuai dengan Pasal 57 Ayat 1 Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Ketentuan ini dimaksudkan untuk lebih menjamin atau menjaga hal-hal yang tidak diinginkan sehubungan dengan berakhirnya kontrak kerja.

Setelah menjelaskan pandangan hukum positif terkait perjanjian kerja perburuhan. Dalam literatur Islam ditemukan sejumlah konsepsi perjanjian kerja. Untuk membahas itu di bawah ini konsep pembahasan perjanjian kerja menurut hukum Islam.

Sebelum menjelaskan konsep perjanjian dalam hukum Islam, secara prinsipil Islam mendorong individual untuk kiat bekerja, karena bekerja itu ibadah. Islam sangat mendorong dan menghargai seseorang yang bekerja untuk


(63)

dirinya sendiri dan menafkahi tanggungannya. Dalam sebuah hadits Rasulullah Saw, bersabda:

س ي ع ه ي ص ه ل سر ع ع ه يضر ا ق لا ع ا ع ب لاخ ع

:لاق

"

ا

)يرا لا ا ر( " ي ل ع لكاي ا اريخ طق ا اعط حأ لكأ

Dari Khalid ibn Ma’dan, dari al-Miqdam R.a. bahwasanya Rasulullah Saw. telah bersabda: “Tidak ada suatu makananpun yang dimakan seseorang itu lebih baik dari pada makanan hasil usaha sendiri.” (HR. Bukhori)12

Dorongan ibadah kepada Allah sewaktu bekerja merupakan potensi yang besar bagi roda perekonomian suatu bangsa. Dorongan nuriyah inilah yang menjadi etos kerja kaum muslimin yang tidak tertandingi oleh etos kerja manapun. Dorongan kerja adalah untuk mendapatkan nilai pahala dari Allah Swt, dan ini adalah tujuan tertinggi disamping tujuan yang lain atau materi (upah). jadi semakin tinggi tingkat pemahaman dan penerapan islam seseorang, maka semakin tinggi semangatnya dalam bekerja. Ringkasnya, sistem perburuhan Islam mencakup beberapa hal:

Dalam Islam, problem perburuhan diatur diatur oleh hukum-hukum “kontrak kerja” (al-Ijarah). Secara definisi. al-Ijarah adalah transaksi (aqad/kontrak) atas jasa manfaat tertentu dengan suatu kompensasi atau upah.13 Syarat tercapainya kontrak kerja tersebut adalah kelayakan dari orang-orang yang melakukan kontrak, yaitu si penyewa tenaga atau majikan (disebut musta’jir)

12

Al-Bukhari Abu Abdillah Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin al-Mugirah bin al-Bardizbah, Shahih al-Bukhari. (Bairut: Dar Ibn Katsir, `1407H/1987M) cet. III, Juz II, hal. 730

13


(1)

IX

9. Berapakah besaran upah yang dijanjikan oleh CV. Cahaya Logam untuk para pekerja (buruh)? Apakah mendapatkan di atas UMR/UMK/ atau di bawah itu?

Menurut laporan, mereka digaji 600 ribu. Pastinya itu dibawah UMR.

10.Bagaimanakah cara pembayaran upah CV. Cahaya Logam kepada pihak pekerja (buruh)? CV. Cahaya Logam memakai sistem kontrak, dan setiap bulan pekerja terima gaji dan sebagian gajinya dipotong untuk gantungan. Gantungan itu baru turun ketika pekerja hendak pulang atau berhenti bekerja.

11.Seperti yang kita tahu, CV. Cahaya Logam memperlakukan para pekerja (buruh) di luar sisi kemanusiaan, seperti apa saja bentuk perlakuan tersebut?

Nah itu yang disayangkan, awal meraka datang pun tak ada laporan ke Rt, namanya orang jauh datang ke kampung orang seharusnya ada laporan, itu juga kan buat keselamatan dia. Jadi sekiranya ada hal-hal yang tak diinginkan terjadi Rt bisa bantu. Seperti yang ramai diperbincangkan, para buruh diperlakukan semau mandor. Disiksa mungkin karna ada sebabnya, seperti barang banyak akan tetapi pekerjanya malas-malasan, terkadang pekerjanya ngeyel (susah diatur) dan ada juga yang ketika dimarahi melakukan perlawanan, mungkin itu yang memicu terjadinya penyiksaan

12.Setelah mengetahui perlakukan buruk seperti perbudakan dari pihak CV. Cahaya Logam, apakah korban tidak melaporkan kepada yang berwenang?

