Tingkat Pendidikan, Lapangan Pekerjaan, dan Produktivitas Angkatan Kerja yang Bekerja

PROFIL KUANTITAS DAN KUALITAS PENDUDUK PROVINSI BALI TAHUN 2015 25

4.2 Tingkat Pendidikan, Lapangan Pekerjaan, dan Produktivitas Angkatan Kerja yang Bekerja

Kualitas SDM suatu negaradaerah tercermin dari tinggi rendahnya angka indeks Pembangunan Manusia-nya IPM. Makin tinggi angka IPM menunjukkan kualitas SDM negaradaerah yang bersangkutan makin tinggi pula. IPM dibentuk oleh tiga komponen yaitu a Angka Harapan Hidup sebagai cermin kesehatan, b pendapatan per kapita sebagai cermin daya beli, dan c melek huruf serta rata rata lama sekolah sebagai cermin tingkat pengetahuan. Pengukuran IPM suatu negaradaerah dilakukan terhadap semua penduduk umur 15 tahun keatas. Oleh karena itu untuk mengetahui kualitas angkatan kerja yang bekerja selanjutnya angkatan kerja yang bekerja disebut: pekerja hanya dapat dilakukan dengan melihat tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkannya. Tabel 4.2 menunjukkan bahwa periode 2010-2014 tingkat pendidikan pekerja makin tinggi. Hal ini terlihat dari pekerja yang berpendidikan SLTP Umum kebawah proporsinya makin menurun dari 60,6 persen 2010 menjadi 52,6 persen 2014. Sebaliknya yang berpendidikan SMU keatas proporsinya meningkat dari 38,7 persen 2010 menjadi 46,5 persen 2014. Peningkatan pendidikan tersebut terjadi baik untuk pekerja laki laki ataupun perempuan. Tetapi secara keseluruhan tingkat pendidikan pekerja laki laki lebih tinggi dibandingkan dengan yang perempuan.Hal ini terjadi baik pada tahun 2010 ataupun 2014. Perbedaan tingkat pendidikan tertinggi para pekerja diikuti oleh perbedaan dalam sektorlapangan pekerjaan mereka. Distribusi pekerja menurut sektor menjadi cermin apakah perekonomian suatu daerah masih berorientasi pada Sektor Primer, atau sudah beralih ke Sektor Sekunder dan atau Tersier. Periode 2010-2014 struktur perekonomian Provinsi Bali dari aspek penyerapan pekerja mengalami perubahan yang signifikan. Pada Tabel 4.3 terlihat kontribusi Sektor Primer dalam menyerap pekerja menurun dari 31,2 persen menjadi 23,6 persen. Sebaliknya dua sektor yang lain yaitu sekunder dan tertier kontribusinya dalam menyerap pekerja makin tinggi. Sektor Sekunder meningkat dari 20,7 persen menjadi 23,2 persen, sedangkan Sektor Tertier peningkatannya lebih tinggi yaitu dari 48,1 persen menjadi 53,0 persen. Melihat angka angka tersebut ini berarti baik pada tahun 2010 ataupun 2014, struktur perekonomian Provinsi Bali sudah berorientasi pada Sektor Tertier. Hal ini terlihat dari paling besarnya kontribusi sektor ini dalam menyerap pekerja. Malahan tahun 2014 Sektor PROFIL KUANTITAS DAN KUALITAS PENDUDUK PROVINSI BALI