Hasil Penelitian HASIL PENELITIAN

a. Faktor Jenis Kelamin Gambar di bawah ini menggambarkan distribusi responden yang berjenis kelamin laki-laki. Gambar 4.2 Distribusi Tingkat Burnout Berdasarkan Faktor Jenis Kelamin Laki-laki Dari hasil penelitian didapat pada gambar 4.2 diatas, bahwa responden leki-laki menjawab pertanyaan pada rentang angka 2 pada tingkat kejenuhan fisik sebanyak 45, sedangkan untuk kejenuhan emosi, rsponden laki-laki berada pada jawaban rentang 1 65, dan untuk tingkat pencapaian personal berada pada rentang 1 sebanyak 75. Dapat dilihat bahwa responden laki-laki sering mengalami kejenuhan emosi dari pada kejenuhan fisik. Jika dipersentasekan antara tingkat kejenuhan fisik, kejenuhan emosi dan pencapaian personal, responden laki-laki berada pada level 1 dalam level MBI yang menunjukan bahwa tingkatan ini seseorang merasa cukup bahagia. Namun jika dilihat pada tingkat burnoutnya terdapat 10 responden laki-laki menjawab rentang 3 dan 4, yang berarti responden ini positif trerkena burnout. Gambar 4.3 Distribusi Tingkat Burnout Berdasarkan Faktor Jenis Kelamin Perempuan Dari hasil penelitian didapat pada gambar 4.3 di atas, bahwa responden perempuan, mayoritas responden berada pada rentang angka 2 pada kejenuhan fisik yaitu 80, untuk kejenuhan emosional, terdapat jawaban terbanyak pada angka 2 sebanyak 75, dan untuk tingkat pencapaian personal banyak responden menjawab rentang angka 1 75. Jika dijabarkan responden perempuan lebih sering mengalami kejenuhan fisik dari pada kejenuhan emosi dan percapaian personal. Tingkat kejenuhan ini masih berada pada level 1 pada MBI, yang dalam artian walaupun staf perpustakaan ini mengalami stress, tetapi mereka dapat mengelola stress dengan baik, dan dapat membuat hidupnya berimbang. Namun jika dilihat pada tingkat burnoutnya terdapat 20 responden perempuan menjawab rentang 3 dan 4, yang berarti responden ini positif trerkena burnout. Jika dibandingkan dengan responden yang berjenis kelamin laki-laki ternyata angka ini lebih besar, yang bisa diartikan responden berjenis kelamin perempuan lebih rentan terkena burnout dari pada responden berjenis kelamin laki-laki. Dari hasil observasi awal diketahui bahwa pustakawan mengalami kelelahan fisik dan kelelahan emosional disebabkan banyaknya jumlah pengunjung yang meminjam dan mengembalikan bahan pustaka di Perpustakaan UIN Jakarta. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya oleh Ria Fatmawati. Dalam penelitian tersebut diketahui bahwa staf perpustakaan berjenis kelamin laki-laki di bagian layanan pada Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah BPAD Provinsi DKI Jakarta lebih rentan terkena burnout dari pada responden berjenis kelamin perempuan. 1 Hasil penelitian Imelda Novelina Sitohang secara umum pria lebih mudah mengalami burnout dari pada wanita. Hal ini dikarenakan wanita tidak mengalami peringkat tekanan seperti yang dihadapi oleh seorang pria, yang dapat disebabkan karena adanya 1 Ria Fatmawati, “Burnout Perpustakaan Bagian Layanan di Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah BPAD Provinsi DKI Jakarta,” Tesis S2 Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi Program Studi Ilmu Perpustakaan, Universitas Indonesia, 2012 h. 50 perbedaan peran, misalnya dalam hal kerja, bagi seorang pria bekerja adalah suatu hal yang mutlak untuk menghidupi keluarganya, namun tidak demikian bagi seorang wanita, wanita boleh bekerja boleh tidak. 