Seperti tadi apa yang sudah saya bilang, pabrik itu ketat begitu juga atasannya tegas dan galak, sampai ada yang sakitpun mereka dikunci di dalam ruangan, mungkin korban yang kabur dan laporan kemarin nekat karna gak kuat kerja di pabrik itu, dan dia juga merasa kasihan dengan teman-temannya yang lain, mangkanya dilaporin kepihak yang berwajib.


(2)

X Mengetahui,


(3)

XI

Wawancara III

Kronologis Tentang Kasus Perbudakan Di Pabrik CV. Cahaya Logam Di Daerah Kec. Sepatan Timur Kab. Tangerang

Interviewer : Hasan Aziz

Narasumber : Warga/Pekerja

Hari/Tanggal : Jum’at, 8 Mei 2015 Waktu dan Tempat : 16.30 WIB s/d Selesai

Kp. Bayur Ds. Lebak Wangi Kec. Sepatan Timur Kab. Tangerang

1. Sepengetahuan bapak / ibu, bagaimana awal mula korban untuk mendapat pekerjaan di CV. Cahaya Logam?

Bos yuki nyuruh saudaranya cariin Orang buat jadi karyawan dipabriknya, dan nanti saudaranya nyuruh anak buahnya nyari orang ke daerah pedalaman, dengan dijanjikan kalau bisa dapat banyak rekrutan, nanti bakal dikasih duit lebih, orang jauh gak boleh harus orang deket. Mungkin dia berpikir kalo orang sini udah tahu duit mangkanya dia suruh cari yang jauh.

2. Apakah bapak / ibu tahu bentuk kerja / jenis pekerjaan di CV. Cahaya Logam?

Dulu tugas kami mengumpulkan rongsokan berupa besi, tembaga, stainless dan alumunium untuk kemudian kami lebur dan dijadikan bahan baku produksi, setelah itu kami panaskan dengan suhu perkiraan diatas 2000 derajat, dan kalau sudah mencair buru-buru kami tuangkan ke dalam cetakan kuali, kekenceng dan panci, terus ditutup pake tanah, selang beberapa saat, cetakan diangkat dan dilakukan penghalusan, buat proses terakhir dilakukan finishing biar keliatan bagus dan menyempurnakan bentuk barang. Dalam sehari kami biasa melakukan dua kali pengecoran yakni pada pagi dan siang, kalo lembur dan banyak pesanan, biasanya kami lakukan pengecoran sampe malam.

3. Sepengetahun bapak / ibu, berapakah jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan di CV. Cahaya Logam?


(4)

XII

Disitu mah gak banyak, pas waktu saya kerja aja Cuma ada 21 orang. 13 0rang sebagai pengolah bahan, sisanya di bagian pembentukan. Kalo ngeliat korban kemarin sih agak cukup banyak, kalo gak salah semuanya ada 35 orang.

4. Menurut bapak / ibu, apa alasan mereka bekerja di CV. Cahaya Logam?

Yaaa… buat nutupin segala kebutuhan hidup kan pake duit, nyari kerjaan susah bang, ya mumpung ada yang ngajak ikut aja, lumayanlah buat makan ngeroko mah.

5. Pada tahun berapakah mereka mendapat penawaran atau kontrak kerja di CV. Cahaya Logam?

Saya kerja dari tahun 2009, di situ mah harus kuat mental, kerjanya extra dan gak kenal lelah, istirahat Cuma cukup buat makan sama ngeroko sebatang, sisanya kerja. Lembur kerja ada dihari jum’at dan sabtu, sedangkan minggu libur, saya gak tinggal di mes (tempat peristirahatan yang disediakan pihak pabrik), jadi saya berangkat jam 7 pulang jam 7, kadang sampai jam 10 kalo lagi lembur. Waktu itu tahun 2010-an akhir ada pengurangan karyawan, dan saya masuk daftar pengurangan itu, termasuk 2 teman saya orang bayur bambu, Waktu saya mau cabut dari itu pabrik, memang pesanan lagi banyak, mungkin bos yuki udah nyiapin tenaga baru kali buat ngurusin pesanan diluaran. Ya mungkin itu korban-korban yang kemarin.

