Alat dan Data Fluktuasi Upwelling

yang ada kemudian dipotong wilayahnya crooping dengan menggunakan perangkat lunak Modis Project. Wilayah yang dipotong adalah wilayah yang berada pada posisi antara 01 o 0000 – 07 o 5007 LS dan posisi 114 o 2796 – 120 o 4735 BT. Hasil croopingan diolah dengan menggunakan perangkat lunak Modis Browser dan keluaran output yang diinginkan berupa data ASCII .asc yang didalamnya terdiri dari variabel bujur, lintang dan nilai estimasi suhu permukaan Laut SPL. Ekstraksi data SPL dilakukan dengan menggunakan kanal 31 dan 32 pada Modis dengan menerapkan algoritma Miami Pathfinder 2001: Modis_SST = c1 + c2T 31 + c3T 31-32 + c4sec - 1T 31-32 dimana: T 31 , T 32 = Brightness temperatur dari kanal 31 dan kanal 32 = Sudut zenith satelit Konstanta c1, c2, c3, danc4 dapat dilihat pada Tabel 2 sebagai berikut : Tabel 2. Koefisien kanal 31 dan 32 untuk Modis Koefisien T 30 -T 31 ≤ 0.7 T 30 -T 31 ≥ 0.7 c1 1.11071 1.196099 c2 0.9586865 0.9888366 c3 0.1741229 0.1300626 c4 1.876752 1.627125

3.4.2 Data Klorofil-a

Pengolahan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan cara mendownload citra klorofil-a MODIS Level 1 wilayah Perairan Selat Makassar. Citra yang ada kemudian dipotong wilayahnya crooping dengan menggunakan perangkat lunak Modis Project. Wilayah yang dipotong adalah wilayah yang berada pada posisi antara 01 o 0000 – 07 o 5007 LS dan posisi 114 o 2796 – 120 o 4735 BT. Hasil croopingan diolah dengan menggunakan perangkat lunak Modis Browser dan keluaran output yang diinginkan berupa data ASCII .asc yang didalamnya terdiri dari variabel bujur, lintang dan nilai estimasi klorofil-a. Ekstraksi data SPL dilakukan dengan menggunakan kanal 31 dan 32 pada Modis dengan menerapkan algoritma OC3M O’Reilly et al. 2000: C a = 10 0.283-2.753R+1.457R2+0.659R3-1.403R4 , R = log 10 R rs 443R rs 488R rs 551 Dimana: C a = Konsentrasi klorofil-a mgm 3 R = Rasio reflektansi R rs = Remote sensing reflectance

3.4.3 Pembuatan Kontur Sebaran SPL dan Klorofil-a

Proses pembuatan garis kontur untuk SPL dan klorofil-a ini dibuat dengan menggunakan perangkat lunak surfer 9.0 melalui menu countur map dengan cara mengoverlay kontur-kontur dari setiap citra yang dipilih.

3.4.4 Data Angin

Pengolahan data angin dimulai dengan download data angin dengan format netcdf .nc. Data yang disediakan memiliki resolusi spasial berukuran 1,5° x 1,5° dengan cakupan area global. Data yang digunakan adalah data perwakilan harian dari setiap bulan untuk tahun 2009 dan 2010 dengan interval 6 jam, yaitu : Pukul 00:00, 06:00, 12:00, dan 18:00. Selanjutnya dilakukan cropping sesuai dengan lokasi penelitian dengan perangkat lunak Ocean Data View ODV. Proses selanjutnya adalah dengan mengekstrak data berformat .nc dengan menggunakan ODV menjadi data berformat teks .txt. Hasil yang diperoleh berupa data u-wind at 10 meters [ms], v-wind at 10 meters [ms] harian yang terpilih dari setiap bulan pada tahun 2009 dan 2010 yang mewakili daerah Selat Makassar. Data bujur, lintang, u-wind at 10 meters [ms], v-wind at 10 meters [ms] dengan format .txt diproses dengan Surfer 9.0 dengan cara grid data bulanan. Tahap selanjutnya yaitu overlay antara vektor arah pergerakan angin dengan basemap darat sehingga menghasilkan tampilan arah pergerakkan angin.

3.4.5 Curah hujan

Data curah hujan diperoleh dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika BMKG Pusat serta dari climate online Berau of Meteorology BOM. Data tersebut merupakan jumlah curah hujan mm harian yang kemudian dirata- ratakan menjadi bulanan. Data tersebut kemudian ditampilkan dalam bentuk diagram dengan menggunakan Microsoft Excel 2007. Gambar 8. Diagram Alir penelitian Data Satelit Download Data Citra Data Pendukung meteorologi Data Pendukung oseanografi Data Citra MODIS Level 1 Klorofil-a SPL Peta Sebaran Suhu Permukaan Laut Peta Sebaran Kolrofil-a Kontur Konsentrasi Klorofil-a Kontur Suhu Permukaan laut Curah hujan dan data angin Data suhu Analisis pola sebaran dan perkembangan area upwelling di Selat Makassar 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut SPL

Hasil olahan citra Modis Level 1 yang merupakan data harian dengan tingkat resolusi spasial yang lebih baik yaitu 1 km dapat menggambarkan dengan baik pola sebaran SPL baik secara spasial maupun temporal. Analisis citra dilakukan pada beberapa hari yang terpilih dari setiap bulannya.

4.1.1 Pola Sebaran SPL Secara Spasial

Berdasarkan hasil olahan citra satelit MODIS level 1 terlihat bahwa pola sebaran SPL secara spasial di Perairan Selat Makassar menunjukkan pola penyebaran yang berbeda. Namun, walaupun pola tiap bulannya berbeda tapi secara umum, variabilitas suhu di Perairan Selat Makassar tidak terlalu berbeda jauh atau nilai yang terlihat relatif homogen. Kisaran suhu yang terlihat berkisar antara 26-31ºC. Gambar 9. Pola sebaran SPL secara spasial pada Musim Barat tahun 2010 Secara spasial terlihat bahwa pola penyebaran SPL di bagian selatan Perairan Selat Makassar pada bulan Desember-Februari Musim Barat memperlihatkan penyebaran suhu yang relatif tinggi yaitu berada pada kisaran 29- 31ºC. Kisaran suhu yang relatif tinggi ini masih terlihat pula pada periode bulan Maret-April Musim Peralihan I. Gambar 10. Pola sebaran SPL secara spasial pada Musim Peralihan I tahun 2010 Memasuki awal periode musim timur yaitu bulan Mei mulai terlihat adanya gejala penurunan suhu di bagian selatan Selat Makassar. Penurunan ini pun semakin terlihat pada bulan Juni dan Juli yang mengindikasikan adanya gejala permulaan upwelling. Pada bulan Juli-Agustus fenomena ini semakin terlihat jelas dengan pola penyebaran suhu yang terstratifikasi dengan jelas secara horizontal di bagian selatan Selat Makassar Gambar 11. Pada periode bulan September-Oktober Musim Peralihan II sebaran SPL menunjukkan bahwa indikasi adanya upwelling mulai melemah yang ditandai dengan menurunnya luasan daerah upwelling dan naiknya SPL di bagian selatan Selat Makassar jika dibandingkan dengan periode musim sebelumnya yaitu Musim Timur. Gambar 11. Pola sebaran SPL secara spasial pada Musim Timur tahun 2010 Gambar 12. Pola sebaran SPL secara spasial pada Musim Peralihan II tahun 2010 Secara umum, fenomena upwelling pada musim timur dan peralihan II Gambar 11 dan 12 menunjukkan adanya pola sebaran SPL secara spasial yang dimulai dari bagian selatan Pulau Sulawesi yang kemudian meluas hingga laut Laut Flores. Kisaran SPL menurun signikan 2 o C hingga mencapai 26.52 o C. 20 40 60 80 100 Ju n i Ju li Agu stu s Se p tem b e r Ok to b e r 28.28.4 27.5-27.9 27-27.4 26.5-26.9 Illahude dan Gordon 1996 menyebutkan bahwa SPL di Selat Makassar selama musim timur lebih rendah dari pada musim barat. Pada musim barat SPL mengalami peningkatan sebesar 0.8°C mencapai nilai sekitar 29.4°C. Tingginya SPL pada musim barat merupakan bagian genangan hangat dari Samudera Pasifik yang tropis. Pada kedua musim barat dan timur SPL di ujung sebelah selatan Selat Makassar adalah lebih rendah dari pada yang utara. Kecenderungan SPL lebih dingin secara berlanjut masuk ke Laut Flores dan Laut Banda. Hal tersebut sesuai dengan penelitian ini, dimana terlihat bahwa pada bulan-bulan yang termasuk dalam musim timur Juni-Agustus yang disajikan pada Gambar 11 terlihat bahwa nilai SPL yang lebih rendah cenderung bergerak ke arah Laut Flores.