2 b. Usia Gambar di bawah ini menggambarkan distribusi responden yang berusia 30 tahun ke bawah. Gambar 4.4 Distribusi Tingkat Burnout Berdasarkan Faktor Usia 30 Tahun ke Bawah Berdasarkan hasil penelitian pada gambar 4.4 diatas ini menunjukan responden yang berusia 30 tahun ke bawah menjawab tingkat kejenuhan fisik berada pada rentang angka 2 yaitu sebanyak 65 Sedangkan untuk kejenuhan emosi responden menjawab rentang angka 1 sebanyak 65, dan untuk pencapaian personal berada pada rentang angka 2 Sitohang Imelda Novelina, “Burnout Pada Karyawan Ditinjau Dari Persepsi Terhadap Ling kungan Kerja Psikologis dan Jenis Kelamin” Jurnal PSYCHE, no 1 Juli 2004: h. 10. 1 dan 2 masing-masing 45. Jika dikaji lebih dalam, responden yang berusia 30 tahun ke bawah lebih mengalami kejenuhan emosi jika dipersentasekan, rentang angka jawaban ini masih berada pada level 1 MBI yang menunjukkan level aman dan cukup bagus. Hasil yang didapat secara rata-rata menunjukkan hasil yang bagus, namun ada beberapa responden yang menjawab rentang rentang 3 dan 4 pada pertanyaan kuesioner sebanyak 20 responden memilih jawaban pada rentang angka ini, dan ini menunjukkan adanya indikasi burnout yang terdapat pada responden yang berusia 30 tahun ke bawah. Gambar 4.5 Distribusi Tingkat Burnout Berdasarkan Faktor Usia 30 Tahun ke Atas Sedangkan hasil penelitian dari responden yang berusia 30 tahun ke atas pada gambar 4.5, juga lebih banyak menjawab rentang angka 2 pada kejenuhan fisik 50, sedangkan untuk kejenuhan emosi, responden pada usia ini yang menjawab pada rentang angka 1 sebanyak 65. Rentang angka 1 ini juga diperoleh pada tingkat pencapaian personal 65. Jika dipersentasekan, tingkat kejenuhan ini masih berada berdasarkan pada level aman pada MBI. Namun jika dilihat dari responden yang menjawab rentang 3 dan 4 yang berarti positif teridentifikasi burnout cukup tinggi mencapai jumlah 5 . Jika dibandingkan dengan responden yang berusia 30 tahun ke bawah angka ini cukup kecil, yang bisa diartikan responden yang berusia 30 tahun ke bawah lebih rentan terkena burnout dari pada responden yang berusia 30 tahun ke atas. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya oleh Ria Fatmawati bahwa dalam penelitiannya staf layanan lebih tua terkena burnout cukup tinggi dibanding dengan staf layanan yang lebih muda. 3 c. Status Perkawinan Gambar di bawah ini menggambarkan distribusi responden yang berstatus perkawinan sudah menikah. 3 Ria Fat awati, “Bur out Perpustakaa Bagia Laya a di Bada Perpustakaa da Arsip Daerah BPAD Provinsi DKI Jakarta, h. 54. Gambar 4.6 Distribusi Tingkat Burnout Berdasarkan Faktor Status Perkawinan Yang Sudah Menikah Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan kepada responden yang sudah menikah pada gambar 4.6 terdapat jawaban terbanyak pada pertanyaan kejenuhan fisik pada rentang angka 2 sebanyak 55 , kondisi ini menggambarkan orang yang sudah menikah umumnya mengalami kelelahan fisik, sedangkan untuk kejenuhan emosi terdapat pada rentang angka 1 70 bisa diartikan kondisi emosi orang yang sudah menikah bisa dikontrol dan untuk pertanyaan pencapaian personal responden yang sudah menikah menjawab pada rentang 1 65 . Jika dipersentasekan jawaban responden yang sudah menikah ini masih berada pada level