6. Apakah hubungan kerja yang disepakati antara CV. Cahaya Logam dengan pihak pekerja (buruh) dilakukan dengan perjanjian kerja tertulis atau tidak?

Waktu zamanan saya mah kaga bang, di omong udah siap kerja, saya jawab siap, dibilangin gaji 350/2 minggu dan dipotong 50 ribu untuk uang makan saya jawab siap, tapi pas waktu itu saya bilang kalo rumah saya deket, saya makan dirumah aja, jadi saya minta dibayar full. Yang orang sini kerja disitu bisa di hitung jari, sisanya tau orang mana.

7. Apakah CV. Cahaya Logam memberikan ketentuan hak dan kewajiban kepada pihak pekerja?

Dikasih ya di kasih, tapi kadang waktu pembayaran hasil kerja sering kurang, tak sesuai dengan pembicaraan di awal. Kalau komplen pasti dibentak dengan alasan nanti bakal dibayar

.

8. Sepengetahuan bapak, apakah CV. Cahaya Logam memberikan perlindungan, pengupahan dan kesejahteraan menurut perundangan Indonesia (hukum ketenagakerjaan)?


(5)

XIII

Diberikan sih, buat yang mau tidur di sediakan mes, emang agak kumuh sih tempatnya, kotor dan jember juga. Itu jadi alasan kedua saya kenapa gak mau tidur di mes, ya yang pertama karna rumah saya dekat dan yang kedua mesnya emang gak layak. Kalo gajian juga antri dibayarnya juga, gak kaya zaman sekarang, pabrik-pabrik kalo ngegaji lewat ATM, udah pada kaya bos aja “hahahaha”.

9. Berapakah besaran upah yang dijanjikan oleh CV. Cahaya Logam untuk para pekerja (buruh)? Apakah mendapatkan di atas UMR/UMK/ atau di bawah itu?

Kalo zamanan saya bersihnya 400 ribu, Cuma kalo yang korban kemarin sih katanya 600 ribu, ya pasti dibawah UMR bang.

10.Bagaimanakah cara pembayaran upah CV. Cahaya Logam kepada pihak pekerja (buruh)? Manual aja, tiap bulan pekerja digaji lewat cara absen.

11.Seperti yang kita tahu, CV. Cahaya Logam memperlakukan para pekerja (buruh) di luar sisi kemanusiaan, seperti apa saja bentuk perlakuan tersebut?

Kalo ada kesalahan paling diomelin dan gentak, kalo kelihatan lagi kerja ada yang ngobrol biasanya ditimpah pake sisa bahan, cuma gak tahu deh kalo yang kemarin, katanya sih ditampar, ditendang, disundut pake rokok, dan ada juga yang dikurung. Mungkin zaman kerja mereka lebih parah kali dibanding zamanan saya, untungnya saya gak ngerasain. 12.Setelah mengetahui perlakukan buruk seperti perbudakan dari pihak CV. Cahaya Logam,

apakah korban tidak melaporkan kepada yang berwenang?

Kalo waktu saya sih gak ada yang lapor, karena menurut saya wajar dia marah, mereka kesal karna kerjanya gak beres, kadang ada panci yang udah selesai, tapi pas diperiksa bagian bawahnya keropos karna digetoknya terlalu kencang ketika pembuatan. Ada juga yang kulit dasar alumuniumnya pecah karna suhu pembakarannya terlalu tinggi. Tapi waktu kemarin mungkin sudah terlalu parah penyiksaan yang diberikan para mandor kepada para buruh, hingga akhirnya korban ada yang lapor ke kepolisian dan akhirnya digerebek.


(6)

XIV Mengetahui,