KONDISI UMUM WILAYAH KAJIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH KAJIAN

Kondisi Geografis dan Administratif Kabupaten Bogor Secara geografis Kabupaten Bogor terletak diantara 6°19 ”0” Lintang Utara – 6°47”10” Lintang Selatan dan 106°23”45”-107°13”30” Bujur Timur, dengan tipe morfologi wilayah yang bervariasi, dari dataran yang relatif rendah di bagian utara, hingga dataran tinggi di bagian selatan, yaitu sekitar29,28 berada pada ketinggian di atas 15-1001 50 m di atas permukaan laiut dpl, 42,62 berada pada ketinggian 100 – 150 dpl. 19, 53 berdidiri pada ketinggian 500 – 1000 m dpl, 8, 34 berada pada ketinggian 1000 – 2000 m dpl dan 0,22 berada pada ketinggian 2000 – 2500 m dpl. Secara Administratif Kabupaten Bogor merupakan bagian dari Wilayah Provinsi Jawa Barat, luas wilayah Kabupaten Bogor sekitar 2.301,95 Km². Berarti luas Kabupaten Bogor sekitar 5,19 dari luas wilayah Provinsi Jawa Barat. Kabupaten Bogor terdiri dari 40 kecamatan, 17 kelurahan, dan 413 desa, Ibukota Kabupaten Bogor adalah Cibinong, dan memiliki batas-batas yang secara strategis antara lain : a. Sebelah Utara : Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang Selatan Provinsi Banten, KabupatenKota Bekasi dan Kota Depok, b. Sebelah Timur : Kabupaten Karawang dan Kabupaten Purwakarta c. Sebelah Selatan : Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Sukabumi d. Sebelah Barat : Kabupaten Lebak Provinsi Banten e. Bagian Tengah : Kota Bogor Kabupaten Bogor berdekatan dengan Ibukota Negara sebagai pusat pemerintahan, jasa dan perdagangan dengan aktifitas pembangunan yang cukup tinggi dan merupakan daerah perlintasan antara Ibukota Negara dan Ibukota Provinsi JawaBarat. Gambar 4.1 Peta Administrasi Kabupaten Bogor Kabupaten Bogor terdiri dari 413 desa dan 17 kelurahan 430 desakelurahan, 3.768 RW dan 14.951 RT yang tercakup dalam 40 kecamatan. Jumlah kecamatan sebanyak 40 tersebut merupakan jumlah kumulatif setelah adanya hasil pemekaran 5 lima kecamatan di tahun 2005, yaitu Kecamatan Leuwisadeng pemekaran dari Kecamatan Leuwiliang, Kecamatan Tanjungsari pemekaran dari Kecamatan Cariu, Kecamatan Cigombong pemekaran dari Kecamatan Cijeruk, Kecamatan Tajurhalang pemekaran dari Kecamatan Bojonggede dan Kecamatan Tenjolaya pemekaran dari Kecamatan Ciampea. Selain itu, pada akhir tahun 2006 telah dibentuk pula sebuah desa baru, yaitu Desa Wirajaya, sebagai hasil pemekaran dari Desa Curug Kecamatan Jasinga dan pada awal tahun 2011 telah dibentuk 2 dua desa baru yaitu Desa Gunung Mulya hasil pemekaran dari Desa Gunung Malang Kecamatan Tenjolaya dan Desa Batu Tulis hasil pemekaran dari Desa Parakan Muncang Kecamatan Nanggung. Kondisi Demografi Jumlah Penduduk Kabupaten Bogor pada tahun 2012 berdasarkan hasil Estimasi Penduduk 2012 sebanyak 5.077.210 jiwa, sama dengan ± 11,80 dari jumlah penduduk Provinsi Jawa Barat 43.021.826 jiwa, dan merupakan jumlah penduduk terbesar di antara kabupatenkota di Jawa Barat. Komposisi penduduk tersebut, terdiri dari 2.604.873 jiwa penduduk laki-laki dan 2.472.337 jiwa penduduk perempuan. Dari data tersebut terlihat bahwa jumlah penduduk laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan jumlah penduduk perempuan atau dengan rasio jenis kelamian sex ratio sebesar 105 Sumber, BPS 2013. Komposisi penduduk Kabupaten Bogor berdasarkan usia pada tahun 2012 sangat bervariasi dimana penduduk berusia 5-9 tahun berjumlah 548.568 jiwa atau sekitar 10,80 dan 10 – 14 tahun berjumlah 534.018 jiwa atau sekitar 10,52. Data tersebut juga memperlihatkan bahwa jumlah penduduk terbanyak pada usia sekolah dasar. Jumlah penduduk usia produktif atau usia 15 – 64 tahun berjumlah 3.561.983 jiwa atau sekitar 70,16. Jumlah penduduk Kabupaten Bogor setiap tahunnya cenderung bertambah, kondisi ini dikarenakan dampak dari perkembangan wilayah di Kabupaten Bogor yang letaknya dalam lingkup Jabodetabekpunjur, yang mana pertumbuhan wilayahnya sangat pesat dan berpengaruh terhadap pertumbuhan penduduk pada setiap wilayah yang terus bertambah. Berdasarkan data dan perkembangan jumlah penduduk pada tahun 2011 tercatat bahwa jumlah penduduk Kabupaten Bogor berjumlah 4.354.915 jiwa dari 40 kecamatan yang ada di Kabupaten Bogor. Jumlah tertinggi terdapat di Kecamatan Cibinong dengan jumlah penduduk 253.292 Jiwa, menyusul Kecamatan Gunung Putri dengan jumlah penduduk 242.460 Jiwa dan Kecamatan Bojonggede dengan jumlah penduduk 207.375 Jiwa. Sedangkan untuk kecamatan yang jumlah penduduknya rendah yakni Kecamatan Cariu dengan jumlah penduduk 47.248 Jiwa. Sedangkan kepadatan tertinggi terdapat di Kecamatan Ciomas mencapai 81.000 jiwaha, kepadatan terendah terdapat di Kecamatan Tanjungsari mencapai 4000 jiwaha. Menurut struktur mata pencaharian diketahui penduduk Kabupaten Bogor umumnya bekerja dalam bidang Industri Pengolahan keadaan ini sesuai dengan karakteristik daerahnya yang merupakan daerah industri dan perkotaan selain bidang usaha tersebut, mata pencaharian yang banyak dilakukan oleh penduduk Kabupaten Bogor adalah bidang Perdagangan Besar, Eceran, Hotel dan Restoran. Secara rinci jumlah penduduk menurut strutur mata pencaharian dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Penduduk berumur 15 tahun keatas yang bekerja menurut lapangan usaha utama dan jenis kelamin di Kabupaten Bogor Tahun 2012 No Lapangan Usaha Utama Laki-laki Jiwa Perempuan Jiwa Jumlah Jiwa 1 2 3 4 5 6 1 Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan 164.894 101.598 85.996 4,74 2 Industri Pengolahan 346.312 229.458 575.770 31,73 3 Perdagangan Besar, Eceran, Hotel dan Restoran 286.283 225.068 511.351 28,18 4 Jasa-jasa Kemasyarakatan 168.081 105.939 274.020 15,10 5 LainnyaPertambangan dan Penggalian, Listrik, Gas dan Air Bersih, Bangunan Konstruksi, Pengangkutan dan Komunikasi, Keuangan, Persewaan, Jasa Perusahaan 352.058 15.341 367.399 20,25 Jumlah 1.317.628 677.404 1.814.536 100,00 Sumber : Kabupaten Bogor Dalam Angka Tahun 2012 Kondisi Ekonomi Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto PDRB merupakan salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kemajuan