BAB 5 PEMBAHASAN
5.1. Hubungan Karakteristik Ibu dengan Pemakaian Kontrasepsi AKDRIUD
Hubungan karakteristik ibu dengan pemakaian kontrasepsi AKDRIUD di wilayah kerja Puskesmas Sibolangit Kabupaten Deli Serdang meliputi : umur ibu,
pendidikan, pengetahuan dan paritas seperti dibawah ini :
5.1.1. Hubungan Umur Ibu dengan Pemakaian Kontrasepsi AKDRIUD di Wilayah Kerja Puskesmas Sibolangit Kabupaten Deli Serdang
Hasil penelitian tentang variabel umur ditemukan akseptor KB dengan usia 19 dan 35 tahun dengan proporsi memakai kontrasepsi AKDRIUD 52,6. Uji
statistik Eksak Fisher menunjukkan variabel umur nilai p 0,05 dengan RP 33,5 95 CI = 10,083-11,361 berhubungan dengan pemakaian kontrasepsi AKDRIUD.
Mengacu pada hasil uji tersebut dapat dijelaskan semakin tinggi usia akseptor KB akan meningkat pemakaian kontrasepsi AKDRIUD. Pada penelitian ini perlu
pelaksanaan penyuluhan kepada akseptor KB bahwa perlu pemakaian kontrasepsi AKDRIUD pada ibu dengan umur 35 tahun, apabila akseptor KB tersebut untuk
menjarangkan kehamilan ≥ 2 tahun sebagai tujuan mengikuti KB, karena kontrasepsi
AKDRIUD adalah kontrasepsi jangka panjang. Pemakaian jenis kontrasepsi AKDRIUD perlu memperhatikan usia ibu,
karena mempertimbangkan bahwa kontrasepsi AKDRIUD adalah kontrasepsi jangka panjang. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa akseptor KB yang berusia 35
72
Universitas Sumatera Utara
tahun lebih banyak menggunakan kontrasepsi AKDRIUD dengan tujuan utama untuk mengakhiri kehamilan, sedangkan akseptor KB yang berusia 19-35 tahun
menggunakan kontrasepsi AKDRIUD untuk menjarangkan kehamilan. Hal ini sesuai dengan tujuan KB bahwa salah satu diantaranya adalah untuk mengakhiri kehamilan
atau kesuburan Suratun, dkk, 2008. Hal ini sesuai dengan penelitian Hasibuan 2001, yang menunjukkan bahwa
ada pengaruh umur terhadap pemakaian metode kontrasepsi sig=0,012. Menurut Saifuddin 2003, bahwa indikasi pemakaian kontrasepsi
AKDRIUD adalah dianjurkan sebagai pengganti pil KB bagi akseptor KB yang berumur diatas 30 tahun.
Umur merupakan salah satu faktor yang memengaruhi perilaku seseorang termasuk dalam pemakaian alat kontrasepsi. Dalam penelitian ini mereka yang
berumur tua mempunyai peluang lebih besar untuk menggunakan alat kontrasepsi AKDRIUD dibandingkan dengan yang muda. Umur yang semakin meningkat lebih
menjadi alasan utama responden untuk memakai alat kontrasepsi AKDRIUD. Analisa BKKBN tentang SDKI 20022003 menyatakan bahwa umur di bawah
20 tahun dan diatas 35 tahun sangat berisiko terhadap kehamilan dan melahirkan, sehingga berhubung erat dengan pemakaian alat kontrasepsi AKDRIUD. Faktor
umur sangat berpengaruh terhadap aspek reproduksi manusia terutama dalam pengaturan jumlah anak yang dilahirkan dan waktu persalinan, yang kelak akan
berhubungan pula dengan kesehatan ibu. Umur juga berhubungan dengan pemilihan
Universitas Sumatera Utara
alat kontrasepsi, makin tua umur ibu maka pemilihan alat kontrasepsi kearah alat yang mempunyai efektifitas lebih tinggi yakni metode kontrasepsi jangka panjang.