4.1.2 Pola Sebaran SPL Secara Temporal

Nilai SPL pada periode bulan Mei-Agustus musim timur berkisar antara 26.5-31.2 o C. Kisaran suhu paling rendah yang mencapai hingga 26.5 o C tersebut ditemukan di bagian selatan Selat Makassar tepatnya di bagian selatan Pulau Sulawesi. Rendahnya kisaran nilai ini jika dibandingkan dengan bulan-bulan sebelumnya menunjukkan adanya fenomena upwelling. Menurut Yahya 2000 bahwa sebaran SPL di Selat Makassar rata-rata berkisar antara 24-30.34°C, dengan suhu tertinggi ditemukan pada musim peralihan barat-timur, suhu perairan mengalami penurunan selama musim timur, kemudian meningkat kembali memasuki musim peralihan timur-barat. a b Gambar 13. Persentase Tingkat Penyebaran SPL pada Beberapa Bulan Tahun a 2009 dan b 2010 20 40 60 80 100 Ju n i Ju li Ag u stu s Se p tem b e r Ok to b e r 28.28.4 27.5-27.9 27-27.4 26.5-26.9 Selanjutnya berdasarkan hasil analisis persentase tingkat penyebaran SPL terlihat bahwa secara umum, kejadian upwelling pada tahun 2009 dan 2010 dimulai pada bulan Juni yang terjadi di bagian selatan Selat Makassar dan mencapai puncaknya pada bulan Agustus. Bulan Agustus memperlihatkan fenomena meluasnya suhu permukaan laut dengan tingkat nilai yang rendah yang mengindikasikan semakin memuncak dan meluasnya daerah sebaran upwelling.

4.2. Pola Sebaran Klorofil-a

Hasil olahan citra Modis level 1 untuk menganalisis pola sebaran konsentrasi klorofil-a menunjukkan hasil yang baik secara spasial dan temporal. Pemilihan data yang ditampilkan pada analisis ini sama dengan pemilihan data pada analisis pola penyebaran SPL yaitu dengan memilih perwakilan harian pada setiap bulan untuk mendapatkan gambaran yang baik tentang pola penyebaran klorofil di bagian selatan Selat Makassar.

