II. TINJAUAN PUSTAKA
Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air G3A Dalam rangka mendukung Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Irigasi
Partisipatif PPSIP sesuai yang tertuang dalam UndangUndang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air dan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006
tentang Irigasi, perlu dilaksanakan Pemberdayaan Kelembagaan Petani Pemakai Air dalam hal ini adalah Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air GP3A.
Pemberdayaan GP3A merupakan upaya untuk meningkatkan kemampuan pengelolaan irigasi bagi petani pemakai air yang tergabung dalam wadah
organisasi GP3A.
3
Pembaharuan kebijakan irigasi ini berjalan terus searah dengan pengembangan dan pengalaman yang diperoleh pada pelaksanaan kebijakan
pengembangan irigasi yang diformulasikan dalam tahun 1987, yang memgandung unsur-unsur yang sama. Namun kebijakan baru memberikan peran yang lebih
besar untuk pemberdayaan P3A dan Gabungan P3A GP3A yang lebih besar, dengan prinsip satu sistem satu pengelolaan, dan lebih spesifik pada partisipasi
P3A dalam pengelolaan dan pendanaan sistem irigasi.
Program ini awalnya didasarkan atas Instruksi Presiden 31999, dan disahkan dengan Peraturan Pemerintah No. 772001 dan Keputusan Menteri
lainnya mengenai penyerahan pengelolaan irigasi, pemberdayaan, pendanaan, dan pendefinisian kembali tugas-tugas. Dengan disahkannya Undang-Undang Sumber
Daya Air No. 72004, PP772001 saat ini sedang disesuaikan dan dengan demikian Keputusan Menteri juga harus disesuaikan sesuai Undang-Undang yang
baru.
Tujuan dari WISMP dalam rangka Pemeberdayaan GP3A adalah untuk melanjutkan, mempertahankan dan memperbaiki program Pembaharuan
Kebijakan Pengelolaan Irigasi PKPI di Indonesia.
4
Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air GP3A adalah istilah umum untuk wadah kelembagaan dari sejumlah P3A yang memamfaatkan fasilitas
irigasi, yang bersepakat bekerjasama dalam pengelolaan pada sebagian daerah irigasi atau pada tingkat sekunder.
Tujuan Pembentukan GP3A IP3A a.
Untuk mengkoordinasikan anggota GP3AIP3A yang ada diwilayah kerjanya dalam rangka berpartisipasi pada penyelenggaraan pengembangan dan
pengelolaan sistem irigasi. b.
Untuk mengkoordinasikan peran serta anggotanya dalam pembagian, pemberian dan penggunaan air irigasi diwilayah kerja GP3AIP3A dengan
prinsip satu sistem irigasi satu kesatuan pengelolaan irigasi. c.
Untuk mewakili perkumpulan petani pemakai air pada Komisi Irigasi KabupatenKota dan Komisi Irigasi Provinsi.
3
Pedoman Teknis Pemberdayaan Perkumpulan Petani Pemakai Air PT-PSP C 4. 2-2011
4
WISMP Main Report, 2004
Secara umum pemberdayan P3AGP3AIP3A untuk memandirikan lembaga organisasi tersebut dalam bidang teknik, sosial, ekonomi dan organisasi
sehingga dapat berperan aktif dalam kegiatan pengembangan dan pengelolaan sistim irigasi partisipatif. Meskipun demikian, karena fungsi dan tugas P3A dalam
pengembangan dan pengelolaan irigasi sedikit berbeda dengan GP3AIP3A, maka
sarana untuk menuju ke ”mandiri” berbeda, dan tingkatan status hukum perlu selektif sesuai kebutuhannya masing-masing
Pemberdayaan perkumpulan petani pemakai air pada sistem irigasi daerah irigasi ditujukan untuk memandirikan kelembagaan tersebut dalam bidang teknik,
sosial ekonomi, kelembagaan dan pembiayaan melalui perkuatan terhadap organisasi sampai berstatus badan hukum, hak dan kewajiban anggota,
manajemen organisasi, pengakuan keberadaannya dan tanggung jawab pengelolaan irigasi diwilayah kerjanya. Kemampuan teknis pengelolaan irigasi
dan teknis usaha tani. Kemampuan keuangan dan pengelolaannya dalam upaya mengurangi ketergantungan dari pihak lain. Kemampuan kewirausahaan untuk
dapat menunjang jalannya roda organisasi dalam rangka membayar iuran pengelolaan irigasi yang dimanfaatkan untuk pembiayaan pengelolaan jaringan
irigasi tersier dan jaringan irigasi lainnya yang menjadi tanggung jawabnya dan partisipasi dalam pengelolaan jarigan irigasi primer dan sekunder yang menjadi
tanggung jawab pemerintah kabupatenkota.
Program Pemberdayaan GP3A terdiri dari berbagai kegiatan seperti kegiatan motivasi, pelatihan, penyerahan kewenangan, fasilitasi, bimbingan
teknis, pendampingan, kerjasama pengelolaan dan audit pengelolaan irigasi. Program Pemberdayaan GP3A melalui kerjasama pengelolaan Irigsai secara
partisipatif, dilakukan untuk mengembangkan kemampuan GP3A di Kabupaten Bogor yang memenuhi syarat untuk mengelola sistem irigasi secara partisipatif.
Sehingga apa yang dimaksud dengan pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan dapat tercapai.
