dapat dihambat oleh protein hem dalam bentuk oksi dan antagonis adenosin teofilin Ganong 2001.
Pembentukan butir darah merah pada masa fetus terjadi di hati, limfa, dan limfonodus, sedangkan pada hewan dewasa terjadi di dalam sumsum tulang.
Proses pembentukan butir darah merah meliputi pembelahan dan perubahan morfologi sel yang terdiri dari beberapa stadium dimulai dari rubiblas, prorubrisit,
rubisit, dan metarubrisit. Stadium akhir diperlihatkan dengan adanya pembentukan butir darah merah dekat dinding sinus Brown dan Dellmann 1989.
Rubiblas atau disebut dengan pronormoblast, merupakan sel yang paling awal atau sel muda yang berbentuk lonjong dengan diameter 20-24 µm. Sel ini
berinti bulat berwarna ungu pucat yang disertai jalinan kromatin berbentuk jala dan nukleolus Brown dan Dellmann 1989.
Prorubrisit disebut juga normoblas awal atau basofilik normoblast, sel ini mirip dengan rubiblas tetapi inti kromatinnya sudah mulai berkondensasi dan
tidak memiliki cincin nukleolus. Sel ini memiliki diameter 14 sampai 19 µm. Sitoplasma pada sel ini sudah mulai mengandung hemoglobin sehingga warnanya
sedikit kemerah-merahan Brown dan Dellmann 1989. Polikromatik normoblast atau rubisit polikromatik, sel ini berdiameter
18 sampai 10 µm yang memiliki nukleus kasar dan gelap dengan kromatin mengelompok. Sitoplasma sudah mulai mengandung hemoglobin sehingga
terlihat warna merah kebiru-biruan. Aspek polikromasia terjadi karena adanya campuran residu sitoplasma basofil RNA dengan hemoglobin yang berwarna
oranye Brown dan Dellmann 1989. Metarubrisit atau disebut ortokromatik normoblas, sel ini berdiameter 6
sampai 9 µm. Sebagian intinya pecah dan sitoplasmanya berwarna merah karena banyak mengandung hemoglobin. Setelah inti sel hilang mengakibatkan
sitoplasma berwarna biru lumpur karena residu RNA dan sel ini disebut retikulosit atau butir darah merah polikrom Brown dan Dellmann 1989.
2.5.2. Butir Darah Merah eritrosit
Butir darah merah merupakan sel-sel berdiameter rata-ratanya sebesar 7,5 µm, berbentuk cakram bikonkaf dengan pinggiran sirkuler yang tebalnya 1,5
µm dan pusatnya yang tipis. Cakram bikonkaf tersebut mempunyai permukaan yang relatif luas untuk pertukaran oksigen melintasi membran sel Frandson
1992. Butir darah merah vertebrata dewasa tidak berinti dan kehilangan intinya selama proses pematangan yang berlangsung sebelum memasuki peredaran darah
Ganong 2001. Butir darah merah yang sudah matang pada mamalia berisi 65 cairan dan 35 padatan yang mengandung protein. Padatan ini 95 digunakan
dalam proses pembentukan hemoglobin Colville dan Joanna 2002. Secara normal butir darah merah mamalia memiliki daya hidup dalam sirkulasi tubuh
berkisar antara 120 hari Brown dan Dellmann1989. Butir darah merah anjing memiliki diameter 7 µm dan merupakan
ukuran yang paling besar dibandingkan hewan peliharaan lainnya. Dengan ukuran diameter yang besar menyebabkan jumlah butir darah merah lebih rendah
dibandingkan hewan peliharaan lainnya. Selain dari ukuran diameter sel, faktor- faktor lain yang dapat mempengaruhi jumlah butir darah merah adalah breed,
kondisi nutrisi, aktivitas fisik dan umur Brown dan Dellmann 1989. Butir darah merah memiliki fungsi dalam pengangkutan oksigen ke
jaringan dan membawa karbondioksida CO
2
dari jaringan pada tubuh karena adanya hemoglobin didalam butir darah merah Colville dan Joanna 2002.
Tekanan oksigen yang tinggi, temperatur yang rendah dan pH yang tinggi dalam kapiler paru-paru menyebabkan pembentukan oxyhemoglobin. Sebaliknya pada
kondisi tekanan oksigen rendah, temperatur yang tinggi dan pH yang rendah di jaringan menyebabkan pelepasan oksigen dari hemoglobin Ganong 2001.
2.5.3. Hemoglobin
Hemoglobin adalah gabungan protein yang dibentuk dari heme dan globin Colville dan Joanna 2002. Heme dan globin tersebut diproduksi dalam
butir darah merah matur. Hemoglobin terdiri dari empat subunit yang setiap subunitnya mengandung satu bagian heme yang berkonjugasi dengan polipeptida.