Kontrasepsi rasional harus mempertimbangkan umur akseptor KB, bila umur lebih 35 tahun, maka lebih efektif menggunakan metode kontrasepsi jangka panjang
BKKBN, 2009. Hal ini sesuai dengan penelitian Rizma Pazriyanti 2012, bahwa wanita yang
lebih tua cenderung untuk memilih kontrasepsi jangka panjang dibandingkan dengan wanita yang berusia lebih muda. Sejalan dengan meningkatnya usia, maka
kecenderungan untuk memilih alat kontrasepsi jangka panjang dan alat kontrasepsi yang lebih permanen pun meningkat. Ketika dibandingkan dengan pemilihan alat
kontrasepsi jangka pendek, ketika seorang wanita berusia antara 30-39 tahun, maka kecenderungan untuk memilih alat kontrasepsi jangka panjang meningkat sebesar
0.69. Ketika wanita tersebut berusia 40-49 tahun, maka kemungkinan untuk memilih alat kontrasepsi jangka panjang meningkat menjadi 1.53 dan sebesar 23.05 untuk
memilih alat kontrasepsi yang lebih permanen.
5.1.2. Hubungan Pendidikan dengan Pemakaian Kontrasepsi AKDRIUD di Wilayah Kerja Puskesmas Sibolangit Kabupaten Deli Serdang
Hasil penelitian tentang variabel pendidikan ibu ditemukan akseptor KB dengan pendidikan tinggi dengan proporsi memakai kontrasepsi AKDRIUD 25,0.
Uji statistik Eksak Fisher menunjukkan variabel pendidikan nilai p 0,05 dengan RP 3,58 95 CI = 1,864-15,581 berhubungan dengan pemakaian kontrasepsi
AKDRIUD. Mengacu pada hasil uji tersebut dapat dijelaskan semakin tinggi tingkat
Universitas Sumatera Utara
pendidikan akan meningkat pemakaian kontrasepsi AKDRIUD. Pendidikan penting karena merupakan dasar dari mengertinya orang dalam hal menerima informasi dapat
lebih mudah diterima dan diadopsi pada orang yang mempunyai pendidikan yang lebih tinggi dari pada pendidikan rendah.
Pendidikan yang dimiliki oleh ibu berhubungan dengan pengetahuan yang dimilikinya, akan berusaha untuk lebih mengetahui jenis pemakaian kontrasepsi dan
lebih berupaya mencari informasi tentang jenis kontrasepsi. Pendidikan akan membuat seseorang ingin lebih mengetahui lebih banyak hal yang diperlukan dan
lebih tanggap terhadap informasi serta peka melihat perubahan-perubahan yang terjadi.
Hal ini sesuai Gerungan 1986 bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan akan jelas memengaruhi seorang pribadi dalam berpendapat, berpikir, bersikap, lebih
mandiri dan rasional dalam mengambil keputusan dan tindakan dengan nilai p value 0,05 dengan RP 34,2 95 CI = 11,081-12,362. Hal ini juga akan memengaruhi
secara langsung seseorang dalam hal pengetahuannya akan orientasi hidupnya termasuk dalam merencanakan keluarganya. Dari tabulasi silang dapat dilihat bahwa
peningkatan pendidikan diikuti dengan peningkatan pemakaian alat kontrasepsi AKDRIUD atau dengan kata lain makin tinggi tingkat pendidikan, pemakaian alat
kontrasepsi AKDRIUD semakin meningkat. Demikian juga sebaliknya makin rendah pendidikan ibu, responden yang memakai alat kontrasepsi AKDRIUD makin
menurun.
Universitas Sumatera Utara
Pernyataan tersebut sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Magadi 2003, menunjukkan bahwa responden yang berpendidikan tinggi secara signifikan
berpeluang lebih tinggi menggunakan alat kontrasepsi AKDRIUD dan Implant dibandingkan dengan responden yang berpendidikan rendah. Sedangkan responden
yang tidak sekolah mempunyai peluang yang sangat kecil untuk menggunakan metode kontrasepsi AKDRIUD. Sebaliknya penelitian tersebut berbeda dengan
penelitian yang dilakukan oleh Sigit 2000, yang menyebutkan bahwa tingkat pendidikan tidak akan memengaruhi pada pemakaian metode kontrasepsi
AKDRIUD.