TAHUN 2015 26 Tertier menyerap pekerja lebih dari 50,0 persen kemudian disusul oleh Sektor Sekunder dan Primer masing masing sekitar 23,0 persen. Pengalaman negara negara maju dalam proses pembangunan terjadi perubahan struktur perekonomian mereka dari Sektor Primer ke Sektor Skunder dan atau Tertier. Pergesearan ini terjadi karena pendapatan pekerja di Sektor Primer umumnya lebih rendah dibandingkan dengan dua sektor yang lainnya. Tabel 4.2. Perkembangan tingkat pendidikan angkatan kerja yang bekerja, Provinsi Bali, 2010-2014. 2010 2014 No Pendidikan tertinggi yg ditamatkan L P L dan P L P L dan P 1 Tidakbelum pernah sekolah 5,0 11,0 7,7 3,6 9,0 6,0 2 Tidakbelum tamat SD 12,7 14,2 13,4 10,0 13,8 11,7 3 Sekolah Dasar 21,4 26,0 23,5 18,3 23,8 20,8 4 SLTP Umum 15,5 16,6 16,0 14,8 13,3 14,1 5 SLTP Kejuruan 0,9 0,5 0,7 0,8 0,6 0,7 6 SMU 22,2 13,5 18,2 25,2 16,4 21,2 7 SMK 11,5 9,0 10,4 12,6 10,5 11,6 8 Diploma III 3,0 2,3 2,7 2,6 2,0 2,3 9 AkademiDiploma III 1,6 1,5 1,6 2,0 2,0 2,0 10 S1D IV 5,6 5,1 5,4 8,6 7,8 8,3 11 Program S2S3 0,5 0,2 0,4 1,5 0,7 1,1 Jumlah: orang 100,0 1.191.888 100,0 985.470 100,0 2.177.358 100,0 1.248.588 100,0 1.024.044 100,0 2.272.632 Sumber: Sakernas 2010 dan 2014. Dari segi jenis kelamin terlihat di Sektor Primer dan Tertier proporsi pekerja perempuan lebih banyak dibandingkan dengan laki laki. Sedangkan di Sektor Sekunder proporsi pekerja laki laki lebih banyak dibandingkan perempuan. Kondisi ini terjadi baik pada tahun 2010 dan 2014.Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa partisipasi perempuan di Provinsi Bali sebagai angkatan kerja relatif tinggi. BPS dalam perhitungan PDB Produk Domestik Bruto atau PDRB Produk Domestik Regional Bruto mengelompokkan kegiatan ekonomi menjadi sembilan lapangan usaha. Oleh karena demikian pekerja yang melakukan kegiatan proses produksi barang dan jasa terebar pada sembilan lapangan usaha tersebut. Seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.3 empat dari sembilan lapangan usaha mampu menyerap pekerja masing masing lebih dari 10,0 persen. Empat lapangan usaha PROFIL KUANTITAS DAN KUALITAS PENDUDUK PROVINSI BALI TAHUN 2015 27 tersebut adalah a Perdagangan, Hotel Restoran: 29,0 persen, b Pertanian: 23,2 persen, c Jasa-jasa: 17,3 persen, dan d Industri: 13,9 persen. Lima lapangan usaha yang lain menyerap pekerja masing masing kurang dari 5,0 persen kecuali Bangunan 9,0 persen Tabel 4.3 Distribusi angkatan kerja yang bekerja menurut sektor, Provinsi Bali, 2010-2014 2010 2014 Sektorlapangan usaha L P L dan P L P L dan P 1. SEKTOR PRIMER:  Pertanian dlm arti luas  Pertambangan Galian 29,6 29,3 0,3 33,1 32,8 0,3 31,2 30,9 0,3 22,9 22,4 0,5 24,6 24,3 0,3 23,6 23,2 0,4

