Pencemaran Logam Berat di Pantai Timur Surabaya

permukaan partikel sedimen. Materi organik dalam sedimen dan kapasitas penyerapan logam sangat berhubungan dengan ukuran partikel dan luas permukaan penyerapan, sehingga konsentrasi logam dalam sedimen biasanya dipengaruhi ukuran partikel dalam sedimen Arisandi. P, 2001. Menurut Pikir 1991, pencemaran merkuri di Teluk Minamata Jepang pada tahun 1953 dan 1961 menunjukkan bahwa pembuangan limbah yang mengandung merkuri Hg dalam jumlah yang relatif kecil dapat menyebabkan pencemaran yang membahayakan kesehatan manusia karena terjadi bioakumulasi di dalam organisme dan biomagnifikasi melalui rantai makanan, sehingga keluarga nelayan yang mengkonsumsi ikan menderita keracunan hebat Arisandi. P, 2001.

II.1.2 Pencemaran Logam Berat di Pantai Timur Surabaya

Pantai Timur Surabaya diberitakan telah tercemar oleh merkuri Hg dan tembaga Cu. Hal ini merujuk pada penelitian Anwar 1996 yang menunjukkan bahwa darah masyarakat nelayan di Kenjeran mengandung tembaga Cu sebesar 2511,07 ppb dan merkuri Hg sebesar 2,48 ppb, padahal ambang batas tembaga dalam darah menurut ketetapan WHO adalah 800-1200 ppb, Rini, 1999. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Kenjeran telah mengkonsumsi hewan laut di sekitar Pantai Timur Surabaya yang telah terkontaminasi logam berat. Kualitas kehidupan biota lumpur makrozoobenthos menunjukkan klasifikasi tercemar berat di bagian utara Pantai Timur Surabaya dan tercemar ringan di bagian selatan, kecuali bagian litoral Muara Sungai Kali Wonokromo dan Kali Kenjeran termasuk dalam kategori tercemar berat. Biota tersebut menggambarkan biomagnifikasi yang terjadi akibat beban limbah yang masuk ke perairan terus bertambah. Komposisi makrozoobenthos terbesar adalah golongan kerang- kerangan 85,8. Kandungan logam berat di dalam substrat lumpur di dasar perairan dan biota di Pantai Timur Surabaya telah melebihi ambang batas FAOWHO yang menetapkan kandungan logam berat bersifat akumulatif dan kronis untuk biota laut. Hal ini menunjukkan bahwa dasar perairan pesisir dan sungai telah menjadi perangkap logam berat yang terdapat dalam limbah cair yang dibuang ke sungai. Penelitian oleh DGFTZE pada tahun 1998 terhadap masyarakat Kenjeran menunjukkan bahwa Air Susu Ibu ASI dari ibu-ibu yang menyusui telah mengandung kadmium sebesar 36,1 ppm, sehingga dikhawatirkan dapat menyebabkan timbulnya penyakit kanker, cacat janin dan penurunan kecerdasan anak Rini, 1999. Pikir, 1991 juga melaporkan bahwasanya kandungan logam berat dalam sedimen yang terbawa aliran sungai yang bermuara di perairan estuari Pantai Timur Surabaya berada diatas rata-rata kandungan logam untuk daerah yang belum tercemar dengan urutan logam terbanyak adalah Fe, Mn, Zn, Cu, Pb, Ni, Cd, dan Ag, Arisandi. P, 2001. Tiga unsur logam terbanyak dalam daging kupang adalah besi Fe, mangan Mn, dan seng Zn, sehingga masyarakat disarankan untuk mengurangi kualitas dan kuantitas konsumsi kerang-kerangan. Tembaga Cu dan kadmium Cd merupakan logam berat yang sangat membahayakan kesehatan manusia, tetapi logam tembaga Cu juga dibutuhkan dalam kehidupan makhluk hidup sebagai elemen mikro. Darmono 1995 mengatakan bahwa tembaga Cu dibutuhkan sebagai unsur yang berperan dalam pembentukan enzim oksidatif dan pembentukan kompleks Cu- protein yang dibutuhkan untuk pembentukan hemoglobin, kolagen, pembuluh darah, dan