5.1.3. Hubungan Pengetahuan dengan Pemakaian Kontrasepsi AKDRIUD di Wilayah Kerja Puskesmas Sibolangit Kabupaten Deli Serdang
Hasil penelitian tentang variabel pengetahuan ditemukan akseptor KB pada pengetahuan dengan kategori baik dengan proporsi memakai kontrasepsi AKDRIUD
11,1. Uji statistik chi-square menunjukkan variabel pengetahuan nilai p 0,05 dengan RP 3,58 95 CI = 1,141-11,255 berhubungan dengan pemakaian
kontrasepsi AKDRIUD. Mengacu pada hasil uji tersebut dapat dijelaskan bahwa tingkat pengetahuan berbanding lurus dengan pemakaian alat kontrasepsi, artinya
semakin rendah pengetahuan responden maka pemakaian kontrasepsi AKDRIUD juga rendah. Demikian juga sebaliknya jika pengetahuan responden tinggi maka
pemakaian alat kontrasepsi juga akan meningkat. Pengetahuan akseptor KB yang baik tentang hakekat program KB akan
memengaruhi mereka dalam memilih metodealat kontrasepsi yang akan digunakan
Universitas Sumatera Utara
termasuk keleluasaan atau kebebasan pilihan, kecocokan, pilihan efektif tidaknya, kenyamanan dan keamanan, juga dalam memilih tempat pelayanan yang lebih sesuai
dan lengkap karena wawasan sudah lebih baik, sehingga demikian kesadaran mereka tinggi untuk terus memanfaatkan pelayanan.
Hal ini sesuai dengan pendapat Blum yang dikutip oleh Notatmodjo 2010 yang menyatakan bahwa tindakan seseorang individu termasuk kemandirian dan
tanggung jawabnya dalam berperilaku sangat dipengaruhi oleh domain kognitif atau pengetahuan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Meutia 1997 yang menyatakan bahwa ada pengaruh pengetahuan akseptor KB terhadap utilitas alat kontrasepsi
implant sig=0,001. Juga sejalan dengan penelitian Pardosi 2005 yang menyatakan bahwa secara statistik diperoleh hubungan yang bermakna antara pengetahuan
dengan tingkat kemandirian akseptor KB aktif dalam pemanfaatan program KB mandiri sig=0,001.
Pernyataan tersebut sama dengan penelitian Purwoko 2000 pengetahuan menyumbangkan peran dalam menentukan pengambilan keputusan untuk memilih
alat kontrasepsi tertentu. Semakin tinggi tingkat pengetahuan tentang alat kontrasepsi, maka makin meningkat pula perannya sebagai pengambil keputusan. Hasil penelitian
yang sama oleh Wijayanti 2004 melalui wawancara mendalam dan observasi dapat diketahui bahwa ketidaktahuan atau kurangnya pengetahuan masyarakat tentang
Universitas Sumatera Utara
AKDRIUD inilah yang merupakan faktor utama penyebab mereka tidak memilih AKDRIUD ini sebagai kontrasepsi pilihan.
5.1.4. Hubungan Paritas dengan Pemakaian Kontrasepsi AKDRIUD di Wilayah Kerja Puskesmas Sibolangit Kabupaten Deli Serdang
Hasil penelitian tentang variabel paritas ditemukan pada akseptor KB dengan paritas 2 orang dengan proporsi memakai kontrasepsi AKDRIUD 10,4. Uji
statistik chi-square menunjukkan variabel paritas nilai p 0,05 dengan RP 3,95 95 CI = 1,121-13,973 berhubungan dengan pemakaian kontrasepsi AKDRIUD.