Program WISMP Water Resources and Irrigation Sector Management
Program
Sejak krisis moneter pada tahun 1997, Pemerintah Indonesia telah mempraksai program untuk reformasi kelembagaan, menuju perkembangan yang
berlanjut dan pemerintah yang efektif, efisien dan dapat dipertanggung jawabkan. Tujuan pertamanya adalah untuk meningkatkan peran masyarakat dalam
mengembangkan dan mengoperasikan fasilitas umum, seperti misalnya bangunan prasarana sumber daya air dan jaringan irigasi, merubah peran Pemerintah dari
„penyedia” atau provider barang dan jasa menjadi “pemberi peluang” atau enabler kepada masyarakat untuk memobilisasi kemampuannya sendiri dalam
memecahkan masalah. Tujuan kedua adalah desentralisasi keputusan Pemerintah dan keuangan kepada propinsi dan kabupaten, yang diwujudkan dalam dua
Undang
– Undang UU 22 dan 25 tahun 1999 dan diperbaiki dalam tahun 2004. Bank Dunia melalui IWIRIP Indonesia Water Resources and Irrigation
Reform Implementation Program, membantu Pemerintah Indonesia dalam penyiapan WISMP Water Resources and Irrigation Sector Management
Program. Tujuannya adalah a Memperbaiki pemerintahan sektor dengan mengkonsolidasikan reformasi sektor dan memperkuat institusi-institusi rencana,
pengelolaan dan informasi pengelolaan baru yang dibentuk melalui WATSAL
Water Resources Sector Loan WATSAL; b Memperbaiki kinerja pengelolaan sumber daya air dan irigasi melalui peningkatan kemampuan staf pemerintah dan
organinasi masyarakat irigasi, c Memperbaiki keberlanjutan fiskal sektor dengan melaksanakan berbagai macam mekanisme pemulihan dana yang perlu
diperhatikan; dan d Melaksanakan program rehablitasi bergulir pada bangunan prasarana sungai dan irigasi umum yang selektif dan stategis.
WISMP Water Resources and Irrigation Sector Management Program merupakan program pemberdayaan capacity building atas pengembangan dan
pengelolaan sumber daya air yang dibiayai oleh dana dari bantuan luar negeri BLN. Disebutkan dalam PAD Project Appraisal Document, 2005, WISMP
merupakan kelanjutan dari program Java Irrigation Improvement and Water Resources Management Project JIWMP; Loan 3762-IND dan program
Indonesia Water Resources and Irrigation Reform Implementation Project IWIRIP; Grant TF 027755. WISMP direncanakan akan diselenggarakan dalam
jangka waktu 10 tahun 2005-2015, yang pelaksanaannya dibagi dalam 3 tahap yang disebut dengan Adaptable Program Loan APL. APL 1 dilaksanakan dari
tahun 2006 - 2010, APL 2 dan 3 direncanakan akan dilaksanakan tahun 2011- 2015.
Tujuan Program Water Resources and Irrigation Sector Management Program
WISMP WISMP - APL 1 memiliki tujuan umum sebagai berikut :
a Menyempurnakan sistem perencanaan, pengaturan, kelembagaan, kinerja,
serta keberlanjutan fiskal dalam pengelolaan sumber daya air dan irigasi, sesuai dengan kebijakan yang tertuang dalam UU Nomor 25 Tahun 2004
tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintahan Daerah, UU Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, dan Peraturan Presiden
Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah.
b Melaksanakan fasilitasi untuk meningkatkan produktivitas fisik dan ekonomi
pertanian beririgasi.
Sasaran Program WISMP
Dalam pelaksanaannya, WISMP dibagi atas 3 komponen utama : a Komponen A -Perkuatan pengelolaan SDA wilayah sungai pada tingkat nasional
dan provinsi; b Komponen B - Perkuatan pengelolaan irigasi partisipatif pada tingkat provinsi dan kabupaten; dan c Komponen C - Perkuatan pengelolaan
proyek di tingkat pusat.
Seperti yang diuraikan dalam Project Management Manual, 2005, kegiatan- kegiatan dalam komponen B Peningkatan Pengelolaan Irigasi Partisipatif adalah :
1. Pengembangan kemampuan P3A dan GP3A untuk dapat mengelola sistem
irigasi melalui pemberian a bantuan teknis dan pelayanan tenaga ahli untuk membantu pelaksanaan; dan b pelatihan dan lokakarya antara lain untuk
pengembangan kemampuan teknis dan pengelolaan administrasi, mekanisme pertukaran informasi diantara GP3A dan penentuan langkah untuk
memecahkan kendala yang muncul dalam mencapai tujuan bersama.
2. Mengembangkan kemampuan Dinas PengairanSDA, Bappeda, dan lembaga
terkait lainnya pada pengelolaan sumberdaya air di provinsi dan kabupaten untuk pelaksanaan pengelolaan irigasi secara partisipatif melalui penyediaan
a bantuan teknis untuk membantu antara lain dalamuntuk pembentukan danatau pengembangan Komisi Irigasi dan Forum Koordinasi Daerah Irigasi,
desain modul pelatihan untuk kemampuan komunikasi dan kemampuan OP, penentuan tingkat pelayanan irigasi, persiapan kemampuan pengelolaan aset
jaringan irigasi, pengembangan tata laksana jaminan mutu, persiapan penyusunan harga satuan tenaga dan bahan dari Dinas, pengenalan tata laksana
anggaran kebutuhan nyata, dan kaji ulang serta pemutakhiran dari tata laksana dan standar desain bangunan; b pelayanan tenaga ahli untuk kegiatan seperti
kalibrasi alat ukur dan bangunan bagi; c komputer, peralatan transportasi dan komunikasi; dan d serangkaian pelatihan dan lokakarya.