4.2.1 Pola Sebaran Klorofil-a Secara Spasial

Berdasarkan hasil olahan citra Modis level 1 diperoleh pola sebaran konsentrasi klorofil-a perairan Selat Makassar. Secara spasial, tingkat konsentrasi klorofil-a terlihat berbeda untuk setiap musim. Pada Musim Barat yaitu pada periode bulan November-Februari terlihat bahwa tingkat konsentrasi klorofil-a di perairan Selat Makassar rata-rata lebih rendah jika dibandingkan dengan musim lainnya. Namun tingkat konsentrasi yang relatif tinggi ditemui di daerah pesisir. Hal ini diduga karena adanya pengaruh masukan nutrien dari daratan yang disebabkan oleh tingkat curah hujan yang relatif tinggi pada musim ini sehingga memberikan kontribusi peningkatan konsentrasi klorofil-a di wilayah pesisir. Pada periode bulan April-Mei Musim Peralihan I pola sebaran konsentrasi klorofil-a secara spasial rata-rata sama dengan Musim Barat. Gambar 14. Pola sebaran konsentrasi klorofil-a secara spasial pada Musim Barat II tahun 2010 Gambar 15. Pola sebaran konsentrasi klorofil-a secara spasial pada Musim Peralihan I Tahun 2010 Berdasarkan distribusi spasial konsentrasi klorofil-a pada periode Musim Timur yaitu terhitung sejak bulan Mei-Agustus terlihat bahwa pada awal Musim Timur di bulan Mei adanya tanda-tanda peningkatan konsentrasi klorofil-a di bagian permukaan wilayah selatan Selat Makassar belum terlihat. Konsentrasi klorofil-a meningkat dengan tingkat konsentrasi yang relatif tinggi mulai terlihat pada bulan Juni dan maksimum di periode bulan Agustus. Tingginya konsentrasi klorofil-a pada periode bulan di Musim Timur yang telah diawali dengan menurunnya SPL di kawasan ini menunjukkan terjadinya upwelling. Hal ini sesuai dengan Wyrtki 1961 dan Illahude 1978 yang menjelaskan bahwa upwelling pada daerah ini terjadi pada Musim Timur yaitu bulan Juni-Agustus. Pada awal Musim Peralihan II yaitu pada bulan September, pola penyebaran upwelling secara spasial masih terlihat jelas. Akhir Musim Peralihan II ini Oktober diperkirakan sebagai akhir dari fenomena upwelling, ini terlihat dari penampakan konsentrasi klorofil-a yang mulai menurun kembali di akhir Musim Peralihan II ini Gambar 17. Adanya tingkat konsentrasi klorofil-a yang relatif tinggi pada Musim Timur dan Peralihan II ini disebabkan oleh meningkatnya unsur hara di bagian permukaan yang terbawa oleh fenomena upwelling dari lapisan dalam. Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Wouthuyzen 2002 yang menjelaskan bahwa kandungan zat hara fosfat, nitrat, dan klorofil-a yang tinggi di lapisan permukaan Selat Makassar yang diindikasikan diakibatkan oleh upwelling masih ditemukan hingga musim peralihan II pasca Musim Timur. Tingkat konsentrasi klorofil yang ditemukan berada pada kisaran 0.16-1.41 mgm 3 . Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian ini dimana tingkat konsentrasi klorofil-a yang relatif tinggi ditemukan di selatan Selat Makassar dengan kisaran nilai sebesar 0.8-1.2 mgm 3 yang menunjukkan terjadinya fenomena upwelling. Pada bulan Juni terlihat bahwa pola sebaran konsentrasi klorofil yang relatif tinggi masih berada di sekitaran daerah pesisir khususnya bagian selatan Selat Makassar, sedangkan pada bulan Juli-Agustus pola penyebarannya mulai terlihat meluas ke arah barat daya pulau Sulawesi menuju Laut Flores. Gambar 16. Pola sebaran konsentrasi klorofil-a secara spasial pada Musim Timur tahun 2010 Gambar 17. Pola sebaran konsentrasi klorofil-a secara spasial pada Musim Peralihan II Tahun 2010

4.2.2 Pola Sebaran Klorofil Secara Temporal

Data klorofil-a dari satelit MODIS dipetakan pada bagian selatan Selat Makassar sehingga diperoleh pola sebaran konsentrasi klorofil-a periode Januari- Desember 2009 dan 2010. Tingkat konsentrasi klorofil-a yang ditemukan untuk keseluruhan bulan berada pada kisaran 0.76-1.38 mgm 3 . a b Gambar 18. Persentase tingkat penyebaran klorofil-a pada beberapa bulan tahun a 2009 dan b 2010 Berdasarkan analisis persentase tingkat penyebaran klorofil-a secara temporal di bagian selatan Selat Makassar tahun 2009 dan 2010 terlihat bahwa peningkatan konsentrasi klorofil-a dimulai sejak bulan Juni dimana konsentrasi klorofil-a mulai naik pada kisaran 0.8-0.9 mgm 3 yang kemudian memuncak pada bulan Agustus dengan konsentrasi klorofil-a di atas 1.0 mgm 3 . Adanya peningkatan konsentrasi klorofil-a ini terlihat jelas dengan meluasnya pola penyebaran di bagian selatan Selat Makassar. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan pola penyebaran yang terlihat di tahun 2009 dan ini menunjukkan bahwa ternyata fenomena upwelling terjadi setiap tahun pada Musim Timur dengan pola penyebaran yang hampir sama. 20 40 60 80 100 Ju n i Ju li Agu stu s Se p tem b e r 1.15-1.2 1.0-1.15 0.9-1.0 0.8-0.9 20 40 60 80 100 Ju n i Ju li Agu stu s Se p tem b e r 1.15-1.2 1.0-1.15 0.9-1.0 0.8-0.9