myelin otak Rini, 1999. Keracunan logam berat bersifat kronis dan dampaknya baru terlihat setelah beberapa tahun atau menyebabkan cacat janin jika menyerang ibu hamil. Logam berat bersifat akumulatif di dalam tubuh organisme dan konsentrasinya mengalami peningkatan biomagnifikasi dalam tingkatan trofik yang lebih tinggi dalam rantai makanan. Menurut Wilson 1988, Biomagnifikasi berhubungan langsung dengan manusia yang menempati posisi top level dalam rantai makanan pesisir, karena konsentrasi logam berat yang dikandung dalam makanan kita telah mengalami peningkatan mulai dari komponen di tingkat dasar produsen Rini, 1999. Keracunan tembaga Cu pada manusia menimbulkan dampak seperti kerusakan otak, demyelinasi, penurunan fungsi ginjal, dan pengendapan tembaga Cu dalam kornea mata. Keracunan kadmium Cd bersifat kronis dan biasanya terakumulasi dalam ginjal. Keracunan kadmium Cd dalam waktu lama dapat membahayakan kesehatan paru-paru, tulang, hati, kelenjar reproduksi dan ginjal. Logam kadmium Cd juga bersifat neurotoksin yang menimbulkan dampak kerusakan indera penciuman Rini, 1999. Menurut Palar 1994, pencemaran tembaga Cu biasanya berasal dari industri peralatan listrik, peleburan logam, katalisator, algasida, pengawet kayu dan anti fouling paint. Sedangkan kadmium Cd digunakan dalam industri logam, batere, bahan cat warna, plastik, percetakan, dan tekstil Rini, 1999. Anonim 2008, mengatakan bahwa, sebagai logam berat, Cu tembaga berbeda dengan logam-logam berat lainnya seperti Hg, Cd, dan Cr. Logam berat Cu digolongkan ke dalam logam berat dipentingkan atau logam berat esensial, artinya meskipun Cu merupakan logam berat beracun, unsur logam ini sangat diperlukan tubuh meski dalam jumlah yang sedikit. Toksisitas yang dimiliki oleh Cu baru akan bekerja dan memperlihatkan pengaruhnya bila logam ini telah masuk ke dalam tubuh organisme dalam jumlah besar atau melebihi nilai toleransi organisme terkait. Biota perairan sangat peka terhadap kelebihan Cu dalam badan perairan tempat hidupnya. Konsentrasi Cu terlarut yang mencapai 0,01 ppm, akan mengakibatkan kematian bagi fitoplankton. Hal ini disebabkan daya racun Cu telah menghambat aktivitas enzim dalam pembelahan sel fitoplankton. Sesuai dengan sifatnya sebagai logam berat beracun, Cu dapat mengakibatkan keracunan akut dan kronis. Terjadinya keracunan akut dan kronis ini ditentukan oleh besarnya dosis yang masuk dan kemampuan organisme untuk menetralisir dosis tersebut, Anonim, 2008. 1. Keracunan Akut Gejala-gejala yang dapat dideteksi sebagai akibat keracunan akut tersebut diantaranya : a. Adanya rasa logam pada pernafasan penderita. b. Adanya rasa terbakar pada epigastrum dan muntah yang terjadi secara berulang-ulang. 2. Keracunan kronis Pada manusia, keracunan Cu secara kronis dapat dilihat dengan timbulnya penyakit Wilson dan Kinsy. Gajala dari penyakit Wilson ini terjadinya hepatic cirrhosis, kerusakan pada otak dan demyelinasi, serta terjadinya penurunan kerja ginjal dan pengendapan Cu dalam kornea mata. Penyalit Kinsy dapat diketahui dengan terbentuknya rambut yang kaku dan berwarna kemerahan pada penderita. Sementara pada hewan seperti kerang, bila dalam tubuhnya telah terakumulasi dalam jumlah tinggi, maka bagian otot tubuhnya akan memperlhatkan warna kehijauan. Hal ini menjadi petunjuk apakah kerang tersebut masih bisa dikonsumsi oleh manusia.

II.2. Mangrove