1, terangnya. Selain sudah lama tinggal di Indonesia, lingkungannya termasuk kampus dan Wisma UNS gedung lama yang banyak diisi
mahasiswa lokal membuatnya belajar dan mempraktekkan bahasa Indonesia lebih sering.
Tidak ada jarak khusus yang ia bangun saat berkomunikasi dengan peneliti waktu wawancara. Sikap ramah khas orang Kamboja
juga masih terlihat jelas pada diri Lohman. Dengan mengenakan kaos dan jaket serta celana
jeans
layaknya mahasiswa Indonesia yang lain, ia terlihat tampil apa adanya.
Sebelum datang ke Indonesia, Lohman sama sekali tidak mencari tahu tentang Indonesia, apalagi kota Solo. Beberapa gegar
budaya yang ia rasakan adalah bahasa, jalanan yang berbeda dengan Kamboja, karena di Kamboja orang berjalan di sebelah kiri seperti
banyak negara lain diluar sana, serta budaya mengamen. Awal datang kesini ia mengaku kaget dengan adanya pengamen dibanyak tempat di
kota Solo khususnya. Akan tetapi, sekarang Lohman sudah terbiasa dengan semua itu dan tidak lagi terlalu menjadi masalah baginya.
8. Math Tomizhy
Wawancara dilakukan pada; Tanggal
: 10 Juni 2016 Pukul
: 19.40 WIB Lokasi
: Gedung D, Wisma UNS
Tomi, begitulah teman-temannya memanggil Math Tomzhy. Laki-laki berusia 28 tahun yang masih menempuh S1 jurusan
Agroteknologi di UNS ini sudah lama berada di Indonesia. Memasuki semester akhir, membuat lelaki yang memiliki kulit putih, mata minus
dan tubuh kurus ini semakin sibuk akhir-akhir ini. Saat bertemu untuk wawancara, kesan pertama yang didapat
oleh peneliti ada kesan pendiam dan
cuek
. Dan saat wawancara berlangsung pun ia hanya menjawab dengan singkat. Duduknya santai,
akan tetapi jawaban-jawabannya yang singkat membuat wawancara berlangsung sangat cepat karena memang tidak banyak yang ia
sampaikan. Hanya dengan mengenakan kaos dan celana pendek, ia menjawab pertanyaan seperlunya. Tidak banyak gerakan tangan dan
tidak banyak berekspresi. “Semua orang. Tetapi kebanyakan dengan teman dekat saja.”
Tomi, wawancara, 10 Juni 2016 Tomi mengaku, untuk berkomunikasi ia lebih banyak
menggunakan bahasa verbal, akan tetapi ia tidak banyak berkomunikasi dengan orang lain, hanya orang-orang tertentu saja.
Meski ia sudah mahir bahasa Indonesia, ia tidak banyak berkumpul dengan teman-temannya baik di kampus maupun di Wisma UNS.
Orang Kamboja terkenal dengan keramahannya, tapi tidak begitu dengan Tomi. Ia hanya sedikit tersenyum dan hanya menyapa
orang-orang tertentu. Meski tidak ada jarak khusus yang ia bangun saat
berkomunikasi dengan orang lain, tapi hal itu tidak membuatnya terlihat lebih ramah.
Tomi mengatakan bahwa sebelum datang ke Indonesia dia sempat mencari tahu sedikit di internet. Tapi tetap saja dia mengalami
gegar budaya khususnya pada masalah bahasa dan makanan –yang
pedas. Meski sama-sama Asia, makanan di Kamboja tidak sepedas makanan di Indonesia.
“Tidak ada. Kalau dulu awal-awal ya paling bahasa sama seperti yang lain. Kalau sekarang sudah tidak ada masalah lagi.”
Tomi, wawancara, 10 Juni 2016
9. Tommy Anderson R