3. Pengembangan layanan dukungan pertanian beririgasi di kabupaten dengan
GP3A yang terbentuk dan melaksanakan proyek pertanian beririgasi IAIP Irrigated Agriculture Improvement Program melalui bantuan teknis
termasuk antara lain pelayanan penyuluhan terpadu, pelatihan UKM, pengadaan peralatan pertanian, membangun gudang beras, fasilitas pemasaran,
dan penyediaan alokasi biaya sub proyek IAIP.
Selanjutnya kegiatan dalam Komponen B ini dibagi dalam 4 sub kegiatan yaitu: 1. B.1 Kemampuan Pemerintahan P3A dengan tujuan utama peningkatan kinerja
Lembaga yang terlibat dalam pengelolaan irigasi partisipatif seperti Perkumpulan Petani Pemakai Air P3A, Gabungan P3A, IP3A dan Komisi
Irigasi KabupatenProvinsi;
2. B.2 Kemampuan Dinas PengairanIrigasi dengan tujuan utama peningkatan kinerja pelayanan irigasi oleh dinas yang membidangi irigasi;
3. B.3 Perbaikan Pendanaan Dinas Pengairan dengan tujuan utama peningkatan keberfungsian dan keberlanjutan sistem pembiayaan untuk pengelolaan irigasi;
4. B.4 Program Bantuan Pertanian Beririgasi dengan tujuan utama meningkatnya produksi pertanian dan pendapatan petani di daerah proyek melalui penyediaan
air yang lebih baik, fasilitasi layanan sarana produksi dan akses perolehan kredit usaha tani.
Pembiayaan dan Pengelolaan Irigasi Partisipatif
Bantuan luar negeri yang digunakan untuk membiayai WISMP bersumber dari : 1 Bank Dunia sebesar USD 45.000.000; 2 IDA International
Development Assistance Credit Nomor 3807-IND sebesar IDR 17.900.000; dan 3 Grant dari Pemerintah Belanda Nomor TF 052124 sebesar USD 14.000.000.
Pembiayaan kegiatan-kegiatan dalam WISMP dilakukan dengan sistem sharing 80 BLN LoanCreditGrant dan 20 pemerintah APBNAPBDPAPBDK.
Kesepakatan
pelaksanaan WISMP
yang tertuang
dalam Loan
AgreementDevelopment Credit AgreementGrant Agreement ditandatangani pada tanggal 24 Juni 2005 Project Management Manual WISMP, 2005.
Seperti diamanatkan dalam PP 202006 Pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi dilaksanakan dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan
dengan mengutamakan kepentingan dan peran serta masyarakat petani dalam
keseluruhan proses pengambilan keputusan serta pelaksanaan pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi. Sehingga pemberdayaan perkumpulan petani pemakai
air dan Dinas atau instansi kabupatenkota atau provinsi yang terkait di bidang irigasi harus ditingkatkan kapasitasnya secara berkesinambungan. Selanjutnya,
pengembangan
dan pengelolaan
sistem irigasi
dilaksanakan dengan
memaksimalkan penggunaan sumber daya air baik yang berupa air hujan, air permukaan, dan air tanah. Namun demikian PP 202006 menyebutkan bahwa
pemanfaatan yang maksimal adalah air permukaan.
Pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi dilaksanakan dengan prinsip satu sistem irigasi satu kesatuan pengembangan dan pengelolaan dengan
memperhatikan kepentingan pemakai air irigasi dan pengguna jaringan irigasi di bagian hulu, tengah, dan hilir secara selaras. Hal tersebut untuk menghindari
adanya ketidakadilan dan menghilangkan potensi konflik antara hulu dan hilir. Kelembagaan pengelolaan irigasi yang meliputi instansi pemerintah, perkumpulan
petani pemakai air, dan komisi irigasi merupakan pihak-pihak yang bertanggungjawab dalam pelaksanaan pengembangan dan pengelolaan irigasi
partisipatif.
Kebijakan pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi disusun dengan memegang prinsip satu sistem irigasi satu kesatuan pengembangan dan
pengelolaan. Selanjutnya, pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi dilaksanakan secara partisipatif dilakukan dengan pengaturan kembali tugas,
wewenang, dan tanggung jawab kelembagaan pengelolaan irigasi, pemberdayaan perkumpulan petani
pemakai air, penyempurnaan sistem pembiayaan pengembangan dan pengelolaan jaringan irigasi untuk mewujudkan keberlanjutan
sistem irigasi. Prinsip partisipatif dalam keseluruhan proses pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi diawali dari pemikiran awal, pengambilan keputusan,
dan pelaksanaan kegiatan, pada tahap perencanaan, pembangunan, peningkatan, operasi, pemeliharaan, dan rehabilitasi. Kemudian, Pemerintah, pemerintah
provinsi, atau pemerintah kabupatenkota sesuai dengan kewenangannya memfasilitasi dan memberikan bantuan sesuai dengan permintaan perkumpulan
petani pemakai air dengan tidak melupakan prinsip kemandirian PP 202006.
