memenuhi unsur-unsur tersebut, kewenangan untuk mengadili jatuh kepada pengadilan umum negeri.Dalam rangka mempersiapkan sebuah institusi pengadilan niaga yang lebih baik, maka
beberapa kewenangan pengadilan negeri, khususnya perkara-perkara yang memiliki tingkat kerumitan tinggi dapat dialihkan ke pengadilan niaga secara bertahap.
168
Kekhawatiran dari para pihak yang terlibat akan muncul bila pengadilan niaga membuka lebar-lebar kesempatan berperkara di bidang niaga. Dengan demikian perlu disiapkan kriteria
agar tiap perkara yang dilimpahkan dari pengadilan negeri ke pengadilan niaga sesuai dengan karakteristik pengadilan niaga, yaitu prosesnya cepat dan memiliki prosedur pembuktian yang
relevan dengan objek perkara.
169
B. Kewenangan Absolut dan Kewenangan Relatif Pengadilan Niaga
Sebelum adanya Undang-Undang Kepailitan, kewenangan kompetensi absolut untuk menerima, memeriksa dan mengadili permohonan kepailitan ada pada peradilan umum.Namun
setelah dibentuknya Undang-Undang Kepailitan, kewenangan peradilan umum tersebut beralih kepada Pengadilan Niaga yang merupakan pengadilan khusus yang berada dalam lingkungan
peradilan umum. Kewenangan absolut pengadilan niaga dalam memeriksa dan memutus suatu perkara diatur dalam Pasal 300 ayat 1 UUK dan PKPU, yang secara tegas menyatakan :
“Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini, selainmemeriksa dan memutuskan permohonan pernyataan pailit dan penundaan kewajiban pembayaran
utang, berwenang pula memeriksadan memutuskan perkara lain di bidang perniagaan yang penetapannya dilakukan dengan undang-undang.”
170
Dari ketentuan pasal tersebut maka pengadilan niaga hanya berwenang untuk memeriksa dan memutuskan perkara permohonan pernyataan pailit dan Penundaan Kewajiban
168
Ibid, hal. 105.
169
Ibid, hal. 111.
170
Soepomo, Op. Cit, hal. 39.
Universitas Sumatera Utara
Pembayara Utang PKPU dan perkara lain di bidang perniagaan seperti persoalan hak atas kekayaan intelektual.
Selain itu kewenangan absolut yaitu dapat memeriksa dan menyelesaikan suatu perkara permohonan peryataan pailit dari para pihak yang terikat perjanjian yang memuat klausula
arbitrase, sepanjang utang yang menjadi dasar permohonan pernyataan pailit telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 UUK dan PKPU. Jadi para pihak yang
membuat perjanjian utang piutang yang mencantumkan suatu kausul arbitrase untuk penyelesaian sengketa, apabila utang yang diperjanjikan telah jatuh tempo untuk dibayar tetapi
debitur tidak mampu atau tidak mau membayar, maka kreditornya dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap debitor tersebut kepada pengadilan niaga asal memenuhi
syarat yaitu debitornya mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan ditagih.
171
Sedangkan mengenai kompentensi relatif dari pengadilan niaga diatur dalam Pasal 3 UUK dan PKPU, yaitu :
1. Permohonan pernyataan pailit diajukan kepada pengadilan niaga yang daerah hukumnya
meliputi daerah tempat kedudukan hukum debitor asas sequitur forum rei. 2.
Jika debitor telah meninggalkan wilayah Negara Republik Indonesia, maka permohonan pernyataan pailit diajukan kepada pengadilan niaga yang daerah hukumnya meliputi
tempat kedudukan hukum terakhir debitor. Contoh: jika semula debitur tempat kedudukan hukumnya di Jalan senopati, Jakarta
Selatan, kemudian debitor pindah Ke jalan Candi, Semarang. Setelah itu pindah lagi ke
171
Soepomo, Op. Cit, hal. 45.
Universitas Sumatera Utara
Singapura dan pindah lagi ke Brunei Darussalam, maka pengadilan niaga yang berwenang menetapkan putusan permohonan pailit adalah Pengadilan Niaga di
Semarang, karena tempat kedudukan yang terakhir di wilayah Republik Indonesia adalah di Semarang.
3. Dalam hal debitor adalah persero suatu firma, pengadialan niaga yang daerah hukumnya
meliputi tempat kedudukan hukum suatu firma tersebut juga berwenang memutuskan Pasal 3 ayat 3 UUK dan PKPU. Permohonan penyataan pailit terhadap suatu firma
harus memuat nama dan tempat tinggal masing-masing persero yang secara tanggung renteng terikat untuk seluruh utang firma Pasal 5 UUK dan PKPU.
Persoalan tanggung menanggung dapat dilihat dalam Pasal 1278 dan Pasal 1280 KUHPerdata, yaitu :
Pasal 1278 : “Suatu perikatan tanggung menanggung atau perikatan tanggung renteng terjadi antara
beberapa orang berpiutang, jika di dalam perjanjian secara tegas kepada masing-masing diberikan hak untuk menuntut pemenuhan seluruh utang sedang pembayaran yang
dilakukan kepada salah satu membebaskan orang yang berutang meskipun perikatan sifatnya dapat dipecah dan dibagi beberapa orang berpiutang tadi”.