4.3 Fluktuasi Upwelling

Berdasarkan hasil analisis pola penyebaran SPL dan klorofil-a untuk tahun 2009 dan 2010 diketahui bahwa terbentuknya SPL rata-rata dimulai pada bulan Juni. Menurunnya SPL ini diikuti kemudian dengan meningkatnya konsentrasi klorofil-a yang menyebar di perairan bagian selatan Selat Makassar. Terbentuknya SPL untuk tahun 2010 dimulai pada minggu kedua bulan Juni kemudian memuncak pada minggu kedua Agustus dan berakhir di minggu kedua bulan Oktober. Terbentuknya SPL di minggu kedua bulan Juni ini diikuti dengan meningkatnya konsentrasi klorofil-a pada minggu keempat bulan Juni yang kemudian memuncak pada minggu keempat bulan Agustus dan berakhir di minggu keempat bulan September. a b c Gambar 19. Fluktuasi Upwelling : a Awal, b Maksimal, c Akhir 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000 I II III IV 0.8-0.9 0.9-1.0 1.0-1.15 1.15-1.2 5000 10000 15000 20000 25000 I II III IV 26.5-26.9 27-27.4 27.5-27.9 28.28.4 Fenomena yang terjadi di tahun 2010 tidak jauh berbeda dengan yang ditemui di tahun 2009. Terbentuknya SPL di tahun 2009 dimulai pada minggu pertama bulan Juni yang kemudian memuncak di minggu kedua bulan Agustus dan berakhir di minggu ketiga bulan Oktober. Terbentuknya SPL di minggu pertama bulan Juni ini diikuti pula dengan meningkatnya konsentrasi klorofil-a pada minggu ketiga bulan Juni yang kemudian meningkat di minggu ketiga bulan Agustus dan berakhir pada minggu ketiga bulan September. Pada saat kejadian upwelling memuncak yaitu di bulan Agustus, pola penyebaran upwelling terlihat jelas mengarah ke arah barat daya Pulau Sulawesi. Menurut Rosyadi 2011, penyebaran ini menyebar ke barat daya Pulau Sulawesi sekitar 330 km. Secara lebih rinci, pola penyebaran ini kemudian dianalisis perkembangannya tiap bulan sejak terbentuk sampai berakhirnya SPL dan klorofil-a tersebut untuk mengetahui luasan penyebaran SPL dan klorofil-a yang kemudian diestimasi sebagai daerah penyebaran upwelling. Setelah dilakukan analisis pola penyebaran SPL dan klorofil secara bulanan untuk mengestimasi luasan daerah yang diindikasikan terjadi upwelling, selanjutnya dilakukan analisis pola penyebaran secara mingguan di bulan Agustus Gambar 20 dan 21. Bulan Agustus menjadi bulan yang dipilih karena berdasarkan analisis variabilitas SPL dan klorofil-a baik secara spasial maupun temporal diketahui bahwa bulan Agustus merupakan bulan dimana tingkat penyebaran SPL dan klorofil-a memuncak. Gambar 20. Estimasi luasan penyebaran SPL dan klorofil-a mingguan bulan Agustus tahun 2009 Suhu Klorofil-a 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000 I II III IV 0.8-0.9 0.9-1.0 1.0-1.15 1.15-1.2 5000 10000 15000 20000 25000 I II III IV 26.5-26.9 27-27.4 27.5-27.9 28.28.4 Gambar 21. Estimasi luasan penyebaran SPL dan klorofil-a mingguan bulan Agustus tahun 2010 Berdasarkan analisis pola penyebaran suhu dan klorofil-a terlihat bahwa memuncaknya fenomena upwelling untuk tahun 2009 yang terjadi di bulan Agustus dimulai pada minggu kedua, hal ini ditunjukkan dengan semakin menurunnya SPL pada minggu kedua yang kemudian diikuti dengan meningkatnya konsentrasi klorofil-a pada minggu ketiga. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan pola penyebaran suhu dan klorofil-a untuk tahun 2010. Fenomena upwelling mulai memuncak pada minggu kedua Agustus yang ditunjukkan dengan semakin menurunnya SPL yang diikuti dengan meningkatnya konsentasi klorofil-a di minggu keempat bulan Agustus. Gambar 22. Pola sebaran SPL dan klorofil-a bulan Agustus 2010 Suhu Klorofil-a Pola penyebaran dan perkembangan area upwelling yang terjadi di bulan Agustus menunjukkan bahwa penurunan suhu diikuti dengan peningkatan konsentrasi klorofil-a. Menurut Valiela 1984, hal ini disebabkan karena fitoplankton pada suhu rendah dapat mempertahankan konsentrasi pigmen- pigmen fotosintesis, enzim-enzim dan karbon yang besar. Ini dikarenakan lebih efisiennya fitoplankton menggunakan cahaya pada suhu rendah dan laju fotosintesis akan lebih tinggi bila sel-sel fitoplankton dapat menyesuaikan dengan kondisi yang ada. Selain itu, perubahan laju penggandaan sel hanya pada suhu tinggi. Perubahan laju penggandaan sel hanya pada suhu yang tinggi karena tingginya suhu memudahkan terjadinya penyerapan nutrien oleh fitoplankton. Terjadinya penurunan SPL dan peningkatan konsentrasi klorofil-a diikuti dengan meluasnya daerah sebaran upwelling untuk tahun 2009 dan 2010. Meningkatnya total luasan daerah yang diindikasikan merupakan area upwelling untuk tahun 2009 tidak jauh berbeda dengan tahun 2010 dengan pola penyebaran mengarah ke arah barat daya dengan estimasi luasan mencapai sekitar ± 46000 km 2 Gambar 22.