Kebijakan pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi yang efisien dan efektif diperlukan untuk menjamin keberlanjutan sistem irigasi dan hak guna air
untuk irigasi. Hal tersebut didasarkan pada kenyataan Project Implementation Plan WISMP, 2004:
a. adanya pergeseran nilai air dari sumber daya air milik bersama yang
melimpah dan dapat dimanfaatkan tanpa biaya menjadi sumber daya yang bernilai ekonomi dan berfungsi sosial;
b. terjadinya kerawanan ketersediaan air secara nasional;
c. meningkatnya persaingan pemanfaatan air antara irigasi dengan penggunaan
oleh sektor-sektor lain; d.
makin meluasnya alih fungsi lahan irigasi untuk kepentingan lainnya. Sesuai dengan kenyataan tersebut di atas, pemerintah, pemerintah provinsi,
atau pemerintah kabupatenkota sesuai dengan kewenangannya menyediakan pembiayaan pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi primer dan sekunder,
sedangkan perkumpulan petani pemakai air dapat berperan serta.
Perkumpulan petani pemakai air menyediakan pembiayaan pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi yang menjadi tanggung jawabnya, sedangkan
pemerintah, pemerintah provinsi, atau pemerintah kabupatenkota sesuai kewenangannya dapat membantu sesuai permintaan perkumpulan petani pemakai
air dengan memperhatikan prinsip kemandirian. Kelembagaan Pengelolaan Irigasi
Dalam PP 202006 Bab III mengenai Kelembagaan Pengelolaan Irigasi KPI, yang termasuk dalam KPI adalah instansi pemerintah yang membidangi
irigasi, perkumpulan petani pemakai air, dan komisi irigasi. KPI dibentuk oleh pemerintah untuk mewujudkan tertib pengelolaan jaringan irigasi. Mengenai
perangkat KPI dapat dijelaskan sebagai berikut : a.
Instansi Pemerintah yang membidangi irigasi Sesuai dengan tingkatannya maka instansi pemerintah yang membidangi
irigasi ditunjukkan dalam Tabel 2.1. Tabel 2.1 Instansi Pemerintah Daerah yang Membidangi
Pemerintah Pusat Provinsi
KabupatenKota Bappenas
Kementerian Pekerjaan Umum
Kementerian Dalam Negeri Kementerian Pertanian
Bappeda Provinsi Dinas PU PSDA
Provinsi Dinas Pertanian
Provinsi Bappeda
KabupatenKota Dinas PU PSDA
KabupatenKota Dinas Pertanian
KabupatenKota b.
Perkumpulan Petani Pemakai Air P3A Dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 33PRT2007 tentang
Pedoman Pemberdayaan P3A Permen PU 332007 disebutkan petani pemakai air adalah semua petani yang mendapat manfaat secara langsung dari pengelolaan
air dan jaringan irigasi, termasuk irigasi pompa yang meliputi pemilik sawah, penggarap sawah, penyakap sawah, pemilik kolam ikan yang mendapat air irigasi,
dan badan usaha di bidang pertanian yang memanfaatkan air irigasi. Perkumpulan petani pemakai air atau disebut P3A adalah kelembagaan pengelolaan irigasi yang
menjadi wadah petani pemakai air dalam suatu daerah layananpetak tersier atau desa yang dibentuk secara demokratis oleh petani pemakai air termasuk lembaga
lokal pengelola irigasi. Sedangkan gabungan petani pemakai air atau disebut GP3A adalah kelembagaan sejumlah P3A yang bersepakat bekerja sama
memanfaatkan air irigasi dan jaringan irigasi pada daerah layanan blok sekunder, gabungan beberapa blok sekunder, atau satu daerah irigasi.pada beberapa daerah
irigasi terdapat Induk perkumpulan petani pemakai air atau disebut IP3A adalah kelembagaan sejumlah GP3A yang bersepakat bekerja sama untuk memanfaatkan
air irigasi dan jaringan irigasi pada daerah layanan blok primer, gabungan beberapa blok primer, atau satu daerah irigasi. Adapun pemberdayaan
perkumpulan petani pemakai air diartikan sebagai upaya penguatan dan peningkatan kemampuan P3AGP3AIP3A yang meliputi aspek kelembagaan,
teknis dan pembiayaan dengan dasar keberpihakan kepada petani melalui pembentukan, pelatihan, pendampingan, dan menumbuhkembangkan partisipasi
Permen PU 332007. Adapun Nama-nama GP3A tersebut dapat di lihat pada Tabel 2.2 dan Tabel 2.3
Tabel 2.2 Data GP3A Dengan Program WISMP APL I pada Kabupaten Bogor
No Daerah Irigasi
Luas Areal
Ha Nama GP3A
Desa Kecamatan
Badan Hukum Sudah
Belum
1 Cidurian Sodong
740 Sodong Saluyu
Pangaur Jasinga
√ 2
Cidurian Sendung 482
Sendung Lestari
Sipak Jasinga
√ 3
Cianteun Cigatet 421
Mitra Tani Karehkel
Leuwiliang √
4 Cigamea
502 Seulir Julangga
Sukamaju Cibungbulan
g √
5 Cigambreng
177 Sauyunan
Tapos 1 Tenjolaya
√ 6
Cimarayana 315
Marayana Mukti