perekonomian daerah. Tinggi rendahnya nilai PDRB yang dihasilkan suatu daerah menggambarkan tinggi rendahnya tingkat perekonomian daerah tersebut. Kinerja ekonomi Kabupaten Bogor sepanjang 2012 menunjukan hasil yang cukup baik yaitu sebesar 15,50 dibandingkan dengan tahun sebelumnya pada tahun 2011 mengalami kenaikan sebesar 3,01. Pertumbuhan ekonomi tertinggi selama tahun 2012 terjadi pada sektor pertambangan dan penggalian yaitu sebesar 23,23 hal ini disebabkan oleh pesatnya tambang galian c di wilayah barat Kabupaten Bogor, sedangkan pertumbuhan terendah disektror pertanian yaitu sebesar 5,78. Rendahnya pertumbuhan ekonomi pada sektor pertanian disebabkan oleh masih rendahnya tingkat kinerja dan kemampuan kelembagaan yang terlibat dalam pengelolaan irigasi, sehingga masih banyaknya jaringan irigasi yang belum terpelihara dengan baik yang menyebabkan banyaknya kebocoran dari sumber air untuk pertanian sehingga produksi dan peroduktivitas pertaniannya masih sangat kecil, oleh karena itu program WISMP diperlukan di Kabupaten Bogor yang nantinya diharapkan dapat mendongkrak pertumbuhan ekonomi di sektor pertanian. Kondisi Sumber Daya Pertanian Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah penyangga ibukota Negara Republik Indonesia, hal ini menyebabkan lahan pertanian khususnya lahan sawah semakin sedikit karena banyak beralih fungsi menjadi pemukiman dan industri. Sampai tahun 2012 besarnya luas lahan yang dipergunakan untuk sawah, yaitu sekitar hanya 18 dari seluruh luas lahanyang ada di Kabupaten Bogor. Dengan luas lahan sawah pada tahun 2012 sebesar 47.932 Ha dan yang menggunkan irigasi mencapai 81,10 Kabupaten Bogor juga salah satu daerah yang dapat memberikan kontribusi kebutuhan beras nasional. Potensi tanaman padi di Kabupaten Bogor adalah sebagai berikut : a. Luas Lahan Sawah 47.932 Ha : - Sawah pengairan teknis : 1.917 Ha 4 - Sawah setengah teknis : 12.942 Ha 27 - Sawah pengairan sederhana : 13.900 Ha 29 - Sawah tadah hujan : 9.107 Ha 19 - Sawah irigasi desaNon PU : 10.066 Ha 21 b. Luas Pemanfaatan Lahan Sawah : - Ditanami padi 3 kali satu tahun : 5.679 Ha - Ditanami padi 2 kali satu tahun : 31.386 Ha - Ditanami padi 1 kali satu tahun : 7.843 Ha - Tidak ditanami padi : 2.821 Ha - Sementara tidak diusahakan : 203 Ha Pada tahun 2011 produksi padi mencapai 526.767 ton sedangkan pada tahun 2012 mengalami peningkatan sebesar 4,25 menjadi 549.154 ton. Sedangkan jika dilihat dari luas panen mengalami penurunan yaitu dari 85.768 Ha pada tahun 2011 menjadi 85.652 hapada tahun 2012 atau turun sekitar 0,14 BPS Kab. Bogor, 2013. Selain tanaman padi tersebar juga berbagai jenis tanaman palawija. Jenis yang ditanam adalah jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, ubi jalar dan talas. Pada tahun 2012 produksi jagung mencapai 2.213 ton dengan luas panen 512 ha atau dengan produktivitas mencapai 4,3 ton per hektar. Produksi ubi kayu sebanyak 159.670 ton dengan luas panen 7.792 Ha sedangkan untuk ubi jalar ada sebanyak 56.255 ton dengan luas