2. SEKTOR SKUNDER:

 Industri  Listrik dan air  Bangunan 23,4 12,8 0,3 10,3 17,5 15,3 0,03 2,2 20,7 13,9 0,2 6,6 25,9 11,6 0,4 13,9 20,2 16,8 0,2 3,2 23,2 13,9 0,3 9,0 3. SEKTOR TERTISIER:  Perdagangan, Hotel Restoran  Angkutan, Pergudangan Komunikasi  Keuangan, Asuransi, Usaha persewaan, dll  Jasa-jasa. 47,0 21,6 6,6 3,1 15,7 49,3 31,8 1,7 2,2 13,6 48,1 26,2 4,4 2,7 14,8 51,2 24,3 5,1 3,8 18,0 55,1 34,7 0,6 3,4 16,4 53,0 29,0 3,1 3,6 17,3 Jumlah: orang 100,0 1.191.888 100,0 985.470 100,0 2.177.358 100,0 1.248.588 100,0 1.024.044 100,0 2.272.632 Sumber: Sakernas 2010 dan 2014. Jika jumlah pekerja pada masing masing lapangan usaha tersebut digunakan sebagai faktor pembagi dari nilai tambah yang tercipta pada lapangan usahanya, maka hasil bagi tersebut menggambarkan rata rata produktivitas per pekerja pada lapangan usaha yang bersangkutan. Rata rata produktivitas ini lebih valid menggambarkan tingkat penghasilan masyarakat dibandingkan menggunakan pendapatan per kapita. Pendapatan per kapita merupakan hasil bagi antara PDRB dengan seluruh penduduk. Dalam hal ini semua penduduk dianggap mempunyai penghasilan. Padahal yang sesungguhnya mempunyai penghasilan adalah mereka yang tergolong sebagai pekerja. Kelemahan lain dari pendapat per kapita adalah semua penduduk penghasilannya dianggap sama. Tetapi kalau menggunakan produktivitas per pekerja, paling tidak diperoleh gambaran perbedaan penghasilan pekerja menurut lapangan usaha. Artinya pekerja pada lapangan usaha mana penghasilannya tergolong tinggi, menengah, atau rendah. Penghasilan disini PROFIL KUANTITAS DAN KUALITAS PENDUDUK PROVINSI BALI TAHUN 2015 28 tercermin dari tingkat produktivitas per pekerja pada masing masing lapangan usaha. Periode 2010-2013 pendapatan per kapita penduduk Provinsi Bali meningkat dari Rp 7,4 juta menjadi Rp 8,2 juta atau tumbuh rata rata 3,5 persen per tahun menurut harga konstan. Tetapi jika menggunakan produktivitas per pekerja, penghasilan pekerja pada periode yang sama naik dari RP 13,3 juta menjadi Rp 15,3 juta atau tumbuh rata rata 4,8 persen per tahun menurut harga konstan. Dilihat dari indikator pendapatan per kapita dan produktivitas per pekerja, secara makro arah pembangunan di Provinsi Bali sudah berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Tetapi kalau dilihat produktivitas per lapangan usaha tidak sepenuhnya benar. Seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.4 produktivitas per pekerja sangat variatif. Tahun 2013 misalnya produktivitas antar lapangan usaha bervariasi antara Rp 7,4 juta Bangunan sampai Rp 60,9 juta Listrik, Gas Air. Variasi ini mencerminkan terjadinya distribusi pendapatan yang kurang merata diantara kelompok kelompok masyarakat. Kedua, periode 2010-2013 dua dari sembilan lapangan usaha produktivitas per pekerjanya menurun yaitu pekerja pada Lapangan Usaha Listrik, Gas dan Air serta Bangunan. Penurunan yang signifikan terjadi pada Lapangan Usaha Listrik, Gas, dan Air sekitar 22,0 persen, sedangkan Bangunan hanya 2,6 persen. Kendatipun demikian Lapnagan Usaha Listrik, Gas dan Air produktivitas per pekerjanya tetap menduduki posisi tertinggi dibandingkan dengan delapan lapangan usaha yang lain. Berbeda dengan Lapangan Usaha Bangunan yng menduduki posisi terendah. Tabel 4.4. Perkembangan produktivitas pekerja menurut lapangan usaha, Provinsi Bali, 2010-2013 harga konstan 2000. Produktivitas per pekerja Rp jutatahun No. Lapangan Usaha 2010 2013 Pertum- buhan per tahun 1 Pertanian dalam arti luas 8,5 11,3 10,0 2 Pertambangan dan Penggalian 26,8 28,9 2,5 3 Industri pengolahan 9,7 10,7 3,3 4 Listrik, Gas, dan Air 111,0 60,9 - 22,2 5 Bangunan 8,0 7,4 - 2,6 6 Perdagangan, Hotel Restoran 16,1 17,8 3,4 7 Angkutan, Pergudangan, dan Komunikasi 33,5 53,0 16,5 8 Keuangan, Asuransi, dan Usaha persewaan 34,7 27,2 - 8,4 9 Jasa-jasa 12,4 13,7 3,4 Keseluruhan 13,3 15,3 4,8 Sumber: BPS Provinsi Bali data diolah. Catatan: Data PDRB tahun 2014 tidak tersedia sehingga yang digunakan adalah data Jumlah pekerja dan PDRB 2013. PROFIL KUANTITAS DAN KUALITAS PENDUDUK PROVINSI BALI TAHUN 2015 29 Ketimpangan dalam distribusi pendapatan juga terlihat jika produktivitas per pekerja dikaitkan dengan kemampuan masing masing lapangan usaha menyerap pekerja. Pada Tabel 4.4 terlihat produktivitas per pekerja yang tinggi terjadi pada a Lapangan Usaha Listrik, Gas Air, b Angkutan, Pergudangan Komunikasi, c Pertambangan Penggalian, dan d Keuangan, Asuransi Usaha persewaan. Tetapi keempat lapangan usaha ini kemampuannya menyerap pekerja relatif rendah yaitu sekitar 7,0 persen. Ini berarti hanya 7,0 persen dari seluruh pekerja yang mempunyai produktivitas Rp 27 juta sampai Rp 61 juta. Mayoritas sekitar 93,0 persen pekerja rata rata produktivitasnya kurang dari Rp 20,0 juta 2013. Makin timpangnya distribusi pendapatan juga terlihat dari makin tingginya angka Gini Rasio Provinsi Bali dari 0,37 2010 menjadi 0,40 2013. Makin timpangnya distribusi pendapatan menggambarkan penduduk yang kaya makin kaya, sebaliknya penduduk miskin makin miskin atau minimal mereka tetap miskin.

4.3 Pengangguran