memidana bukanlah untuk memuaskan tuntutan absolut dari keadilan.
48
Oleh karena itu, menurut J. Andenaes, teori ini dapat disebut sebagai “teori perlindungan masyarakat”. Teori relatif lebih melihat kepada
tujuan dari pemidanaan tersebut. Dua
masalah sentral
dalam kebijakan
kriminal dengan
menggunakan sarana penal hukum pidana ialah masalah penentuan
49
: 1.
Perbuatan yang seharusnya dijadikan tindak pidana; dan 2.
Sanksi apa yang sebaiknya digunakan atau dikenakan kepada si pelanggar.
Pada pengenaan sanksi pidana, hukum seharusnya bisa lebih bijak dan menggali budaya bangsa. Pidana bukanlah semata-mata untuk balas
dendam. Menurut Socrates
50
, hukum merupakan tatanan kebijakan. Tatanan yang mengutamakan kebajikan dan keadilan bagi umum.
Hukum bukanlah aturan yang dibuat untuk melanggengkan nafsu orang kuat kontra filsuf Ionia, bukan pula aturan yang memenuhi naluri
hedonisme diri kontra kaum Sofis. Hukum, sejatinya adalah tatanan obyektif untuk mencapai kebajikan dan keadilan umum.
2.7.3 Basis Sosial Hukum
Hukum adalah „hukum sosial‟. Ia lahir dalam dunia pengalaman manusia yang bergumul denga kehidupan sehari-hari. Ia terbentuk lewat
kebiasaan. Kebiasaan itu lambat laun mengikat dan menjadi tatanan
48
Ibid, hlm. 16.
49
Barda Nawawi Arief, 2011, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru, Cetakan kedua, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, hlm.
30.
50
Bernard L. Tanya, dkk, 2010, Op.Cit., hlm. 31.
yang efektif. Lalu kehidupan berjalan dalam tatanan itu. Kekuatan mengikat „hukum yang hidup‟ itu tidak ditentukan oleh kewibawaan
negara. Ia tidak bergantung pada kompetensi penguasa dalam negara. Memang semua hukum dalam segi esksternnya dapat diatur oleh
negara, akan tetapi menurut segi internnya hubungan-hubungan dalam kelompok itu.
51
Konstruksi kejahatan yang selama ini dijalankan oleh penguasa negara, sesungguhnya dapat memiliki legitimasi masyarakat jika
memang formulasi oleh negara tersebut benar-benar berdasarkan apa yang diinginkan masyarakat. Tanpa legitimasi masyarakat, maka
hukum sesungguhnya telah gagal dalam dirinya sendiri. Jadi negara seyogyanya hanya memberikan legalisasi saja dari ruh dan praktik
kebiasaan yang dijalankan masyarakat. Savigny, sebagaimana dikutip Satjipto Rahardjo, menyatakan bahwa hukum seharusnya tumbuh
secara alamiah dari pergaulan masyarakat itu sendiri. Hukum baca: undang-undang sesungguhnya hanya dapat memberikan pengesahan
saja terhadap norma yang dibentuk secara informal oleh pergaulan masyarakat, karena memang sejatinya antara hukum dan keaslian serta
watak rakyat terdapat suatu pertalian yang organis. Hukum sebagaimana bahasa merupakan ekspresi yang intim dari suatu rakyat,
bukan merupakan sesuatu yang berdiri sendiri diluar watak serta ciri- ciri suatu rakyat, melainkan terpadu dengan erat tanpa dipisahkan.
52
51
Ibid, hlm. 142.
52
Dikutip dari Disertasi Ali Masyhar, 2015, Loc. Cit. hlm, 101-102.
34
BAB III METODE PENELITIAN