aman pada tingkatan MBI. Namun, masih terdapat dari beberapa responden yang memilih jawaban rentang angka 3 dan 4 sebanyak 5 yang berati responden yang menjawab pada angka ini bisa dipastikan teridenfikasi masalah burnout. Gambar 4.7 Distribusi Tingkat Burnout Berdasarkan Faktor Status Perkawinan Yang BelumMenikah Gambar 4.7 diatas menujukan responden yang belum menikah menjawab tingkat kejenuhan fisik berada pada rentang angka 2 yaitu sebanyak 65. Sedangkan untuk kejenuhan emosi responden menjawab rentang angka 1 sebanyak 50, dan untuk pencapaian personal berada pada rentang angka 1 dan 2 masing-masih 45, jika dikaji lebih dalam, responden yang belum menikah mengalami kejenuhan fisik dari pada kejenuhan emosi, jika dipersentasekan, rentang angka jawaban ini masih berada pada level 1 pada MBI yang menunjukkan level aman dan cukup bagus. Hasil ini menunjukkan hasil yang bagus. Namun ada beberapa responden yang menjawab rentang 3 dan 4 pada pertanyaan kuesioner sebanyak 20 responden memilih jawaban pada rentang angka ini, dan menunjukkan adanya indikasi burnout yang terdapat pada responden yang berusia 30 tahun ke bawah. Jika dibandingkan dengan responden yang sudah menikah angka ini lebih besar, yang bisa diartikan responden yang belum menikah lebih rentan terkena burnout dari pada responden yang sudah menikah. Hal ini sesuai dengan teori dan penelitian sebelumnya oleh Ria Fatmawati, bahwa orang yang belum menikah lebih mudah teridentifikasi masalah burnout. 4 d. Pendidikan Terakhir Gambar di bawah ini menggambarkan responden yang pendidikan terakhirnya SMA atau non sarjana. Gambar 4.8 Distribusi Tingkat Burnout Berdasarkan Faktor Pendidikan Non Sarjana Dari hasil penelitian didapat pada gambar 4.8 di atas, bahwa responden non sarjana, banyak responden menjawab rentang angka 2 pada 4 Ria Fat awati, “Bur out Perpustakaa Bagian Layanan di Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah BPAD Provinsi DKI Jakarta, h. 59. kejenuhan fisik yaitu 80, untuk kejenuhan emosional, terdapat jawaban terbanyak pada angka 2 sebanyak 75, dan untuk tingkat pencapaian personal banyak responden menjawab rentang angka 1 sebanyak 75. Jika dijabarkan responden non sarjana lebih sering mengalami kejenuhan fisik dari pada kejenuhan emosi dan percapaian personal. Tingkat kejenuhan ini masih berada pada level 1 pada MBI, yang dalam artian walaupun staf perpustakaan ini mengalami stress, tetapi mereka dapat mengelola stress dengan baik, dan dapat membuat hidupnya berimbang. Namun jika dilihat pada tingkat burnout terdapat 20 responden sarjana menjawab rentang 3 dan 4, yang berarti responden ini positif terkena burnout. Gambar 4.9 Distribusi Tingkat Burnout Berdasarkan Faktor Pendidikan Sarjana Berdasarkan hasil penelitian pada gambar 4.9 di atas, responden berpendidikan sarjana memilih jawaban terbanyak pada rentang angka 2 sebanyak 45 pada tingkat kejenuhan fisik, sedangkan untuk tingkat kejenuhan emosi, responden jawaban terbanyak jatuh pada rentang angka 1 sebanyak 65, dan untuk pencapaian personalnya banyak responden memilih rentang jawaban 1 sebanyak 75. Jika dipersentasekan antara tingkat kejenuhan fisik, kejenuhan emosi dan pencapaian personal, responden berpendidikan sarjana berada pada level 1 dalam level MBI yang menunjukkan bahwa tingkatan ini seseorang merasa cukup bahagia. Namun jika dilihat pada tingkat burnout nya terdapat 10 responden sarjana menjawab rentang 3 dan 4, yang berarti responden ini positif terkena burnout. Jika dibandingkan dengan responden yang non sarjana angka ini cukup kecil, yang bisa diartikan responden yang non sarjana lebih rentang terkena burnout dari pada responden yang sarjana. Hal ini mungkin terjadi, karena orang yang berpendidikan non sarjana untuk pencapaian personalnya lebih rendah di bandingkan dengan responden yang sarjana. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnnya oleh Ria Fatmawati. Dalam penelitian tersebut diketahui responden yang berpendidikan non sarjana lebih tinggi tingkat burnoutnya. 5 e. Bidang Pendidikan Terakhir Gambar di bawah ini menggambarkan responden yang pendidikan terakhirnya Sarjana Ilmu Perpustakaan dan Informasi. 5 Ria Fatmawati, “Burnout Perpustakaan Bagian Layanan di Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah BPAD Provinsi DKI Jakarta, h. 63. Gambar 4.10 Distribusi Tingkat Burnout Berdasarkan Faktor Pendidikan Sarjana Ilmu Perpustakaan dan Informasi Dari gambar 4.10 diperoleh jawaban terbanyak pada kejenuhan fisik terdapat pada rentang angka 2 sebanyak 55. Untuk kejenuhan emosi berada pada rentang jawaban angka 1 sebanyak 60, yang dalam artian berada pada level aman. Sedangkan untuk pencapaian personal juga berada pada level aman 55 yang memilih jawaban rentang angka 1. Jika dipersentasekan jawaban ini berada pada level aman dalam MBI. Namun masih juga terdapat indikasi burnout pada responden yang memilih jawaban rentang angka 3 dan 4 yaitu sebanyak 15. Gambar 4.11 Distribusi Tingkat Burnout Berdasarkan Faktor Pendidikan Sarjana Non Ilmu Perpustakaan dan Informasi Berdasarkan hasil penelitian pada gambar 4.11 di atas diperoleh jawaban terbanyak pada kejenuhan fisik terdapat pada rentang angka 2 65, sedangkan untuk kejenuhan emosi berada pada rentang jawaban angka 1 sebanyak 70, yang dalam artian berada pada level aman. Sedangkan untuk pencapaian personal juga berada pada level aman 65 yang memilih jawaban rentang angka 1. Jika dipersentasekan jawaban ini berada pada level aman dalam MBI. Namun masih juga terdapat indikasi burnout pada responden yang memilih jawaban rentang angka 3 dan 4 yaitu sebanyak 25. Dilihat dari perolehan hasil gambar 4.11 di atas, mungkin saja hal ini terjadi, karena orang yang berpendidikan non sarjana Ilmu Perpustakaan dan Informasi memiliki pengatahuan yang kurang terhadap Ilmu Perputakaan bila dibandingkan dengan Sarjana Ilmu Perpustakaan dan Informasi. Sehingga seharusnya staf perpustakaan bagian pelayanan yang berpendidikan non sarjana Ilmu Perpustakaan dan Informasi diberikan pelatihan sehingga menambah pengetahuannya. f. Masa Kerja Gambar di bawah ini menggambarkan responden yang masa kerjanya 10 tahun ke bawah. Gambar 4.12 Distribusi Tingkat Burnout Berdasarkan Faktor Masa Kerja 10 Tahun ke Bawah Berdasarkan hasil penelitian yang tergambar pada gambar 4.12 diatas, responden yang masa kerjanya dari 10 tahun ke bawah menjawab kejenuhan fisik pada rentang angka 2 sebanyak 50, untuk jawaban kejenuhan emosional kebanyakan responden menjawab pada rentang angka 1 sebanyak 70, sedangkan untuk pencapaian personal, jawaban terbanyak responden juga terdapat pada jawaban rentang angka 1 sebanyak 60. Jika dipersentasekan hasil jawaban ini, masih berada pada level aman pada