commit to user
2
A. Pendahuluan
Modernitas hadir melanda kota sebagai arenanya, hal ini menjadikan budaya pop turut mendominasi kebudayaan baru kota. Perombakan-perombakan yang dilakukan
sistem globalisasi bergerak atas semangat ideologi positivisme berdasar akal, kebenaran empiris, universalitas, dan alasan-alasan kemajuan yang sangat memihak pada
kepentingan aktivitas materiil Giddens, 2001: 14. Semua aktivitas kota dalam sistem globalisasi kemudian dipahami berjalan apa adanya, bahkan tanpa tujuan, manfaat,
praktis, dan dehumanis.Kota sebagai wajah peradaban dunia dan arena lokomotif modernisasi terus mengalami perubahan dan terkonstruksi berbagai konsepsi baru. Kota
Yogyakarta sebagai salah satu potret kota tua di Indonesia turut mengalami perubahan baik fisik, sosial, ekonomi maupun kultural.
Modernitas yang sudah berkembang akibat sistem globalisasimulai mendominasi karakter kebudayaan Kota Yogyakarta. Dalam kondisi tersebut, produksi kultural berupa
kesenian kini bermunculan dalam kelompok-kelompok kolektif masyarakat dan komunitas seni, salah satunya berada di Kampung Bumen dengan identitasnya sebagai
Kampung Seni. Kampung Seni adalah sebuah konsep pemanfaatan lahan terbuka sesuai dengan peruntukkannya, dimana pengolahan fungsi-fungsi dan kegiatan di dalamnya
menjadi sebuah langkah untuk mengangkat isu pelestarian kawasan budaya dalam mengangkat citra kota Yohannes, 2010: 34. Kampung Bumen adalah salah satu
kampung kota yang ada di Yogyakarta. Kampung Kota diartikan sebagai bentuk pemukiman di wilayah perkotaan yang khas Indonesia dengan ciri antara lain: penduduk
masih membawa sifat dan prilaku kehidupan pedesaan yang terjalin dalam ikatan kekeluargaan yang erat, kondisi fisik bangunan dan lingkungan kurang baik dan tidak
beraturan, kerapatan bangunan dan penduduk tinggi, sarana pelayanan dasar serba kurang, seperti air bersih, saluran air limbah dan air hujan, pembuatan sampah dan
lainnya Khudori, 2002: 7-8. Identitas sebagai Kampung Seni tersebut menjadi arena dari berkembangnya
produksi kultural seni di Kampung Bumen. Produksi kultural di Kampung Bumen menjadi bentuk reaktif atas kondisi kesenian di Kota Yogyakarta dimana ruang publik
bagi seni pertunjukan yang ada hampir tidak memberikan ruang bagi para pelaku seni di Kampung Bumen untuk tampil di depan masyarakat luas, karena didominasi oleh
seniman dari institusi-institusi pendidikan seni. Inilah yang menjadikan kelompok- kelompok seni di Kampung Bumen mulai aktif mereproduksi kebudayaan lokal berupa
commit to user
3
kesenian tradisional dalam Produksi Kultural Kampung Senisebagai kantong produksi kebudayaan baru di Kota Yogyakarta.
Produksi kultural merupakan sebuah proses aktif yang menegaskan keberadaannya dalam kehidupan sosial sehingga mengharuskan adanya adaptasi bagi
kelompok yang memiliki latar belakang kebudayaan yang berbeda Abdullah, 2010: 41. Produksi Kultural Kampung Seni di Kampung Bumen dilakukan melalui hubungan
antara aktor dan struktur yang dijelaskan melalui habitus, modal, dan arena untuk menggambarkan perjuangan aktor dalam memperoleh posisi pada ruang sosial. Habitus
menjadi dasar penggerak tindakan dan pemikiran sebagai kecenderungan sikap dan skema klasifikasi generatif persepsi dan apresiasi atas praktik Bourdieu, 2011:
174.Aktor memiliki modal yang darinya itulah praktik bisa dimungkinkan. Modal adalah sekumpulan sumber kekuatan dan kekuasaan yang benar-benar dapat digunakan,
yang terdiri dari modal ekonomi, modal budaya, modal sosial, dan modal simbolik Bourdieu, 2012: 114. Berbagai modal tersebut berfungsi sebagai modal pendukung
bahkan juga modal penghambat dalam Produksi Kultural Kampung Seni di Kampung Bumen khususnya untuk pengelolaan Kampung Seni di Kampung Bumen.
B. Metode Penelitian