panen 3.764 Ha. Karakteristik Responden Responden yang dijadikan objek penelitian ini terbagi menjadi kelompok penerima Program WISMP dan kelompok bukan penerima program WISMP di dua desa yang berbeda. Deskripsi karakteristik responden dilihat dari beberapa kriteria antara lain usia, tingkat pendidikan, lama pengalaman bertani, luas kepemilikan lahan, status kepemilikan lahan, jumlah tanggungan keluarga dan status usaha tani. 1. Usia Responden Berdasarkan kriteria usia, responden dibagi menjadi empat kelompok usia yaitu kelompok usia 21-40 tahun, kelompok 41-60 tahun, dan kelompok usia 61- 80 tahun. Sebaran responden dari masing-masing kelompok usia dapat dilihat pada Tabel 4.2. Tabel 4.2 Sebaran Responden Menurut Golongan Umur Usia GP3A Mitra Tani GP3A Leubak Frekuensi Frekuensi 21 - 40 4 26,67 6 40,00 41 - 60 6 40,00 4 26,67 61 - 80 5 33,33 5 33,33 Total 15 100 15 100 Sumber : Data Primer telah diolah Tabel 4.2 menunjukkan bahwa para responden yang melakukan kegiatan usahatani baik yang telah mendapatkan Program WISMP sebagian besar berada pada rentang usia 41 – 60 tahun yakni pada GP3A Mitra Tani sebanyak 40 sedanglkan pada GP3A Leubak sebanyak pada rentang usia 21 – 40 sebanyak 40. Namun faktor usia tidak membatasi petani untuk melakukan kegiatan usahatani, karena pada kelompok aksi dan kelompok kontrol terdapat responden yang berusia lanjut dan tergolong bukan usia produktif yang masih mampu melakukan aktifitas usahatani yakni sebesar 33,33. 2. Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan yang banyak ditempuh oleh petani yang menjadi responden umumnya setingkat sekolah dasar SD. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi dari SD masih sedikit ditempuh oleh responden, hanya sebagian kecil dari mereka yang mengenyam pendidikan setingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama SLTP ataupun Sekolah Lanjutan Tingkat Atas SLTA. Gambaran umum tingkat pendidikan responden disajikan pada Tabel 4.3. Tabel 4.3 Sebaran Responden Menurut Tingkat Pendidikan Tingkat Pendidikan GP3A Mitra Tani GP3A Leubak Frekuensi Frekuensi Tidak Sekolah 1 6,67 2 13,33 SD 6 40,00 7 46,67 SLTP 4 26,67 3 20,00 SLTA 4 26,67 3 20,00 S1 - - - - Total 15 100,00 15 100,00 Sumber : Data Primer telah diolah Berdasarkan Tabel 4.3. dapat dijelaskan bahwa sebagian besar responden hanya memiliki jenjang pendidikan pada tingkat SD. Hal ini terlihat pada responden kelompok GP3A Mitra Tani memiliki persentase sebesar 40,00 dan kelompok GP3A Leubak memiliki persentase 46,67 pada tingkat pendidikan SD, sedangkan untuk tingkat SLTP dan SLTA tidak sebanyak responden yang lulusan SD. Responden yang tamatan SLTP yakni sebesar 26,67 untuk kelompok GP3A Mitra Tani dan kelompok GP3A Leubak sebesar 20,00. Sedangkan untuk tamatan SLTA kelompok GP3A Mitra Tani memiliki persentase sebesar 26,67 dan kelompok GP3A Leubak sebesar 20,00. Dari kedua kelompok responden tidak ada yang lulusan sarjana S1. Secara umum pendidikan petani di kelompok aksi dan kelompok kontrol adalah tamat SD dan tidak tamat SD. Rendahnya tingkat pendidikan petani miskin menunjukkan bahwa kualitas sumber daya manusia petani tidak memadai di dalam pengembangan agribisnis dan akses kesempatan kerja di luar pertanian. 