Mengacu pada hasil uji tersebut dapat dijelaskan bahwa makin banyak anak yang dimiliki oleh responden akan diikuti dengan peningkatan pamakaian alat kontrasepsi
AKDRIUD. Kemungkinan seorang istri untuk menambah kelahiran tergantung kepada jumlah anak yang telah dilahirkannya. Seorang istri menggunakan alat
kontrasepsi AKDRIUD setelah mempunyai jumlah anak tertentu dan juga umur anak yang masih hidup. Semakan sering seorang wanita melahirkan anak, maka akan
semakin memiliki risiko kematian dalam persalinan. Berdasarkan hasil penelitian ibu yang memiliki anak 2 orang lebih banyak
memakai kontrasepsi AKDRIUD dibandingkan dengan ibu yang memiliki anak ≤ 2
orang. Hal ini menunjukkan bahwa ibu mempertimbangkan dalam pemilihan alat kontrasepsi, dimana ibu memilih jenis kontrasepsi mempunyai tujuan masing-masing
dalam pemakaian kontrasepsi, hal ini dapat kita lihat ibu yang memiliki anak 2 orang lebih banyak memakai kontrasepsi AKDRIUD memiliki tujuan bahwa ibu
tersebut ingin mengakhiri kehamilan atau kesuburan dengan sudah
Universitas Sumatera Utara
mempertimbangkan beberapa hal yang menurut mereka dalam pemilihan AKDRIUD salah satu diantaranya tidak menginginkan anak lagi. Pada penelitian ini perlu
pelaksanaan penyuluhan kepada akseptor KB bahwa perlu pemakaian kontrasepsi AKDRIUD pada ibu yang memiliki paritas 2 orang, apabila akseptor KB tersebut
untuk menjarangkan kehamilan ≥ 2 tahun sebagai tujuan mengikuti KB, karena
kontrasepsi AKDRIUD adalah kontrasepsi jangka panjang. Penelitian serupa
yang dilakukan oleh Rosyatuti menyebutkan bahwa terdapat hubungan paritas dengan pemakaian metode kontrasepsi AKDRIUD baik secara
langsung maupun tidak langsung. Dijelaskan semakin tinggi anak yang pernah dilahirkan maka akan memberikan peluang lebih banyak keinginan ibu untuk membatasi kelahiran.
Kondisi ini akan mendorong responden untuk menggunakan AKDRIUD sesuai dengan keinginannya Pastuty,
2005.
5.2. Hubungan Dukungan Suami dengan Pemakaian Kontrasepsi AKDRIUD di Wilayah Kerja Puskesmas Sibolangit Kabupaten Deli Serdang
Hasil penelitian tentang variabel dukungan suami ditemukan akseptor KB yang didukung suami dalam pemakian kontrasepsi AKDRIUD dengan proporsi
memakai kontrasepsi AKDRIUD 10,1. Uji statistik chi-square menunjukkan variabel dukungan suami nilai p 0,05 dengan RP 5,09 95 CI = 1,158-22,435
berhubungan dengan pemakaian kontrasepsi AKDRIUD. Mengacu pada hasil uji tersebut dapat dijelaskan semakin tinggi dukungan suami terhadap akseptor KB akan
meningkat pemakaian kontrasepsi AKDRIUD.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan hasil penelitian, akseptor KB lebih banyak mendapat dukungan dari suami dalam mempergunakan alat kontrasepsi. Pemakaian alat kontrasepsi
AKDRIUD juga yang lebih banyak yang mempergunakan dengan ibu yang mendapat dukungan dari suami. Hal ini menunjukkan bahwa ibu yang memilih dan
mempergunakan kontrasepsi AKDRIUD mendapat dukungan dari suami dengan mempertimbangkan dalam pemilihan alat kontrasepsi tersebut.
Pemakaian jenis kontrasepsi AKDRIUD perlu memperhatikan dukungan suami. Hal ini sesuai dengan Harymawan 2007, bahwa dalam hal untuk
mempergunakan KB dibutuhkan dukungan suami, apabila ada dukungan suami untuk memilih jenis kontrasepsi yang mau dipakai, maka ibu dapat memilih jenis KB sesuai
dengan keinginan istri dan suami. Peran dan dukungan suami adalah suatu upaya dan andil yang diberikan suami baik dalam mencari informasi, mengikuti konseling dan
memberikan keputusan yang bersifat mendukung, selalu siap memberi pertolongan dan bantuan. Misalnya dalam mencari informasi, suami harus menggali berbagai
pengetahuan tentang KB, contohnya tentang pengertian, manfaat, cara ber KB dan pola perencanaan.
Hal ini sesuai dengan Mekar Dwi Anggraeni 2007, bahwa dukungan suami dalam pemilihan alat kontrasepsi merupakan hal yang perlu diperhatikan oleh
pasangan suami-istri. Dukungan ibu meliputi : peran dan tanggung jawab bersama suami dan isteri dalam merencanakan jumlah dan jarak kelahiran anak, meningkatkan
Universitas Sumatera Utara
pengetahuan tentang hak-hak reproduksi KB dan kesehatan reproduksi serta dalam memilih dan menggunakan kontrasepsi.
Hal ini sejalan dengan penelitian Winatri 2002, bahwa peran suami pada istri dalam pemilihan alat kontrasepsi adalah sebagai motivator dengan proporsi
33,29, sebagai edukator dengan proporsi 31,86 dan sebagai fasilitator dengan proporsi 34,85 dan dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa peran suami pada
istri dalam pemilihan alat kontrasepsi memiliki proporsi 34,85 peran suami sebagai fasilitator paling dominan.
Menurut Effendy 2003, bahwa suami mempunyai pengaruh besar terhadap penggunaan kontrasepsi yang digunakan oleh istri. Dalam hal ini pendapat suami
mengenai KB cukup kuat pengaruhnya dalam penggunaan metoda kontrasepsi untuk istrinya, khusus dalam pemilihan alat kontrasepsi dan menjadi peserta KB.
5.3. Hubungan Budaya dengan Pemakaian Kontrasepsi AKDRIUD di Wilayah Kerja Puskesmas Sibolangit Kabupaten Deli Serdang
Hasil penelitian tentang variabel budaya ditemukan akseptor KB dengan budaya yang mendukung dalam pemakian kontrasepsi AKDRIUD dengan proporsi
memakai kontrasepsi AKDRIUD 4,2. Uji statistik chi-square menunjukkan variabel budaya nilai p 0,05 dengan RP 0,48 95 CI = 0,165-1,440 tidak
berhubungan dengan pemakaian kontrasepsi AKDRIUD. Berdasarkan hasil penelitian, akseptor KB lebih banyak mendapat budaya yang
mendukung dalam mempergunakan alat kontrasepsi. Namun untuk pemilihan dan
Universitas Sumatera Utara
pemakaian alat kontrasepsi AKDRIUD lebih banyak yang mempergunakannya dengan budaya tidak mendukung. Hal ini menunjukkan bahwa ibu yang memilih dan
mempergunakan kontrasepsi AKDRIUD tidak berhubungan dengan budaya masyarakat setempat, dalam hal ini ada faktor lain yang lebih berhubungan dengan
pemakaian kontrasepsi AKDRIUD. Berdasarkan hasil penelitian, akseptor KB mengikuti budaya, namun budaya atau kebiasaan di masyarakat dalam pemilihan alat
kontrasepsi bukan jenis kontrasepsi AKDRIUD melainkan jenis kontrasepsi lain. Menurut penelitian Rizma Pazriyanti 2012, bahwa budaya mempengaruhi
pemilihan alat kontrasepsi. Umumnya masyarakat lebih memilih mengikuti budaya dari pada memilih kontrasepsi-kontrasepsi yang telah dijelaskan oleh petugas
kesehatan. Menurut Mawarni 2008, bahwa budaya adalah kebiasaan dan tradisi yang
dilakukan orang-orang tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian seseorang akan bertambah pengetahuannya walaupun tidak
melakukan. Dan sosial budaya mempunyai pengaruh pada pengetahuan sesorang. Seseorang memperoleh suatu kebudayaan dalam hubungannya dengan orang lain,
karena hubungan ini seseorang mengalami suatu proses belajar dan memperoleh suatu pengetahuan.
Universitas Sumatera Utara
5.4. Hubungan Kualitas Pelayanan KB dengan Pemakaian Kontrasepsi AKDRIUD