Green and Ampt 6 Simulasi Infiltrasi pada Berbagai Tekstur Tanah 6.1

Nilai masing-masing parameter yang diperlukan untuk menduga besarnya kedalaman wetting front pada tiap kelas tektur tanah dapat dilihat pada Tabel 5. Sedangkan kedalaman wetting front selama infiltrasi berlangsung dari awal hingga mencapai waktu 1 jam dapat dilihat pada Gambar 35. Tabel 5. Parameter model infiltrasi Green and Ampt pada 10 kelas tekstur ISSS; diduga menggunakan indeks ditribusi ukuran pori No. Tekstur Ks cmdetik θ s cm 3 cm 3 θ i cm 3 cm 3 H cm H 2 O b H f cm H 2 O 1 Liat berat 9.31 x 10 -4 0.404 0.215 5.2 -53.3 2 Liat berpasir 4.19 x10 -4 0.426 0.208 5.2 -33.8 3 Lempung liat berpasir 4.97 x 10 -4 0.409 0.255 8.5 -31.9 4 Lempung berpasir 1.61 x 10 -3 0.435 0.205 5.0 -53.0 5 Pasir 3.14 x 10 -3 0.469 0.263 5.5 -50.7 6 Liat ringan 9.56 x 10 -4 0.457 0.281 7.5 -44.8 7 Lempung berliat 2.28 x 10 -4 0.383 0.229 8.3 a -31.5 8 Lempung 1.72 x 10 -3 0.521 0.296 5.5 -54.2 9 Liat berdebu 4.17 x 10 -4 0.450 0.307 9.9 -42.4 10 Lempung liat berdebu 3.61 x 10 -4 0.600 0.263 5.4 a -17.8 Keterangan: θ i menunjukkan kadar air tanah awal yaitu pada potensial matrik 1000 cm H 2 O b menunjukkan indeks distribusi ukuran pori a menunjukkan koefisien determinasi R 2 dari Persamaan 45 bernilai 50 H f diperoleh melalui optimisasi terhadap Persamaan 74, 75, dan 77 Rawls et al . 1993, Clapp and Hornberger 1978; Cosby et al . 1984; dan Mishra et al . 1989 dalam Dingman 2002 menyatakan bahwa nilai indeks distribusi ukuran pori sangat tergantung pada tekstur tanah. Sebagai perbandingan terhadap Tabel 5, Tabel 6 menunjukkan nilai indeks distribusi ukuran pori dan air-entry tension untuk tanah subtropika yang ditentukan menggunakan analisis data statistika pada sejumlah besar contoh tanah. Apabila nilai simpanan air kumulatif hasil simulasi infiltrasi Richards- Darcy digunakan sebagai data infiltrasi kumulatif pada model infiltrasi Green and Ampt , kedalaman wetting front diperoleh dengan menggunakan Persamaan 78. Setelah penentuan kedalaman wetting front , optimisasi terhadap Persamaan 19 menggunakan Solver Add-In pada Microsoft Excel akan menghasilkan nilai H f dugaan seperti pada Tabel 7. Lempung berliat 0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 t 12 detik L f c m Liat berat 0.0 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0 0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 t 12 detik L f c m Liat ringan 0.0 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0 0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 t 12 detik L f c m Lempung 0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 t 12 detik L f c m Pas ir 0.0 50.0 100.0 150.0 0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 t 12 detik L f c m Lempung liat berpas ir 0.0 10.0 20.0 30.0 40.0 0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 t 12 detik L f c m Liat berpas ir 0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 30.0 0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 t 12 detik L f c m Lempung berpas ir 0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 t 12 detik L f c m Lempung liat berdebu 0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 t 12 detik L f c m Liat berdebu 0.0 10.0 20.0 30.0 40.0 0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 t 12 detik L f c m Gambar 35. Kedalaman wetting front selama proses infiltrasi berlangsung dari awal hingga mencapai waktu 1 jam pada 10 kelas tekstur ISSS Pada Gambar 35 terlihat bahwa kedalaman wetting front meningkat secara linier dengan semakin meningkatnya waktu tempuh. Variasi nilainya cukup besar mulai dari yang paling dangkal pada tekstur lempung liat berdebu sampai yang paling dalam pada tekstur pasir. Selain dipengaruhi oleh waktu tempuh, besarnya konduktivitas hidrolik tanah jenuh, serta selisih antara kadar air tanah jenuh dan kadar air awal sebelum infiltrasi berlangsung, sangat mempengaruhi besarnya kedalaman wetting front . Tabel 6. Nilai air entry tension dan indeks distribusi ukuran pori berdasarkan analisis 1845 tanah; nilai-nilai dalam tanda kurung merupakan standar deviasi. Tekstur tanah ψ ae cm H 2 O b Pasir 12.1 14.3 4.05 1.78 Pasir berlempung 9.0 12.4 4.38 1.47 Lempung berpasir 21.8 31.0 4.90 1.75 Lempung berdebu 78.6 51.2 5.30 1.96 Lempung 47.8 51.2 5.39 1.87 Lempung liat berpasir 29.9 37.8 7.12 2.43 Lempung liat berdebu 35.6 37.8 7.75 2.77 Lempung berliat 63.0 51.0 8.52 3.44 Liat berpasir 15.3 17.3 10.4 1.64 Liat berdebu 49.0 62.1 10.4 4.45 Liat 40.5 39.7 11.4 3.70 Sumber: modifikasi dari Clapp and Hornberger 1978 dalam Dingman 2002. Tabel 7. Parameter model infiltrasi Green and Ampt pada 10 kelas tekstur ISSS; diduga menggunakan data hasil simulasi infiltrasi Richards-Darcy No. Tekstur Ks cmdetik θ s cm 3 cm 3 θ i cm 3 cm 3 H cm H 2 O H f cm H 2 O 1 Liat berat 9.31 x 10 -4 0.404 0.215 -25.5 2 Liat berpasir 4.19 x10 -4 0.426 0.208 -11.7 3 Lempung liat berpasir 4.97 x 10 -4 0.409 0.255 -7.6 4 Lempung berpasir 1.61 x 10 -3 0.435 0.205 -31.9 5 Pasir 3.14 x 10 -3 0.469 0.263 -21.0 6 Liat ringan 9.56 x 10 -4 0.457 0.281 -13.3 7 Lempung berliat 2.28 x 10 -4 0.383 0.229 -8.6 8 Lempung 1.72 x 10 -3 0.521 0.296 -29.2 9 Liat berdebu 4.17 x 10 -4 0.450 0.307 -16.3 10 Lempung liat berdebu 3.61 x 10 -4 0.600 0.263 -113.9 Keterangan: θ i menunjukkan kadar air tanah awal yaitu pada potensial matrik 1000 cm H 2 O H f diperoleh melalui optimisasi terhadap Persamaan 19 Terlihat pada Tabel 5 dan Tabel 7 bahwa nilai H f yang diperoleh dengan menggunakan dua pendekatan tersebut menghasilkan nilai dugaan yang berbeda. Apabila mengacu ke Gambar 10 dan nilai air-entry tension pada Tabel 4 jelas terlihat bahwa nilai H f pada Tabel 5 lebih logis jika dibandingkan dengan nilai H f pada Tabel 7. Hillel 1980 menyatakan bahwa penentuan kedalaman wetting front dan potensial matrik di kedalaman wetting front pada model infiltrasi Green and Ampt menjadi sangat krusial karena besarnya infiltrasi kumulatif sangat tergantung pada kedalaman wetting front dan potensial matrik di kedalaman wetting front tersebut.