4.4 Faktor-faktor yang menunjukkan terjadinya Upwelling

4.4.1 Lapisan Termoklin

Berdasarkan hasil analisis pada sebaran nilai SPL terlihat bahwa secara umum, kejadian upwelling pada tahun 2009 dan 2010 yang terjadi di bagian selatan perairan Selat Makassar dimulai pada bulan Juni dan mencapai puncaknya pada bulan Agustus. Minggu pertama bulan Agustus memperlihatkan fenomena meluasnya suhu permukaan laut dengan tingkat yang rendah yang mengindikasikan semakin memuncak dan meluasnya daerah sebaran upwelling. Indikasinya terjadinya upwelling pada periode Mei-Agustus Musim Timur didukung pula dengan berubahnya lapisan termoklin Gambar 23. Data profil suhu menegak bagian selatan perairan selat Makassar menunjukkan bahwa lapisan termoklin pada Musim Barat dimulai pada kedalaman 42 m dengan penurunan suhu mulai dari 28 o C, sedangkan untuk Musim Timur data profil suhu pada lokasi upwelling menunjukkan bahwa lapisan termoklin di bagian selatan Selat Makassar dimulai pada kedalaman 17 m dengan penurunan suhu mulai dari 27 o C dan titik non upwelling dimulai pada kedalaman 33 m dengan penurunan suhu mulai 28 o C. Berdasarkan hasil pengukuran ini terlihat bahwa lapisan termoklin mengalami perubahan atau kenaikan saat musim timur Juni-Agustus pada titik upwelling, hal ini secara langsung menunjukkan bahwa pada musim timur terjadi penaikan massa air yang menyebabkan berubahnya lapisan termoklin. Terjadinya penaikan massa air ini menunjukkan terjadinya upwelling di Selat Makassar dimana upwelling tersebut menyebabkan terangkatnya massa air dari lapisan dalam ke lapisan atas. Gambar 23. Profil suhu menegak a Bulan Desember Musim Barat b Bulan Agustus Musim Timur Sumber:World Ocean Database, 2005 a b