BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang
Keberadaan lahan kering di Indonesia masih cukup luas yakni 143 juta ha Hidayat dan Mulyani, 2005 dan 76,3 juta ha yang sesuai untuk lahan pertanian
Puslibangtanak, 2001; Admihardja et al., 2005. Lahan kering Indonesia dibedakan atas lahan kering basah dan lahan kering beriklim kering. Lahan kering
beriklim kering dicirikan curah hujan tahunan 2000 mmtahun Las et al., 1991, sedangkan menurut Irianto et al., 1998 curah hujannya 1500 mmtahun
dalam masa yang pendek, 3 – 5 bulan. Nusa Tenggara Timur NTT merupakan salah satu wilayah yang
dikategorikan sebagai lahan kering beriklim kering. Keberadan lahan kering NTT masih cukup potensial karena luasannya mencapai 3.35 juta hektar dan baru 34
yang dikelola oleh masyarakat Irham, 2008 dalam Kartiwa et al., 2009. Distribusi curah hujan yang tidak pasti merupakan faktor dominan yang
mempengaruhi produktivitas lahan kering, oleh karena itu diperlukan upaya khusus dalam pengaturan air irigasi. Pengaturan dalam pemberian irigasi di daerah
tropika sering menguntungkan produksi tanaman Bakker et al., 1999; Renault et al., 2001.
Hasil analisis neraca air Kedang et al., 2008 menyatakan bahwa surplus air di wilayah NTT terjadi pada bulan Februari – April, sedangkan defisit air
terjadi pada bulan Mei – Nopember, dengan demikian air merupakan sesuatu yang langka bagi masyarakat NTT. Praktek pertanian lahan kering dapat ditingkatkan
dengan meningkatkan indeks pertanaman dari 200 menjadi 300 Sutono et al., 2001; Soelaeman et al., 2001; Talao’hu et al., 2003. Namun pelaksanaan irigasi
tersebut belum efisien sehingga terjadi pemborosan sebesar 10.5 mmhari Sutono, et al., 2001. Secara umum diperlukan tindakan nyata untuk mengurangi
penggunaan air air irigasi menjadi 65 – 75 dengan cara menekan kehilangan air dan meningkatkan efisiensi pengairan Partowijoyo, 2002.
Peranan lahan kering semakin penting artinya pada saat sekarang ini dan menjadi pilihan alternatif karena ketersedian lahan yang cukup luas, disisi lain
lahan produktif sudah semakin sempit akibat adanya konversi lahan pertanian menjadi lahan industri dan perumahan, namun pemanfaatan lahan kering belum
maksimal, sehingga tidak representatif antara luasan tanah yang ada dengan upaya pemanfaataan atau lebih banyak dibiarkan menjadi lahan tidur tidak produktif,
sehingga produktivitas pertanian lahan kering semakin rendah. Upaya peningkatan hasil pertanian lahan kering beriklim kering perlu
tindakan secara selektif dan memilih komoditas yang adaptif terhadap kondisi lahan kering. Komoditas jagung sangat cocok dikembangkan di lahan kering
karena efisien dalam pengggunaan air juga resisten terhadap suhu yang tinggi dan secara fisiologi, efisiensi air juga dapat dilakukan dengan mengurangi tingkat
transpirasi tanaman melalui pemangkasan daun pada bagian tertentu yang tidak produktif Kadekoh, 2003, lebih lanjut dinyatakan Muhadjir et al., 1977 bahwa
tanaman jagung digolongkan sebagai tanamam C
4
, yang dicirikan tidak jenuh dengan cahaya, resisten terhadap suhu yang tinggi dan efisien dalam penggunaan
air. Kebiasaan petani pada lahan kering dalam memulai pengolahan lahan
pertanian masih bersifat tradisional dan kurang konservatif disebabkan karena proses transfer informasi dan teknologi tidak berjalan dengan baik Haryanti et al.,
2003, sehingga memicu munculnya kebiasaan yang kurang bagus seperti membakar lahan sebelum menanam. Kebiasaan tersebut dijadikan pilihan
alternatif karena dianggap lebih mudah, praktis serta biaya rendah akan tetapi dampaknya dapat merusak lingkungan dan kesuburan tanah sehingga mudah
mengalami degradasi lahan seperti erosi ketika hujan. Upaya mengatasi masalah kekurangan air pada lahan kering beriklim
kering dalam meningkatkan produktivitas pertanian adalah perlunya teknologi pengelolaan irigasi yang sederhana dengan cara mengatur penggunaan air
berdasarkan kebutuhan tanaman. Pemberian air pada tanaman tidak perlu berlebihan akan tetapi disesuaikan dengan kebutuhan tanaman pada setiap fasenya
Sosrodarsono dan Tekeda, 1987. Secara fisiologi pengurangan air bagi tanaman juga dapat dilakukan
dengan mengurangi tingkat transpirasi tanaman melalui pemangkasan daun pada bagian-bagian tertentu, sehingga uap air yang hilang melalui stomata daun dapat
direduksi. Memangkas daun pada bagian tertentu yang sedikit menerima cahaya berarti memutuskan aliran asimilasi pada daun yang tidak produktif, dan
berpindah ke bagian komponen hasil. Daun bagian atas lebih produktif karena cukup banyak cahaya yang diterima, sedangkan daun bagian bawah cenderung
agak ternaungi sehingga sedikit terkena cahaya. Tingginya penerimaan cahaya mencerminkan proses fotosintesis yang terjadi cukup besar. Sehingga perlu
pemangkasan daun yang tidak produktif Kadekoh, 2003. Pengaturan sistim pemberian air irigasi dengan pola beralur furrow yang
dikombinasikan dengan pemangkasan daun bagian bawah pada tanam jagung diharapkan dapat menghasilkan efisiensi air sesuai kebutuhan tanaman dan
efisiensi energi radiasi pada lahan kering beriklim kering sehingga produktivitas hasil dapat tercapai secara optimum.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pengaturan pemberian air irigasi dengan pemangkasan daun bagian bawah terhadap
pertumbuhan dan produktivitas tanaman jagung.
Hipotesis
1. Pengaturan pemberian air irigasi akan mengifisienkan penggunaan air untuk kebutuhan air pada tanaman jagung pada periode musim kemarau.
2. Pemangkasan daun bagian bawah tanaman jagung akan mengifisienkan aliran energi radiasi dan akan berpengaruh pada produktivitas jagung.
3. Interaksi pengaturan pemberian air irigasi dengan pemangkasan daun bawah tanaman jagung akan berpengaruh pada produktivitas.
Keluaran yang diharapkan
Dalam penelitian ini diharapkan suatu rekomendasi tentang pemberian air irigasi yang efisien dan pemangkasan daun pada bagian bawah tanaman jagung
yang sesuai dalam meningkatkan produktivitas pada lahan kering beriklim kering.
BAB II TINJAUN PUSTAKA