Hak-hak ini, pada gilirannya membawa kepada kewajiban yang saling menguntungkan diantara para pemegang hak tersebut. Dengan demikian, para pekerja memiliki hak untuk
mendapatkan upah yang adil dan lingkungan kerja yang aman. Para majikan memiliki hak untuk berharap agar perdagangannya tetap rahasia dan tidak dibocorkan oleh para
pekerjanya. Pendekatan hak terhadap etika dapat disalah gunakan. Sejumlah individu mungkin
bersikeras mengatakan bahwa hak-hak mereka memiliki prioritas yang lebih tinggi dibanding hak orang lain, dan ketidakadilan akan terjadi. Hak juga membutuhkan
pembatasan-pembatasan. Peraturan industry yang menguntungkan masyarakat barangkali masih tetap menginjak-injak hak sejumlah individu atau kelompok tertentu.
2.2.4 Prinsip Justice
Prinsip keadilan juga sangat diperlukan dalam etika bisnis. Ini artinya dalam prakteknya, setiap orang yang melakukan bisnis meiliki hak untuk mendapatkan perlakuan
yang sama yang artinya tidak akan ada pihak yang dirugikan. Para pembuat keputusan mempunyai kedudukan yang sama, dan bertindak adil dalam
memberikan pelayanan kepada pelanggan baik secara perseorangan ataupun secara kelompok.
2.2.5 Prinsip Virtue Ethics
Virtue ethics atau etika moralitas adalah tradisi yang tergolong pada etika philosofi yang menitikberatkan kepada detail dari kebaikan yang merupakan bagian dari kehidupan
manusia. Virtue ethics melakukan pendekatan terhadap etika yang menekankan karakter agen individu daripada aturan atau konsekuensi, sebagai elemen kunci dari pemikiran etis.
Hal ini berbeda dengan konsekuensialisme, yang menyatakan bahwa konsekuensi dari tindakan tertentu membentuk dasar bagi penilaian moral yang valid tentang tindakan, dan
tata susila, yang berasal dari kebenaran atau kesalahan karakter dari tindakan itu sendiri dan bukan hasil.
Perbedaan antara ketiga pendekatan moralitas cenderung terletak lebih dalam cara dilema moral didekati daripada kesimpulan moral.
10
2.2.6 Relativitas Etika Ralativisme Etika
Relativisme etika merupakan paham atau aliran pemikiran filsafat yang secara tegas menolak pendapat yang mengatakan bahwa norma etika berlaku untuk semua orang di mana
saja. Pengertian lain, Shomali telah memberikan definisi yang cukup mudah dipahami yaitu
“Relativisme etika adalah pandangan bahwa tidak ada prinsip etika yang benar secara universal; kebenaran semua prinsip etika bersifat relatif terhadap budaya atau individu
tertentu”. Tidak sedikit filsuf yang menganut aliran ini. Protagoras, misalnya, mengatakan bahwa
benar-salahnya sesuatu tergantung pada individu yang memberi penilaian. Engels menyatakan bahwa ‘penilaian moral’ moral judgment tergantung pada kelas sosial
tertentu; sementara Hegel menegaskan bahwa negaralah yang menentukan penilaian mana yang benar dan yang salah.
Kesimpulan dari paham ini adalah, tindakan yang dianggap tidak beretika di satu tempat, tidak bisa ditetapkan sebagai etika di tempat lain. Karena beda suku, budaya dan
bahasa, maka beda pula standarisasi etikanya. Maka kebenaran atas etika suatu kaum adalah relatif.
2.3 Manajemen Immoral, Amoral, dan Moral.