menggunakan bahasa Indonesia, maka dari itu masih sedikit sulit baginya untuk mempraktekkan bahasa Indonesia yang telah ia pelajari.
Saat berkomunikasi dengan orang lain, Dolly juga tidak pernah membuat jarak khusus. Begitu juga dengan bau badan yang sudah
menjadi stereotip pada orang Afrika, tapi tidak dengan Dolly. Perempuan yang sering tersenyum ini tidak memiliki bau badan yang
menyengat. Dan selalu mengenakan pakaian yang sopan standar Indonesia dimanapun dia berada atau berpergian.
Dolly mengaku, sebelumnya dia sudah tahu Indonesia sejak di bangku sekolah. Setelah dinyatakan mendapat beasiswa ke Indonesia,
dia kembali mencari tahu lebih banyak melalui internet. Meski begitu ia masih mengalami
culture shock
dengan banyak hal, mulai dari bahasa, musim, makanan dan kendaraan yang ada di Indonesia, serta
budaya bertanya orang Jawa.
7. Loh Man
Wawancara dilakukan pada; Tanggal
: 12 Juni 2016 Pukul
: 21.00 WIB Lokasi
: Gedung D, Wisma UNS Lohman terdaftar sebagai mahasiswa S1 Teknik Sipil, Fakultas
Teknik di Universitas Sebelas Maret Surakarta. Laki-laki berusia 26 tahun ini sudah berada di Indonesia sejak bulan Januari tahun 2012.
Meski ia termasuk mahasiswa asing asal Kamboja, tapi ukuran
badannya tidak jauh berbeda dengan orang Indonesia. Yang membedakan hanya kulitnya yang cukup putih untuk ukuran laki-laki
Indonesia. Bentuk wajah, tinggi badan dan semacamnya tidak jauh berbeda dengan laki-laki Indonesia pada umumnya.
“Udah sekitar 4 tahunan lah, ya? Udah dari tahun 2012.” Lohman, wawancara, 12 Juni 2016
Saat wawancara, sambil duduk santai dan bersandar pada sofa,
ia menjawab semua pertanyaan dengan baik menggunakan bahasa Indonesia sepenuhnya. Kakinya yang
jegang
dan tangannya tidak banyak bergerak memberikan kesan tenang. Tidak heran jika banyak
yang mengira ia mahasiswa lokal. Pandangan matanya tidak terlalu fokus, sambil melihat sekitar atau sesekali melihat ke atas seolah
mengingat-ingat hal yang sudah lampau, ia menjawab pertanyaan dengan yakin meski tidak terlalu ekspresif. Sesekali ia cerita panjang
lebar dan mengeluhkan beberapa hal. Ia juga mengaku jarang bergaul dengan mahasiswa asing selain dari Kamboja karena memang ia
berada di gedung yang berbeda dengan mahasiswa asing baru yang lain, yang rata-rata menempati gedung baru.
“Dulu awalnya kan bahasa Indonesia masih asing. Emm… gimana ya? Yang paling bermasalah sih mahasiswa lokal sering
pakai bahasa Jawa, tapi sampai sekarang sih, oke aja lah.” Lohman, wawancara, 12 Juni 2016
Lohman mengaku, sekarang ini ia banyak menggunakan bahasa
verbal dan itu adalah bahasa Indonesia. Meski ia menguasai 3 bahasa, yaitu bahasa Kamboja, Inggris dan Indonesia, ia hanya sedikit
menggunakan bahasa Inggris dalam kesehariannya, mungkin hanya
1, terangnya. Selain sudah lama tinggal di Indonesia, lingkungannya termasuk kampus dan Wisma UNS gedung lama yang banyak diisi
mahasiswa lokal membuatnya belajar dan mempraktekkan bahasa Indonesia lebih sering.
Tidak ada jarak khusus yang ia bangun saat berkomunikasi dengan peneliti waktu wawancara. Sikap ramah khas orang Kamboja
juga masih terlihat jelas pada diri Lohman. Dengan mengenakan kaos dan jaket serta celana
jeans
layaknya mahasiswa Indonesia yang lain, ia terlihat tampil apa adanya.
Sebelum datang ke Indonesia, Lohman sama sekali tidak mencari tahu tentang Indonesia, apalagi kota Solo. Beberapa gegar
budaya yang ia rasakan adalah bahasa, jalanan yang berbeda dengan Kamboja, karena di Kamboja orang berjalan di sebelah kiri seperti
banyak negara lain diluar sana, serta budaya mengamen. Awal datang kesini ia mengaku kaget dengan adanya pengamen dibanyak tempat di
kota Solo khususnya. Akan tetapi, sekarang Lohman sudah terbiasa dengan semua itu dan tidak lagi terlalu menjadi masalah baginya.
8. Math Tomizhy