MBI yaitu level rendah. Namun masih saja ada responden yang terindentifikasi burnout yang menjawab rentang angka 3 dan 4 sebanyak 10. Selain itu juga ditemukan terhadap responden yang masa kerjanya dari 10 tahun ke atas, gambar 4.13 di bawah ini menunjukkan jawaban terbanyak pada rentang angka 2 pada kejenuhan fisik sebanyak 55, untuk jawaban kejenuhan emosi diperoleh jawaban pada rentang angka 1 sebanyak 45, dan untuk pencapaian personalnya masih berada di rentang angka 1 sebanyak 40 . Gambar 4.13 Distribusi Tingkat Burnout Berdasarkan Faktor Masa Kerja 10 Tahun ke Atas Gambar 4.13 di atas bila dijelaskan lebih dalam lagi, responden yang bekerja dari 10 tahun ke atas ini juga ditemukan adanya indikasi burnout yang cukup besar dibanding dengan responden yang bekerja dari 10 tahun ke bawah, yaitu 15 . Jika dibandingkan dengan responden yang bekerja 10 tahun ke bawah, angka ini cukup besar. Bisa diartikan staf layanan sirkulasi di Perpustakaan UIN Jakarta yang masa kerjanya sudah 10 tahun ke atas lebih banyak yang terkena burnout dibandingkan dengan staf layanan sirkulasi di Perpustakaan UIN Jakarta yang masa kerjanya sudah 10 tahun ke bawah. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya oleh Ria Fatmawati, karna hal ini mungkin saja terjadi karena lamanya seseorang bekerja belum tentu mereka dapat mengatasi semua masalah yang muncul di lingkungan kerjanya. 6 Pekerjaan rutin yang mereka lakukan sehari-hari merupakan pekerjaan yang berulang-ulang bias juga menyebabkan terjadinya burnout. 6 Ria Fatmawati, “Burnout Perpustakaan Bagian Layanan di Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah BPAD Provinsi DKI Jakarta, h. 68. 95

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Kondisi burnout pada staf layanan sirkulasi di Perpustakaan UIN Jakarta mayoritas pada dimensi kejenuhan fisik. Dalam melaksanakan pekerjaan sehari-hari, staf layanan sirkulasi tidak menunjukkan gejala- gejala burnout seperti emosi negatif, frustasi, depresi dan masalah kesehatan yang menurun, ini terbukti dari sikap positif terhadap pekerjaan dengan diperolehnya skor rendah pada kejenuhan emosi. Untuk pencapaian personal banyak responden menjawab rentang angka 1 dan 2. Bisa diartikan untuk pencapaian personal staf layanan sirkulasi di Perpustakaan UIN Jakarta baik menurut standar MBI. 2. Faktor-faktor demografis yang menyebabkan tingkat burnout pada staf layanan sirkulasi di Perpustakaan UIN Jakarta sebagai berikut. a. Staf layanan sirkulasi yang berjenis kelamin perempuan mengalami tingkat burnout lebih tinggi dibandingkan dengan jenis kelamin laki- laki. b. Staf layanan sirkulasi yang berusia 30 tahun ke bawah mengalami tingkat burnout lebih tinggi dibandingkan dengan yang berusia 30 tahun ke atas. 100 c. Staf layanan sirkulasi yang belum menikah mengalami tingkat burnout lebih tinggi bila dibandingkan dengan yang sudah menikah. d. Staf layanan sirkulasi non sarjana mengalami tingkat burnout lebih tinggi bila dibandingkan dengan yang berpendidikan terakhir sarjana. e. Staf layanan sirkulasi sarjana non Ilmu Perpustakaan dan Informasi mengalami tingkat burnout lebih tinggi bila dibandingkan dengan sarjana Ilmu Perpustakaan dan Informasi. f. Staf layanan sirkulasi yang masa kerjanya 10 tahun ke atas mengalami tingkat burnout lebih tinggi bila dibandingkan dengan yang masa kerjanya 10 tahun ke bawah.