4.6.3 Philip

Menurut Philip 1957 dalam Dingman 2002, sorptivity adalah suatu laju dimana air akan mengalir menuju lapisan tanah takjenuh tanpa pengaruh gaya gravitasi. Sedangkan Culligan et al . 2005 menyatakan bahwa sorptivity merupakan suatu besaran yang mengkuantifikasi efek kapilaritas terhadap gerakan air dalam suatu material poros. Pada proses infiltrasi menuju material yang awalnya kering, sorptivity adalah suatu parameter yang tergantung baik pada karakteristik material maupun cairannya, misalnya kadar air tanah maksimum di sekitar kedalaman wetting front . Dengan memanfaatkan data simpanan air dan waktu tempuh kumulatif hasil simulasi infiltrasi Richards-Darcy , nilai sorptivity dari masing-masing kelas tekstur tanah dapat ditentukan dengan menggunakan Persamaan 30. Tabel 8 dan Gambar 36 berturut-turut menunjukkan hasil optimisasi nilai sorptivity , Sp dan transmisivitas tanah, Kp pada masing-masing kelas tekstur, serta hubungan antara sorptivity dan potensial matrik di kedalaman wetting front pada tekstur pasir, lempung, dan liat berat pada beberapa kadar air tanah awal. Terlihat pada Tabel 8 bahwa secara umum nilai sorptivity cenderung semakin meningkat dengan semakin meningkatnya nilai kadar air tanah di kedalaman wetting front dan konduktivitas hidrolik tanah jenuh, kecuali pada kelas tekstur lempung liat berdebu. Tabel 8. Parameter model infiltrasi Philip