kemudiannya. Di periode perubahan ini hasil pemeriksaan emisi otoakustik bisa ‘refer’ oleh karena gangguan pada gendang telinga yang
sementara. 4.
Hanya separuh dari bagian tulang saluran telinga terbentuk waktu kelahiran bayi. Perkembangan yang tidak sempurna ini juga bisa
menyebabkan gangguan pendengaran pada neonatus karena gangguan transmisi getaran suara ke koklea.
Berdasarkan penerangan diatas neonatus yang baru lahir dengan berat badan yang rendah berisiko mengalami gangguan pendengaran konduktif pada skrining
pertama. Untuk memastikan tipe gangguan pendengaran pada neonatus ddengan benar harus dilakukan pemeriksaan follow-up sehingga usia neonatus 3 tahun
setiap 6 bulan.
2.5 Angka Kejadian
Di Indonesia berdasarkan survei kesehatan indra pendengaran di tujuh provinsi tahun 1994-1996, sebesar 0.1 penduduk menderita tuli kongenital.
Hasil survei tersebut juga menunjukkan bahwa prevalensi gangguan pendengaran pada anak kelompok usia 0-4 tahun, 5-6 tahun dan 7-18 tahun berturut-turut
sebesar 8,3, 9,5 dan 10,4. Berdasarkan data kunjungan poliklinik Departemen THT FKUIRCSM tahun 2005, didapati prevalensi gangguan
pendengaran anak usia 6 bulan hingga 6 tahun sebesar 36,92. Adeline Eva et.al
Pada suatu penelitian skrinning pendengaran yang dilaksanakan oleh Jenny Bashiruddin di enam rumah sakit di Jakarta dan sekitarnya menggambarkan 297
per 12 757 bayi baru lahir yaitu 23 per 1000 mempunyai gangguan pendengaran. Menurut penelitian yang dikendalikan oleh Cone-Wesson et.al 2000,
sebanyak 11 per 535 bayi iaitu 2 bayi yang BBLSR menderita gangguan pendengaran. Sedangkan penelitian Ari-Even Roth et.al 2006 sebanyak 49 per
337 bayi BBLSR yang mempunyai gangguan pendengaran. Korres studi et.al
Universitas Sumatera Utara
2005 6 per 19 bayi BBLSR mempunyai gangguan pendengaran. R Cristobal, J S Oghalai
Prevalensi neonatus BBLSR yang mendapat ‘refer’ pada skrinning pendengaran adalah lebih tinggi berbanding neonatus yang berat lahirnya normal
karena neonatus BBLSR mengalami kadar pengumpulan cairan di telinga tengah yang lebih tinggi dari neonatus normal dan gangguan pendengaran ini dikatakan
hanya berlangsung sementara. Justeru itu, deteksi dini skrinning pendengaran pada neonatus dengan BBLR dapat mencegah dari gangguan pendengaran
lanjutan.R Cristobal, J S Oghalai
2.6 Emisi Otoakustik
Pada tahun 1948 Thomas Gold telah menemukan emisi otoakustik dan pada tahun 1977, Dr. David Kemp telah memperkenalkan keupayaan koklea untuk
menghasilkan dan mengabsorbsi bunyi. Bunyi yang dihasilkan dari koklea dikenal sebagai emisi otoakustik. Emisi Otoakustik adalah refleksi pergerakan sel-sel
rambut di koklea yang dicatat dari bagian telinga luar dengan rangsangan bunyi dari luar. David T Kemp
Emisi otoakustik adalah bunyi yang diproduksi secara spontan dari koklea terutamanya dari sel-sel rambut luar di telinga bagian dalam. Emisi otoakustik ini
dapat diukur dari telinga luar. Sel-sel rambut luar mempunyai ciri khas yaitu keupayaan motilitas yang diperlukan untuk memghasilkan emisi otoakustik secara
spontan atau terhadap rangsangan tenaga akustik mekanis pada koklea. Rangsangan ini ditransmisi kembali ke telinga tangah dan ke membrane timpani
dan seterusnya dikonversi sebagai sinyal akustik di auditori meatus. Emisi otoakustik ini kemudiannya diukur atau dideteksi di auditori meatus dengan
menggunakan mikrofon. Apabila bunyi merangsang sel-sel rambut luar, sinyal neural yang dihasilkan dihantar ke saraf vestibulokoklear dan dari situ dihantar ke
area auditori di system saraf pusat untuk diinterpretasi. Barbara L Kurman, David G. Adlin
Universitas Sumatera Utara
Emisi otoakustik adalah biproduk sel-sel rambut dari rangsangan bunyi. Pada koklea yang normal biproduk ini dihasikan manakala pada koklea yang abnormal
atau sel-sel rambut yang rusak emisi otoakustik ini tidak dapat dihasilkan. Biasanya kadar emisi otoakustik yang dihasilkan dikatakan bagus pada
pendengaran 30dB dan ke atas. Barbara L Kurman, David G. Adlin
2.7 Jenis Emisi Otoakustik