Dari ketentuan Pasal 1278 dan Pasal 1280 KUHPerdata, dapat diketahui bahwa ada 2 dua macam perikatan tanggung menanggung tanggung renteng anatara lain:
1 Perikatan tanggung menanggung yang bersifat aktif
Yaitu suatu perikatan dimana jumlah kreditornya lebih dari suatu kreditor dan masing- masing kreditor tersebut berhak untuk menuntut pemenuhan perikatannya dari debitor,
Universitas Sumatera Utara
pemenuhan perikatan kepada salah satu kreditor adalah pemenuhan perikatan kepada semua kreditor.
172
2 Perikatan tanggung menanggung yang bersifat positif
Yaitu suatu perikatan dimana jumlah debitornya lebih dari satu debitor dan masing- masing debitor tersebut dapat dituntut untuk memenuhi seluruh isi perikatannya oleh
kreditor, pemenuhan perikatan oleh salah satu debitor adalah pemenuhan perikatan oleh semua debitor.
173
Begitu juga dengan Persekutuan Komanditer CV yang pada dasarnya juga merupakan suatu persekutuan firma yang mana di dalamnya terdapat sekutu peminjamkan uang sekutu
komanditer.Dengan demikian, dalam persekutuan komanditer terdapat dua sekutu yaitu sekutu firma dan sekutu peminjamankan uang.Sekutu komanditer hanya bertanggung jawab atas
sejumlah uang yang telah dimasukkannya ke dalam persekutuan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 20 KUHD. Selain itu sekutu komanditer tidak diperbolehkan untuk melakukan perbuatan
hukum dengan pihak ketiga untuk dan atas nama CV. Dari uraian di atas, pada dasarnya baik Firma FA maupun CV merupakan suatu
persekutuan yang memiliki harta kekayaan persekutuan yang tidak dipisahkan dari harta kekayaan pribadi sekutu.Hal ini merupakan tanda bahwa Fa maupun CV merupakan suatu
persekutuan yang tidak berbadan hukum, dalam arti Fa maupun CV bukanlah suatu subjek hukum.Sehubungan bahwa Firma maupun CV bukan suatu badan hukum subjek hukum maka
Firma maupun CV tidak memiliki kapasitas untuk dijatuhkan pailit.Karena yang dapat dipailitkan adalah hanya subjek hukum, baik pribadi kodrati atau personalijke maupun badan
172
Soepomo, Op. Cit, hal. 61.
173
Viktor Situmorang, Op. Cit, hal. 20.
Universitas Sumatera Utara
hukum atau rechtspersoon. Sehingga sudah tetap apabila Pasal 5 UUK dan PKPU mengharuskan pencantuman nama dan alamat sekutu karena utang suatu persekutuan firma juga merupakan
utang bagi seluruh sekutu firmanya. Persekutuan firma wajib melunasi seluruh utangnya, apabila harta kekayaan persekutuan firma tidak mencukupi untuk pembayaran utang-utang itu, maka
tiap-tiap sekutu firma wajib bertanggungjawab dan melunasinya dari harta kepribadi sekutu- sekutu firma tersebut.Hal ini sebagai konsekuensi dari tidak adanya pemisahan harta kekayaan
antara harta kekayaan persekutuan firma dengan harta kekayaan pribadi sekutu firma.
174
Selain itu dalam penjelasan Pasal 3 ayat 3 UUK dan PKPU disebutkan bahwa dalam hal menyangkut putusan atas permohonan pernyataan pailit oleh lebih dari satu pengadilan yang
berwenang mengadili debitor yang sama pada tangggal yang berbeda, maka putusan yang diucapkan pada tanggal yang lebih awal berlaku. Dalam hal putusan atas permohonan pernyataan
pailit diucapkan oleh pengadilan yang berbeda pada tanggal yang sama mengenai debitor yang sama, maka yang berlaku adalah putusan pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat
kedudukan hukum debitor.
175
4. Apabila kedudukan debitor tidak berada di wilayah Negara Republik Indonesia tetapi
menjalankan profesi atau usahanya di wilayah Negara Republik Indonesia, maka permohonan pernyataan pailit diajukan kepada pengadilan niaga yang daerah hukumnya
meliputi tempat kedudukan atau kantor pusat debitor menjalankan profesi atau usahanya di wilayah Negara Republik Indonesia.
Contoh: Debitor z berkantor pusat di New York, dan dia menjalankan usahanya dengan membuka kantor cabang di Semarang. Maka dalam hal demikian Pengadilan Niaga di
174
Viktor Situmorang, Op. Cit, hal. 31.
175
Remy Sutan Sjahdeni, Op. Cit, hal. 40.
Universitas Sumatera Utara
Semarang berwenang memutus pernyataan pailit yang diajukan oleh para kreditor. Untuk mengetahui kedudukan hukum suatu debitor yang berbadan hukum, maka satu-
satunya cara adalah dengan meneliti dalam anggaran dasarnya. Dan kantor cabang itu merupakan kepanjangan usaha atau operasional dari kantor pusatnya. Sehingga karena
itu cukup jika yang diajukan ke Pengadilan Niaga adalah kantor cabang dalam qua quality kantor cabang.
C. Dalam Perseroan Yang Telah Dinyatakan Pailit