bagian saja, secara umum arahan dari guru sudah mencakup aspek-aspek yang mendasar yang perlu dikuasai siswa dalam memerankan tokoh drama.
c. Pelaksanaan siklus III
Pada siklus III sudah mulai tampak hasil yang baik, keaktifan siswa sudah lebih meningkat. Nilai rata-rata kelas meningkat dari 60,5 pada siklus II menjadi
66,2 pada siklus III. Jumlah siswa yang tuntas belajar juga meningkat dari 20 siswa atau 50 menjadi 37 siswa atau 92,5 , sehingga pada siklus III ini telah
dapat mencapai batas tuntas kelas. Bertambahnya nilai rata-rata dan jumlah siswa yang tuntas belajar adalah suatu hal yang menggembirakan. Hal ini bisa
membuktikan bahwa teknik bermain drama Rendra mempunyai manfaat yang besar dalam peningkatan kemampuan memerankan tokoh drama pada siswa.
Selama siklus III dilakukan perbaikan-perbaikan berdasarkan hasil refleksi pada siklus II. Aktivitas siswa tampak jelas, siswa telihat lebih yakin dalam
memerankan tokoh drama baik secara individu maupun secara berkelompok. Guru lebih berperan sebagai pendamping dan motivator dalam peningkatan kemampuan
memerankan tokoh drama.
D. Hambatan dan Solusi
Masalah keberlanjutan pembelajaran teknik bermain drama Rendra terhadap peningkatan kemampuan memerankan tokoh drama siswa tergantung
pada komitmen guru. Dalam proses pembelajaran, guru sering tidak mampu menghadirkan suatu pembelajaran yang interaktif. Selain itu, mempelajari teknik
drama Rendra yang ideal juga sebenarnya membutuhkan waktu yang cukup
banyak, sehingga untuk mengatasi hal itu guru memang dituntut mampu untuk mengadaptasi arahan-arahan praktis latihan menjadi suatu arahan yang lebih
memungkinkan dalam pembelajaran di kelas. Hal lain juga sering menjadi kendala adalah perlunya menghadirkan suatu
situasi yang mendukung untuk pembelajaran drama. Salah satunya adalah menyediakan suatu panggung yang representative untuk suatu pementasan.
Penghadiran suatu panggung yang baik akan sangat mendukung siswa mencapai pemeranan yang lebih maksimal. Kondisi panggung akan mempengaruhi
pemeranan tokoh, karena tidak jarang pula penghayatan terhadap suatu tokoh atau lebih luas lagi cerita juga tergantung dari settingnya atau kalau dalam dunia
pemntasan adalah panggungnya. Dalam hal ini, guru sebagai fasilitator pembelajaran dituntut mampu untuk itu. Guru harus lebih fleksibel dalam
pembelajaran. Misalnya, ketika dalam suatu drama memerlukan setting suatu warung, ketika tidak memungkinkan menghadirkan warung dalam kelas, tidak ada
salahnya ketika pembelajaran dilakukan di sebuah warung atau kantin. Namun lagi-lagi itu dapat dilakukan ketika memungkinkan. Dalam arti semua aspek
pembelajaran tidak bermasalah dengan hal atau aktivitas pembelajaran yang seperti itu.
Sebagaimana dikemukakan peneliti dalam siklus I bahwa diperlukan proses yang terus menerus untuk meningkatkan penguasaan siswa terhadap teknik
ini. Dengan demikian guru harus meluangkan waktu untuk belajar menambah wawasan tentang berbagai strategi atau metode yang bisa diberikan kepada siswa
untuk menambah variasi belajarnya.
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN