Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Nepal, Thailand dan Cina. Suren memiliki tinggi hingga 40 m, tinggi bebas cabangnya hingga 20 m, diameter pada d.b.h.
mencapai 1,5 m, dan memiliki banir. Kulit luarnya outer bark pecah-pecah dan berwarna abu-abu hingga coklat hitam, kulit dalam inner bark memiliki serat
dan warnanya jingga hingga merah, kayu gubalnya berserat, warnanya putih kemerahan, dan berbau tajam seperti bawang putih dan merica. Kayu Suren
biasanya digunakan untuk bahan furnitur dan konstruksi jembatan, daun dijadikan sayuran di negara Cina dan Malaysia, dan sebagai pakan ternak di India. Pohon
Suren secara luas digunakan sebagai obat, kulit batangnya dijadikan obat kelat dan penjernih, tepung dari akarnya digunakan sebagai penyegar dan diuretik, dan
daun mudanya digunakan sebagai obat kembung Shu 2008.
2.3 Minyak Atsiri
Minyak atsiri adalah komponen minyak yang mudah menguap dan diperoleh dari tanaman dengan cara penyulingan uap Guenther 1988. Minyak
atsiri dikenal dengan nama minyak mudah menguap. Minyak atsiri dapat dihasilkan dari setiap bagian tanaman seperti daun, bunga, buah, biji, batang,
kulit, dan akar. Pada umumnya minyak atsiri merupakan senyawa monoterpenoid dan seskuiterpenoid. Senyawa terpenoid adalah produk metabolit sekunder yang
dibentuk untuk pertahanan diri tumbuhan. Produk metabolit sekunder lainnya adalah senyawa alkaloid serta senyawa fenolik yang terdiri dari asam lemak,
flavonoid, dan antrakuinon. Terpenoid merupakan bentuk senyawa dengan karagaman struktur yang besar dalam produk alami yang diturunkan dan isoprene,
sedangkan unit isoprene diturunkan dari metabolisme asam asetat oleh jalur asam mevalonat Mukhtar 2007.
Menurut Sudaryani 2008, minyak atsiri pada tanaman mempunyai tiga fungsi yaitu membantu proses proses penyerbukan dan menarik beberapa jenis
serangga atau hewan, mencegah kerusakan tanaman oleh serangga atau hewan, dan sebagai cadangan makanan bagi tanaman.
2.4 Penyulingan Minyak Atsiri
Penyulingan minyak atsiri adalah ekstraksi minyak atsiri dari tanaman penghasil minyak atsiri dengan bantuan uap air Guenther 1988. Uap yang
dihasilkan selanjutnya dikondensasikan sehingga menjadi cairan berair dan minyak atsiri, yang selanjutnya dapat dipisahkan karena keduannya memisah
menjadi dua fase yang berbeda pada wadah penampung kondensat, yaitu fase air dan fase minyak.
Menurut Guenther 1988, metode penyulingan minyak atsiri terbagi menjadi penyulingan dengan air, penyulingan air dan uap, dan penyulingan uap.
Penyulingan dengan air merupakan metode dengan menggunakan bahan yang akan disuling kontak langsung dengan air mendidih. Bahan tersebut mengapung
atau terendam secara sempurna tergantung dari bobot jenis dan jumlah bahan yang disuling. Kelebihan proses ini yaitu biaya operasional yang murah dan proses
yang sederhana. Sedangkan, kekurangan proses ini adalah rendemen yang dihasilkan sedikit serta minyak atsiri tidak semua menguap tapi ada yg terlarut
dalam air. Penyulingan dengan air dan uap dimana bahan diletakkan di atas rak- rak atau saringan berlubang. Ketel suling diisi dengan air sampai permukaan air
berada tidak jauh di bawah saringan. Kelebihan proses ini yaitu bahan hanya kontak dengan uap jenuh dan basah, sehingga minyak atsiri langsung ikut
menguap dengan uap air. Kekurangan dari proses ini yaitu tekanan yang dihasilkan hanya dari tekanan uap air saja, sehingga proses penyulingan relatif
lama. Penyulingan dengan uap dimana bahan baku ditempatkan berpisah dari pemanas atau boiler air. Kelebihan proses ini yaitu rendemen yang dihasilkan
besar, waktu penyulingan relatif cepat dan bahan baku hanya kontak langsung dengan uap air. Kekurangan dari teknik ini adalah biaya operasional yang tinggi
serta prosesnya yang rumit.
2.5 Uji Mortalitas Larva Udang