Cinangneng Ciampea
√ 7
Situbala 96
Harum Sari Purwasari
Darmaga √
8 Cibeet Cikompeni
790 Ciunjang Jaya
Sirnasari Tanjung Sari
√ 9
Ciomas Tonjong 410
Tirta Buana Cikutamahi
Cariu √
10 Cipamingkis Leungsir
703 Sugih Mukti
Sukasirna Jonggol
√
Sumber : DBMP Kab. Bogor
Tabel 2.3 Data GP3A Tanpa Program WISMP APL I pada Kabupaten Bogor
No Daerah Irigasi
Luas Areal
Ha Nama GP3A
Desa Kecamatan
Badan Hukum
Sudah Belum
1 Cibuntu
219 Maju Jaya
Cibuntu Klapa
Nunggal √
2 Cicadas
191 Giri Setra
Cicadas Ciampea
√ 3
Cikahuripan 501
Giri Saluyu Sukawening
Dramaga √
4 Cigede
338 Tirta Harmonis
Gunung Bunder I Pamijahan
√ 5
Cinangka 146
Darma Sauyunan
Cinangka Ciampea
√ 6
Citeureup 125
Leubak Leuwimekar
Leuwiliang √
7 Cihideung
166 Tirta Tani
Cihideung Ilir Ciampea
√ 8
Cibarengkok 790
Banyu Agung Pasir Gaok
RancaBungur √
9 Cinagara
194 Mina Pelita
Cinagara Caringin
√ 10
Angke 40
Mina Tirta Kemang
Kemang √
Sumber : DBMP Kab. Bogor
c. Komisi Irigasi
Komisi Irigasi dibentuk berjenjang pada tingkat kabupatenkota, tingkat provinsi dan antar provinsi. Keanggotaan komisi irigasi beranggotakan wakil
pemerintah kabupatenkotaprovinsiprovinsi terkait, wakil komisi irigasi kabupatenkotaprovinsi yang terkait, wakil perkumpulan petani pemakai air, dan
wakil kelompok pengguna jaringan irigasi di suatu daerah irigasi dengan prinsip keanggotaan proporsional dan keterwakilan.
Pada dasarnya tugas Komisi irigasi kabupatenkotaprovinsi membantu bupatiwalikotagubernur terkait untuk : a. merumuskan kebijakan untuk
mempertahankan dan meningkatkan kondisi dan fungsi irigasi; b. merumuskan pola dan rencana tata tanam pada daerah irigasi dalam kabupatenkota khusus
Komisi Irigasi kabupatenkota; c. merumuskan rencana tahunan penyediaan air irigasi; d. merumuskan rencana tahunan pembagian dan pemberian air irigasi
bagi pertanian dan keperluan lainnya; e. merekomendasikan prioritas alokasi dana pengelolaan irigasi; dan f. memberikan pertimbangan mengenai izin alih
fungsi lahan beririgasi khusus Komisi Irigasi kabupatenkota.
Lebih lanjut mengenai Komisi Irigasi diatur dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 31PRTM2007 tentang Komisi Irigasi.
d. Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia di sini adalah semua orang yang terlibat secara langsung dalam usaha pengelolaan sistem irigasi. Assesment terhadap sumber
daya manusia harus meliputi kualitas, kuantitas, status, jabatan, dan kompetensi. Kajian permasalahan dan hambatan dalam SDM serta rekomendasi
pemberdayaannya. Kinerja Oranisasi
Kinerja dalam organisasi merupakan jawaban dari berhasil atau tidaknya tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Para atasan atau manajer sering tidak
memperhatikan kecuali sudah amat buruk atau segala sesuatu jadi serba salah. Terlalu sering manajer tidak mengetahui betapa buruknya kinerja telah merosot
sehingga perusahaan instansi menghadapi krisis yang serius. Kesan – kesan
buruk organisasi yang mendalam berakibat dan mengabaikan tanda – tanda
peringatan adanya kinerja yang merosot. Kinerja menurut Mangkunegara 2000
“Kinerja prestasi kerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai
dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya”. Kemudian menurut Sulistiyani 2003 “Kinerja seseorang merupakan
kombinasi dari kemampuan, usaha dan kesempatan yang dapat dinilai dari hasil kerjanya”. Hasibuan 2001 mengemukakan “kinerja prestasi kerja adalah suatu
hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan
kesungguhan serta waktu”. Menurut Whitmore 1997 “Kinerja adalah pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut dari seseorang, kinerja adalah suatu
perbuatan, suatu prestasi, suatu pameran umum ketrampik an”. Menurut Cushway
2002 “Kinerja adalah menilai bagaimana seseorang telah bekerja dibandingkan
dengan target yang telah ditentukan”. Menurut Rivai 2004 mengemukakan kinerja adalah
“merupakan perilaku yang nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan
oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan”. Menurut Mathis et al. Terjamahaan Sadeli et al. 2001
, “menyatakan bahwa kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan”. Menurut Witmore
dalam Coaching for Perfomance 1997 “kinerja adalah pelaksanaan fungsi-fungsi
yang dituntut dari seorang atau suatu perbuatan, suatu prestasi, suatu pameran umum keterampilan”.
