2.2.4 Strongyloides stercoralis a.
Morfologi dan Daur Hidup
Manusia merupakan hospes utama cacing ini. Parasit ini dapat menyebabkan strongiloidiasis.
Strongyloides stercoralis betina berukuran 2,2 x 0,04 mm, tak berwarna, semi transparan dengan kutikula yang bergaris-garis. Cacing ini mempunyai rongga mulut yang
pendek dan esofagus ramping, panjang dan silindris. Cacing betina badannya licin, lubang kelamin terletak diperbatasan antara 23 badan. Betina yang hidup bebas lebih kecil dari
yang betina parasitik. Strongyloides stercoralis jantan mempunyai ekor yang melengkung. Telur dari yang parasitis berukuran 54 x 32 mikron.
5
16
Gambar 2.10 Cacing Strongyloides stercoralis Strongyloides stercoralis mempunyai tiga macam daur hidup :
14
i. Siklus langsung
Sesudah 2 sampai 3 hari di tanah, larva rhabditiform yang berukuran kira-kira 225 x 16 mikron berubah menjadi larva filariform dengan bentuk langsing dan merupakan bentuk
yang infektif, panjangnya kira-kira 700 mikron. Bila larva filariform menembus kulit manusia, larva tumbuh, masuk ke dalam peredaran darah vena dan kemudian melalui
jantung kanan sampai ke paru. Dari paru parasit yang mulai menjadi dewasa menembus
Universitas Sumatera Utara
alveolus, masuk ke trakea dan laring. Setelah sampai di laring terjadi refleks batuk sehingga perasit tertelan kemudian sampai di usus halus bagian atas dan menjadi dewasa. Cacing
betina yang dapat bertelur ditemukan kira-kira 28 hari sesudah infeksi. ii.
Siklus tidak langsung Pada siklus tidak langsung, larva rhabditiform di tanah berubah menjadi cacing
jantan dan cacing betina bentuk bebas. Bentuk-bentuk bebas ini lebih gemuk dari bentuk parasitik. Cacing yang betina berukuran 1mm x 0,06 mm, yang jantan berukuran 0,75 mm
x 0,04 mm, mempunyai ekor melengkung dengan 2 buah spikulum. Sesudah pembuahan cacing betina menghasilkan telur yang menetas menjadi larva rhabditiform dan selama
beberapa hari menjadi larva filariform yang infektif dan masuk dalam hospes baru atau larva rhabditiform dapat mengulangi fase hidup bebas. Siklus tidak langsung ini terjadi
bilamana keadaan lingkungan sekitarnya optimum yaitu sesuai dengan keadaan yang dibutuhkan untuk hidup bebas parasit ini.
iii. Autoinfeksi
Larva rhabditiform kadang-kadang menjadi larva filariform di usus atau di sekitar anus, misalnya pada pasien yang menderita obstipasi lama sehingga bentuk rhabditiform
sempat berubah menjadi filariform di dalam usus, pada penderita diare menahun dimana kebersihan kurang diperhatikan, bentuk rhabditiform akan menjadi filariform pada tinja
yang masih melekat di sekitar dubur. Adanya autoinfeksi dapat menyebabkan strongiloidiasis menahun pada penderita.
5
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.11 Daur Hidup Strongyloides stercoralis
b. Patologi dan Gejala Klinis