Deterjen sintetik yang pertama dikembangkan oleh Jerman pada waktu Perang Dunia II dengan tujuan agar lemak dan minyak dapat digunakan untuk keperluan
lainnya. Pada saat ini ada lebih 1000 macam deterjen sintetik yang ada di pasaran. Fritz Gunther, ilmuwan Jerman, biasa disebut sebagai penemu surfactant sintetis dalam
deterjen tahun 1916. Namun, baru tahun 1933 deterjen untuk rumah tangga diluncurkan pertama kali di AS. Sebelum tahun 1965, deterjen menghasilkan limbah busa di sungai
dan danau. Ini karena umumnya deterjen mengandung alkylbenzene sulphonate yang sulit terurai.
Setelah 10 tahun dilakukan penelitian 1965, ditemukan linear alkylbenzene sulphonate LAS yang lebih ramah lingkungan. Bakteri dapat cepat menguraikan
molekul LAS, sehingga tidak menghasilkan limbah busa. Sepanjang sejarah banyak usaha dilakukan untuk membantu kita mengerjakan pekerjaan mencuci. Pencucian
dengan air saja, bahkan dengan penggosokan atau putaran mesin sekeras apapun, akan menghilangkan sebagian saja bercak, kotoran dan partikelpartikel tanah.
Air saja tidak dapat menghilangkan debu yang tak larut dalam air. Air juga tak mampu menahan debu yang telah lepas dari kain agar tetap tersuspensi tetap berada di
air, jadi tidak kembali menempel ke kain. Jadi diperlukan bahan yang dapat membantu mengangkat kotoran dari air dan kemudian menahan agar kotoran yang telah terangkat
tadi, tetap tersuspensi. Sejak ratusan tahun lalu telah dikenal sabun, yakni persenyawaan antara minyak atau lemak dan basa. Awalnya orang-orang Arab secara tak sengaja
menemukan bahwa campuran abu dan lemak hewan dapat membantu proses pencucian. Walaupun berbagai usaha perbaikan pada kualitas dan proses pembuatan sabun
telah dilakukan, semua sabun hingga kini mempunyai satu kekurangan utama yakni akan bergabung dengan mineral-mineral yang terlarut dalam air membentuk senyawa
yang sering disebut lime soap sabun-kapur, membentuk bercak kekuningan di kain atau mesin pencuci. Akibatnya kini orang mulai meninggalkan sabun untuk mencuci
seiring dengan meningkatnya popularitas deterjen.
2.2. Klasifikasi Deterjen Cair
Menurut kandungan gugus aktifnya maka detergen diklasifikasikan sebagai berikut:
- Detergen jenis keras
6
Detergen jenis keras sukar dirusak oleh mikroorganisme meskipun bahan tersebutdibuang akibatnya zat tersebut masih aktif. Jenis inilah yang menyebabkan
pencemaran air. Contoh: Alkil Benzena Sulfonat ABS. Proses pembuatan ABS ini adalah dengan mereaksikan Alkil Benzena dengan BelerangTrioksida, asam Sulfat
pekat atau Oleum. Reaksi ini menghasilkan Alkil BenzenaSulfonat. Jika dipakai Dodekil Benzena maka persamaan reaksinya adalah:
C
6
H
5
C
12
H
25
+ SO
3
C
6
H
4
C
12
H
25
SO
3
H Dodekil Benzena Sulfonat Reaksi selanjutnya adalah netralisasi dengan NaOH sehingga dihasilkan Natrium
Dodekil Benzena Sulfonat - Detergen jenis lunak
Detergen jenis lunak, bahan penurun tegangan permukaannya mudah dirusak oleh mikroorganisme, sehingga tidak aktif lagi setelah dipakai. Contoh: Lauril Sulfat atau
Lauril Alkil Sulfonat LAS. Proses pembuatan LAS adalah dengan mereaksikan Lauril Alkohol dengan asam Sulfat pekat menghasilkan asam Lauril Sulfat dengan
reaksi: C
12
H
25
OH + H
2
SO
4
C
12
H
25
OSO
3
H + H
2
O. Asam Lauril Sulfat yang terjadi dinetralisasikan dengan larutan NaOH sehingga
dihasilkan Natrium Lauril Sulfat.
2.3. Sifat Kimia dan Fisika Deterjen Cair Sifat Fisika
- Kelarutan dan daya melarutkan, murray dan Hartly dalam pernyataanya menunjukkan bahwa partikel-partikel tunggal relatif tidak larut, sedangkan misel
mempunyai kelarutan tinggi. Makin panjang rantai hidrokarbonnya, makin tinggi temperatur kritik larutan.
- Karakteristik deterjen cair adalah sebagai berikut yaitu larutan agak kental, busanya sedikit. Warnanya putih keruh jika tidak ditambahkan pewarna.
- Daya emulsi-emulsi adalah suspensi partikel cairan dalam fasa cairan yang lain, yang tidak saling melarutkan. Sama hanya dengan pembasahan, maka surfaktant akan menurunkan
tegangan antarmuka, sehingga terjadi emulsi yang stabil. - Pembasahan perubahan dalam tegangan permukaan yang menyertai proses pembasahan
dinyatakan oleh Hukum Dupre.
Sifat kimia
Pada umumnya, deterjen mengandung bahan-bahan berikut: - Surfactant
Surfactant surface active agent merupakan zat aktif permukaan yang
mempunyaiujung berbeda yaitu hidrofil suka air dan hidrofob suka lemak. Bahan
7
aktif ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan
air sehingga dapat melepaskan kotoran yang menempel pada permukaan bahan.
- Filler Filler pengisi adalah bahan tambahan deterjen yang tidak mempunyai
kemampuanmeningkatkan daya cuci, tetapi menambah kuantitas. Contoh Sodium sulfat.
- Additive Additive adalah bahan suplementambahan untuk membuat produk lebih
menarik,misalnya pewangi, pelarut, pemutih, pewarna dst, tidak berhubungan langsung dengandaya cuci deterjen. Additives ditambahkan lebih untuk maksud
komersialisasi produk. Contoh: Enzim,
Boraks, Sodium klorida,
Carboxy Methyl Cellulose CMC.
- Suds Regulator pengatur busa Untuk membantu surfactant dalam proses pencucian. contoh: asam lemak Abrasive.
- Water softener Untuk menetralkan efek dari “kekerasan “ ion-ion pada bahan lain.
- Oxidants Untuk pemutihan dan disinfeksi
- Bahan Non-surfactant yang dapat mempertahankan kotoran di skorsing Enzymes. 2.4. Proses Pembuatan Detergen Cair
Metode pembuatan deterjen cair adalah: Mencampur 10 SLS – DG, 20 soda abu, CMC lokal 5 , pewarna secukupnya dan air 64.5 ke dalam reaktor,
memanaskan campuran bahan di atas kemudian diaduk, setelah tercampur homogen api dimatikan, lalu didinginkan, setelah dingin ditambah parfum sebanyak 1 ,
mengalirkan larutan ke bak filter, mengalirkan larutan ke bak penampung.
BAB III PENGUJIAN ANGKA ASETIL, REICHERT MEISSL
DAN ANGKA POLENSKE
3.1. Pengujian Angka Asetil