Kinerja merupakan
suatu kondisi
yang harus
diketahui dan
dikonfirmasikan kepada pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil suatu instansi dihubungkan dengan visi yang diemban suatu organisasi atau
perusahaan serta mengetahui dampak positif dan negatif dari suatu kebijakan operasional. Mink 1993 mengemukakan pendapatnya bahwa individu yang
memiliki kinerja yang tinggi memiliki beberapa karakteristik, yaitu diantaranya: a berorientasi pada prestasi, b memiliki percaya diri, c berperngendalian diri,
d kompetensi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
Menurut Mathis et al. 2001 faktor-faktor yang memengaruhi kinerja individu tenaga kerja, yaitu: 1 Kemampuan mereka, 2 Motivasi, 3 Dukungan
yang diterima, 4 Keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan, dan 5 Hubungan mereka dengan organisasi. Berdasarkaan pengertian di atas, penulis menarik
kesimpulan bahwa kinerja merupakan kualitas dan kuantitas dari suatu hasil kerja
output individu maupun kelompok dalam suatu aktivitas tertentu yang diakibatkan oleh kemampuan alami atau kemampuan yang diperoleh dari proses
belajar serta keinginan untuk berprestasi. Menurut Mangkunegara 2000 menyatakan bahwa faktor yang memengaruhi kinerja antara lain : a. Faktor
kemampuan Secara psikologis kemampuan ability pegawai terdiri dari kemampuan potensi IQ dan kemampuan realita pendidikan. Oleh karena itu
pegawai perlu dtempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahlihannya. b. Faktor motivasi Motivasi terbentuk dari sikap attiude seorang pegawai dalam
menghadapi situasi situation kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai terarah untuk mencapai tujuan kerja. Sikap mental
merupakan kondisi mental yang mendorong seseorang untuk berusaha mencapai potensi kerja secara maksimal. Mc Cleland 1997 seperti dikutip Mangkunegara
2001
, berpendapat bahwa “Ada hubungan yang positif antara motif berprestasi dengan pencapaian kerja”. Motif berprestasi dengan pencapaian kerja.
Motif berprestasi adalah suatu dorongan dalam diri seseorang untuk melakukan suatu kegiatan atau tugas dengan sebaik baiknya agar mampu
mencapai prestasi kerja performance dengan predikat terpuji. Selanjutnya Mc. Clelland, mengemukakan 6 karakteristik dari seseorang yang memiliki motif
yang tinggi yaitu : 1 Memiliki tanggung jawab yang tinggi 2 Berani mengambil risiko 3 Memiliki tujuan yang realistis 4 Memiliki rencana kerja yang
menyeluruh dan berjuang untuk merealisasi tujuan. 5 Memanfaatkan umpan balik yang kongkrit dalam seluruh kegiatan kerja yang dilakukan 6 Mencari
kesempatan untuk merealisasikan rencana yang telah diprogamkan Menurut Gibson 1987 ada 3 faktor yang berpengaruh terhadap kinerja : 1 Faktor individu
: kemampuan, ketrampilan, latar belakang keluarga, pengalaman kerja, tingkat sosial dan demografi seseorang. 2 Faktor psikologis : persepsi, peran, sikap,
kepribadian, motivasi dan kepuasan kerja 3 Faktor organisasi : struktur organisasi, desain pekerjaan, kepemimpinan, sistem penghargaan reward
system. Menurut Kopelman 1988, faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah: karakteristik individual individual characteristics, karakteristik
organisasi organizational charasteristic, dan karakteristik kerja work characteristics. Lebih lanjut oleh Kopelman dijelaskan bahwa kinerja selain
dipengaruhi oleh faktor lingkungan juga sangat tergantung dari karakteristik individu seperti kemampuan, pengetahuan, keterampilan, motivasi, norma dan
nilai.
Dalam kaitannya dengan konsep kinerja, terlihat bahwa karakteristik individu seperti kepribadian, umur dan jenis kelamin, tingkat pendidikan suku
bangsa, keadaan sosial ekonomi, pengalaman terhadap keadaan yang lalu, akan menentukan perilaku kerja dan produktivitas kerja, baik individu maupun
organisasi sehingga hal tersebut akan menimbulkan kepuasan bagi pelanggan atau pasien. Karakteristik individu selain dipengaruhi oleh lingkungan, juga
dipengaruhi oleh: 1 karakteristik orgnisasi seperti reward system, seleksi dan pelatihan, struktur organisasi, visi dan misi organisasi serta kepemimpinan; 2
karakteristik pekerjaan, seperti deskripsi pekerjaan, desain pekerjaan dan jadwal kerja.
Kinerja Kelompok Tani
Berbagai penelitian tentang kelompok tani telah dilakukan dengan tolok ukur yang berbeda-beda. Perbedaan tolok ukur ini mungkin disebabkan peneliti
belum mengetahui tolok ukur yang ada, atau telah mengetahui tetapi tidak mungkin menerapkannya karena berbagai keterbatasan. Faktor lainnya adalah
peneliti mempunyai kepentingan tertentu terhadap suatu aspek yang hendak diteliti. Zakiah et al. 2000 telah mengamati dinamika kelompok tani berdasarkan
SK Mentan No. 41KptsOT.2101992 di wilayah Proyek Pengembangan Lahan Rawa Terpadu Integrated Swamps Development Project = ISDP. Proyek ini
implementasinya dimulai tahun 199495 sampai 2000 di Riau, Jambi, Palembang, dan Kalimantan Barat. Disimpulkan oleh Zakiah et al. 2000 bahwa menurunnya
dinamika kelompok disebabkan oleh faktor teknis dan faktor sosial. Faktor teknis di antaranya adalah kegagalan panen oleh berbagai sebab seperti serangan hama
dan kondisi air, sedang kan faktor sosial yang utama adalah realisasi dari perencanaan yang sudah disepakati yang selalu tidak bisa ditepati. Faktor sosial
lainnya adalah kurangnya kepercayaan anggota terhadap pengurus dalam mengelola modal kelompok, keberadaan petugas yang dapat membina kelompok,
dan rendahnya kemampuan untuk menjalin hubungan dengan lembaga lain khususnya dengan koperasi unit desa KUD.
