dihasilkan selanjutnya dikondensasikan sehingga menjadi cairan berair dan minyak atsiri, yang selanjutnya dapat dipisahkan karena keduannya memisah
menjadi dua fase yang berbeda pada wadah penampung kondensat, yaitu fase air dan fase minyak.
Menurut Guenther 1988, metode penyulingan minyak atsiri terbagi menjadi penyulingan dengan air, penyulingan air dan uap, dan penyulingan uap.
Penyulingan dengan air merupakan metode dengan menggunakan bahan yang akan disuling kontak langsung dengan air mendidih. Bahan tersebut mengapung
atau terendam secara sempurna tergantung dari bobot jenis dan jumlah bahan yang disuling. Kelebihan proses ini yaitu biaya operasional yang murah dan proses
yang sederhana. Sedangkan, kekurangan proses ini adalah rendemen yang dihasilkan sedikit serta minyak atsiri tidak semua menguap tapi ada yg terlarut
dalam air. Penyulingan dengan air dan uap dimana bahan diletakkan di atas rak- rak atau saringan berlubang. Ketel suling diisi dengan air sampai permukaan air
berada tidak jauh di bawah saringan. Kelebihan proses ini yaitu bahan hanya kontak dengan uap jenuh dan basah, sehingga minyak atsiri langsung ikut
menguap dengan uap air. Kekurangan dari proses ini yaitu tekanan yang dihasilkan hanya dari tekanan uap air saja, sehingga proses penyulingan relatif
lama. Penyulingan dengan uap dimana bahan baku ditempatkan berpisah dari pemanas atau boiler air. Kelebihan proses ini yaitu rendemen yang dihasilkan
besar, waktu penyulingan relatif cepat dan bahan baku hanya kontak langsung dengan uap air. Kekurangan dari teknik ini adalah biaya operasional yang tinggi
serta prosesnya yang rumit.
2.5 Uji Mortalitas Larva Udang
Uji bioaktivitas menggunakan larva udang A. salania dikenal dengan istilah Brine Shrimp Lethality Test BSLT Meyer et al. 1982. BSLT adalah
suatu metode penelusuran untuk menentukan toksisitas ekstrak ataupun senyawa terhadap larva udang dari A. salina. Metode ini telah digunakan sejak 1956 untuk
mengetahui residu peptisida, anastatik lokal, senyawa turunan morfin, mitotoksin, karsinogenitas suatu senyawa, dan polutan air laut .Senyawa aktif yang memiliki
daya toksisitas tinggi diketahui berdasarkan nilai lethal concentration 50
LC
50
, yaitu suatu nilai yang menunjukkan konsentrasi zat toksik yang dapat menyebabkan kematian hewan uji sampai 50. Penentuan LC
50
dengan derajat kepercayaan 95 ditentukan dengan metode analisis probit. Senyawa kimia
berpotensi bioaktif jika mempunyai nilai LC
50
2.6 Larva Udang Artimia salina Leach.
kurang dari 1000 ppm.
Larva udang yang digunakan pada uji BSLT ini ialah larva udang dengan spesies A. salina yang termasuk dalam subkelas Branchiopoda. Keunggulan
penggunaan A.salina untuk uji BSLT ini ialah sifatnya yang peka terhadap bahan uji, siklus hidup yang lebih cepat, mudah dibiakkan dan harganya yang murah.
Sifat peka A.salina kemungkinan disebabkan oleh keadaan membrane kulitnya yang sangat tipis sehingga memungkinkan terjadinya difusi zat dari lingkungan
yang mempengaruhi metabolisme dalam tubuhnya. A.salina ditemukan hampir pada seluruh tempat dipermukaan perairan yang memiliki kisaran salinitas 10-20
gl, hal inilah yang menyebabkannya mudah dibiakkan. Meyer et al. 1982. Diameter sebutir telur A. salina berkisar antara 200-300 µm, sedangkan
berat keringnya sekitar 3,65 µg. Penetasan telur A.salina dilakukan dengan cara merendamnya dalam air laut bersuhu 25
2.7 Uji Kromatografi Lapis Tipis
C dalam waktu 24-36 jam. Dari dalam cangkang telur A. salina akan keluar larva yang juga dikenal nauplius Mudjiman
1983.
Kromatografi Lapis Tipis KLT merupakan proses analisis pemisahan senyaw-senyawa berdasarkan prinsip distribusi fase atau perpindahan komponen
yang dianalisa dari fase gerak menuju fase diam melalui proses kesetimbangan. Lapisan yang memisahkan terdiri atas bahan berbutir-butir fase diam,
ditempatkan pada penyangga berupa pelat gelas, logam, atau lapisan yang cocok. Campuran yang akan dipisahkan berupa larutan, ditotolkan pada kromatogram
Stahl 1985. Kromatografi lapis tipis bekerja berdasarkan distribusi fase adsorbsi cair
ke padat. Sebagai absorben atau fase padatnya berupa lapisan tipis bubur alumina, silika gel yang menempel pada selembar lempeng kaca atau lempeng alumunium.
Fase cairnya merupakan eluen yang digunakan untuk membawa zat yang
diperiksa bergerak melalui fase padat. Senyawa yang diperiksa ditotolkan pada permukaan lapis tipis dalam garis sejajar, kemudian dimasukkan kedalam botol
kromatografi yang berisi eluen dan dibiarkan hingga eluen dan senyawa bergerak naik pada lapis tipis. Warna akan terlihat dibawah sinar ultraviolet atau
disemprotkan larutan vanillin-asam sulfat. Dari hasil kromatografi lapis tipis selanjutnya dihitung nilai Rf Reterdation factor = faktor perintang rambatan
dengan rumus: Rf =
Jarak yang ditempuh oleh pelarut Jarak yang ditempuh oleh komponen
Nilai Rf ini menunjukan jumlah dan jenis senyawa yang telah diuji Clark 2007.
BAB III METODOLOGI