B. Saran

Adapun saran yang dapat penulis berikan adalah sebagai berikut: 1. Walaupun tingkat burnout pada staf layanan sirkulasi di Perpustakaan UIN Jakarta masih menunjukkan skor yang rendah, namun mereka perlu berhati- hati terhadap situasi di tempat kerja untuk dapat memantau hal-hal yang dapat mengakibatkan stress serta penanganannya agar tidak berlanjut ke tingkat burnout yang lebih tinggi. Cara yang tepat untuk menghindari stress dengan istriahat yang cukup dan tidak membawa pekerjaan kantor kerumah. 2. Staf layanan sirkulasi harus menjaga kondisi fisiknya agar dapat memberikan layanan kepada para pemustaka dengan lebih optimal. 3. Dengan ditemukannya tingkat burnout yang lebih tinggi pada staf layanan sirkulasi yang berjenis kelamin perempuan maka sebaiknya diberikan pelatihan seperti pelatihan pelayanan prima atau pelatihan interpersonal skill dan lain-lain. Dengan demikian, diharapkan mereka mampu memberikan layanan yang baik kepada pengguna perpustakaan dalam rangka mewujudkan visi dan misi Perpustakaan UIN Jakarta. 4. Staf perpustakaan khusunya yang berpendidikan selain bidang Ilmu Perpustakaan dan Informasi sebaiknya dapat mengembangkan kemampuan wawasan, keterampilan dan kesiapan fisik, emosi, dan pencapaian personal. 5. Pimpinan Perpustakaan dapat melakukan rotasi secara berkala kepada staf perpustakaan khususnya staf layanan sirkulasi yang masa kerjanya lebih dari 10 tahun sehingga dapat merasakan kondisi yang lebih baik. 6. Perlu penelitian lebih lanjut terkait dengan burnout di kalangan staf perpustakaan, antara lain burnout pada staf layanan teknis dan pemakai lainnya, faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi, upaya pencegahan dan penanganan terjadinya burnout. 98 DAFTAR PUSTAKA Abdul Rahman Saleh. Manajemen Perpustakaan Perguruan Tinggi. Jakarta: Universitas Terbuka, 1995. Alwi Hasan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2002. Andrew M. Colman. Dictionary of Psychology. New York : Oxford University Press, 2001. Bill Katz and Ruth A Fraley. Reference Services today: from interview to burnout. New york ∙London: The Haworth Press, 1987. Daryanto. Pengetahuan Praktis Bagi Pustakawan. Malang: Bina Cipta, 1985. Eka, Wardhani. Perpustakaan Sebagai Tempat Pembelajaran Seumur Hidup ,” Visi Pustaka, Vol.9 No.1 . 2007. Herman Warsito. Pengantar Metodologi Penelitian : Buku Paduan Mahasiswa. Jakarta: Gramedia, 1992. Hernandono, Strategi dan Pemikiran Perpustakaan, Jakarta: Sagung Seto, 2001. Husaini Usman. Metode Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Akasara, 2000. H.S Lasa. Kamus istilah Perpustakaan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1993 Karmidi Martoadmodjo. Pelayanan Bahan Pustaka. Jakarta: Universitas Terbuka, 1999. Koentjaraningrat. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia, 1991. Kosam Rimbarawa. Aksentuasi Perpustakaan dan Pustakawan. Jakarta: Ikatan Pustakawan Indonesia Pengurus Daerah DKI Jakarta, 2006. Mardalis. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: Bumi Aksara, 2008. Mudjito. Pembinaan Minat Baca. Jakarta: Universitas Terbuka, 2001. Nasution. Metode Research Penelitian Ilmiah. Jakarta : Bumi Aksara, 2007. Nathan M. Smith dan David T. Palmer. Reference Services Today: From Interview to Burnout. New York: The Haworth Press, 1978. Pawit M. Yusuf. et al, Pedoman Penyelengaraan Perpustakaan Sekolah. Jakarta: Kencana, 2007. 103