Strategi
Strategi adalah pendekatan secara keseluruhan yang berkaitan dengan pelaksanaan gagasan, perencanaan, dan eksekusi sebuah aktivitas dalam kurun
waktu tertentu. Di dalam strategi yang baik terdapat koordinasi tim kerja, memiliki tema, mengidentifikasi faktor pendukung yang sesuai dengan prinsip-
prinsip pelaksanaan gagasan secara rasional, efisien dalam pendanaan, dan memiliki taktik untuk mencapai tujuan secara efektif
5
. Strategi adalah cara yang dilakukan untuk mencapai sasaran atau tujuan
yang telah ditetapkan. Sebagai langkah-langkah pelaksanaan diperlukan perumusan serangkai kebijakan policy formulation method and technique.
Strategi untuk seluruh pembangunan adalah mewujudkan keadilan dan kemakmuran , sedangkan kebijakan untuk membangun sektor adalah mengatasi
berbagai hambatan dan kendala yang dihadapi Zahiri, 2008
Ada tiga tingkatan strategi dibuat dalam organisasi yang lebih besar, yakni meliputi strategi perusahaan, bisnis, dan fungsional atau operasional. Sementara
strategi perusahaan akan menentukan bisnis apakah yang perusahaan akan benar- benar beroperasi di sana, strategi bisnis akan menentukan bagaimana perusahaan
akan bersaing di masing-masing bisnis yang telah dipilih. Dan strategi tingkat operasional akan menentukan bagaimana masing-masing bidang fungsional
seperti sumber daya manusia atau akuntansi benar-benar akan mendukung strategi-strategi bisnis dan korporasi. Semua strategi ini harus berkaitan erat untuk
memastikan bahwa organisasi bergerak ke arah yang menyatu.
Data dari pemantauan lingkungan ini kemudian digunakan untuk membuat rencana strategis bagi organisasi - yang kemudian dilaksanakan. Sebuah pepatah
lama menyatakan bahwa gagal dalam merencanakan sama dengan merencanakan untuk gagal”. Jika sebuah organisasi tidak merencanakan arahnya, dia juga
5
wikipedia. 2011
terbilang tidak mengambil kendali atas masa depannya. Tahap implementasi melibatkan hampir semua anggota organisasi. Akibatnya, perusahaan akan perlu
melibatkan lebih banyak karyawan dalam tahap perencanaan. Sementara perhatian historis lebih diberikan untuk tahap perencanaan, organisasi saat ini yang cerdik
juga menyadari sifat kritis dari aspek pelaksanaan. Rencana terbaik tak ada artinya jika implementasinya cacat.
Komponen terakhir dari manajemen strategis adalah evaluasi dan pemantauan kemajuan perusahaan ke arah sasaran strategisnya. Organisasi-
organisasi yang meyakini bahwa proses terbilang selesai setelah rencana diimplementasikan hanya akan menemukan diri mereka menemui kegagalan.
Penting sekali bagi organisasi untuk terus memantau kemajuannya.
Menurut Adisasmita 2006, dalam mewujudkan tujuan pembangunan masyarakat terdapat paling sedikit empat jenis srategi :
1. Strategi pembangunan growth strategy 2. Strategi kesejahteraan welfare strategy
3. Strategi yang tanggap terhadap kebutuhan masyarakat responsive strategy 4. Strategi terpadu atau strategi yang menyeluruh integrated or holistic strategy.
Pada dasarnya strategi pembangunan masyarakat adalah mirip dengan strategi pembangunan perdesaan. Azas atau karakteristik masyarakat adalah
memiliki sifat semangat masyarakat bergotong royong dan saling tolong menolong, tidak bersifat individualitas, membangun secara bersama-sama,
pelibatan anggota masyarakat atau peran serta masyarakat adalah besar. Demikian pula dengan masyarakat perdesaan, oleh karena itu strategi pembangunan
masyarakat atau community development strategi mempunyai azas yang serupa dengan strategi pembangunan perdesaan. Apa bila dikaji lebih dalam dan lebih
luas konsep community development dapat dikembangkan sebagai mekanisme perencanaan pembangunan yang bersifat bottom-up yang melibatkan peran serta
masyarakat dalam berbagai kegiatan perencanaan dan pembangunan perkotaan. Strategi kebijaksanaan pembangunan perdesaan diarahkan kepada :
1.
Pengembangan kelembagaan yang dapat mempercepat proses modernisasi perekonomian masyarakat perdesaan melalui pengembangan agribisnis,
jaringan kerja produksi dan jaminan pemasaran. 2.
Peningkatan investigasi dalam pengembangan sumber daya manusia yang dapat mendorong produktivitas, kewiraswastaan dan ketahanan sosial
masyarakat perdesaan. 3.
Peningkatan ketersediaan pelayanan prasarana dan sarana perdesaan untuk mendukung proses produksi, pengolahan, pemasaran dan pelayanan sosial
masyarakat. 4.