3. Lama Pengalaman Bertani Berdasarkan hasil wawancara melalui kuesioner dengan para responden dapat disampaikan bahwa sebagian besar responden berpengalaman bertani lebih dari 15 lima belas tahun yakni 33,33 untuk kelompok GP3A Mitra Tani dan 40,00 untuk kelompok GP3A Leubak. Responden yang memiliki pengalaman bertani kurang dari 5 tahun sebanyak 20 untuk kelompok GP3A Mitra Tani dan 13,33 untuk kelompok GP3A Leubak. Pengalaman usaha bertani dari responden disajikan dalam Tabel 4.4. Tabel 4.4 Sebaran Responden Menurut Pengalaman Bertani Pengalaman Bertani GP3A Mitra Tani GP3A Leubak Frekuensi Frekuensi 5 Tahun 3 20,00 2 13,33 6 – 10 Tahun 3 20,00 4 26,67 11 – 15 Tahun 4 26,67 3 20,00 15 Tahun 5 33,33 6 40,00 Total 15 100,00 15 100,00 Sumber : Data Primer telah diolah Pengalaman berusahatani padi menunjukan lamanya petani dalam berusaha tani padi, semakin lama pengalaman bertani yang dimiliki maka dapat dikatakan bahwa petani sudah menguasai teknik budidaya padi dalam kegiatan usaha tani yang dijalankan. 4. Luas Lahan Usaha Tani Hasil penyebaran kuesioner menunjukkan bahwa sebagian besar responden baik yang telah maupun yang belum menerima program WISMP memiliki luas lahan untuk usahatani berkisar antara 0,1 - 0,5 Ha, dimana luas lahan dibawah 0,1 Ha sebesar 20,00 untuk kelompok GP3A Mitra Tani dan 26,67 untuk kelompok GP3A Leubak dan untuk luas lahan diantara 0,1 – 0,5 Ha sebesar 40,00 untuk kelompok GP3A Mitra Tani dan 26,67 untuk kelompok GP3A Leubak. Responden yang luas lahan usaha taninya lebih dari 0,5 Ha untuk kelompok GP3A Mitra Tani sebanyak 40,00 dan untuk kelompok GP3A Leubak sebesar 46,66 . Sebaran petani responden menurut luas lahan usaha tani disajikan dalam Tabel 4.5. Tabel 4.5 Sebaran Responden Menurut Luas Lahan Usaha Tani Luas Lahan GP3A Mitra Tani GP3A Leubak Frekuensi Frekuensi 0,1 Ha 3 20,00 4 26,67 0,1 – 0,5 Ha 6 40,00 4 26,67 0,6 – 1 Ha 3 20,00 5 33,33 1 Ha 3 20,00 2 13,33 Total 15 100,00 15 100,00 Sumber : Data Primer telah diolah Lahan merupakan modal utama produksi pertanian di pedesaan. Penguasaan sumberdaya lahan pertanian bagi petani pada kelompok GP3A Mitra Tani dan kelompok GP3A Leubak yang relatif sempit rata-rata kurang dari 0,5 Ha menunjukkan adanya indikasi lemahnya akses lahan bagi petani kecil. Sempitnya lahan pertanian mengakibatkan keluaran output hasil pertaniannya juga sedikit dan tidak efisien 5. Status Kepemilikan Lahan Sebagian besar cara yang dilakukan bagi petani kelompok GP3A Mitra Tani didalam menggunakan lahan usaha tani adalah dengan sistem bagi hasil sebanyak 46,67, sewa dan milik pribadi sebesar 26,67. Untuk kelompok GP3A Leubak cara petani didalam menggunakan lahan usaha tani adalah bagi hasil dan sewa sebesar 40,00, milik pribadi 20,00. Status kepemilikan lahan dari responden disajikan pada Tabel 4.6. Tabel 4.6 Sebaran