Heme adalah suatu derivat porfirin yang mengandung besi yang disintesis dari glisin dan succinyl-KoA dalam molekul hemoglobin. Sintesa heme berlangsung
didalam mitrokondria yang terjadi secara bertahap. Sedangkan globin merupakan bagian dari protein dan diproduksi oleh lisosom Ganong 2001.
Menurut Rastogi 1977, hemoglobin diproduksi oleh butir darah merah yang disintesis dari asam asetik dan glysin yang menghasilkan porfirin. Porfirin
ini kemudian bergabung dengan besi yang menghasilkan molekul heme. Empat molekul heme menggabungkan dengan satu molekul globin yang menghasilkan
hemoglobin. Asam asetik + glisin
→ porphyrin Porfirin + besi
→ heme 4 heme + 1 globin
→ hemoglobin Skema tahap pembentukan hemoglobin Rastogi 1977
Seperti yang telah dijelaskan pada Gambar 1 diatas, bahwa salah satu sumber pembentuk hemoglobin yaitu zat besi asal makanan yang diserap melalui
sel-sel epitel mukosa duodenal. Zat besi masuk ke kapiler darah di dalam mukosa dan sebagian besar akan bergabung dengan transferin
β-globulin menuju ke sumsum tulang untuk menjadi bagian dari molekul heme dalam pembentukan
eritrosit dan sebagian kecilnya digunakan untuk membentuk mioglobin di dalam otot. Sekitar 25 zat besi bergabung dengan apoferitin di dalam sel-sel jaringan
membentuk feritin, yang merupakan bentuk cadangan sementara dari zat besi di dalam hati dan limpa Frandson 1992.
Hemoglobin merupakan pigmen merah dalam butir darah merah yang membawa oksigen Dickerson dan Geis 1983. Menurut Rastogi 1977,
hemoglobin mengikat oksigen untuk membentuk oksihemoglobin di dalam paru- paru. Oksigen tersebut akan memisahkan diri dengan hemoglobin ketika darah
sudah sampai pada jaringan tubuh. Setelah oksigen lepas dari hemoglobin warna darah akan menjadi biru.
Secara fisiologis hemoglobin didalam tubuh memiliki dua bentuk yang akan berhubungan dengan fungsinya. Pertama oksihemoglobin yaitu bentuk
hemoglobin yang dapat mengikat O
2
sehingga berfungsi dalam membawa oksigen, dimana setiap molekul oksigen bergabung dengan molekul besi dalam
bentuk ferro Fe
++
dan kedua deoksihemoglobin yaitu yang tidak dapat mengikat O
2
. Afinitas hemoglobin terhadap oksigen dipengaruhi oleh pH, suhu, dan
konsentrasi 2,3-difosfogliserat 2,3-DPG dalam butir darah merah Colville dan Joanna 2002.
Tekanan oksigen yang tinggi, suhu yang rendah dan pH yang tinggi menyebabkan meningkatnya afinitas hemoglobin terhadap oksigen sehingga
terbentuk oxyhemoglobin. Sebaliknya pada kondisi tekanan oksigen rendah, suhu yang tinggi dan pH yang rendah menyebabkan menurunnya afinitas hemoglobin
terhadap oksigen Ganong 2001. 2,3-DPG banyak terdapat di dalam butir darah merah dan merupakan
hasil glikolisis dalam butir darah merah. Peningkatan konsentrasi 2,3-DPG dalam butir darah merah akan menurunkan afinitas hemoglobin terhadap oksigen.
Konsentrasi 2,3-DPG akan menurun bila pH darah rendah. Hal ini dapat terjadi dalam keadaan asidosis dimana proses glikolisis dalam butir darah merah
terhambat. Asidosis terjadi karena adanya overproduksi dari asam atau kehilangan bikarbonat dari tubuh dengan jumlah besar, seperti pada kasus hewan yang
mengalami diare parah. Peningkatan konsentrasi 2,3-DPG dalam butir darah merah akan menyebabkan anemia dan pada beberapa penyakit yang dapat
menimbulkan hipoksia kronis Ganong 2001. Didalam tubuh janin kandungan O
2
lebih besar, hal ini karena afinitas hemoglobin janin terhadap O
2
lebih tinggi dibandingkan hemoglobin dewasa dikarenakan sukarnya rantai polipeptida pada hemoglobin janin untuk mengikat
2,3-DPG. Hal ini mempermudah perpindahan O
2
dari sikulasi induk ke sirkulasi janin Ganong 2001.
2.5.4. Hematokrit