Peningkatan kapasitas masyarakat dalam pengolahan lahan untuk menopang kegiatan usaha ekonomi masyarakat perdesaan secara berkelanjutan.
5. Peningkatan kemampuan organisasi pemerintah dan lembaga masyarakat
perdesaan untuk mendukung pengembngan agribisnis dan pemberdayaan petani dan nelayan.
6. Penciptaan iklim sosial yang memberi kesempat masyarakat perdesaan untuk
berpartisipasi dalam
pembangunan, pengawasan,
terhadap jalannya
pemerintahan di perdesaan.
Kajian Empiris Terdahulu
Beberapa studi terkait dengan peningkatan kinerja Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air GP3A, diantaranya seperti yang dilakukan oleh Caesarion
2011, melakukan penelitian mengenai efektivitas program PUAP terhadap kinerja usaha kecil dengan menggunakan metode statistik analisis regresi linier
berganda. Variabel yang digunakan adalah kesesuaian perencanaan dengan pelaksanaan kegiatan usaha tani; pengembangan agribisnis perdesaan;
pengembangan usaha mikro; dan peran pendampingan. Hasil analisis menunjukkan bahwa setelah adanya bantuan program PUAP kinerja usaha kecil
pertanian menjadi lebih efektif. 1
Santosa et al. 2003 pendekatan penelitian evaluasi dampak yang dilakukan
adalah dengan menggunakan metode ESCAP Economic and Social Commision for Asian and Pacific yakni dengan menilai beberapa indikator
seperti peningkatan pendapatan, pengurangan kemiskinan, efisiensi penyaluran program dan kelangsungan dana. Program penanggulangan
kemiskinan yang dievaluasi meliputi program Inpres Desa Tertinggal IDT, Program Pengembangan Kecamatan PPK, dan Program Penanggulangan
Kemiskinan Perkotaan P2KP, yang ketiganya dikategorikan sebagai Program Kerja Mandiri dan Proyek Pembangunan Fisik dalam Program PPK
yang dikategorikan sebagai Program Padat Karya. Hasil kesimpulan dari penelitiannya adalah bahwa pelaksanaan program pinjaman bergulir lebih
berhasil dalam menanggulangi kemiskinan di wilayah sampel dibanding dengan program padat karya.
2 Ravallion et al. 2005 melakukan evaluasi dampak pelaksanaan Program
Trajabar di Argentina. Penelitian ini bertujuan untuk melihat evaluasi dampak Impact Evaluation tentang manfaat yang diperoleh orang miskin dari pasar
tenaga kerja. Metode yang digunakan dalam mengukur evaluasi dampak ini adalah Selisih-dalam selisih Difference-in-difference. Evaluasi dampak yang
dilakukan menyangkut aspek tingkat pendapatan, tingkat partisipasi orang miskin, dan tingkat pengangguran. Langkah yang dilakukan adalah
menghitung perubahan tingkat pendapatan orang miskin yang mengikuti program Trajabar sebelum intervensi program baseline dan setelah adanya
intervensi. Selain itu dilakukan juga proses netting-out dengan membentuk Kelompok Kontrol sehingga diperoleh besar dampak yang ditimbulkan dari
program tersebut.
3 Chandra et al. 2010 melakukan pendekatan evaluasi dampak pelaksanaan
program penanggulangan kemiskinan dengan menggunakan evaluasi kualitatif yakni mengukur penilaian baik, sedang, dan buruk dari suatu
program dengan menitikberatkan pada proses pelaksanaan program mulai dari input, proses, output, outcome, dan benefit.
4 Akbar 2011 melakukan penelitian mengenai Strategi Keberlanjutan
Program PUAP di Kabupaten Karawang dengan menganalisis pada kinerja gapoktan penerima PUAP dengan metode analisis yang digunakan adalah
Importance Performance Analysis IPA, Analisis Pendapatan Petani, Evaluasi Faktor Internal IFE- Internal Factor Evaluation, Evaluasi Faktor
Ekxternal EFE- Eksternal Factor Evaluation, Analisis SWOT Strengths- Weaknesses-Opportunities-Threats dan Analisis QSPM Quantitative
Strategies Planning Matrix. Hasil analisis dan kajiannya memperioritaskan
strategi keberlanjutan program PUAP didasarkan pada aspek peningkatan kualitas dan kinerja Gapoktan di Kabupaten Karawang.
Posisi penelitian ini adalah mengacu pada Akbar 2011 dan Ravallion et al. 2005. Penulis membatasi evaluasi yang dianalisis pada dampak peningkatan
pendapatan penerima program WISMP. Penulis tertarik untuk meneliti kinerja GP3A penerima program dan bukan penerima program GP3A terhadap tingkat
pendapatan petani, karena menurut penulis kinerja kelembagaan petani GP3A dan tingkat pendapatan merupakan variabel yang langsung dirasakan oleh petani
dan juga merupakan indikator kemajuan dan prestasi kelompok dan masyarakat. Selain itu penelitian ini juga dilakukan karena evaluasi dampak pelaksanaan
program WISMP terhadap peningkatan kinerja dan tingkat pendapatan petani belum pernah dilakukan. Padahal penting bagi Pemerintah Daerah Kabupaten
Bogor sebagai pelaksana program di daerah, juga bagi stakeholder lainnya untuk mengetahui sejauhmana indikator-indikator tujuan program dapat dicapai.
III. METODE PENELITIAN