Responden Menurut Kepemilikan Lahan Kepemilikan Lahan GP3A Mitra Tani GP3A Leubak Frekuensi Frekuensi Pribadi 4 26,67 3 20,00 Bagi Hasil 7 46,67 6 40,00 Sewa 4 26,67 6 40,00 Total 15 100,00 15 100,00 Sumber : Data Primer telah diolah Tabel 4.6 menunjukkan bahwa petani pada kelompok GP3A Mitra Tani dan kelompok GP3A Leubak sebagian besar adalah petani penggarap, dimana petani menguasai lahan pertaniannya dengan cara bagi hasil atau sewa dengan pemilik lahan. 6. Jumlah Tanggungan Keluarga Jumlah tanggungan keluarga dapat mengukur tingkat kemampuan petani dalam menghidupi keluarganya secara layak dari hasil usahataninya. Dengan luas lahan usaha tani yang biasanya relatif tetap maka besarnya tanggungan keluarga menjadi faktor yang akan mempengaruhi tingkat kesejahteraan keluarga petani tersebut. Sebaran jumlah tanggungan keluarga termasuk kepala keluarga petani responden kelompok GP3A Mitra Tani dan kelompok GP3A Leubak disajikan dalam Tabel 4.7. Tabel 4.7 Sebaran Responden Menurut Jumlah Tanggungan Keluarga Jumlah Tanggungan GP3A Mitra Tani GP3A Leubak Frekuensi Frekuensi 1 – 4 orang 5 33,33 5 33,33 5 – 6 orang 6 40,00 7 46,67 7 orang 4 26,67 3 20,00 Total 15 100,00 15 100,00 Sumber : Data Primer telah diolah Berdasarkan Tabel 4.7. terlihat bahwa sebagian besar jumlah tanggungan keluarga di kedua kelompok tersebut berada di kisaran jumlah 5 – 6 orang yakni sebesar 40 untuk kelompok GP3A Mitra Tani dan 46,67 untuk kelompok GP3A Leubak. Salah satu ciri yang menonjol petani di Desa Leuwimekar adalah ukuran keluarga yang relatif besar. Jumlah anak cenderung besar, karena anak dinilai bukan sebagai aset investasi, tetapi sebagai sumber faktor produksi tenaga kerja untuk menambah pendapatan keluarga. 7. Komoditas Utama Usaha Data menunjukkan sebagian besar komoditas utama kelompok GP3A Mitra Tani adalah usahatani bidang padi sebesar 86,67 dan komoditas hortikultura sebesar 13,33 sedangkan untuk kelompok GP3A Leubak usahatani bidang padi sebesar 60.00 dan komoditas hortikultura sebesar 40,00. Hal ini dikarenakan GP3A Mitra Tani sudah mampu membuat Rencana Tata Tanam Detail dan Rencana Pembagian Air setiap tahun, dapat meningkatkan dan mempertahankan intensitas tanaman pada tingkat yang tinggi dengan pengaturan air yang efisien disamping aspek pertanian lain non-irigasi, sehingga dapat meningkatkan produktivitas hasil tanaman dari waktu ke waktu dan mempertahankannya pada tingkat yang tinggi melalui pengaturan air yang baik dan efisien. Karena GP3A Mitra Tani memiliki jaringan irigasi yang terpeliharan dan berfungsi dengan baik. Hasil sebaran kuesioner usahatani petani responden kelompok GP3A Mitra Tani dan kelompok GP3A Leubak menurut komoditas utama usaha disajikan daam Tabel 4.8. Tabel 4.8. Sebaran Responden Menurut Komoditas Utama Usaha Komoditas Utama GP3A Mitra Tani GP3A Leubak Frekuensi Frekuensi Komoditas Padi 13 86,67 9 60.00 Komoditas Palawija 2 13,33 6 40.00 Industri rumah tangga 0,00 00,00 Total 15 100,00 15 100,00 Sumber : Data Primer telah diolah

V. HASIL DAN PEMBAHASAN